Anda di halaman 1dari 6

KORELASI UMUR INDUK DENGAN BOBOT TELUR PADA AYAM KAMPUNG

BERDASARKAN WARNA BULU DI LOMBOK BARAT


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Ayam kampung (Gallus domesticus) merupakan ayam asli Indonesia yang banyak
dipelihara oleh masyarakat pedesaan sebagai sumber protein keluarga baik telur atau
dagingnnya, dan sebagai cadangan tabungan yang sewaktu–waktu dapat dijual. Manajemen
pemeliharaan ayam kampung sebagian besar masih bersifat sampingan dan produksi ayam
kampung masih rendah dibanding ayam ras, akan tetapi ayam kampung memiliki keunggulan
dibandingkan ayam ras yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan cukup baik, dan produk
berupa daging dan telur memiliki ciri khas yang berbeda sehingga sangat disukai oleh
konsumen.
Keanekaragaman ayam kampung dalam satu wilayah masih sangat besar dan
bervariasi dalam wama bulu, bobot badan, pertumbuhan dan produksi telur (Sartika &
Iskandar, 2007). Ayam kampung memiliki peranan yang cukup besar sebagai penghasil telur
dan daging. Telur ayam kampung merupakan salah satu bahan makanan yang dihasilkan dari
ternak ayam kampung, berbentuk bulat sampai lonjong dengan berat yang relatif lebih kecil
dari telur ayam negeri yaitu sekitar 36 - 37 gram setiap butirnya dengan warna kulitnya putih.
Meskipun telur ayam kampung berukuran lebih kecil, warna kulitnya lebih putih dan
harganya lebih mahal dari telur ayam negeri. Didalam telur ayam kampung terdapat
kandungan telur yang terdiri dari 13% protein, 12% lemak, serta vitamin dan mineral. Nilai
tertinggi telur telur terdapat pada bagian kuning telur mengandung asam amino esensial yang
dibutuhkan serta mineral seperti besi, fosfor, sedikit kalsium. Adapun putih telur yang
jumlahnya sekitar 60% dari seluruh bulatan telur mengandung 5 jenis protein dan sedikit
karbohidrat.
Telur merupakan hasil sekresi organ reproduksi ternak unggas dengan tektur fisik yang
khas tersusun dari kulit, kantung udara, dan isi. Isi telur yang terdiri dari putih telur
(albumen), dan kuning telur (yolk). Telur merupakan mata rantai yang esensial dalam siklus
reproduksi kehidupan hewan.
Kualitas telur adalah istilah umum yang mengacu pada beberapa standar yang
menentukan baik kualitas eksternal maupun internal. Kualitas eksternal difokuskan pada
kebersihan kulit, tektur, bentuk dan warna telur. Kualitas internal mengacu pada putih telur
(albumen), kebersihan dan viskositas, ukuran kantung udara, bentuk kuning telur, dan
kekuatann kuning telur, penurunan kualitas interior dapat diketahui dengan penimbangan
bobot telur, peneropongan ruang udara (air cell), untuk diperiksa kondisi kuning telur (yolk),
putih telur (albumen), kekentalan putih telur, warna putih telur, posisi kuning telur, haung
unit, dan ada tidaknya noda bintik darah. Kualitas telur sangat menentukan kualitas bibit
yang akan ditetaskan.
Produksi yang tinggi pada induk cenderung memiliki bobot telur yang tinggi.
Dinyatakan oleh Applegate et al., (1998), bobot induk berkorelasi positif dengan bobot telur.
Bobot badan induk merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap fertilitas. Selain
itu, bobot badan mempengaruhi aktivitas perkawinan antara jantan dengan betina. Fertilitas
yang baik juga mempengaruhi daya tetas telur (Applegate et al., 1998). Mengingat
produktivitas telur dan anak dipengaruhi oleh induk, maka penelitian tentang pengaruh bobot
badan terhadap fertilitas dan dan daya tetas telur. Selain bobot badan induk, beberapa ilmuan
juga telah meneliti mengenai pengaruh sifat warna bulu terhadap performance ayam
(Kususiyah et al, 2019). Namun demikian, informasi mengenai pengaruh sifat warna bulu
terhadap bobot telur yang dihubungkan dengan umur induk belum banyak dilaporkan, baik
karakter fenotipe maupun genotipenya, termasuk potensi produktivitas. Berdasarkan uraian
latar belakang ditas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai korelasi umur induk dengan
bobot telur pada ayam kampung berdasarkan warna bulu

1.2. Tujuan Penelitian


1. Mengidentifikasi jenis-jenis ayam kampung yang dipelihara di Kabupaten Lombok
Barat berdasarkan varian warna bulu.
2. Mengetahui jenis-jenis ayam kampung yang dipelihara di Kabupaten Lombok Barat
berdasarkan varian warna bulu.
3. Mendapatkan data mengenai korelasi umur induk dengan bobot telur pada ayam
kampung yang dipelihara di Kabupaten Lombok Barat berdasarkan warna bulu.

1.3. Manfaat Penelitian


1. Tersedianya data awal mengenai jenis-jenis ayam kampung yang dipelihara di
Kabupaten Lombok Barat berdasarkan varian warna bulu.
2. Sumber informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya, khususnya terkait dengan
korelasi umur induk dengan bobot telur pada ayam kampung.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ayam Kampung
Ayam kampung secara umum dipelihara oleh masyarakat pedesaan. Ayam ini
merupakan ayam hasil domestikasi dari nenek moyangnya Gallus gallus atau Gallus
bankiva yang dapat ditemukan di Asia Tenggara termasuk Indonesia (Campbell, and Lack,
1985). Menurut Wihandoyo dkk. (1981), ayam kampung di pedesaan hanya bersifat
sambilan bukan sebagai usaha pokok. Hal ini terlihat dari penggunaannya, yakni hanya
dibutuhkan pada saat-saat diperlukan selain sebagai pemenuhan gizi keluarga.
Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak lokal yang banyak dipelihara oleh
masyarakat Indonesia.Umumnya pemeliharaan ayam kampung dilakukan secara tradisional
ekstensif, tetapi akhir-akhir ini telah digalakkan usaha pemeliharaan secara semi intensif
maupun intensif. Ayam kampung sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
pedesaan, sehingga tak heran apabila ayam kampung banyak terdapat dimana-mana. Bobot
badan dan warna bulu ayam kampung sangat beragam dan tidak mencerminkan spesifik
warna tertentu. Oleh karena itu ayam kampung memerlukan pelestarian dan peningkatan
produktivitasnya dengan cara pemurnian melalui seleksi (Dwiyanto, 2007).
Menurut Sidadolog (1998), pada umumnya ayam kampung mempunyai bentuk tubuh
langsing, kaki panjang dengan warna bulu beragam. Diantara warna bulu yang paling sering
dijumpai adalah warna hitam, coklat, kuning dan kombinasi dari warna-warna tersebut.
Menurut Sadarman dkk. (2013), kombinasi warna bulu ayam kampung yang umum
ditemukan di lapangan adalah warna blorok, wido, merah sampai warna putih.
Ayam kampung merupakan hewan pemakan segalanya. Hal ini berarti dalam tatanan
pemeliharaannya, ayam kampung dapat dipelihara bebas, sehingga keterlibatan peternak
sangat minim (Sidadolog, 1998). Peningkatan produktivitas ayam kampung diperlukan jika
mengharapkan hasil lebih dari usaha pemeliharaannya. Menurut Yuwanta (2010), usaha
pemeliharaan ayam kampung yang dapat menambah penghasilan keluarga dapat dilakukan
secara semi intensif. Ditambahkannya bahwa pemeliharaan semi intensif tersebut adalah
memadukan usaha pemeliharaan secara tradisional dengan cara modern. Hal ini berarti
bahwa dalam pemeliharaan, ayam kampung sebagian dari aktivitasnya di kandang dan
sisanya dilepaskan.
2.2. Telur Ayam Kampung
Telur ayam kampung adalah salah satu bahan makanan asal unggas ayam kampung
yang bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh
tubuh manusia seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral,
serta memiliki daya cerna yang tinggi.Telur merupakan bahan makanan yang bernilai gizi
tinggi, hal ini di tandai dengan rendahnya zat yang tidak dapat dicerna atau diserap setelah
di konsumsi oleh tubuh manusia. Oleh sebab itu perlu dilakukan suatu tindakan atau usaha-
usaha bidang teknologi kualitas dan penanganan paska produksi telur. Tindakan ini penting
agar produksi telur yang dicapai dengan segala usaha ini dapat sampai ke tangan konsumen
dengan kualitas yang terjamin dan selalu baik (Sulistiati, 2003).
Telur ayam kampung mengandung nutrisi essensial yang relatif tinggi jika
dibandingkan telur ayam lainnya seperti telur ayam negeri/ras, selain kandungan nutrisi
essensial dalam telur ayam kampung, vitamin E dan lemak omega 3 (linolenat) juga
terkandung dalam telur ayam kampung. Khusus untuk kandungan vitamin E dalam telur
ayam kampung kurang lebih dua kali lebih banyak dibanding telur ayam ras dan untuk
kandungan lemak omega 3 nya sekitar 2,5 lebih baik. Walaupun secara fisik telur ayam
kampung lebih kecil dari telur ayam negeri, kandungan vitamin A, vitamin D, omega 3 dan
setengah protein telur terdapat dalam kuning telurnya, oleh karena itu lebih baiknya
mengonsumsi telur ayam kampung seluruh bagiannya, baik putih telurnya, maupun kuning
telurnya, jangan hanya mengonsumsi putih telurnya atau sebaliknya.
Kerabang telur ayam kampung sebagian besar berwarna putih atau
kecoklatan.Pigmen yang dihasilkan di uterus pada saat kerabang di produksi menimbulkan
warna tersebut.Pigmen coklat pada kerabang telur adalah porhpyrin yang secara merata
disebarkan ke seluruh kerabang (Suprijatna et al., 2005).Presentase warna telur ayam
kampung biasanya didominasi oleh warna coklat (Balvir et al., 2000) sedangkan menurut
Yuwanto (2004), telur ayam kampung dominan berwarna putih dengan persentase sebesar
73,53%. Warna tersebut tergantung dari jenis ayam dan jenis warna yang
dieksresikan.Warna kulit telur berpengaruh terhadap daya tetas telur.Telur yang
berwarnanya agak cenderung gelap cenderung lebih mudah menetas daripada telur yang
berwarna terang (Kartasurdjatna dan Suprijatna, 2006).
2.3. Produksi Telur Ayam Kampung
Hasil penelitian Diwiyanto dkk. (1996) menyebutkan bahwa ayam kampung yang
dipelihara secara tradisional lebih rendah produksinya dibandingkan dengan pemeliharaan
secara semi intensif. Produksi telur harian pada ayam kampung yang dipelihara secara
tradisional hanya sekitar 13% sedangkan pada pemeliharaan secara semi intensif, ayam
kampung dapat berproduksi sekitar 29% Hen Day (HD). Laporan dari hasil penelitian
Diwiyanto dkk. (1996) menyebutkan bahwa ayam kampung yang dipelihara secara intensif
dapat berproduksi sebanyak 146 butir/ekor/tahun atau sekitar 40% HD. Pada pemeliharaan
secara tradisional, produksi telur rendah (47 butir per induk per tahun) (Pramuyati, 2009)
sedangkan pada pemeliharaan secara semi intensif produksi telur dapat mencapai 59 butir
per ekor per tahun (Pramuyati, 2009).
Umur pertama bertelur pada ayam kampung rata-rata 5-6 bulan (Yuwanta, 2010).
Menurut Sartika (2005), ayam kampung pertama kali bertelur pada umur 166,9 hari atau
sekitar 5,57 bulan. Cepat atau lambatnya ayam bertelur dipengaruhi oleh banyak faktor,
antara lain bobot badan sebelum masuknya masa bertelur (Sartika dan Gunawan, 2007),
sistem pemeliharaan yang hubungannya dengan perolehan ransum (Yuwanta, 2010) dan asal
tetua atau turunannya (Diwiyanto dkk., 1996).
Bobot telur pertama mencerminkan tingkat pertumbuhan ayam (Cresswell, dan
Gunawan, 1982; Yuwanta, 2010). Ayam yang menghasilkan telur dengan bobot telur rendah
diduga karena ayam tidak memiliki nutrisi yang cukup untuk proses pembuatan telur
(Ensminger, 1992). Ketidakcukupan nutrisi ini menyebabkan ayam akan mengambil nutrisi
cadangan, sehingga ayam akan kelihatan kurus. Dampak dari kondisi ini adalah telur yang
dihasilkan akan turun tingkat fertilitasnya (Yuwanta, 2010). Penurunan tingkat fertilitas ini
sejalan dengan menurunnya daya tetas telur.
Penelitian lain menyatakan bobot badan induk berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap
produksi telur. Diperkuat oleh Jaelani et al. (2016) bahwa bobot telur dipengaruhi oleh
kandungan nutrien dalam telur yang kemudian akan mempengaruhi bobot tetas telur
tersebut. Penyimpanan telur yang terlalu lama juga dapat mengakibatkan turunnya bobot
telur karena suhu penyimpanan yang tidak sesuai akan mengakibatkan penguapan dan
embrio didalam telur kehilangan banyak gas-gas organik, serta kehilangan cairan sehingga
nutrien sulit larut, kurangnya zat nutrien pada embrio akan. Jaelani et al. (2016) menyatakan
bahwa kerabang telur memiliki pori-pori yang berguna sebagai media lalu lintas oksigen dan
karbondioksida selama proses pengeraman.
2.3. Warna Bulu pada Ayam Kampung
Warna bulu ialah salah satu sifat kualitatif yang dipakai sebagai patokan untuk
penentuan suatu bangsa ayam (Mansjoer, 1985). Warna bulu ayam merupakan sifat
kualitatif yang diatur oleh satu atau beberapa pasang gen atau rangkaian alel (Warwick etal.,
1995). Warna bulu terkait pada pigmen melanin yang terbagi menjadi dua tipe, yaitu
melanin yang membentuk warna hitam dan biru pada bulu, dan pheomelanin yang
membentuk warna merah-cokelat, salmon, dan kuning tua (Brumbaugh dan Moore, 1968).
Hutt (1949) menyatakan bahwa kerja pigmen ini diatur oleh gen I (inhibitor) sebagai gen
penghambat produksi melanin dan gen i sebagai gen pemicu produksi melanin sehingga ada
dua sifat utama pada sifat warna bulu ayam, yaitu sifat berwarna dan sifat tidak berwarna.
Warna bulu putih pada ayam yang membawa gen I (inhibitor) kadang-kadang resesif
terhadap warna bulu lain. Warna bulu ayam yang membawa gen i (gen pembawa sifat
warna) tidak selalu hitam tergantung ukuran dan pengaturan granula pigmen. Gen warna
bulu bersifat dominan (I) ditemukan pada bangsa ayam White Leghorn.
Rasyaf (2004) menyatakan bahwa ayam kampung memiliki warna bulu yang beragam
yaitu hitam, putih, kekuningan, kecokelatan, merah tua dan kombinasi dari warna-warna itu.
Distribusi melanin pada bulu sekunder akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola bulu
sekunder.

Anda mungkin juga menyukai