Lamtoro adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae, dan termasuk salah satu jenis polong-
polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola tanam campuran. Sejak lama
lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar
dan pakan ternak. Daun-daun dan ranting muda lamtoro dapat menjadi pakan ternak dan
sumber protein yang baik, khususnya bagi ruminansia.
Daun-daun lamtoro tersebut memiliki tingkat ketercernaan 60% hingga 70% pada
ruminansia, tertinggi di antara jenis-jenis polong-polongan dan hijauan pakan ternak tropis
lainnya. Sayangnya, Lamtoro sebagai pakan hijauan yang berkualitas belum dimanfaatkan
secara optimal dan belum banyak dikomersilkan.
Peneliti BPTP Balitbangtan NTB, Dr. Tanda Panjaitan mengingatkan, penggunaan lamtoro
pada pakan ruminansia harus dilakukan dengan hati-hati karena adanya zat antinutrisi
mimosin. Ia menjelaskan, di dalam rumen sapi, senyawa mimosin akan dikonversi menjadi
3,4 dan 2,3 dihydroxy-pyridine (DHP).
“Keracunan mimosin atau DHP tersebut dapat menyebabkan ternak mengalami pembesaran
kelenjar tiroid, dengan gejala terjadinya penurunan nafsu makan, bulu kusam, berdiri, dan
rontok. DHP juga menyebabkan terjadinya defisiensi mineral, khusus besi, tembaga, dan
magnesium,” rincinya dalam seminar daring yang diselenggarakan oleh Asosiasi Ahli Nutrisi
dan Pakan Indonesia (AINI) bertajuk ‘Pengelolaan dan Optimalisasi Pemakaiam Lamtoro
pada Sapi’, Rabu (6/8).
Narasumber lain dalam seminar itu yakni, Prof Dr. Dahlanuddin (Guru Besar Universitas
Mataram, Lombok), dan Prof Max Shelton (Guru Besar Universitas Queensland, Australia).
Diskusi dipandu oleh Triastuti Andajani, M.Si (Program Manager IP2FC ISPI). (Sumber: Agrina)