Anda di halaman 1dari 14

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1..........................................................................................................................

Ayam Kampung Unggul Balitbangtan

Ayam kampung merupakan salah satu unggas lokal yang memiliki potensi

cukup baik untuk dikembangkan sebagai komoditi peternakan, karena produk

yang dihasilkan berupa daging dan telur harganya realatif murah jika

dibandingkan dengan daging asal ternak lain. Karena itu, permintaan konsumen

terhadap ayam kampung dari tahun ke tahun semakin meningkat (Agromedia,

2019).

Sebelum ada ayam ras, ayam kampung merupakan sumber utama untuk

daging unggas. Pada saat ini, ayam kampung juga masih menjadi sumber daging

unggas, tetapi menempati urutan kedua setelah ayam ras. Sebagai unggas

penghasil daging, ayam kampung mempunyai kelebihan dan kekurangan. Sama

halnya dengan itik lokal, kelebihannya adalah lebih tahan terhadap cekaman (stres)

dibandingkan dengan ayam ras. Daging ayam kampung masih sangat disukai

terutama untuk jenis olahan tertentu. Adapun kekurangannya adalah

perkembangbiakannya lambat karena produksi telurnya sedikit dan sifat

mengeramnya masih tinggi. Tetapi untuk mendapatkan daging ayam rasa

kampung, pertumbuhannya cepat dan hasil dagingnya banyak, dapat ditempuh

melalui persilangan ayam kampung jantan dengan ayam ras betina (Hardjosworo,

2018).
6

Pemeliharaan ayam kampung pada umumnya masih dilakukan secara

ekstensif tradisional atau secara diumbar di halaman dan di kebun sekitar rumah,

sehingga produktivitasnya rendah (Sartika dkk., 2018). Menurut (2017),

produktivitas ayam kampung dari rata–rata bobot akhir aya\sm kampung umur 10

minggu sebesar 501,17 g. Problema produksi daging ayam kampung dilakukan


5
upaya respon kebutuhan teknologi pembibitan ayam kampung unggul, Balai

Penelitian Ternak (Balitnak) telah melakukan berbagai kegiatan penelitian pada

ayam kampung. Hasil penelitian menunjukkan, melalui teknologi seleksi disertai

sistem pemeliharaan yang intensif, produktivitasnya dapat ditingkatkan. Hasil

seleksi ini dihasilkan ayam kampung unggul yang disebut dengan ayam Kampung

Unggul Balitnak (KUB) (Sartika dkk., 2018).

Ayam Kampung Unggul Balitbangtan adalah hasil persilangan ayam

kampung betina dengan ayam kampong jantan, pada umur 8 minggu

pertumbuhannya hampir sama dengan umur 5-6 bulan ayam kampung pada

umumnya. Ayam Kampung Unggul Balitbangtan bila dipelihara secara semi

intensif dan secara intensif akan menghasilkan produk yang lebih baik (Abun,

2017).

Ayam Kampung Unggul Balitbangtan merupakan ayam hasil persilangan

antara pejantan kampung dengan ayam kampung betina menghasilkan ayam

dengan pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ayam kampung (umur 60 hari atau

2 bulan bobotnya 0,85 kg sedangkan ayam kampung hanya 0,50 kg), tubuh dan

karkasnya mirip ayam kampung, tekstur dagingnya sama dengan ayam kampung.

Ayam Kampung Unggul Balitbangtan merupakan hasil dari proses pemuliaan


7

yang bertujuan untuk peningkatan produksi daging. Dalam jangka pendek metode

persilangan dapat meningkatkan rata-rata bobot potong ayam (Gunawan dan

Sihombing, 2004).Ayam hasil persilangan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat

dibandingkan dengan ayam kampung pada pemeliharaan semi intensif. Ayam

Kampung Unggul Balitbangtan memiliki keunggulan antara lain pertumbuhannya

yang cepat, angka kematian yang rendah (sekitar 5%), mudah beradaptasi dengan

lingkungan serta pada uji karkas dan uji rasa menunjukkan bahwa tampilan

karkasnya mirip dengan ayam kampung, pada umur 8 – 10 minggu sudah

mencapai bobot potong yang banyak diminati konsumen (Abun dkk., 2017).

Ayam Kampung Unggul Balitbangtan mempunyai pertumbuhan lebih cepat

daripada ayam kampung lokal. Yaman (2013), menyebutkan bahwa ayam

Kampung Unggul Balitbangtan dari 100 ekor DOC (37 g/ekor) sampai masa panen

(60 hari) dengan berat 0,9kg/ekor, memerlukan pakan BR-I dengan protein

minimum 21% sebanyak 200 kg. Jadi, konsumsinya 2 kg/ekor, pertambahan berat

badannya 873 g/ekor, konversi pakannya diperhitungkan 2,27. Salim (2013)

menyebutkan bahwa ayam Kampung Unggul Balitbangtan mulai bertelur pada

umur 150 hari dengan puncak produksi (80%) pada umur 2 tahun, produksi 60%

pada umur tahun, dan diafkir pada umur 2 tahun.

Menurut Yaman (2017), perbedaan yang paling signifikan antara ayam

kampung umumnya dengan ayam Kampung Unggul Balitbangtan terlihat pada

kemampuan menghasilkan daging,terutama pada organ tubuh bagian dada dan

bagian paha, seperti ayam pedaging unggullainnya, perkembangan kedua jenis tipe

otot tersebut menunjukan bahwa ayam kampungsuper memiliki sifat dengan jenis
8

ayam pedaging lainnya. Ciri-cirinya adalah ;iotot bagian dadadan paha tumbuh

lebih cepat dan dominan daripada bagian tubuh lainnya.

Menurut Sofjan (2018), laju pertumbuhan ayam Kampung Unggul

Balitbangtan memang bisa di bilang bagus yaitu bisa mencapai berat 0,6–0,8 kg

pada umur pemeliharaan 45 hari, akan tetapi tingkat konsumsi pakan masih

tergolong tinggi. Karkas ayam Kampung Unggul Balitbangtan sepintas memang

agak sulit dibedakan dengan ayam kampung asli. Ayam Kampung Unggul

Balitbangtan (kamper)kini ramai diperbincangkan berbagai lapisan masyarakat,

mulai dari c alon pembibit, peternakpembesaran DOC ayam Kampung Unggul

Balitbangtan, pengelola restoran/rumah yang menjadi konsumenpaling potensial,

sehingga kita sebagai konsumen biasa. Berbeda dari ayam kampung biasa,ayam

Kampung Unggul Balitbangtan memiliki laju pertumbuhan yang lebih cepat,

sehingga bisa dipanenpada umur 50 - 60 hari dengan bobot badan sekitar 0,8 - 1,0

kg/ekor.

Pemaliharan ayam Kampung Unggul Balitbangtan bagi sebagian besar

masyarakat dilakukan secara ekstensif sehingga hasil yang diperoleh kurang

mencakupi kebutuhan konsumen, baik dalanhal kualitas dan kwantitas

produksinya dan untuk memperbaiki dan maningkatkan produksiayam kampung

diperlukan pemeliharan internsif dengan perbaikan potensi dan juga dikutidengan

perbaikan lingkungan, utama perkandangan dan pakan yang bargizi (Suprijatna

dkk., 2005).

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha ternak ayam pada umumnya

adalah pakan (feed), pembibitan (breeding), dan tatalaksana (management). Pakan


9

merupakan unsur terpenting untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan dan suplai

energi sehingga proses metabolismedapat berjalan dengan baik serta tumbuh dan

berkembang dengan baik (Suprijatna dkk., 2005).

2.1.2. Status Fisiologik Ayam Kampung

Klasifikasi Ilmiah Ayam Kampung menurut Rose (2001).

Kerajaan : Animalia

Filum : Cordhata

Kelas : Aves

Ordo : Galliformes

Family : Phasianidae

Genus : Gallus

Spesies : G. Gallus

Upaspesies : G. G domesticus

Nama Trinomial : Gallus gallus domesticus

Karakteristik dari ayam kampung KUB adalah dapat diproduksi

dalam jumlah banyak dengan bobot seragam, laju pertumbuhan lebih cepat

daripada ayam kampung, memiliki tingkat kematian yang rendah, mudah

beradaptasi dengan lingkunan serta memiliki citarasa yang tidak berbeda

dengan ayam kampung (Kaleka, 2017).


10

Salah satu ciri ayam Kampung Unggul Balitbangtan adalah sifat

genetiknya yang tidak seragam. Warna bulu, ukuran tubuh dan kemampuan

produksinya tidak sama merupakan cermin dari keragaman genetiknya.

Disamping itu badan ayam kampung KUB lebih besar bila dibandingkan

dengan ayam kampung (Rasyaf, 2018). Ayam Kampung Unggul Balitbangtan

lebih tahan dalam menghadapi penyakit dan pergantian cuaca sehingga akan

sangat menguntungkan bagi peternak akibat mortalitas yang didapat akan rendah

(Aman, 2017).

1.2. Tanaman Azolla Microphylla

Azolla microphylla merupakan sejenis tumbuhan paku air yang tersebar

baik di daerah tropis maupun sub tropis. Tumbuhan ini biasanya tumbuh sebagai

gulma diperairan tenang seperti danau, kolam, sungai, dan sawah. Potensi

produksi azolla microphylla cukup baik, karena memiliki karakter pertumbuhan

dan perkembangan yang cepat. Azolla microphylla tumbuh dan berkembang dua

kali lipat setiap 3 – 5 hari (Hidayat dkk, 2017).

Azolla microphylla merupakan alternatif bahan ransum yang baik karena

mudah dibudidayakan dalam jumlah banyak dan memiliki kandungan nutrien

yang cukup menjanjikan. Daun azolla microphylla berbentuk segitiga atau

polygonal yang mengapung diatas permukaan air secara individual maupun

menutupi hingga seluruh permukaan air. Azolla microphylla dapat bertahan dalam

berbagai ph air dari 3,5 – 10, namun pertumbuhan optimumnya terjadi ketika ph

air antara 4,5 dan 7. Ciri – ciri azolla microphylla adalah memiliki daun yang

tebal, warna daun hijau muda dengan tepi hijau agak pucat, pertumbuhan daun
11

tumpang tindih dan membentuk gugusan dengan ketebalan 3 – 4 cm dan jumlah

sporanya banyak (Hanafiah, 2009).

Amalia dkk (2017) azolla microphylla mengandung EM; 2849,60 kkal /

kg, protein kasar; 26,18 %, lemak kasar; 2,08 %, serat kasar; 23,16 %, Ca; 1,63

%, P; 0,56 %.

Klasifikasi azolla microphylla berdasarkan morfologinya dan karakteristik

hidup tumbuhan (Catterjee dkk, 2013) sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Sub kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Divisi : Pteridophyta (Paku – pakuan)

Kelas : Leptosporangiopsida

Ordo : Salviniales

Famili : Azollaccae

Genus : Azolla (Rhizosperma)

Spesies : Azolla microphylla

Azilla microphylla diharapkan dapat menunjang bahkan menggantikan

bahan pakan sumber protein impor dan mahal harganya seperti bungkil kedele.

Beberapa keunggulan azolla microphylla sebagai pakan antara lain : 1) Kadar

protein yang tinggi (23 – 30 % berat kering), 2) Pertumbuhan sangat cepat (3 – 7

hari), 3) Relatif mudah dibudidayakan didalam wadah terkontrol atau dimedia

tanah disekitar perkarangan rumah, 4) Teksturnya sangat lembut sehingga mudah

dicerna dan mudah pula memberikannya kepada hewan ternak (Effendi, 2017).

Azolla microphylla memiliki keunggulan sebagai bahan pakan untuk unggas yaitu
12

kandungan proteinnya yang sangat tinggi sebesar 20 – 30 %, selain itu terdapat

keunggulan lainnya seperti vitamin A dan B12 serta asam amino esensial seperti

lisin (kandungan lisin sebesar 0,42 %).

Penambahan tepung azolla ini mampu meningkatkan kualitas daging

karena mengandung protein yang tinggi (24 – 30 %) serta asam aminonya

terutama lisin lebih tinggi dibandingkan jagung, dedak dan beras pecah (Hamawi

dkk, 2015). Devianti (2017) melaporkan bahwa tepung azolla mengandung kadar

protein kasar yaitu 23,63 %. Penggunaan tepung azolla dalam ransum unggas

perlu dibatasi. Kebutuhan serat pakan pada beberapa jenis unggas berbeda – beda

tergantung jenisnya, puyuh maksimal 7 %, itik maksimal 8 % sedangkan ayam

pedaging maksimal 6 % (SNI,2006).

1.3. Konsumsi Ransum dan Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung Unggul

Balitbangtan

2.3.1 Komsumsi Ransum

Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dimakan dalam jangka

waktu tertentu dengan tujuan dapat hidup, meningkatkan pertambahan bobot

badan dan untuk produksi (Loka, 2017). Pakan merupakan unsur terpenting untuk

menunjang kesehatan, pertumbuhan dan suplai energi sehingga proses

metabolisme dapat berjalan dengan baik serta tumbuh dan berkembang dengan

baik (Suprijatna dkk., (2008). Ransum yaitu campuran dari berbagai bahan pakan

yang diberikan selama 24 jam. Bahan pakan yang biasa digunakan untuk ransum

ayam jawa super yaitu jagung kuning, dedak halus, bungkil kedelai, bungkil
13

kelapa, tepung ikan, minyak kelapa, kulit kerang dan tepung tulang (Kartasudjana

dan Suprijatna, 2010).

Ternak mengkonsumsi ransum untuk memenuhi kebutuhan nutrisi serta

zat-zat pakan dalam tubuh. Ransum merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam usaha pemeliharaan ayam kampung, karena ransum berpengaruh

langsung terhadap produktivitas ternak (Sinurat, 2000).

Penyediaan nutrisi merupakan hal yang paling penting dalam usaha

peternakan, karena sangat menentukan kualitas hasil yang diharapkan. Menurut

Rasyaf (2005), ayam membutuhkan makanan untuk hidup pokok, pertumbuhan

badan, bertelur. Zat- zat makanan yang dibutuhkan ayam terdiri dari protein,

lemak, karbohidrat, vitamin, mineral dan air. Kebutuhan tersebut harus

proporsional pada pakan yang diberikan. Ayam Kampung Unggul Balitbangtan

atau buras umur 0-8 minggu membutuhkan protein sekitar 18%, energi 2.900

kkal/kg, Ca 0,9% dan P 0,7% (Kaleka, 2015). Kebutuhan zat nutrisi ayam

kampung umur 0-4 minggu membutuhkan pakan dengan kandungan energi 2.800

kkal/kg, protein20%, methionine 0,30%, lisin 0,85%, Ca 0,80%, P0,40%

(Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

Konsumsi ransum unggas dapat dipengaruhi oleh keseimbangan antara

kandungan energi metabolis dan protein yang terkandung dalam ransum, selain itu

suhu lingkungan baik lingkungan makro maupun lingkungan mikro, bentuk fisik

pakan yang diberikan, kesehatan ayam kampung serta umur ayam kampung juga

dapat mempengaruhi tingkat konsumsi dari ransum yang diberikan (Rokhmana

dkk., 2013).
14

2.3.2 Kebutuhan Nutrisi

Nutrisi ransum yang utama meliputi energi metabolisme, protein kasar,

lemak kasar, serat kasar, mineral, vitamin dan asam amino. Komposisi nutrisi

tersebut harus disesuaikan dengan jenis ayam, strain, umur dan pencapaian feed

intake-nya. Seringkali dalam penyusunan ransum ini kurang diperhatikan

kecukupan nutrisi mikro seperti asam amino, vitamin dan mineral. Hal ini bisa

dikarenakan adanya keterbatasan data mengenai nutrisi tersebut. Ditambah lagi

dengan sifat nutrisi mikro yang mudah mengalami kerusakan baik saat proses

produksi, penyimpanan maupun distribusi sehingga kadarnya menurun, terutama

untuk vitamin. Melihat kondisi ini perlu sekiranya kita memberikan penambahan 

feed supplement, yaitu pakan pelengkap untuk memenuhi kebutuhan nutrisi mikro

esensial tersebut. Contoh feed supplement yang bisa kita tambahkan

ialah Top Mix dan Mix Plus yang mengandung multivitamin, mineral dan asam

amino yang penting untuk mengoptimalkan kesehatan, pertumbuhan dan performa

pada unggas.

Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung Unggul Balitbangtan


Umur(minggu)
Nutrisi 0-8 8-12 12-18 18-70
Protein Kasar(%) 18-19 16-17 12-14 15
Lemak Kasar(%) 4-5 4-7 4-7 5-7
Serat Kasar(%) 4-5 4-5 7-9 7-9
Kalsium(%) 0,90 1-1,20 1-1,20 2,75
Fosfor Tersedia(%) 0,40 0,35 0,30 0,25
Lisin(%) 0,85 0,60 0,45 0,70
EM(Kkal/Kg) 2900 2900 2900 2750
Sumber:Zainuddin,2006

2.3.2 Batasan maksimal penggunaan bahan baku ransum


15

Perhatikan batasan penggunaan bahan baku. Karena penggunaan bahan

baku yang melebihi batas bisa menimbulkan efek negatif bagi performa ayam.

Saat penggunaan tepung ikan berlebih dalam formulasi ransum ayam bisa memicu

munculnya kasus feses basah, terlebih lagi jika kontrol kualitas bahan baku tidak

optimal.

Tabel 2. Contoh formulasi ransum Ayam Kampung Unggul Balitbangtan


Formulasi Ransum (%)
Bahan Baku Alt.1% Alt.2%
Jagung(7,8) 53,2 54,2
Bekatul(10) 20,0 20,5
Bumgkil Kedelai(44) 18,5 18,4
Tepung Ikan(45) 3,8 2,0
Tepung Batu 2,0 2,4
Mix Plus LGM13A 2,5 2,5
Total 100 100
Sumber:Technical and Consultation Median,2020

Tabel 3.Kandungan Nutrisi Hasil Formulasi

Kandungan Nutrisi
Nutrisi Alt.1% Alt.2%
Protein Kasar (%) 16,0 16,0
Lemak Kasar (%) 3,77 3,74
Serat Kasar (%) 5,25 4,98
Kalsium(%) 1,00 1,00
Fosfor tersedia (%) 0,28 0,22
Lisin(%) 0,91 0,88
EM (Kkal/Kg) 2749 2753
Sumber:Technical and Consultation Median,2020

1.4. Pertambahan Berat Badan


16

Dono dkk, (2017) mendefinisikan pertumbuhan adalah perubahan ukuran

yang meliputi perubahan bobot hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi

tubuh, termasuk perubahn komponen - komponen tubuh seperti otot, lemak,

protein, dan abu pada karkas. Sumbangan genetik terhadap pertumbuhan sekitar

30% dan lingkungan 70%. Kurva pertumbuhan ternak sangat tergantung dari

pakan yang diberikan, jika pakan mengandung nutrisi yang tinggi maka ternak

dapat mencapai bobot badan pada umur yang lebih muda.

Menurut Fahrudin dkk (2016) bahwa pertambahan bobot badan diperoleh

dari perbandingan antara selisih dari bobot akhir dan bobot awal dengan lamanya

pemeliharaan. Qurniawan (2016) berpendapat bahwa faktor yang berpengaruh

pada pertambahan bobot badan yaitu jeniis kelamin, konsumsi pakan, lingkungan,

bibit dan kualitas pakan. Uzer dkk (2013) bahwa pertambahan bobot sangat

berkaitan dengan pakan, dalam hal kuantitas yang berkaitan dengan konsumsi

pakan apabila konsumsi pakan terganggu maka akan mengganggu pertumbuhan.

Widyastuti dkk (2014) mengatakan bahwa unggas membutuhkan asupan

nutrisi yang berasal dari konsumsi ransum untuk meningkatkan bobot tubuhnya

pada masa pertumbuhan.

1.5. Konversi Ransum

Konversi ransum menggambarkan efesiensi penggunaan ransum yang

merupakan pencerminanan hubungan antara pertumbuhan dan konsumsi ransum.

Menurut Bakrie dkk, (2012), nilai konversi pakan mencerminkan tingkat efesiensi

penggunaan pakan, semakin kecil nilai konversi pakan maka semakin efesien

penggunaan pakan oleh ternak dalam mengonversikan pakan kedalam bentuk


17

daging namun jika konversi ransum tersebut membesar, maka telah terjadi

pemborosan.

Konversi ransum merupakan perbandingan antara jumlah ransum yang

dihabiskan dengan kenaikan bobot badan pada periode waktu dan satuan

berat yang sama (Yuwanta, 2004). Semakin rendah angka konversi yang

diperoleh, maka dianggap semakin baik, karena ransum yang digunakan untuk

menghasilkan satu kilogram daging semakin sedikit (Kartasudjana dan Suprijatna,

2006). Menurut James (1992) nilai konversi ransum dipengaruhi oleh beberapa

faktor antara lain genetik, tipe ransum yang digunakan, feed additive yang

digunakan dalam ransum, manajemen pemeliharaan dan suhu lingkungan. Jumlah

yang mempengaruhi perhitungan konversi ransum. Semakin tinggi nilainya berarti

semakin boros ransum yang digunakan (Fadilah et al., 2007). Konversi ransum

dipengaruhi oleh kadar protein dan energi, metabolis ransum, umur, bangsa ayam,

21 suhu, dan kesehatan ayam (Card dan Nesheim, 1972). Jika nilai konversi

ransum meningkat makan efisiensi penggunaan ransum semakin jelek, dan akan

berdampak pada penurunan konsumsi ransum dan diikuti dengan penurunan berat

badan dan perbedaan kecernaan ransum. Menurut Unigwe et al. (2014)

penggunaan ransum daun ubi jalar 5% dalam ransum ayam pedaging

menghasilkan pertambahan berat badan dan konversi ransum yang baik.

Ransum kualitas baik memiliki nilai konversi ransum berkisar 2,30 - 3,0

(Ensminger et al., 1990). Menurut Wolayan et al. (2013). Korversi ransum

dipengaruhi oleh imbangan energi dan protein. Semakin tinggi imbangan energi

dan protein, maka konversi ransum akan semakin rendah dan sebaliknya. Efisiensi
18

penggunaan ransum semakin rendah dengan menurunnya kandungan energi dan

protein ransum.

Anda mungkin juga menyukai