Anda di halaman 1dari 17

TUMBUHAN SEBAGAI KEAMANAN ETNOVETERINER

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etnobotani


Yang Dibimbing Oleh Drs. I Wayan Sumberartha, M.Si dan
Yunita Rakhmawati, S. Gz., M. Kes.

Disusun Oleh :
Kelompok 5
Annisah Rachmawati Ariyadi 170342615556
Chalimatus Sa’diyyah 170342615511
Dila Amelia 170342615507
Novi Sanita Putri 170342615585

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
Oktober 2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kegiatan peternakan, pakan merupakan salah satu kunci atas keberhasilan ternak
tersebut. Pada ternak, pakan yang digunakan harus memiliki kualitas dan kuantitas yang baik
untuk untuk menjaga keberlangsungan hidup, produksi dan reproduksinya. Salah satu jenis
pakan yang baik yaitu yang berasal dari alam sehingga tidak terdapat bahan kimia yang dapat
mengancam kesehatan ternak. Dalam hal ini dapat disebut sebagai etnoveteriner, etnoveteriner
merupakan usaha pemeliharaan dan pengobatan ternak secara tradisional, meliputi pengetahuan
dan ketrampilan yang dimiliki, metode dan bahan yang dipergunakan juga tercakup hal-hal
yang berkaitan dengan kepercayaan yang dianut dalam pengobatan dan pemeliharaan ternak
(Rahayu, 2006).
Tanaman-tanaman disekitar kita merupakan salah satu contoh pakan dan obat yang baik
untuk ternak. Tanaman tersebut dapat dimanfaatkan masyarakat atau etnis untuk penyakit
ternak tertentu. Tanaman-tanaman tersebut dapat beraneka ragam, bahkan satu tanaman dapat
digunakan untuk berbagai obat banyak penyakit ternak selain itu, cara pengolahan antara satu
etnis dengan etnis lain akan mungkin berbeda, namun yang terpenting tanaman tersebut dapat
digunakan untuk pengobatan. Contoh tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk pakan yaitu
tanaman jenis rumput-rumputan (graminae) dan jenis legum (leguminosae). tanaman jenis
rumput-rumputan tersebut merupakan sumber serat kasar untuk membentuk energi bagi ternak
tersebut, sedangkan jenis legum merupakan merupakan sumber protein untuk ternak
(Suherman, 2015).
Banyaknya keanekaragaman yang ada disekitar kita yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai macam pakan dan obat ternak karena merupakan bahan alamiah yang ramah
lingkungan, banyak manfaat, dan aman untuk digunakan contohnya yaitu tanaman, maka akan
mendorong masyarakat akan memanfaatkan tanaman-tanaman tersebut, sehingga tanaman-
tanaman yang ada disekitar kita harus kita lestarikan. Selain memanfaatkan tanaman untuk obat
ternak agar hasil ternak baik, masyarakat juga harus melestarikan tanaman tersebut agar
tanaman-tanaman yang kaya manfaat tersebut tidak akan punah dan dapat dimanfaatkan terus
menerus, sehingga tanaman tetap lestari pakan yang dihasilkanpun baik
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pemanfaatan tumbuhan sebagai keamanan etnoveteriner?
2. Apa sajakah jenis-jenis tanaman etnoveteriner?
3. Apa sajakah faktor yang mendorong penggunaan tumbuhan sebagai keamanan
etnoveteriner?
4. Apa sajakah kelemahan penggunaan tumbuhan sebagai keamanan etnoveteriner?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pemanfaatan tumbuhan sebagai keamanan etnoveteriner
2. Untuk mengetahui jenis-jenis tanaman etnoveteriner
3. Untuk mengetahui faktor yang mendorong penggunaan tumbuhan sebagai keamanan
etnoveteriner
4. Untuk mengetahui kelemahan penggunaan tumbuhan sebagai keamanan etnoveteriner
BAB II
ISI

A. Pengertian Tumbuhan Etnoveteriner


Etnoveteriner merupakan usaha pengobatan dan pemeliharaan ternak secara
tradisonal yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, bahan-bahan
yang digunakan serta metode yang diterapkan dan juga cara yang berkaitan dengan
kepercayaan yang dianut dalam pengobatan dan pemeliharaan ternak (Rahayu, 2006).
Tanaman obat yang digunakan sebagai pengobatan ternak dikaji oleh kajian ilmiah
yang disebut Ethnoveterinary Pharmacology yang merupakan kajian atau evaluasi
ilmiah terhadap pengetahuan lokal masyarakat tradisonal tentang penyakit dan
pengobatan ternak (Mutaqin, dkk., 2015).
Usaha pengobatan dan pemeliharaan ternak bertujuan untuk mengatasi
serangan penyakit pada hewan ternak yang sebagian besar disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasite, maupun protozoa sehingga akan
menimbulkan turunnya produktivitas ternak rendah dan juga nilai ekonomis menjadi
turun (Rahayu, 2006). Pakan merupakan faktor penting untuk meningkatkan
produktivitas ternak, selain itu terdapat juga suplemen untuk ternak yang juga penting
untuk meningkatkan produktivitas ternak agar ternak memiliki nafsu makan yang
tinggi sehingga dapat mempercepat pertumbuhan. Tumbuhan yang biasanya
digunakan sebagai suplemen ternak yaitu kunyit yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan hewan ternak (Farida, 2018) dan juga masih banyak tumbuhan yang bisa
digunakan sebagai pengobatan dan pemeliharaan hewan ternak.
B. Tanaman yang Digunakan sebagai Etnoveteriner
Di Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang melimpah
termasuk tanaman-tanamannya. Tanaman tersebut banyak yang dapat digunakan
sebagai bahan obat-obat dan sudah dimanfaatkan dari waktu kewaktu. Beberapa
tanaman juga dapat digunakan sebagai obat ternak. Bagian tanaman yang digunakan
yaitu daun/pucuk daun, rimpang/akar, buah/biji, batang, getah, dan bunga. Cara
pengolahan ramuannya yaitu dengan cara direbus, ditumbuk, diseduh, dibakar dan
digunakan langsung tanpa dioleh terlebih dahulu. Penggunaan ramuan obat pada
ternak dengan cara diminumkan, ditempelkan, dibalurkan, dimakan, maupun
diteteskan. Tumbuhan yang digunakan yaitu (Mutaqin,dkk., 2015)
1. Batrawali yang digunakan sebagai pengobatan penyakit kudis pada hewan ternak
dan juga bisa digunakan sebagai obat kudis , malaria, demam, kencing nanah, luka
dan rheumatic pada manusia. Batrawali mengandung senyawa pikroretin, berberin,
palmitin, glikosida, pikroretosid, dan pati.
2. Kucay yang mengandung protein, lemak, dialilsulfida, alilpropildisulfida, kalsium,
fosfor, besi, vit A, B1, dan C yang dapat mengobati sakit mata pada manusia maupun
hewan ternak.
3. Mawar mengandung senyawa kimia sitrol, sitronelol, geraniol, linalol nerol,
eugenol, feniletila, alcohol farnesol, dan nonil aldehid yang bisanya digunakan untuk
obat mata pada manusia dan juga dapat digunakan sebagai obat ternak.
4. Cocor Bebek mengandung asam malat dan juga damar yang biasa digunakan sebagai
obat tradisonal pada manusia seperti pengobatan bisul, ambeian, encok, kencing
kurang lancer, haid tidak teratu, bengkak, badan ngilu dan juga bengkak.
5. Lidah Buaya mengandung aloin, aloenin, barbaloin, isobarbaloin, aloesin, dan aloe-
emodin dikenal pula sebagai obat tradisional sembelit, kencing manis, peluruh haid,
sakit kepala, penyubur rambut, batuk rejan, luka bernanah, dan bisul.
6. Gamal mengandung senyawa kimia tannin/polifenol, saponin, steroid/terpenoid, dan
ekstrak etanol (Lumowa,, dkk., 2017)
7. Rumput Chloris gayana keistimewaan dari rumput Chloris gayana dapat dipanen
pada umur antara 6-9 minggu, jarak potong antara 50-75 cm dan jarak tanam antara
50x70 cm, hasil produksi sebanyak 2,5-7,1 ton/ha. Prediksi pemberian pakan dari
rumput Chloris gayana terhadap ternak kerbau sebanyak 13,5 kg/ekor/hari, sehingga
peternak dapat mengurangi biaya pakan, dan tenaga kerja untuk mencari rumput atau
menggembalakan ternaknya (Rusdiana, 2017).
C. Tumbuhan Etnoveteriner di Berbagai Wilayah
1. Tanah Toraja
Tanah toraja mempunyai tradisi beternak yang telah berlaku secara turun
temurun. Kerbau menjadi salah satu komponen penting dalam pengembangan sektor
peternakan. Kerbau ditanah toraja mampu beradaptasi secara baik untuk pemenuhan
kebutuhan pakannya meski pada kondisi alam dan agroekosistem yang sangat kritis atau
lahan kering. Jenis pakan atau makanan kerbau di padang pengembalaan antara lain
jenis rumput gajah, kumpai, ilalang, bonto, daun sianik (batang dan daunnya tajam),
serta jenis rumput-rumputan lainnya. Rumput yang sangat potensial adalah rumput
gajah (Pennisetum purpureum). Rumput ini merupakan salah satu rumput unggul asli
dari Taiwan tanpa adanya persilangan dengan rumput lainnya yang mempunyai
produksi yang cukup tinggi, anakan yang banyak dan mempunyai akar yang kuat,
batang yang tidak keras dan ruas-ruas yang pendek, berdaun lebar dan tidak mempunyai
bulu-bulu halus pada permukaan daunnya sehingga sangat disukai oleh ternak. Hal
tersebut merupakan kearifan local masyarakat yaitu berupa pengetahuan tentang
keanekaragaman makanan bagi kerbau yang dilepas di padang pengembalaan untuk
kebutuhan nutrisinya. Disamping itu, kerbau-kerbau yang membuang kotoran di padang
pengembalaan akan menambah kesuburan tanah sehingga rumput-rumput dan jenis-
jenis tanaman lain tumbuh subur (Asriany, 2017).
Dalam hal ini adapun kelemahan atau kendala peternak di tanah toraja adalah
berkurangnya padang pengembalaan dan lahan subur untuk menanam hijauan makanan
ternak karena adanya alih fungsi lahan, perumahan, industri, persawahan, perkebunan,
dan sebagainya. Untuk dapat memenuhi kebutuhan akan hijauan makanan ternak secara
berkelanjutan perlu dilakukan penanaman hijauan pada lahan yang subur (Suhubdy,
2007).
2. Kalianda, Lampung Selatan
Tanaman leguminosa yang digunakan untuk pakan ternak yaitu Sentrosema. Serta
rumput gajah yang digunakan untuk pakan ternak. Rumpu gajah merupakan salah satu
jenis hijauan unggul untuk makanan ternak karena berproduksi tinggi, kualitasnya baik,
dan daya adaptasinya tinggi. Rumput gajah ini banyak ditanam dan dimanfaatkan pada
peternakan penggemukan sapi potong, persusuan dan pembibitan (Febriana,2018).
3. Samosir, Sumatera Utara
Kabupaten Samosir merupakan salah satu wilayah yang dikembangkan sebagai
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Toba. Terdapat 3 jenis tumbuhan yang
dimanfaatkan masyarakat lokal sebagai tanaman pakan ternak, yaitu: Aren (Arenga
pinnata) yang dimanfaatkan adalah bagian daunnya, Bunga Bulan (Tithonia
diversifolia) yang dimanfaatkan adalah bagian daunnya, Rumput Cinta (Eragrostis
patula) yang dimanfaatkan adalah semua bagian tumbuhan (Ibo & Arimukti, 2019).
4. Peadungdung, Sumatera Utara
Pengalihan fungsi hutan menjadi lahan perkebunan, pertanian, dan pemukiman
merupakan isu yang sudah berkembang lama di Indonesia. Faktanya, hutan di beberapa
wilayah di Indonesia berkurang setiap tahun, seperti wilayah Sumatera Utara. Risiko
lain yang ditimbulkan pengalihan fungsi lahan hutan, yaitu penurunan pengetahuan
tanaman asli pada antara masyarakat lokal. Terdapat 11 jenis tumbuhan yang digunakan
masyarakat Peadungdung Sumatera Utara sebagai pakan ternak, yaitu: Famili Tiliaceae
(Trichospermum sp.), Famili Peaceae (Imperata cylindrical (L.) P.Beauv., Oryza sativa
L., Paspalum conjugatum Berg.), Famili Moraceae (Ficus sp.), Famili Euphorbiaceae
(Manihot esculanta Crantz.), Famili Cucurbitaceae (Binicasa hispida Cogn., Cucurbita
moschata Duch.), Famili Convolvuacea (Ipomea batatas L.), Famili Asteraceae
(Mikania micrantha Kunth. Clibadium surinamense L., Chromolaena odorata
(L.)R.M.King dan H.), Famili Araceae (Alocasia sp., Colocasia esculanta (L.)Schott.,
Xanthososma sagitifolia Schot.) (Anggraeni, dkk, 2016).
5. Suku Dani di Lembah Baliem, Papua
Terdapat 1 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat suku dani untuk pakan ternak
yaitu Buah Merah Papua (Pandanus conoideus). Tumbuhan ini biasanya digunakan
untuk membuat minyak, minyak yang dihasilkan digunakan untuk memasak bahan
makanan dan ampasnya merupakan pakan ternak babi (Arobaya & Pattisellano, 2007).
6. Kalimantan, Dayak Suru’
Masyarakat suku dayak suru’ merupakan salah satu sub Suku Dayak yang tersebar
di Kecamatan Mentebah, Kalis, Putussibau Utara dan Putussibau Selatan Kabupaten
Kapuas Hulu. Pada umunya masyarakat Dusun Sungai Tekuyung memanfaatkan hasil
hutan sebagai sumber mata pencaharian mereka.
Menurut Joni dkk (2015), adapun tumbuhan selain digunakan sebagai obat,
kerajinan, bahan bangunan juga digunakan sebagai pakan ternak. Dalam hal ini suku
dayak suru’ memanfaatkan sebanyak 3 spesies tumbuhan, yaitu Padi (Oryza sativa),
Pisang (Musa spp) dan Lumbu (Caladium sp) dari 3 famili yaitu: Poaceae, Musaceae
dan Araceae. Masyarakat yang mayoritas bertani agroholtikultura sangat jarang sekali
mengetahui tumbuhan penghasil pakan ternak, karena yang mereka ketahui hanyalah
tumbuhan pertanian atau hortikultura. Adapun kelemahan dalam hal ini, menurut Kuni
(2015), masyarakat Dayak Kerabat di Desa Tapang Perodah Kecamatan Sekadau Hulu
menyatakan masyarakat tidak mengutamakan ternak sebagai perkerjaan utama,
sehingga pengetahuan jenis tanaman sebagai pakan ternak sangat minim.
7. Suku Tengger, Jawa
Masyarakat di jawa merupakan salah satu masyarakat yang hingga kini masih
memiliki kegiatan beternak, bertani, Salah satu contohnya masyarakat Tengger,
masyarakat ini masih sangat akrab dengan sumber daya hutan yang sudah turun temurun
dari nenek moyangnya yang digunakan sebagai memenuhi kebutuhannya. Banyak
masyarakat yang sudah memanfaatkan keanekaragaman jenis tanaman pada berbagai
bidang, yaitu pertanian, kesehatan, dan juga peternakan.
Beberapa jenis ternak yang dipelihara yaitu ayam, sapi, domba, kambing, dan
juga babi. Tanaman pakan ternaknya pun sangat beragam, terdapat pakan ternak yang
berasal dari rumput astruli, teki (Cyperus rotundus), alang-alang (Imperata cylindrical),
jagung (Zea mays), grinting (Cynodon dactylon), pinjalan, dan genggeng ( Setiadi dkk,
2011).
8. Kabupaten Garut, Jawa Barat
Masyarakat di Kampung Adat Dukuh, Kabupaten Garut, Jawa Barat juga banyak
memanfaatkan beragam tanaman untuk dijadikan pakan ternak. Pakan ternak di
Kampung Adat Dukuh tumbuh liar di kebun, ladang, dan sawah ada juga yang sengaja
ditanam untuk dipelihara sebagai cadangan pakan ternak pada musim kemarau. Contoh
tumbuhan yang sengaja di budidaya untuk ternak yaitu Jampang (Eleusine indica),
angrum/galam (Gliricidia maculate), pisang (Musa paradisiaca), dan Singkong
(Manihot utilisima). Selain beberapa tanaman yang memang sengaja ditanam oleh
masyarakat terdapat beberapa tanaman lain yang digunakan untuk pakan ternak yaitu
(Hikmat dkk, 2010)

9. Sumedang, Jawa Barat


Pada umumnya suatu jenis tanaman obat tersebut diramu secara khusus hanya
dari satu jenis tanaman tersebut. Namun demikian, untuk membuat ramuan obat ternak
tersebut, dicampur dari beberapa jenis tanaman obat. Organ tanaman yang biasa
dijadikan bahan obat penyakit ternak di Desa Pasir Biru, yaitu daun/pucuk,
rimpang/akar, buah/biji, batang, getah, dan bunga. Pengolahan ramuannya direbus,
ditumbuk, diseduh, dibakar, dan digunakan langsung tanpa diolah dulu. Sementara itu,
penggunaan ramuan obatnya, dilakukan dengan cara diminumkan, ditempelkan,
dibalurkan, dimakan, dan diteteskan. Berbagai jenis tanaman obat ternak itu biasanya
diambil masyarakat dari lahan pekarangan dan kebun campuran yang ada di desa
tersebut (Dalimartha 2008).
Pada dasarnya, kendati aneka ragam tanaman yang digunakan masyarakat untuk
pengobatan ternak, belum diuji farmasi secara khusus dan intensif, namun pada
umumnya jenis-jenis tanaman tersebut telah dikenal pada beberapa literatur sebagai
bahan obat herbal tradisional bagi pengobatan penyakit pada manusia. Misalnya,
batrawali selain biasa digunakan untuk pengobatan penyakit kudis ternak ruminansia di
Desa Pasir Biru, jenis tanaman rasa pahit tersebut mengandung pikroretin, berberin,
palmitin, glikosida, pikroretosid, dan pati. Batrawali dikenal pula sebagai bahan obat
tradisional bagi manusia seperti obat kudis, malaria, demam, kencing nanah, luka, dan
rheumatic. beberapa jenis tanaman lainnya, seperti bawang kucay (Allium tuberosum
Rottl. ex Spreng), mawar (Rosa sp.) dan sirih (Piper betle L) yang biasa digunakan
sebagai obat sakit mata pada ternak ruminansia di Desa Pasir Biru. Jenis-jenis tanaman
tersebut juga telah umum digunakan sebagai bahan obat herbal pada bagi manusia.
Misalnya, kucay berdasarkan kandungan kimianya, mengandung protein, lemak,
minyak terbang (dialildisulfida dan alilpropildisulfida), kalsium, fosfor, besi, vitamin
A, B1, dan C, biasa digunakan untuk mengobati sakit mata pada manusia. Selain itu,
mawar secara kandungan kimianya mengandung senyawa kimia sitrol, sitronelol,
geraniol, linalol nerol, eugenol, feniletila, alcohol farnesol, dan nonil aldehide, juga
dikenal sebagai bahan obat tradisional sakit mata dan awet muda pada manusia
(Mutaqin, dkk. 2015).
10. Pandeglang, Banten
Komunitas tumbuhan pakan yang terdapat di dataran rendah berbeda dengan
komunitas tumbuhan yang berada di dataran tinggi, demikian juga komunitas tumbuhan
yang berkembang di wilayah iklim basah berbeda dengan di wilayah iklim kering.
Komunitas tumbuhan yang berkembang di padang rumput berbeda dengan komunitas
tumbuhan di ekosistem sawah.
Kabupaten Pandeglang termasuk ke dalam agroekosistem lahan kering iklim
basah dengan curah hujan antara 2000 sampai 4000 mm per tahun. Di dalam klasifikasi
Oldeman Kabupaten Pandeglang termasuk ke dalam tipe iklim B2 dengan 6-7 bulan
basah berturut-turut dan musim kemarau sekitar 4-5 bulan dalam satu tahun
(Prawiradiputra, 2015).

D. Faktor yang Mendorong Masyarakat Menggunakan Tumbuhan Sebagai Pakan


Ternak
Pakan ternak umumnya hanya berupa rumput lapangan dan dedaunan tanaman keras.
Bahan pakan ternak pada musim panen sebenarnya sangat murah dan melimpah (Widiyono
& Sarmin, 2017). Penggunaan tumbuhan untuk pakan ternak dapat meningkatnya
pendapatan dan kesejahteraan peternak, menghemat pengeluaran, dan semakin
meningkatnya penyediaan daging sapi yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi
masyarakat sehingga ketenteraman lebih terjamin (Winarso & Basuno, 2002). Menurut
Diwyanto, dkk (2002) faktor yang mendorong penggunaan tumbuhan sebagai pakan ternak
adalah pemanfaatan sumber daya alam, termasuk dalam mengurangi risiko usaha, dan
memiliki azas keberlanjutan. Penggunaan tumbuhan sebagai pakan ternak yang memiiki
kualitas tinggi setiap waktu dapat mengurangi biaya pemeliharaan, karena dapat mengurangi
biaya penggunaan konsentrat, yang harganya terus meningkat. Tumbuhan pakan berkualitas
tinggi seperti legum akan menambah efisiensi produksi ternak, karena selain biayanya murah
juga nilai nutrisinya tinggi, yang memungkinkan pertumbuhan komparatif dengan
pemberian ransum berbasis konsentrat. Hal inilah yang mendorong Australia
mengembangkan areal lamtoro (McSweeney et al 2011).
E. Kelemahan tumbuhan Etnoveteriner
Dalam hal ini, adapun kelemahan yang ada pada tumbuhan etnoveteriner. Menurut
Yanuartono (2017), Jerami padi adalah hasil samping dari tanaman padi dan digunakan
sebagai sumber pakan untuk ternak ruminansia terutama oleh petani skala kecil di negara-
negara berkembang, termasuk Indonesia. Akan tetapi dalam hal penggunaan jerami
terdapat kelemahan, antara lain:
1. Kandungan lignin dan silika yang tinggi tetapi rendah energi, protein, mineral dan
vitamin. Selain rendah nilai nutrisi, kecernaan jerami juga rendah karena sulit
didegradasi oleh mikroba rumen
2. Jerami memiliki faktor pembatas seperti zat anti nutrisi serta palatabilitasnya rendah.
3. Jerami padi tidak mengandung cukup glukosa, asam amino dan mineral untuk
pertumbuhan mikroba dalam rumen.
Menurut Katuromunda dkk (2012), pemberian suplemen dari leguminosa D. rensonii
pada pakan basal Penisetum purpureum secara signifikan meningkatkan asupan nutrisi
harian yang lebih tinggi dibandingkan dengan pakan basal saja. Penambahan leguminosa
D. Rensonii pada ransum basal rumput P. Purpureum merupakan jenis tanaman legum
sebagai sumber protein, phospor dan kalsium yang baik bagi ternak sapi dan kambing
perah. Untuk ternak ruminansia hijauan merupakan pakan utama, ketersediaan hijauan,
dipengaruhi oleh banyak faktor salah satu diantaranya iklim. Tanaman hijauan pakan
ternak khusus hijauan leguminosa, disamping sebagai sumber pakan bagi ternak
ruminansia, juga dapat memperbaiki pengolahan sumber daya lahan pertanian seperti
pelindung permukaan tanah dari erosi, memperbaiki kesuburan tanah memperbaiki sifat
fisik dan kimia tanah dan menekan pertumbuhan gulma.
Akan tetapi menurut Lima (2012), Banyak jenis-jenis leguminosa memiliki kelemahan
sehubungan dengan upaya pembudidayaannya, karena memiliki kulit biji yang keras yang
menghalangi masuknya air ke dalam biji sehingga masa dormansinya menjadi sangat lama
bahkan bisa sampai bertahun-tahun. Dormansi benih menunjukan suatu keadaan dimana
benih-benih sehat (viable) gagal berkecambah walaupun berada dalam kondisi yang
normal baik untuk perkecambahan, seperti kelembaban yang cukup dan cahaya yang
sesuai.
Gamal (Gliricidia sepium) merupakan tanaman leguminosa pohon yang dapat tumbuh
dengan cepat didaerah tropis sehingga dapat ditemukan disemua tempat. Gamal memiliki
kandungan protein yang tinggi. Akan tetapi gamal memiliki kelemahan yaitu memiliki
palatabilitas yang rendah akiba baunya yang spesifik sehingga kurang disukai oleh ternak.
Bau yang spesifik ini berasal dari senyawa Coumarin yang merupakan zat anti nutrisi yang
menyebabkan bau menyengat dan rasa pahit oada ransum. Untuk menghilangkan zat anti
nutrisi dengan cara dibuat silase. Silase diproduksi dengan cara difermentasi. Silase dapat
meningkatkan gizi dan pakan serta berfungsi dalam pengawetan bahan pakan dan
merupakan suatu cara untuk menghilangkan zat anti nutrisi atau racun yang terkandung
dalam suatu bahan pakan (Herawati & Royani, 2017).
Menurut Rusdiana & Herdiawan (2017), Ternak kerbau biasanya kekurangan pakan
hijauan saat musim kemarau. Rumput Chloris gayana merpakan sumber nutrisi untuk
pakan ternak. Akan tetapi rumput Chloris gayana tidak dapat tumbuh baik apabila pada
suhu hujan antara 6635-813 mm/tahun.
Menurut Sunu & Abdurrahman (2019), pada tumbuhan Lidah buaya, Peningkatan
pertumbuhan bobot badan ternak dimungkinkan dipengaruhi oleh kandungan saponin yang
ada di dalam lidah buaya. Yang mana lidah buaya mengandung zat-zat yang dapat memacu
metabolisme, seperti kelompok antrakuinon, berbagai mineral, vitamin, enzim dan asam
amino yang dapat dijadikan imbuhan pakan alami. Saponin memiliki peran meningkatkan
permeabilitas dinding sel usus sehingga penyerapan zat makanan. Hal ini sesuai pendapat
Chaudhary et al. (2018) yang menyatakan bahwa saponin meningkatkan permeabilitas sel
mukosa usus dan membantu penyerapan zat-zat yang biasanya tidak terserap secara
maksimal dalam usus. Mekanisme lain yang dimungkinkan terjadi adalah penurunan
populasi mikroorganisme patogen dalam saluran pencernaan akibat pemberian bioaktif
yang terdapat dalam lidah buaya yaitu antrakuinon
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Etnoveteriner merupakan usaha pengobatan dan pemeliharaan ternak secara tradisonal
yang meliputi pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki, bahan-bahan yang
digunakan serta metode yang diterapkan dan juga cara yang berkaitan dengan
kepercayaan yang dianut dalam pengobatan dan pemeliharaan ternak.
 Tumbuhan yang digunakan sebagai etnoveteriner yaitu batrawali, mawar, kucay, cocor
bebek, lidah buaya, rumput Chloris gayana dan gamal.
 Faktor yang mendorong masyarakat menggunakan tumbuhan sebagai pakan ternak
adalah harganya yang murah, meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan peternak,
menghemat pengeluaran, dan semakin meningkatnya penyediaan daging sapi yang
Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat sehingga ketenteraman lebih
terjamin dan mengurangi biaya pemeliharaan.
 Untuk tumbuhan etnoveteriner terdapat kelemahan yang mana dalam hal tersebut
disebabkan karena kandungan dari tanaman yang tidak disukai oleh hewan ternak,
habitat, iklim, dan cara pembudidayaannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Ria., Silalahi, Marina., Nisyawati. 2016. Studi Etnobotani Masyarakat Subetnis
Batak Toba Di Desa Peadungdung, Sumatera Utara, Indonesia. Jurnal Pro-Life
Volume 3 Nomor 2
Arobaya, Agustina. Y.S., Pattisellano, Freddy. 2007. Jenis Tanaman Berguna Bagi Suku Dani
di Lembah Baliem, Papua.Biota Vol. 12 (3)
Asriany, A. 2017. Kearifan Lokal Dalam Pemeliharaan Kerbau Lokal Di Desa Randan Batu
Kabupaten Tana Toraja. Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak, 12(2): 64-72
Chaudhary, S. K., J. J. Rokade, G. N. Aderao, A. Singh, M. Gopi, A. Mishra, and K. Raje. 2018.
Saponin in poultry and monogastric animals: A review. International Journal of
Current Microbiology and Applied Science, 7(7): 3218-3225.
Dalimartha S. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 5. Pustaka Bunda, Grup Puspa
Swara, Jakarta
Diwyanto, K., B.R. Prawiradiputra, dan D. Lubis. 2002. Integrasi tanaman-ternak dalam
pengembangan agribisnis yang berdaya saing, berkelanjutan dan berkerakyatan.
Wartazoa, Buletin Ilmu Peternakan Indonesia 12(1): 1-8
Farida, Y., dkk. 2018. Pemanfaatan Tanaman Lokal sebagai Pakan Ternak Fermentasi dan
Suplemen Pakan di Desa Sendang, Kabupaten Wonogiri. Jurnal Ilmiah Pengabdian
kepada Masyarakat. 4(1). 6167
Febriana, Dini. 2018. Kandungan Bahan Kering dan Bahan Organik Hijauan Rumput Odot dan
Rumput Gajah di Bawah Naungan Pohon Kelapa Sawit pada Kondisi Tanaman
Campuran dengan Tanaman Leguminosa Siratro. Skripsi. Universitas Lampung
Herawati , E., & Royani, M. 2017. Kualitas Silase Daun Gamal dengan Penambahan Molase
Sebagai Zat Aditif. IJAS, 7(2): 29-32
Hikmat, A., Zuhud, E.A.M., Hidayat, S. 2010. Kajian Etnobotani Masyarakat Kampung Adat
Dukuh Kabupaten Garut, Jawa Barat. Media Konservasi, 15(3) : 139-151
Ibo, Liberina. K., Arimukti, Septiani. D. 2019. Studi etnobotani pada masyarakat sub-etnis
Batak Toba di Desa Martoba, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Pros Sem Nas
Masy Biodiv Indon. 5 (1): 234-241
Joni, A., Oramahi, H.A., & Ardian, H. 2015. Etnobotani Masyarakat Dayak Suru’ Studi Kasus
Dusun Sungai Tekuyung Desa Tangai Jaya Kecamatan Mentebah Kabupaten Kapuas
Hulu. Jurnal Hutan Lestari, 3(4): 617-624
Katuromunda S, Sabiiti EN, Mateete Bekunda A. 2012. Effect of legume foliage supplementary
feeding to dairy cattle offered Pennisetum purpureum basal diet on feed intake and
manure quality Uganda. Journal of Agricultural Sciences, 13 (1): 25-34
Kuni B E, Hardiansyah G dan Idham. 2015. Etnobotani Masyarakat Suku Dayak Kerabat Di
Desa Tapang Perodah Kecamatan Sekadau Hulu Kabupaten Sekadau. Jurnal Hutan
Lestari Vol (3) : Hal 383-400.
Lima, D.D. 2012. Pengaruh Waktu Perendaman Dalam Air Panas Terhadap Daya Kecambah
Leguminosa Centro (Centrosema pubescens) Dan Siratro (Macroptilium
atropurpureum). Agrinimal, 2(1):26-29.
Lumowa, S.V.T & Rambitan, V.M.M. 2017. Analisis Kandungan Kimia Daun Gamal
(Gliricidiasepium ) Dan Kulit Buah Nanas (Ananascomosus L ) Sebagai Bahan Baku
Pestisida Nabati. Prosiding Seminar Nasional Kimia.
McSweeney, C.S., N.T. Ngu., M.J. Halliday, S.R. Graham. H.E. Giles, S.A Dalzell and H.M
Shelton. 2011. Enhanced ruminant production from leucaena – New insights into the
role of ‘leucaena bug’. Proc. Of the 3rd International Conference on Sustainable
Animal Agriculture For Development Countries, Nakhon Racthasima, Thailand, p: 88-
89
Mutaqin, A.Z.dkk,. 2015. Studi etnoveterinari farmakologi pada masyarakat Pasir Biru,
Rancakalong, Sumedang, Jawa Barat. Pros Semnas Masy Biodiv Indon. 1(6). 1420-
1424
Prawiradiputra, B.R. 2015. Tumbuhan Pakan Ternak Lokal di Kabupaten Pandeglang, Banten.
Patura, 5(1): 1-6
Rahayu, I.D. 2006. Aloe barbadensis Miller Dan Aloe chinensis Baker Sebagai Antibiotik
Dalam Pengobatan Etnoveteriner Unggas Secara Invitro. Jurnal Protein, (13):1
Rusdiana, S., & Herdiawan, I. 2017. Pengetahuan Peternak dan Analisis Ekonomi Penggunaan
Rumput Chloris gyana Sebagai Pakan Kerbau DiLahan Penggembalaan. Bulletin
Peternak, 41(2): 219-229. DOI:10.21059/buletinpeternak.v41i1.18159
Setiadi, D., Batoro, J., Chikmawati, T., Purwanto, Y. 2011. Pengetahuan tentang Tumbuhan
Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Bogor : LIPI Bogor
Suherman, D., dan Herdiawan, I. 2015. Tanaman Legum Pohon Desmodium Rensonii Sebagai
Tanaman Pakan Ternak Bermutu. Pastura, (4):2
Suhubdy. 2007. Strategi Penyediaan Pakan Untuk Pengembangan Usaha Ternak Kerbau.
Pusat Kajian Sistem Produksi Ternak Gembala dan Padang Pengembalaan Kawasan
Tropis. Fakultas Peternakan Universitas Mataram.
Sunu, P., & Abdurrahman, H. 2019. Pengaruh Penggunaan Lidah Buaya (Aloe vera) dalam
Ransum Terhadap Performa dan Karkas Broiler Pejantan. Sains Peternakan, 17 (1):
12-16. DOI: http://dx.doi.org/10.20961/sainspet.v%vi%i.24348
Widiyono, Irkham., dan Sarmin. 2017. Pemberdayaan Peternak Marginal: Studi Kasus di
Wilayah Banguntapan Bantul. Indonesian Journal of Community Engagement 2(2)
Yanuartono., Purnamaningsih, H., Indarjulianto, S., & Nururrozi, A. 2017. Potensi Jerami
Sebagai Pakan Ternak Ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 27 (1): 40 – 62. DOI
: 10.21776/ub.jiip.2017.027.01.05

Anda mungkin juga menyukai