: 10
Hari/Tanggal
: 22 Mei 2013
Tempat Praktikum
: Laboraturium
(D24090090)
2. Ivan Novianto
(D24090041)
3. Tri Aprianto
(D24090039)
4. M.Asrianto M.
(D24090097)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia untuk menghadapi era
globalisasi tidak lepas dari upaya peningkatan gizi masyarakat. Untuk memenuhi
target tersebut, diperlukan peningkatan produksi protein hewani seperti telur. Telur
merupakan salah satu hasil produksi peternakan yang berasal dari ternak unggas.
Didalam telur banyak terdapat protein dan nutrisi-nutrisi dari pakan yang dikonsumsi
oleh unggas tersebut yang bermanfaat untuk siapa saja yang memakannya, dengan
demikian pemberian ransum yang baik akan menentukan kualitas telur yang baik
pula. Adapun komposisi telur terdiri dari 11% kulit telur, 58% putih telur, dan 31%
kuning telur. Kandungan gizi terdiri dari protein 6,3 gram, karbohidrat 0,6 gram,
lemak 5 gram, vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur. Kualitas telur bisa diukur
melalui ukuran telur, seperti berat telur, panjang telur, lebar telur, dan berat kerabang
selain itu kualitas telur juga bisa diukur dengan melihat warna dari kuning telur.
Indikator yang umum digunakan untuk mengukur kualitas telur adalah warna
kuning telur. Warna kuning telur dipengaruhi oleh beta-karoten yang terdapat dalam
ransum ternak tersebut. Semakin banyak kandungan beta-karotennya, maka warna
kuning telur akan semakin mendekati nilai tertinggi dalam yolk color fan dan itu
menandakan kualitas telur yang baik. Oleh karena itu, pemberian pakan berperan
dalam pengontrolan warna kuning telur. Kualitas telur yang baik menandakan bahwa
kandungan nutrisi yang terkandung dalam telur tersebut juga baik, tidak hanya dari
segi fisik, tetapi juga dari segi biologi atau kandungan telur.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengamati efektivitas tepung daun katuk
terhadap pembentukan warna kuning telur (yolk colour) dan mengamati pengaruh
pemberian tepung daun katuk dan daun singkong terhadap kualitas telur lainnya
(berat telur, berat kerabang telur, berat kuning telur, berat putih telur, dan ketebalan
kerabang telur).
.
TINJAUAN PUSTAKA
Telur Puyuh
Burung puyuh merupakan salah satu unggas yang sedang dikembangkan dan
ditingkatkan produksinya. Selain daging, burung puyuh juga merupakan produsen
telur dengan produktifitas yang cukup tinggi yaitu 200-300 butir/ekor/tahun
(Nugroho,1986). Telur puyuh dewasa ini masih terbatas untuk konsumsi langsung,
seperti untuk sup, bakso, dan sambal telur puyuh. Dilihat dari kandungan gizinya,
telur puyuh mengandung 13,6% protein dan 8,2% lemak (Nugroho,1986). Luas
permukaan telur puyuh rata-rata adalah 25,97 cm 2 (Song, 2000). Lapisan permukaan
kulit telur unggas dilapisi oleh kutikula. Telur puyuh memiliki lapisan kutikula
dengan ketebalan 0,008-0,0195 mm. Kutikula pada telur yang memiliki pola warna
bintik seperti pada telur puyuh, bagian dalamnya mengandung pigmen (Romanoff,
1963). Persentase kandungan kimia putih dan kuning telur dari telur puyuh yaitu
kuning telur mengandung air 50,03%, Protein 15,78% dan Lemak 30,66%.
Sedangkan putih telur mengandung 88,04% Air, 10,98% Protein dan 0,09% Lemak
(Imai
et al, 1984). Protein kuning telur yang berikatan dengan lemak disebut
Telur Ayam
Penggunaan produk pakan yang kaya karoten dalam ransum unggas dapat
menghasilkan telur ayam yang rendah kolesterol (Nuraini, 2006). Menurut Keshavarz
fungsi organ yang diakibatkan adanya kerusakan sel-sel jaringan yang luas, dengan
kemampuan yang dimiliki teripang/gamat untuk memacu regenerasi sel yang tinggi
maka
teripang/Cucumber
Jelly
dapat
berfungsi
mencegah
dan
membantu
Pembahasan
Hasil produksi ternak yang cukup popular salah satunya adalah telur. Telur
merupakan produksi ternak unggas yang memiliki berbagai macam manfaat karena
apa yang terkandung telur merupakan cadangan makanan untuk embrio baru, akan
tetapi telur konsumsi tidak dibuahi. Telur sebagai patokan untuk menentukan mutu
protein dari bahan lain (Winarno, 2002) karena telur banyak mengandung susunan
asam amino esensial (Anggordi, 1985). Komposisi sebutir telur terdiri atas 31%
kuning telur, 59% putih telur dan 10% kerabang telur (Anggordi, 1995). Kuning telur
merupakan bagian terpenting dari telur karena mengandung zat-zat bernilai gizi
tinggi. Letaknya berada ditengah-tengah apabila telur masih dalam keadaan normal
atau masih segar. Keadaan ini dipertahankan oleh kalaza yang membentang dari
kanan ke kiri telur pada sumbu horizontal (Romanoff, 1963).
North dan Bell (1990), menyatakan bahwa kualitas telur dapat ditentukan
dengan melihat telur secara eksterior dan interior. Secara eksterior adalah dengan
melihat bentuk telur, mengukur bobot dan tebal kerabang telur sedangkan secara
interior adalah dengan mengukur bagian dalam telur seperti kuning telur, putih telur,
haugh unit dan ada atau tidaknya cacat pada kuning telur. Praktikum biosintesis telur
terdiri dari tiga perlakuan yaitu R0 (ransum kontrol), R1 (ransum yang ditambah
dengan daun katuk), dan R2 (ransum yang ditambah dengan daun singkong).
Pengamatan yang pertama yaitu dilakukan pada pengamatan telur ayam, telur ayam
dengan penambahan indigofera dengan 3 perlakuan penambahan yang berbeda-beda,
rata rata berat putih dan kuning telur ayam berbeda pada setiap perlakuan. Berat
kuning telur terendah pada hasil pengamatan adalah R0 dengan nilai sebesar 15,66 g
dan tertinggi adalah pada perlakuan R1 dengan nilai sebesar 18,21 g, sedangkan
untuk rata rata nilai putih telur terendah terjadi pada perlakuan R1 dengan nilai
sebesar 29,355 g dan untuk berat tertinggi adalah pada perlakuan R3 dengan nilai
33,54 g.
Pengamatan yang kedua yaitu menggunakan telur bebek yang diamati pada
praktikum kali ini adalah telur dengan penambahan minyak ikan pada jeroan teripang
pada ransum bebek dengan tujuan untuk menambahkan omega 3 dan omega 6 pada
telur dengan perlakuan dengan 5 peralakuan R0 ( Ransum basal tanpa minyak ), R1
( Ransum basal + 1,5 miyak sawit,ikan lemuru dan zinc 200 ppm) ,R2 ( Ransum basal
+ 3 miyak sawit,ikan lemuru dan zinc 200 ppm), R3 ( Ransum basal + 4,5 miyak
sawit,ikan lemuru dan zinc 200 ppm), R4 ( Ransum basal + 6 miyak sawit,ikan
lemuru dan zinc 200 ppm).penambahan Minyak ( Sawit dan ikan lemuru) ditambah
zinc betujuan untuk menambahkan omega 3 dan omega 6 pada telur, berdasarkan
hasil pengamatan dengan menggunakan yolk colour warna terendah atau sama terjadi
pada R0, R1, dan R2 dengan nilai 8,00 dan untuk nilai yolk tertinggi yaitu R4 dengan
nilai yolk sebesar 10,67, pada perlakuan R3 dan R5 terjadi persamaan nilai yolk yaitu
dengan nilai 10,33. Warna kuning telur (yolk colour) sangat penting untuk dikontrol
dan dipelihara, karena sebagian besar di dunia memasukkan yolk colour sebagai salah
satu aspek kualitas telur yang diperhitungkan konsumen. Warna kuning atau oranye
dari yolk dikontrol oleh konsumsi pigmen xantophyll terutama lutein, zeaxathin, dan
berbagai pigmen sintetis seperti canthaxanthin dan apocarotenoid esterss
Pengamatan selanjutnya adalah mengamati telur puyuh, pada telur puyuh
pengamatan yang dilakukan adalah mengamati 4 buah telur puyuh dengan perlakuan
yang berbeda beda yaitu P1 ( ransum basal), P2 ( Ransum Basal + 1% Jeroan
Tripang), P3 ( Ransum Basal + 2% Jeroan Tripang) dan yang terakhir P4 ( Ransum
Basal + 3% Jeroan Tripang). Pada P1 rata rata presentase berat kuning adalah
46,61%, berat putih 47,79%, dan berat kerabang 5,99%. Sedangkan pada P2
perbandingan berat kuning: berat putih: dan berat kerabang adalah 45,06%, 50,46%
dan 6,59%. Pada P3 presentase berat kuning adalah 43,87%, berat putih adalah
48,67%, dan berat kerabang 6,10%, Sedangkan pada P4 perbandingan berat kuning:
berat putih: dan berat kerabang adalah 43,61%, 47,55% dan 6,43%. Antara tebal
kerabang dan bobot kerabang pada dasarnya tidak berkaitan secara langsung dengan
adanya masing-masing perlakuan antara P1, P2, P3 maupun P4. Kondisi tersebut
ditemukan oleh keberadaan kandungan kalsium masing-masing ransum yang terbukti
telah memenuhi persyaratan (Wibowo, 1997). Dari hasil yang didapatkan
penambahan teripang terbukti meningkatkan Ca pada telur.
KESIMPULAN
Pemberian pakan dari beberapa jenis sumber nutrisi pada ransum mampu
meningkatkan skor kuning telur dan presentase kuning telur terhadap berat telur.
Beberapa jenis sumber nutrisi pada ransum juga berpengaruh pada indicator kualitas
telur, seperti berat telur, putih telur, berat kerabang, dan ketebalan kerabang.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, H. R, 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Makanan Ternak Unggas: Kemajuan Mutakhir. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Fardiaz, S. 1986. Mempelajari sifat-sifat fungsional telur penyu dan telur puyuh
dalam usaha meningkatkan daya guna sumber protein inkonvensional.
Laporan Penelitian Lembaga Pendidikan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hausmann, A & G. Sandmann. 2000. A single fi ve-step desaturase is involved in the
carotenoid biosynthesis pathway to beta-carotene and torulene in
Neurospora crassa. J. Genet. Biol. 30: 147-53.Heyne, K. 1987. Tumbuhan
Berguna Indonesia. Badan Litbang kehutanan. Departemen Kehutanan.
Imai, C. , A. Mowlah dan J, Saito. 1984. Storage stability of Japanase Quail
(Cortunix cortunix japonica) eggs at room temperature. Poultry Science
(1986). 65:479-480.
Keshavarz, K. 2003. Effects of reducing dietary protein, methionine, choline, folic
acid, and vitamin B12 during the late stages of the egg production cycle on
performance and eggshell quality. Poult. Sci. 82: 14071414.
North, M. O. And D. D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4 th Ed.
Van Nosttrand Reinhold. Ney York.
Nugroho dan Mayun. 1986. Beternak Burung Puyuh. Eka Ofset, Semarang.
Nuraini. 2006. Potensi kapang Neurospora crassa dalam memproduksi pakan kaya
karoten dan pengaruhnya terhadap ayam pedaging dan petelur. Disertasi.
Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang.
Prasetyo, L.H. dan T. Susanti, 2000. Persilangan timbal balik antara itik Alabio dan
Mojosari: Periode awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5(4): 210214.
Romanoff A.L., Romanoff A. 1963. The Avian Egg.John Wiley and Sons Inc., New
York.
Song, K. T., H. R. Oh. 2000. A comparison of egg quality of pheasant, chuckar, quail
and guinea fowl. Asian-Australian Journal Animal Science 13: 986-990.
Udedibie, A.B.I. & C.C. Opara. 1998. Responses of growing broilers and laying hens
to the dietary inclusion of leaf meal from Alchornia cordifolia. Animal Feed
Sci. and Tech. 71: 157-164.
Wander RC, Hall JA, Gradin JL, Du S -H, Jewe DE. 1997. The Ratio of Dietary (n-6)
to (n-3) Fatty Acids Influence Immune System Function, Eicosanoid
Metabolism, Lipid Peroxidation and Vitamin E Status in Aged Dogs. J Nutr
127:1198-1205.
Wibowo, S., dkk. 1997. Teknologi Penanganan dan Pengolahan Teripang. IPPL Slipi.
Jakarta.
Winarno, F. G. & S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, penanganan dan
Pengolahannya. M Brio Press. Bogor.
Yuliani, S., dan T. Marwati. 1997. Tinjauan Katuk Sebagai bahan Makanan Tambahan
yang Bergizi. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. Vol.3 Nomor 3. Hal 55-56