Anda di halaman 1dari 27

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan Di Desa Pedamaran 1 Kecamatan Pedamaran Pada


Tanggal 26 Maret 1996 merupakan anak ke empat dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Jakat Dan Ibu Misnawati. Alamat orang tua Di Desa Pedamaran
1 Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera
Selatan.
Penulis menempuh pendidikan awal sekolah dasar di SD Negeri 2
Pedamaran dan selesai pada tahun 2008, dan kemudian melanjutkan sekolah
menengah pertama di SMP Negeri 1 Pedamaran dan selesai pada tahun 2011, dan
kemudian di lanjutkan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Pedamaran dan
selesai pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis resmi berstatus sebagai
mahasiswi Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, melalui
Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).
Selama masa perkuliahan penulis mengikuti organisasi, yaitu Himpunan
Mahasiswa Peternakan Unsri (HIMAPETRI) sebagai anggota (AKPROP)
Akademik dan Propesi pada periode 2016-2017.
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Suatu keputusan untuk mengembangkan suatu bangsa ternak perlu
mempertimbangkan kemampuan produksi dan dukungan sumber daya alam.
Dalam hal ini produksi dan konversi pakan untuk membentuk jaringan tubuh
menjadi pilihan utama dalam menguji potensi itu. Walaupun populasinya di
Indonesia sekitar dua kali lipat dari populasi domba (ANONIMUS, 2003), skala
pemilikan belum mendukung perkembangan industri ternak kambing. Di samping
itu, informasi tentang efisiensi pertumbuhan kambing dari berbagai jenis yang ada
di Indonesia sangat sedikit.
Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia penghasil daging
yang cukup potensial. Kambing dapat memanfaatkan bahan alami dan hasil
ikutan industri yang tidak dikonsumsi oleh manusia sebagai bahan pakan.
Makanan utama ternak kambing adalah hijauan berupa rumput lapangan. Hijauan
merupakan sumber energi dan vitamin yang baik, namun kandungan protein
kasarnya relative rendah disbanding dengan bahan pakan biji-bijian, misalnya
kacang kedelai dan jagung.
Salah satu faktor penyebab rendahnya tingkat produktivitas ternak adalah
rnudahnya kualitas bahan pakan yang lazim terdapat di daerah tropis khusunya
Indonesia. Rendahnya nilai nutrisi tersebut dapat di tunjukkan dengan rendahnya
tingkat pertumbuhan dan produktivitas ternak, oleh karena itu salah satu upaya
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas ternak yaitu dengan
meningkatkan mutu pakan yang diberikan dan manajemen pemberian pakan yang
baik kepada ternak.
Faktor lingkungan yang banyak mempengaruhi produksi ternak terutama
kuantitas dan kualitas pakan yang dikonsumsi serta produk akhir dari proses
fermentasi rumen dan mikroorganisme rumen itu sendiri. Jumlah pakan yang
dikonsumsi bukan hanya tergantung pada banyaknya makanan yang diberikan
akan tetapi waktu yang digunakan oleh seekor ternak untuk mengkonsumsi juga
perlu mendapat perhatian, karena walaupun jumlah makanan yang diberikan
dalam jumlah banyak akan tetapi waktu untuk mengkonsumsi terbatas, sehingga
secara otomatis ternak akan memperoleh makanan dalam jumlah terbatas.
Melalui penambahan sedikit pakan tambahan kebutuhan pakan persatuan
ternak dapat dikurangi (Sarwono dan Arianto, 2002). Selain itu, pemberian pakan
dengan mengatur jarak waktu antara pemberian konsentrat dengan hijauan akan
meningkatkan produksi (Syahwani, 2004).
Untuk meningkatkan bobot badan pada ternak kambing, pemberian
pakannya sebaiknya dimulai pada pagi hari yaitu mulai pukul 08.00 - 14.00. Hal
ini dilakukan karena pada pagi hari ternak mendapat kesempatan yang banyak
pula untuk mengunyah makanan tersebut. Semakin banyak waktu yang diberikan
kepada ternak kambing untuk mengkonsumsi pakan, maka akan menghasilkan
bobot badan yang lebih optimal. Sebaliknya, pemberian pakan pada ternak
kambing yang dilakukan pukul 14.00 - 17.30, ternak tidak memiliki kesempatan
yang lebih banyak untuk mengkonsumsi pakan dan tidak dapat menguyah
makanannya denganbaik, sehingga akan menghasilkan bobot badan yang kurang
optimal.
Rendahnya nilai nutrisi tersebut dapat di tunjukkan dengan rendahnya
tingkat pertumbuhan dan produktivitas ternak, oleh karena itu salah satu upaya
untuk meningkatkan produktivitas yang bagus dapat di lakukan dengan
meningkatkan mutu pakan yang di berikan dengan cara memanajemen pemberian
pakan yang baik untuk ternak kambing supaya mendapatkan produktivitas yang
baik.
Konsentrat adalah makanan yang serat kasarnya rendah, banyak
mengandung BETN dan sangat mudah dicerna (Tillman et al., 1998). Konsentrat
umumnya mengandung bahan kering dan zat-zat makanan seperti protein,
karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin-vitamin. Pemberian konsentrat
tergantung pada mutu hijauan yang diberikan. Makin tinggi kualitas hijauan,
makin sedikit zat-zat makanan yang disuplai dari konsentrat (Morrison, 2010),
olehnya kenaikan produktifitas ternak kemungkinan hanya dapat dilakukan
dengan pemberian konsentrat yang bermutu tinggi.
Umumnya pakan konsentrat memiliki palatabilitas yang lebih tinggi,
dengan demikian pakan konsentrat yang diberikan kepada ternak dengan tujuan
untuk meningkatkan nilai gizi zat makanan, meningkatkan konsumsi pakan, serta
meningkatkan daya cerna (Mulyono, 2004).
Jenis pakan yang di berikan pada ternak kambing harus mengandung zat-
zat nutrisi yang dibutuhkan oleh ternak, zat-zat nutrisi ini memiliki peranan bagi
ternak untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan kambing tersebut.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan praktek lapangan ini yaitu untuk mengetahui
Manajemen Pemberian Pakan Pada Ternak Kambing Di Dusun Tebing Tinggi
Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam.

1.3. Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan praktek lapangan ini yaitu untuk menambah
pengetahuan dan ilmu serta cara menerapkan di lapangan manajemen pemberian
pakan yang baik untuk ternak kambing Di Dusun Tebing Tinggi Kelurahan Lubuk
Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Ternak Kambing


Kambing merupakan hewan domestikasi tertua yang telah bersosialisasi
dengan manusia lebih dari 1000 tahun. Kambing tergolong pemamah biak,
berkuku genap dan memiliki sepasang tanduk yang melengkung. Kambing
merupakan hewan pegunungan hidup dilereng-lereng yang curam yang meiliki
sifat adaptasi yang cukup baik terhadap perubahan musim (Sarwono,2009).
Ternak kambing pertama kali di pelihara di daerah pegunungan asia barat
pada kurun waktu 7.000-6.000 SM. Sampai saat ini di perkirakan terdapat lebih
dari 300 bangsa kambing di seluruh dunia. Berdasarkan jumlah tersebut, baru
sekitan 81 bangsa kambing yang telah diidentifikasi dan di deskripsikan dengan
baik, minimum dapat di bedakan dari sisi performa fisik yang menyangkut sifat-
sifat kualitatif dan kuantitatif, serta hanya beberapa bangsa yang dapat dibedakan
dari segi komposisi darah dan gen (Heryadi, 2012).
Kambing atau sering dikenal sebagai ternak ruminansia kecil merupakan
ternak herbivora yang sangat populer di kalangan petani indonesia, terutama yang
tinggal di pulau jawa. Oleh peternak, kambing sudah lama diusahakan sebagai
usaha sampingan atau tabungan karena pemeliharaan dan pemasaran hasil
produksinya relatif mudah. Produksi yang dihasilkan dari ternak kambing yaitu,
daging, susu, kulit, bulu, dan kotoran sebagai pupuk yang sangat bermanfaat (
Susilorini, et al, 2008).
Adapun Taksonomi Zoologi Kambing sebagai berikut (Dwijanto, 2003) :
Klasifikasi ilmiah Kambing
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Bovidae
Upafamili : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : C. aegagrus
Upaspesies : C. a. Hircus
Kambing merupakan salah satu jenis ternank ruminansia kecil yang telah
di kenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas
yang sangat tinggi. Di Indonesia ternak kambing di manfaatkan sebagai ternak
penghasil daging, susu, maupu keduanya ( dwiguna ) dan kulit. Secara umum
ternak kambing ini memiliki beberapa keunggulan di antaranya yaitu mampu
beradaptasi dengan baik dalam kondisi yang ekstrim, tahan terhadap beberapa
penyakit, cepat berkembang biak. Kambing juga mempunyai kemampuan untuk
menggunakan pakan berkualitas rendah dan menyukai pakan yang berasal dari
tanaman semak ( Blakey dan Bade, 1994).
Menurut SETIADI et al., (2002) ada dua rumpun kambing yang dominan
di Indonesia yakni kambing Kacang dan kambing Etawah. Kambing Kacang
berukuran kecil sudah ada di Indonesia sejak tahun 1900-an dan kambing Ettawah
tubuhnya lebih besar menyusul kemudian masuk ke Indonesia.
Kemudian ada juga beberapa jenis kambing yang di datangkan ke
Indonesia pada masa jaman pemerintahan Hindia Belanda dalam jumlah kecil
sehingga menambah keragaman genetik kambing di Indonesia. Sejalan dengan
bertambahnya jenis bangsa kambing maka lama kelamaan terjadilah proses
adaptasi terhadap agroekosistem yang spesifik sesuai dengan lingkungan dan
manajemen pemeliharaan yang ada di daerah setempat. Dengan demikian terjadi
proses adaptasi (evolusi) yang membuka kemungkinan munculnya jenis/bangsa
kambing yang baru.
Secara umum ternak ini memiliki beberapa keunggulannya antara lain
mampu beradaptasi dalam kondisi yang ekstrim, tahan terhadap beberapa
penyakit, serta cepat berkembangbiak dan prolifil (bernakbanyak). Selain itu,
ternak kambing tidak memerlukan modal yang besar dan tempat yang luas, tidak
sulit untuk mencari pakan karena tidak terlalu membutuhkan paka yang
berkualitas baik, dapat digunakan untuk memanfaatkan tanah yang kosong dan
membantu menyuburan tanah, serta bias dijadikan sebagai tabungan keluarga
(Sasroamidjojo dan Soeradji, 1978).
2.2. Ternak Kambing Kacang
Kambing kacang merupakan salah satu kambing asli Indonesia yang
banyak dipelihara oleh masyarakat di pedesaan. Beberapa keunggulan kambing
kacang adalah mudah beradaptasi dengan lingkungan baru terutama didaerah
tropis, kambing kacang adalah ternak ruminansia kecil yang efisien dalam
mengkonversi rumput menjadi daging, tahan terhadap penyakit, dan reproduksi
baik (Devendra dan Burns, 1994). Namun potensi ini belum optimal karena
pertumbuhan kambing kacang relatif lambat, untuk itu perlu penerapan pola
pemeliharaan ternak kambing yang lebih intensif dengan pemeliharaan ternak
dalam waktu singkat dan menggunakan pakan bernutrien tinggi dengan pemberian
hijauan rawa fermentasi pada kambinguntuk mendapatkan konsumsi pakan serta
pertambahan bobot badan yang baik.
Kambing Kacang merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang
sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)
menyatakan bahwa kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dan
Malaysia. Menurut Suparman (2007), kita mengenal salah satu bangsa kambing
yang tersebar diseluruh Indonesia yaitu kambing Kacang.
Tubuh Kambing Kacang kecil dan relatif lebih pendek, jantan maupun
betina bertanduk, leher pendek dan punggung meninggi, warna bulu hitam,
cokelat, merah, atau belang yang merupakan kombinasi dari warna yang ada pada
kambing tersebut, tinggi kambing jantan dewasa rata-rata 60 cm- 70 cm,
sedangkan kambing betina dewasa 50 cm – 60 cm, berat badan kambing jantan
dewasa antara 25 – 30 kg dan betina dewasa 15 – 25 kg, kepala ringan dan kecil,
telinga pendek dan tegak lurus mengarah keatas depan. Kambing Kacang
memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat dan
kemampuan reproduksinya dapat digolongkan sangat tinggi (Rini, 2012).
Menurut Pamungkas et al., (2009) tingkat kesuburan kambing Kacang
sangat tinggi dengan kemampuan hidup dari lahir sampai sapih sebesar 79,40 %,
sifat prolifik anak kembar dua 52,20 %, kembar tiga 2,60 % dan anak tunggal
44,90 %. Kambing Kacang mencapai dewasa kelamin rata-rata pada umur 307,72
hari dan memiliki persentase karkas 44 - 51%. Rata - rata bobot anak lahir 3,28 kg
dan bobot sapih (umur 90 hari) sekitar 10,12 kg.
Kambing Kacang sangat cepat berkembang biak, pada umur 15 - 18 bulan
sudah bisa meng hasilkan keturunan. Pamungkas et al., (2008) menyatakan bahwa
kambing Kacang ini cocok sebagai penghasil daging dan kulit, bersifat prolifik,
tahan terhadap berbagai kondisi dan mampu beradaptasi dengan baik di berbagai
lingkungan yang berbeda termasuk dalam kondisi pemeliharaan yang sangat
sederhana.
Kambing Kacang adalah ras unggul kambing yang pertama kali
dikembangkan di Indonesia. Badan kambing ini kecil. Tinggi gumba pada
kambing jantan 60 sentimeter hingga 65 sentimeter, sedangkan yang betina 56
sentimeter. Bobot pada kambing jantan bisa mencapai 25 kilogram, sedang
kambing betina seberat 20 kilogram. Telinganya tegak, berbulu lurus dan pendek.
Baik kambing betina maupun yang jantan memiliki dua tanduk yang pendek.
Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi
yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo
(1993), kambing Kacang memiliki karakteristik sebagai berikut: ukuran tubuhnya
relatif kecil, kepala ringan dan kecil, telinga pendek dan tegak lurus mengarah ke
atas depan, memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap kondisi alam setempat
dan performan reproduksinya sangat baik. Kambing Kacang banyak dijumpai juga
di Filipina, Myanmar, Thailand, Malaysia.
Salah satu kelebihan kambing Kacang adalah mampu berproduksi pada
lingkungan yang kurang baik. Kekurangan kambing Kacang adalah ukuran tubuh
yang relatif kecil dan laju pertambahan bobot hidup yang relatif rendah (Setiadi,
2003). Bobot badan kambing Kacang betina pada saat mencapai dewasa tubuh
sekitar 20 kg (Devendra dan Burns, 1994).
Tanduk kambing Kacang terdapat pada kambing jantan maupun betina dan
ukurannya relatif pendek. Janggut tumbuh dengan baik dan lebat pada dewasa
jantan namun kurang lebat pada yang betina. Leher pendek dan member kesan
tebal dan tegap. Punggung lurus, pada beberapa kasus terlihat agak melengkung
dan memberi kesan semakin kebelakang semakin tinggi sampai kebagian pinggul.
Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa karakteristik kambing
Kacang sebagai berikut: profil wajah lurus, ekor kecil dan tegang, ambing kecil
dengan konformasi baik dengan puting yang relative besar, bulu tubuh kambing
betina pendek dan kasar sedangkan pada yang jantan lebih panjang dari pada
betina. Kambing Kacang mampu bertahan hidup pada berbagai kondisi
lingkungan dan mampu beradaptasi terhadap manajemen pemeliharaan yang
berubah - ubah. Masa pubertas dicapai pada umur sekitar 6 bulan pada yang
jantan dan 5 bulan pada betina. Kambing Kacang betina beranak pertama pada
umur sekitar 12 - 13 bulan.

2.3. Pakan Ternak Kambing


Hijauan pakan ternak ruminansia adalah hijauan segar dan konsentrat.
Ternak ruminansia membutuhkan serat kasar dan protein untuk memenuhi ransum
dalam pakan nya yaitu sumber serat kasar adalah hijauan segar. Oleh Karena itu,
pada kambing penggemukan di butuhkan hijauan yang lebih banyak untuk
pertumbuhan yang lebih cepat dan biaya yang minim. Hijauan yang di butuhkan
pada ternak ruminansia penggemukan bekisar antara 0,5 sampai 0,8 % bahan
kering dari bobot badan ternak. Apabila usaha penggemukan ternak ruminansia
dalam waktu yang relatif singkat maka akan di perlukan pemberian konsetrat yang
lebih banyak dalam komponen ransumnya. Namun, di ketahui bahwa pemberian
konsentrat yang lebih dari 60 % dalam komponen ransumnya tidak akan
ekonomis walaupun harga konsentratnya murah. (Lubis, 1992).
Pemberian pakan hijauan diberikan sesuai kebutuhan ternak yaitu 3 – 4%
bahan kering dari bobot hidup (Sianipar, et al, 2003). Hijauan merupakan bahan
pakan berserat kasar yang dapat berasal dari rumput dan dedaunan. Kebutuhan
hijauan untuk kambing sekitar 70 % dari total pakan (Setiawan dan Arsa, 2005).
Pemberian pakan hijauan diberikan 10% dari bobot badan (Sugeng, 2007).
Menurut Mulyono dan Sarwono (2008) pada dasarnya kambing tidak
selektif dalam memilih pakan. Segala macam daun-daunan dan rumput disukai,
tetapi hijauan dari daun-daunan lebih disukai daripada rumput. Hijauan yang baik
untuk pakan adalah hijauan yang belum terlalu tua dan belum menghasilkan
bunga karena hijauan yang masih muda memiliki kandungan PK (protein kasar)
yang lebih tinggi. Hijauan yang diperoleh pada musim hujan sebaiknya dilayukan
atau dikeringkan terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pakan kambing.
Menurut Setiawan dan Arsa (2005), secara umum pakan ternak kambing
sebenarnya hanya terdiri dari tiga jenis, yaitu pakan kasar, pakan penguat dan
pakan pengganti. Pakan kasar merupakan bahan pakan berkadar serat kasar tinggi.
Bahan ini berupa pakan hijauan yang terdiri dari rumput dan dedaunan. Pakan
penguat merupakan bahan pakan berkadar serat rendah dan mudah dicerna seperti
konsentrat. Sementara pakan pengganti merupakan pakan hijauan yang sudah
difermentasi. Kambing sangat efisien dalam mengubah pakan berkualitas rendah
menjadi protein yang berkualitas tinggi (Blakely dan Bade , 1994)
Pakan penguat adalah bahan pakan yangmengandung serat kasar kurang
dari 18%, banyakmengandung bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN)dan sangat
mudah dicerna. Termasuk dalamkelompok ini adalah golongan biji-bijian dan
hasilsisa penggilingan (Tillman et al., 1998). Berdasarkankandungan proteinnya,
pakan penguatdapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu pakanpenguat sumber
energi dan pakan penguat sumber protein (Harris et al., 1972 cit. Rivai, 2000).
Utomo dan Soejono (1999) menyatakan bahwa pakanpenguat dapat dibedakan
menurut kandunganproteinnya yaitu pakan penguat sumber protein dengan
kandungan protein kasar 20% atau lebih,serat kasar kurang dari 18%, dinding sel
kurang dari35% dan pakan penguat sumber energi yaitu pakandengan kandungan
protein kasar kurang dari 20%,serat.

2.4. Manajemen Pemberian Pakan Ternak Kambing


Kambing memiliki alat pencernaan yang komplek dan sempurna, sehingga
mampu mencerna secara intensif ransum yang mengandung serat kasar tinggi.
Pakan yang di berikan peternak pada kambing umumnya menggunakn rumput
lapang atau hijaun ynag mengandung serat kasar tinggi. Pemberian pakan yang
tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak kambing pada rumput lapang atau
hijauan sebagai pakan ternak dapat menyebabkan defisiensi zat makanan sehingga
ternak mudah terserang penyakit.
Penyediaan pakan di upayakan secara terrus menerus dan harus sesuai
dangan standar gizi dan mutu pakan menurut ternak yang di pelihara (Cahyono,
1998). Maksimalisasi pemanfaatan pakan dipengaruhi jumlah dan kualitas pakan
yang di konsumsi oleh ternak. Jumlah dan kualitas pakan yang di butuhkan atau di
konsumsi ternak umumnya tergantung pada sumber pakan yang tersedia, keadaan
lingkungan, serta interaksi antara ternak dengan bahan pakan (Tarigan, 2009).
Sumoprastowo (1986), menyatakan bahwa pemberian pakan pada ternak
kambing sebaiknya dilakukan sedikit demi sedikit tetapi berulangkali, sesuai
kebiasaan kambing, sehingga untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi ternak tersebut
perlu diberi kesempatan yang lebih banyak untuk membangun jaringan-jaringan
baru yang rusak. Kandungan pakan yang lebih tinggi diharapkan dapat
meningkatkan peran protein untuk membangun jaringan tubuh sehingga dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan ternak. Selain pakan yang diberikan
kepada ternak untuk meningkatkan bobot badannya, faktor waktu pemberiannya
juga sangat berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan ternak. Berdasarkan
uraian tersebut di atas, maka dilakukan penelitian tentang Respon Kambing
Kacang Jantan terhadap Pengaruh Waktu Pemberian Pakan.
Manajemen pemberian pakan yang baik perlu dipelajari karena merupakan
upaya untuk memperbaiki kualitas pakan yang diberikan. Pemberian pakan yang
tidak memenuhi kebutuhan ternak akan merugikan. Manajemen pemberian pakan
harus memperhatikan penyusunan ransum kebutuhan zat-zat untuk ternak yang
meliputi jenis ternak, berat badan, tingkat pertumbuhan, tingkat produksi, dan
jenis produksi (Chuzaemi dan Hartutik, 1988).
Menurut Pamungkas, et al, (2005) upaya dapat dilakukan untuk
meningkatkan laju pertumbuhan kambing dengan menyediakan asupan nutrisi
yang cukup, salah satunya dengan memberikan pakan lengkap (complete Feed
atau Total Mix Ration). Pakan lengkap yang dimaksud adalah campuran antara
hijauan atau sumber serat dengan konsentrat dalam bentuk yang homogen
(uniform) dengan kandungan nutrisi sesuai dengan kebutuhan ternak, dengan
demikian begitu ternak mengkonsumsi pakan ini sekaligus hijauan dan konsentrat
masuk bersama-sama dalam rumen. Pemberian pakan dengan pakan lengkap ini
lebih sederhana karena peternak hanya menentukan jumlahnya serta menyediakan
air minum dalam kandang.
Metode pemberian pakan dengan mengatur jarak waktu antara pemberian
konsentrat dengan hijauan akan mening-katkan produksi, namun umumnya
peternak tidak memperhatikan hal ini karena hal ini dianggap bukan suatu hal
yang penting sehingga hasil yang diperoleh tidak maksimal (Syahwani, 2004).
Pada pola pemberian pakan sekali sehari, intensitas fermentasi tertinggi terjadi 2 -
5 jam setelah konsumsi pakan, sedangkan kebutuhan nitrogen untuk pertumbuhan
microbial maksimal 2 – 3 jam setelah konsumsi pakan.
BAB 3
PELAKSANAAN PRAKTEK LAPANGAN

3.1. Tempat dan Waktu


Praktek lapangan ini di laksanakan pada bulan juni - juli 2017 di Dusun
Tebing Tinggi Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam.

3.2. Materi
Bahan ataupun materi yang digunakan dalam praktek lapangan ini yaitu
ternak kambing dengan umur yang beragam sekitar 3 bulan sampai dengan
umur 2 tahun.

3.3..Metode dan Analisa Data


3.3.1. Mekanisme Pelaksanaan
Mekanisme yang dilakukan dalam pelaksanakan praktek lapangan ini yaitu
dengan pengamatan secara langsung ke lokasi untuk memperoleh data yang
dibutuhkan dan untuk selanjutnya data yang di peroleh dari praktek lapangan di
olah secara deskriptif.

3.3.2. Pengumpulan dan Pengolahan Data


Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey melalui pengamatan
di lapangan secara langsung dan melakukan wawancara dengan peternak serta
membagikan kuisioner kepada peternak di Dusun Tebing Tinggi. Data yang di
peroleh dari praktek lapangan yaitu dari data primer dan data sekunder. Data
primer yaitu data yang di peroleh dan di ambil dari pengamaan secara langsung di
lapangan. Sedangkan data sekunder yaitu data yang di peroleh dari kantor
kelurahan dan laporan kepaladesa serta ke pengurusan kelurahan lainnya yang
terkait.

3.3.3. Identifikasi Masalah


Identifikasi masalah di lakukan dengan menganalisis data primer dan data
sekunder untuk mengetahui berbagai masalah dan kendala serta dampak buruk
yang di alami para peternak yang berkaitan dengan manajemen pemberian pakan
di Dusun Tebing Tinggi, sehingga masalah -masalah yang ada di Dusun Tebing
Tinggi dapat di cari solusi untuk mengatasi kendala dan memperbaiki dampak
buruk terebut.

3.3.4. PemecahanMasalah
Pemecahan masalah yaitu, berdasarkan data primer dan data sekunder
yang ada maka dapat di identifikasi untuk mencari solusi yang mungkin dapat di
lakukan sehingga nantinya peternak di Dusun Tebing Tinggi dapat
mengaplikasikan dan melaksanakan sendiri dalam usaha ternaknya.
BAB 4
KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTEK LAPANGAN

2.1. Lokasidan Batas Wilayah Administrasi


2.1.1. Letak Wilayah Kelurahan Lubuk Buntak
Wilayah Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan berada di
antara kota Lahat dan kota Pagaralam.

2.1.2. Luas Wilayah Kelurahan Lubuk Buntak


Wilayah Kelurahan Lubuk Buntak memiliki luas yang terdiri dari tanah
gambut, dan lahan yang masih luas dan sangat berpotensi untuk di jadikan kebun
seperti kopi, sayur dan lain-lain. Adapun jumlah penduduk 740 orang meliputi
laki laki 305 orang, perempuan 435 orang.

2.1.3. Batas Wilayah Kelurahan Lubuk Buntak


Wilayah Kelurahan Lubuk Buntak berbatasan dengan beberapa Desa,
yaitu:
Batas wilayah Desa/kelurahan kecamatan

Timur Dusun Tebing Tinggi Dempo Selatan

Barat Dusun Karang Anyar Dempo Selatan

Utara Kelurahan Prahu Dipo Dempo Selatan

Selatan Dudun Tebat Gunung Dempo Selatan

2.2 Perhubungan dan Komunikasi


Dari segi transportasi di Kelurahan Lubuk Buntak sudah memadai karena
Kelurahan Lubuk Buntak sendiri berada di daerah Jalan Lintas utama ke
Pagaralam, sehingga kendaraan umum banyak yang lewat. Masyarakat sendiri
rata-rata juga memiliki kendaraan pribadi seperti motor maupun mobil. Akses
transportasi di Kelurahan Lubuk Buntak menggunakan jalan aspal sebagai
penghubung antar Kelurahan lain dan ke Kecamatan lain dengan menggunakan
angkot dan transformasi pribadi.

2.3. Pemerintahan Kelurahan


Sistem pemerintahan Kelurahan Lubuk Buntak di pimpin oleh Lurah yang
terdiri dari 3RW yaitu Lubuk Buntak, Tebat Gunung, Dan Tebing Tnggi,dan 10
RT serta yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, Dusun IV, Dusun V, Dusun VI,
Dusun VII, Dusun VIII, Dusun IX, Dusun X, serta perangkat desa lainnya.

2.4. Kependudukan
Kelurahan Lubuk Buntak memiliki 3 dusun meliputi dusun I, dusun II, dan
dusun III. Penduduk merupakan orang yang berdomisili atau tinggal di suatu
tempa ttertentu. Jumlah penduduk di Kelurahan Lubuk Buntak berdasarkan jenis
kelamin.
Mengenai kependudukan atau potensi sumber daya manusia tertuju kepada
lima kategori, mulai dari jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin dan
kelompok umur, jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan, jumlah
penduduk berdasarkan mata pencaharian utama, dan jumlah penduduk
berdasarkan tingkat kepemilikan lahan. Untuk lebih jelas mengetahui keberadaan
serta jumlah penduduk sesuai kategori sebagaimana di maksud dapat menyimak
tabel tabel di bawah ini.

Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Lubuk Buntak


No kelurahan Jumlah penduduk Jumlah Jumlah
orang (KK)
Laki laki Perempuan
1 Lubuk Buntak 305 435 740 177

Total
Tabel 2. Jumlah Penduduk Desa Kelurahan Lubuk Buntak
No Desa Jumlah penduduk Jumlah Jumlah
orang (KK)
Laki laki Perempuan
1 Lubuk Buntak 305 435 740 177
2 Tebat Gunung
3 Tebing Tinggi

Total

Tabel 3. Data Keragaman Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur


No Kelurahan Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah
umur (Jiwa) (jiwa) (jiwa)

1 Lubuk 0 – 14 52 74 126
Buntak 15 - 30 83 125 208
31 - 45 74 92 166
46 - 60 54 81 135
60 – 90 43 62 105

Jumlah 306 434 740

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan (Orang)


JumlahPendudukSesuai Tingkat
Pendidikan
No Kelurahan Jumlah
Belum S
Sekolah D LTP LTA DI, II, III 1
1
Lubuk Buntak 124 36 84 18 54 4 740
Jumlah
2.5. Pola Kehidupan Masyarakat
1. Mata Pencaharian Dan Pendapatan
Dilihat dari mata pencaharian penduduk kelurahan Lubuk Buntak
kebanyakan warga desa mata pencahariannya bertani dan berkebun,
terutama pada tanaman kopi, sedangkan yang menjadi PNS ataupun
pegawai lainnya hanya sedikit

2. Agama Dan Tradisi


Agama yang dominan di Kelurahan Lubuk Buntak, Kecamatan
Dempo Selatan yaitu agama Islam. Tradisi di kelurahan Lubuk Buntak
adanya kalangan satu minggu sekali yaitu kalangan pada hari rabu serta
adanya tradisi gotong royong dalam membantu warga yang sedang terkena
musibah maupun sedekah seperti kematian, pernikahan dan yang lainnya.

3. Pendidikan
Dari segi pendidikan di Kelurahan Lubuk Buntak sudah banyak
anak-anak yang menikmati bangku sekolah, namun infrastrukturnya
kurang memadai.

4. Kesehatan
Fasilitas kesehatan yang ada di Kelurahan Lubuk Buntak yaitu
hanya Polindes (Pondok Bersalin Desa). Sarana kesehatan polindes
digunakan oleh masyarakat sebagai tempat memeriksakan kesehatan
ketika sakit yang tidak terlalu parah seperti, untuk melahirkan dan
memeriksa kandungan.
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil
5.1.1. Keadaan umum Peternak
Ternak kambing yang di pelihara oleh masyarakat Dusun Tebing Tinggi
Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam pada umumnya
hanya sebagai usaha sampingan, dan mata pencarian pokok mereka yaitu rata rata
sebagai petani. Karakteristik responden pemilik ternak kambing Di Dusun Tebing
Tinggi Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam terdapat
pada table 5.1. dan 5.2.

Tabel 5.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia


Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Presentase (%)

20-30 2 20

30-50 6 60

50-70 2 20

Jumlah 10 100

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa para responden dalam usia


produktif adalah 60 % pada umur 30-50 tahun dan 20 % pada umur di bawah 30
tahun serta 20 % pada umur di atas 50 tahun. Presentase pada umur di bawah 30
tahun masih kurang efektik Karena di umur masih muda banyak pemuda pemudi
memilih usaha sebagai petani sehingga tidak memikirkan berternak sebagai usaha
sampingan, berbeda dengan umur 30 tahun ke atas. Hal ini menunjukkan bahwa
kemampuan untuk meningkatkan produktivitas dalam beternak kambing masih
bisa di tingkatkan sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan usaha peternakan kambing khususnya Di Dusun Tebing Tinggi
Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam.
Tabel 5.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Lamanya Pemeliharaan
Lamanya Jumlah (jiwa) Presentase (%)

2 tahun 3 30

5-6 tahun 4 40

12-15 tahun 2 20

> 20 tahun 1 10

Jumlah 100 100

Berdasarkan tabel 5.2. terlihat bahwa 10 % dari responden memiliki


pengalaman dalam beternak kambing dalam waktu yang cukup lama, 20 % yaitu
12-15 tahun lamanya dan 40 % yaitu 2-6 tahun lamanya serta 30 % yaitu 2 tahun
lamanya melakukan usaha sampingan beternak kambing. Hal ini menunjukkan
bahwa pengalaman peternak dalam beternak kambing telah cukup baik sehingga
sehingga akan memberikan peluang atau dorongan kepada pemuda pemudi yang
lain untuk membuka usaha peternakan kambing yang nantinya akan membantu
perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakan khususnya Di Dusun
Tebing Tinggi Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam.
Pengalaman serta tingkat Pendidikan pada peternak sangat berhubungan
dengan kemampuan dan pengetahuan perternak dalam megelolah serta
mengembangkan usaha pertenakannya. Tingkat pendididkan perternak yang tinggi
mempermudah peternakan untuk menerima pengetahuan yang baik lewat buku
atau penyuluhan (Sutawi, 2001). Bedard (1992) mengatakan bahwa kurang
berkembangannya peternakan rakyat Indonesia Karena kurangnya pendapatan
peternak sehingga pekerjaan sebagai peternak kurang diminati oleh mereka yang
berpendidikan tinggi.
Pendapatan petani dari usaha ternak kambing pada umumnya masih relatif
rendah, hal ini disebabkan oleh beberapa kendala antara lain jarak beranak yang
terlalu panjang, angka kematian yangtinggi pada anak yang baru lahir, rendahnya
kualitaspakan yang diberikan, kemampuan permodalanyang rendah serta
kurangnya motivasi petani dalam menerapkan anjuran yang diberikan
petugas.Penyebab utama rendahnya produktivitas induk kambing adalah
kurangnya asupan nutrisi atau pakan terutama pada musim kemarau panjang.
Usaha ternak kambing ini merupakan usaha petrenakan rakyat dengan ciri-
ciri antara lain yaitu skala usaha kecil karena usaha sampingan, teknologi
sederhana, produktivitas rendah, mutu produk kurang terjamin, belum beroperasi
ke pasar-pasar dan kurag peka terhadap perubahan (Cyrilla dan Ismail, 1998).
Peternakan ini juga membantu beberapa warga sekitar untuk mendapatkan
tambahan penghasilan dengan menjadi pekerja.

5.2. Pembahasan
5.2.1. Sistem Pemeliharaan Ternak Kambing
Pemeliharaan ternak kambing Di Dusun Tebing Tinggi Kelurahan Lubuk
Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam ini dilakukan secara semi-intensif.
Sistem pemeliharaan secara semi-intensif ini yaitu kegiatan pemeliharaan ternak
kambing dengan sistem penggembalaan yang dilakukan secara baik dan teratur.
Dalam kondisi tertentu, pemilik ternak sudah mulai memperhatikan secara khusus
terhadap ternak kambing yang di peliharanya terutama ketika ternak akan
melahirkan.
Sistem pemeliharaan secara semi intensif merupakan gabungan
pengelolaan ekstensif (tanpa penggembalaan) dengan intensif, tetapi biasanya
membutuhkan penggembalaan terkontrol dan pemberian pakan konsentrat
tambahan (Williamson dan Payne 1993).
Sistem pemeliharaan secara di gembalakan ini khususnya Di Dusun
Tebing Tinggi Kelurahan Lubuk Buntak Kecamatan Dempo Selatan Pagaralam
pada pagi hari pukul 10.00 wib, semua ternak kambing di lepaskan keluar
kandang sampai dengan sore hari pada pukul 16.00 sore. Pelepasan ternak
kambing di luar kandang berlangsung selama sekitar 6 jam sejak di lepaskan,
kemudian ternak kambing di kandangkan lagi pada malam hari.
Sistem pemeliharaan secara di semi-intensif atau di gembalakan ini
umumnya ternak di keluarkan dari kandang atau digembalakan pada perkarangan
yang rumputnya tumbuh subur sampai dengan pada sore hari, setelah itu pada sore
hari ternak di masukkan lagi ke dalam kandang dan pada malam hari ternak
kambing di berikan lagi pakan tambahan berupa rumput segar supaya ternak
kambing tidak kekurangan hijauan pada malam hari.
Suparman (2007) menyatakan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi
masyarakat beternak kambing dengan sistem semi intensif adalah nilai ekonomis,
peran pemerintah, modal, kepemilikan lahan, dan ketersediaan pakan.
Pada pemeliharaan secara intensif pakan yang diberikan pada ternak
lebih terbatas sedangkan pada pemeliharaan secara semi intensif pakan diberikan
secara adlibitum. Hal ini sesuai dengan pendapat Davendra dan Burn (1994) yang
menyatakan bahwa berpengaruh atau tidaknya suatu ukuran tubuh tergantung
pada sistem pemberian pakannya, dimana kambing lebih menyukai pakan
yang beragam dan pertumbuhan kambing akan terganggu apabila diberi
pakan yang sama dengan waktu yang lama.
Sistem pemeliharaan semi ekstensif merupakan pemeliharaan ternak
dengan pengembalaan secara teratur di wilayah yang masih dibatasi. Memiliki
kandang sebagai tempat berlindung dan tempat tidur ternak pada malam hari.
Masa pengembalaan berlangsung selama 8 jam setiap hari cerah (Astuti, 2008).
Kuswandi, et al, (2000) menyatakan selain rerumputan kambing juga diberi
makanan tambahan sebagai penguat seperti dedak padi, ampas tahu, ubi jalar, dan
lain sebagainya. Garam mineral dan gula merah juga diberikan sebagai campuran
pada air minum kambing atau biasa juga dicampur pada pakan penguat kambing.
Cara ini tidak merugi karena ongkos produksi hampir nol, akan tetapi secara
nasional akan kebutuhan daging sistem ini tidak diharapkan. Berikut adalah
gambar pemeliharaan secara intensif dan semi intesif (Sarwo, 2010).

5.2.2. Pemberian Pakan Ternak Kambing


Pakan hijauan umumnya lebih murah dibandingkan bahan pakan lain,
sehingga maksimalkan pemberian dan konsumsi hijauan pakan. Pastikan lokasi
hijauan telah mencukupi (harus terdapat sisa).kambing dewasa membutuhkan
kira-kira 6 kg hijauan segar sehari yang diberikan 2 kali, yaitu pagi dan sore.
Tetapi kambing lebih suka mencari dan memilih pakannya sendiri di alam terbuka
(browser) (Sosroamidjojo, 1985).
Pemberian pakan hijauan diberikan sesuai kebutuhan ternak yaitu 3 – 4%
bahan kering dari bobot hidup (Sianipar, et al, 2003). Hijauan merupakan bahan
pakan berserat kasar yang dapat berasal dari rumput dan dedaunan. Kebutuhan
hijauan untuk kambing sekitar 70 % dari total pakan (Setiawan dan Arsa, 2005).
Pemberian pakan hijauan diberikan 10% dari bobot badan (Sugeng, 2007).
Jenis hijauan yang dijadikan pakan kambing baik saat digembalakan
maupun yang di berikan secara langsung di dalam kendang berupa berbagai jenis
rumput seperti rumput kumpai, dan hasil pertanian seperti tongkol jagung, padi
dan sebagainya. Selain rumput tersebut ternak juga di berikan daun pisang dan
terkadang di berikan sisa nasi dari pemilik ternak kambing tersebut. Pakan hijauan
ditaruh di tempat khusus seperti bak yang terbuat dari kayu atau plastik yang
merupakan bagian dari kandang kambing tersebut.
Menurut Sarwono (2005), kambing membutuhkan hijauan yang banyak
ragamnya. Kambing sangat menyukai daun-daunan dan hijauan seperti daun turi,
akasia, lamtoro, dadap, kembang sepatu, nangka, pisang, gamal, puteri malu, dan
rerumputan.Selain pakan dalam bentuk hijauan, kambing juga memerlukan pakan
penguat untuk mencukupi kebutuhan gizinya.Pakan penguat dapat terdiri dari satu
macam bahan saja seperti dedak, bekatul padi, jagung, atau ampas tahu dan dapat
juga dengan mencampurkan beberapa bahan tersebut.Sodiq (2008) menjelaskan,
ditinjau dari sudut pakan, kambing tergolong dalam kelompok herbivora, atau
hewan pemakan tumbuhan.Secara alamiah, karena kehidupan awalnya di daerah-
daerah pegunungan, kambing lebih menyukai rambanan (daun-daunan) daripada
rumput.
Menurut Kartadisastra (1997), kebutuhan ternak ruminansia terhadap
pakan, dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi
setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan,
dewasa, bunting atau menyusui), kondisi tubuh (sehat, sakit), dan lingkungan
tempat hidupnya (temperatur dan kelembaban udara).
Pakan sangat dibutuhkan oleh kambing untuk tumbuh dan berkembang
biak, pakan yang sempurna mengandung kelengkapan protein, karbohidrat, lemak,
air, vitamin dan mineral (Sarwono, 2005). Pemberian pakan dan gizi yang efisien,
paling besar pengaruhnya dibanding faktor-faktor lain, dan merupakan cara yang
sangat penting untuk peningkatan produktivitas (Devendra dan Burns, 1994).
Air minum harus disediakan cukup, diletakkan di tempat makanan. Untuk
kambing dewasa kebutuhan makanan 10% dari berat badannya, diberikan 2 kali
sehari (pagi dan sore) dimana kebutuhannya yaitu ¾ bagian berupa rumput dan
hijauan segar, ¼ bagian terdiri dari daun-daunan.
Metode pemberian pakan dengan mengatur jarak waktu antara pemberian
konsentrat dengan hijauan akan meningkatkan produksi, namun umumnya
peternak tidak memperhatikan hal ini karena hal ini dianggap bukan suatu hal
yang penting sehingga hasil yang diperoleh tidak maksimal (Syahwani, 2004).
Pada pola pemberian pakan sekali sehari, intensitas fermentasi tertinggi terjadi 2 -
5 jam setelah konsumsi pakan, sedangkan kebutuhan nitrogen untuk pertumbuhan
microbial maksimal 2 - 3 jam setelah konsumsi pakan. Pemberian pakan dengan
interval 2 jam antara pemberian konsentrat dan hijauan juga menghasilkan sintesis
mikrobia yang lebih besar daripada pemberian pakan sekali atau dua kali per hari
(Soeparno, 1994).
DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2003. Buku Statistik Peternakan.Direktorat Jendral Budidaya


Peternakan, Departemen Pertanian.

Apriyani, Rini. (2012). Partisipasi Masyarakat Dalam Pelestarian Hutan


Mangrove Di Desa Eretan Kulon Kecamatan Kandanghaur Kabupaten
Indramayu Bandung : Universitas Pendidika Indonesia.

Astuti, M. 2008. Parameter produksi kambing dan domba di daerah dataran tinggi,
Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. Dalam : Domba
dan Kambing di Indonesia. Pros Pertemuan Ilmiah Penelitian
Ruminansia Kecil, Bogor, 22 - 23 November 2008. Puslitbang
Peternakan, Bogor.

Bedard, B.G. 1992. Delivering veterinary clinical and diagnostis services to


smallholders farmers in: M. Ed. Livrstock services for smallholders A
clinical avaluation. Proceeding of a seminar heln in Yogyakarta,
Indonesia, 303-309.

Blakely, J Dan H. Bade. 1994. Ilmu Peternakan Cetakan Ke-4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta. (Diterjemahkan Oleh B.Srigandono).

Cahyono, B. 1998. Beternka Domba Dan Kambing. Cara Meningkatkan Bobot


Dan Analisis Kelayakan Usaha. Jakarta: Kanisius.

Chuzaemi, S Dan Hartutik. 1988. Ilmu Makanan Ternak Khusus (Ruminansia).


Universitas Brawijaya. Malang

Cyrilla, L., Dan Ismail. A. 1998. Usaha Peternakan. Diktat Kuliah. Jurusan Social
Ekonomi. Fakultas Peternakan. IPB, Bogor.

Devendra, R. J. dan Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis.


Universitas Udayana. Bali.

Dwijanto,M. 2003. Budidaya Ternak Kambing. Penebar Swadaya, Jakarta.

Hariyadi, P. 2012. Industri Pangan Dalam Menunjang Kedaulatan Pangan. Di


Dalam “Merevolusi Revolusi Hijau”; Pemikiran Guru Besar. Editors:
Poerwanto, Et Al. IPB. BOGOR. IPB Press. Hal 74-88.

Harris AD, Castro J, Sheppard DC, Et Al. Risk Factors For Nosocomial
Candiduria Due TO Candida Glabrata And Candida Albicans. Clin
Infect Dis 1999;29(4):926-8.

Kartadisastra, H. R. 1997. Penyediaan Dan Pengelolaan Pakan Ternak


Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.
Kuswandi, M. Martawidjaja, Zulbadri M., B. Setiadi dan D.B. Wiyono.
2000. Penggunaan N mudah tersedia pada pakan basal rumput
lapangan pada kambing lepas sapih. JITV 5(4): 219 – 23.

Lubis, A.U. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq) Di Indonesia. Pusat
Penelitian Perkebunan Marihat. Sumatera Selatan. Hal 435.

Morrison, A. M. 2010. Hospitality And Travel Marketing. Delmar: Cengage


Learning. Clifton Park, NY, USA.
Mulyono. S. 2004. Penggemukan Kambing Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mulyono, S. Dan B. Sarwono. 2007. Penggemukan Kambing Potong. Penebar


Swadaya. Jakarta.

Murtidjo, B. A. 1993. Kambing Sebagai Ternak Potong Dan Perah. Kanisius,


Yogyakarta.

Pamungkas, F. A., A. Batubara, M. Doloksaribu, Dan E. Sihite. 2009. Petunjuk


Teknis Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal Indonesia.
Pusat Penelitian Dan Pengembangan Peternakan, Badan Penelitian
Dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Jakarta.

Rivai, A. F. 2000. Pengaruh pemberian pakan basal yang berbeda dengan


suplementasi konsentrat terhadap komposisi kimia biceps femoris sapi
Peranakan Ongole. Skripsi Sarjana Peternakan. Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sarwo, B. 2010. Petunjuk Teknis, Budidaya Ternak Kambing, BPTP


Sumatera Selatan.

Sarwono, B. 2009. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sarwono, W. Dan Arianto. 2002. Manajemen Pemeliharaan Sapi Potong. Jakarta:


Penebar Swadaya

Sastroamidjojo, M. S. Dan Soeradji. 1978. Peternakan Umum. Cet. II. C. V.


Yasaguna, Jakarta.

Setiadi. B., B. Tiesnamurti, Subandryo, T. Sartika, U. Adiati, D.Yulistiani Dan I.


Sendow. 2002. Koleksi Dan Evaluasi Karakteristik Kambing Kosta Dan
Gembrong Secara Ex-Situ. Laporan Hasil Penelitian APBN 2001. Balai
Penelitian Ternak Ciawi, Bogor. 59-73.

Setiadi, B. 2003. Alternatif Konsep Pembibitan Dan Pengembangan Usaha Ternak


Kambing. Makalah Sarasehan “Potensi Ternak Kambing Dan Propek
Agribisnis Peternakan", 9 September 2003 Di Bengkulu.
Sianipar, J. L. P, Batubara, Simom P Ginting, Kiston Simanuhuk Dan Andi
Tarigan. 2003. Analisis Potensi Ekonomi Limbah Dan Hasil Ikutan
Perkebunan Kelapa Sawit Sebagai Pakan Kambing Potong. Laporan
Hasil Penelitian, Loka Penelitian Kambing Potong Sungai Putih,
Sumatra Utara.

Sodiq, A. Dan Abidin, Z. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan


ettawa. Agromedia Pustaka, Jakarta Selatan.

Soeparno. 1994. Ilmu Dan Teknologi Daging Cetakan Ke-2. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.

Sutawi. 2001. Kesiapan sumber daya manusia peternakan masa depan. Poultry
Indonesia. 248:58-62.

Sumoprastowo, C.D.A., 1986. Beternak Kambing yang Berhasil. Bratara. Niaga


Media. Jakarta.

Sugeng, Y. B. 2007. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.

Suparman. 2007. Bercocok Tanam Ubi Jalar. Jakarta : Azka Press.

Susilorini, et al, . 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial Penebar Swadaya Wisma
Hijau, Depok.

Syahwani, R. 2004. Pengaruh cara pemberian pakan dan penambahan probiotik


pada pakan terhadap konsumsi dan kecernaan serat kasar pada domba.
Thesis. Program Pasca sarjana IPB. Bogor.

Tarigan, M. S. 2009. Aplikasi Satelit Modis Untuk Memprediksi Model Pemetaan


Keceraan Air Laut Di Peraian Teluk Lad, Banten. Ilmu Kelautan 14 (3):
126-131.

Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.


Lebdosoekojo. 1998. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada
Univesity Press, Yogyakarta.

Utomo, R Dan Soedjono, M. 1999. Bahan Pakan Dan Formulasi Ransum.


Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Williamson, G Dan W.J.A. Payne.1993. Pengantar Ilmu Peternakan Di Daerah


Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta (Diterjemahkan
Oleh S.G.N. D Darmaja).

Anda mungkin juga menyukai