Anda di halaman 1dari 3

2.

1 Domba Ekor Tipis

Domba merupakan salah satu jenis ternak ruminansia yang banyak dipelihara sebagai temak penghasil
daging oleh sebagian peternak di Indonesia. Domba didomestikasi dan diseleksi karena dianggap
keturunan dari varietas liar seperti Mouflon yaitu sejenis domba berekor pendek dan banyak terdapat di
Eropa dan Asia yang merupakan stok dasar untuk menghasilkan wool, daging, kulit serta susu (Blakely
dan Bade, 1994). Menurut Blakely dan Bade (1994) domba diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Mamalia

Ordo : Artiodactyla

Family : Bovidae

genus : Ovis

Spesies : Ovis aries

Domba yang ada di Indonesia saat ini diperkirakan asal usulnya bersumber dari para pedagang yang
beraktivitas membeli rempah-rempah di Indonesia pada zaman dahulu, sebagian besar pedagang
berasal dari Asia Barat. Di Indonesia ada dua jenis domba yang sering digunakan untuk penggemukan
yaitu Domba Ekor Tipis (DET) dan Domba Ekor Gemuk (DEG) (Sodiq dan Tawfik, 2004; Mulliadidan Arifin,
2010). Domba Ekor Tipis memiliki beberapa strain atau sub populasi lokal berdasarkan nama daerah
domba dikembangkan seperti domba Garut, Periangan, Semarang Ekor Tipis (Semarang Thin Tail) dan
Sumatera Ekor Tipis (Sumatera Thin Tail) (Edey, 1983: Iniguez dkk. 1993 disitasi Sodiq dan Tawfik, 2004).

Dombu Ekor Tipis merupakan domba yang banyak dipelihara dan penyebaran populasinya paling luas di
Indonesia. Karakteristik DET diantaranya yaitu memiliki ekor pendek dan kecil, warna rambut pada
umumnya yaitu putih. kasar dan pesebarannya tidak teratur, DET jantan memiliki tanduk sedangkan
domba betina tidak memiliki tanduk (Arifin dkk, 2007). Selain itu DET memilki beberapa keunggulan
yaitu tingkat prolifikasi yang tinggi, tahan terhadap penyakit dan panas dan tahan terhadap kondisi
lingkungan pakan yang kurang baik (Mulliadi dan Arifin, 2010), Domba Ekor Tipis paling banyak terdapat
di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Sumatera (Sodiq dan Tawfik, 2004)

Domba ekor tipis merupakan domba asli Indonesia yang dikenal sebagai domba lokal atau domba
kampung. Domba ekor tipis termasuk ternak yang telah lama dipelihara oleh peternak karena domba ini
memiliki toleransi tinggi terhadap bermacam-macam hijauan pakan ternak, serta daya adaptasi yang
baik terhadap berbagai keadaan lingkungan sehingga memungkinkan dapat hidup dan berkembangbiak
sepanjang tahun. Ternak domba memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan ternak ruminansia lain
seperti sapi, antara lain domba mudah beradaptasi terhadap lingkungan walaupun Indonesia terletak di
daerah tropis, domba cepat berkembang biak karena dalam kurun waktu dua tahun dapat beranak tiga
kali, bersifat prolifik atau beranak lebih dari satu dan seasonal polyestrus, sehingga dapat kawin
sepanjang tahun, serta modal usaha yang digunakan kecil dan dapat dijadikan sebagai tabungan
(Najmuddin dan Nasich, 2019).

2.2 Suplemen

Suplemen adalah suatu bahan pakan atau bahan campuran yang dicampurkan dalam pakan untuk
menigkatkan keserasian nutrisi pakan, bisa bahan pakan yang mengandung protein, mineral atau
vitamin dalam jumlah yang besar (Hartadi et al., 1993). Suplementasi adalah pemberian bahan pakan
dalam jumlah kecil dari bahan kering pakan yang diharapkan berguna dan memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap peningkatan produktivitas (Uhi et al., 2006). Suplementasi pakan meningkatkan
nutrisi pakan yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangbiakan ternak (Tripuratapini et al.,
2015).

2.3 Temulawak

Temulawak (Curcuma xanthorhiza Roxb) merupakan spesies kunyit yang tumbuh liar. Rumpun
tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian dua meter. Struktur temulawak seperti kunyit biasa tetapi
tulang daunnya berwarna ungu tua. Rimpang temulawak mempunyai warna kuning, dengan cita rasanya
pahit, berbau tajam, serta keharumannya sedang. Komponen utama kandungan zat yang terdapat
dalam rimpang temulawak adalah zat kuning yang disebut kurkumin dan juga protein, pati serta zat-zat
minyak atsiri. Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak berkisar 1,6-2,22 persen dihitung
berdasarkan berat kering. Berkat kandungan kurkumin dan zat-zat minyak atsiri diduga merupakan
penyebab berkhasiatnya temulawak (Rukmana, 1995).

Berikut klasifikasi temulawak dalam tata nama (sistematika) tumbuhan, tanaman temulawak (Curcuma
zanthorrhiza) termasuk ke dalam:

Kingdom: Plantar

Divisi: Spermatophyta

Sub divisi: Angiospermae

Kelas: Monocotyledonde

Ordo: Zingiberales

Familia: Zingibercede

Genus: Curcuma

Spesies: Curcuma zanthorrhiza (Putri et al., 2013).


Rimpang temulawak segar berdasarkan analisis proksimat banyak mengandung karbohidrat (12.87%).
Hal ini disebabkan oleh pati yang merupakan komposisi kimia terbesar dalam rimpang temulawak yang
dapat dikembangkan sebagai sumber karbohidrat (Dalimartha 2000). Kurkuminoid pada rimpang
temulawak bersifat antibakteri, hepatoprotektor, antikanker, anti-tumor dan mengandung antioksidan
dan hipokolesterolemik yaitu dapat menurunkan kadar kolesterol total dan mempunyai aktivitas
peningkatan kadar HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol (Parahita, 2007).

Minyak atsiri dan kurkumin mempunyai khasiat merangsang sel hati untuk meningkatkan produksi
empedu dan memperlancar sekresi/pengeluaran empedu sehingga cairan empedu meningkat.
Temulawak berpengaruh pada pankreas dan meningkatkan nafsu makan. Temulawak dapat
mempercepat pengosongan lambung. Dengan demikian akan timbul rasa lapar dan merangsang nafsu
makan (Wijayakusuma, 2003).

Pemberian temulawak sampai dosis I persen masih toleran bagi ternak domba dan kambing. Hal ini
ditandai dengan kenaikan nafsu makan yang disertai dengan kenaikan bobot daging dari kedua ternak
tersebut (Socheh et al., 1995 cit. Fiftiyanti, 2005).

Bau dan rasa yang ditimbulkan dari minyak atsiri, mengakibatkan konsumsi minyak atsiri yang
dicampurkan dalam pakan basal ternak menstimulasi sistem saraf pusat, yang akhirnya menghasilkan
peningkatan nafsu makan dan konsumsi zat-zat makanan. Keberadaan minyak esensial menstimulasi
produksi cairan pencernaan yang menghasilkan pH yang sesuai untuk enzim pencernaan, seperti
peptinase. Pada waktu yang bersamaan terjadi peningkatan aktivitas enzim pencernaan dan pengaturan
aktivitas mikroba. Kestabilan mikroflora di dalam saluran pencernaan menurunkan kasus diare dan
penyakit pencernaan lain. Pengaruh nyata dari mekanisme ini adalah perbaikan konversi energi dan
pencernaan zat-zat makanan dan pengaruh positif terhadap metabolisme nitrogen, asam amino, dan
glukosa (Anonimus, 2007).

Anda mungkin juga menyukai