Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia sebagai negara yang berada di daerah tropis mempunyai
keanekaragaman hayati yang sangat besar, kaya akan bahan baku obat,
sehingga obat tradisional merupakan suatu pilihan pengobatan yang menarik
dan dapat terus dikembangkan. Lebih dari 20.000 jenis tumbuhan obat tumbuh
dan berkembang. Namun, baru 1.000 jenis yang sudah didata dan sekitar 300
jenis yang sudah dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional (Arief Hariana,
2013).
Tanaman obat sendiri memiliki ribuan jenis spesies. Dari total sekitar
40.000 jenis tumbuh-tumbuhan obat yang telah dikenal di dunia, 30.000-nya
disinyalir berada di Indonesia. Jumlah tersebut mewakili 90% dari tanaman
obat yang terdapat di wilayah Asia. Dari jumlah tersebut, 25% diantaranya
atau sekitar 7.500 jenis sudah diketahui memiliki khasiat herbal atau tanaman
obat. Namun hanya 1.200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan untuk
bahan baku obat-obatan herbal atau jamu (Kemendag, 2017)
Taman Obat Keluarga (TOGA) adalah sekumpulan tanaman berkhasiat
obat untuk kesehatan keluarga yang ditata menjadi sebuah taman dan memiliki
nilai keindahan (Peraturan Menteri Kesehatan RI, 2016).Kesehatan merupakan
hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Kesehatan diselenggarakan dengan
empat upaya kesehatan yaitu pendekatan, promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan.
Penyelenggaraan kegiatan upaya kesehatan satu diantaranya adalah
pelayanan kesehatan tradisional. Masyarakat diberi kesempatan yang
seluasluasnya untuk mengembangkan, meningkatkan dan menggunakan
pelayanan kesehatan tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan manfaat
dan keamanannya (Undang-undang RI Tentang Kesehatan, 2009).
TOGA adalah sebidang tanah baik di lahan pekarangan rumah, kebun
dan ladang yang digunakan untuk membudidayakan tanaman yang berkhasiat
obat, dalam rangka memenuhi keperluan keluarga dan masyarakat akan obat.
Fungsi dari TOGA sebagai sarana mendekatkan tanaman obat kepada
masyarakat untuk kesehatan mandiri dan upaya pemeliharaan kesehatan untuk
peningkatan kualitas kesehatan, pencegahan timbulnya risiko sakit, mengatasi
gangguan kesehatan tertentu serta melestarikan budaya pengobatan tradisional
sebagai warisan leluhur dengan memanfaatkan tanaman yang berkhasiat
obat(Siregar, 2018). Adapun klasfikasi TOGA terdiri dari dari Pratama,
Madya dan Purnama. Untuk klasifikasi TOGA Pratama tiap desa memiliki 100
jenis tanaman obat (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Tanaman obat sangat populer digunakan sebagai bahan baku obat
tradisional dan jamu, yang jika dikonsumsi akan meningkatkan sistem
kekebalan tubuh, karena tanaman ini mempunyai sifat spesifik sebagai
tanaman obat yang bersifat pencegahan (preventif) dan promotif melalui
kandungan metabolit sekunder seperti gingiro pada jahe dan santoriso pada
temulawak yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Kemendag,
2017)
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa tanaman
herbal/obat mempunyai manfaat yang besar pada masyarakat.Puskesmas
Tahtul Yaman sebagai fasilitas kesehatan masyarakat telah mempunyai suatu
program inovasi di bawah koordinator Pelayanan Kesehatan Tradisional
Komplementer yang bernama “Kampung Herbal Pelayangan”.
1.2. Tujuan Evaluasi Program
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain;
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan umum adalah evaluasi program inovasi “Kampung
Herbal Pelayangan” Puskesmas Tahtul Yaman.
1.2.2. Tujuan Khusus
1.2.2.1. Untuk mengetahui pelaksanaan dan permasalahan
pada program inovasi Kampung Herbal Pelayangan
Puskesmas Tahtul Yaman.
1.2.2.2. Untuk menyelesaikan tugas akhir di Puskesmas
Tahtul Yaman.

1.3. Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini ádalah sebagai berikut:
1.3.1. Peneliti
Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai manfaat
tanaman herbal bagi kesehatan.
1.3.2. Bagi Puskesmas Tahtul Yaman
Evaluasi Program ini diharapkan dapat dipergunakan
sebagai bahan masukan informasi dan pengetahuan bagi
Puskesmas Tahtul Yaman.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1.Definisi Tanaman Obat Keluarga (TOGA)


TOGA adalah singkatan dari Tanaman Obat Keluarga. Pada hakekatnya
adalah tanaman berkhasiat yang ditanam di pekarangan yang dikelola oleh
keluarga. Ditanam dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga akan obat-
obatan tradisional yang dapat dibuat sendiri (Kementan, 2015).

2.2. Pemanfaatan Obat Tradisional di Indonesia


Tanaman obat keluarga adalah tumbuhan yang berasal dari alam dan yang
sengaja di tanam oleh masyarakat yang berkhasiat obat yang telah lama
dikenal oleh masyarakat Indonesia bahkan sejak ratusan tahun yang lalu. Pada
masa lalu, ahli ilmu pengobatan yang dikenal dengan istilah tabib membuat
ramuan obat yang bahan bakunya berasal dari hutan. Diperkirakan
hutanIndonesia menyimpan potensi tumbuhan obat sebanyak 30.000 jenis, di
antaranya 940 jenis telah dinyatakan berkhasiat obat, dimana sekitar 78%
masih diperoleh melalui pengambilan langsung dari hutan (Nugroho, 2010
dalam Irmawati, 2016).
Tanaman obat keluarga biasanya selain digunakan pengobatan tradisional
digunakan juga untuk pertolongan pertama dan penggunaan tanaman obat
tradisional yang mudah didapatkan dan tidak memerlukan biaya yang begitu
besar dibandingkan dengan obat-obat modern. Cara pengolahannya masih
sangat sederhana hanya berdasarkan kebiasaan pengalaman sehari-hari yang
diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka (Efremila,
Wardenaar dan Sisilia, 2015 dalam Siti Warida dkk, 2016, hal. 2).
Tanaman obat keluarga selain digunakan sebagai obat juga memiliki
berbagai manfaat lain yaitu :1)Dapat dimanfaatkan sebagai penambah gizi
keluarga seperti pepaya, timun dan bayam.2)Dapat dimanfaatkan sebagai
bumbu atau rempah-rempah masakan seperti kunyit, kencur, jahe, serai, dan
daun salam.3)Dapat menambah keindahan (estetis) karena ditanam di
pekarangan rumah seperti mawar, melati, bunga matahari, kembang sepatu,
dan kumis kucing. ( Kusuma, 2016 hal 6)
Tanaman obat yang dikelompokan berdasarkan organ tanaman yang
digunakan untuk simplisia, dapat dibagi menjadi 8 golongan, yaitu: (Eko,
2018 hal 8 )
1) Simplisia herba yang berasal dari seluruh bagian tanaman
Exampel: Meniran (Phyllanthus urinarial )
2) Simplisia Akar Bagian tanaman yang dimanfaatkan simplisianya ialah
akar. Pengambilan bagian akar biasanya dengan membongkar seluruh
tanaman, sehingga setiap kali pemanenan perlu dilakukan penanaman
baru.
Exampel: Alang-alang (Imprata cylindrica)
3) Simplisia Daun Simplisia yang berasal dari daun.
Pengambilan daun tanaman tidak menganggu keberlangsungan hidup
tanaman sehingga pemanenan daun tidak harus diikuti dengan
penanaman baru.
Exampel: Sirih (Piper betle)
4) Simplisia Bunga Simplisia yang memanfaatkan bagian bunga tanaman.
Exampel: Melati (Jasminum)
5) Simplisia Buah Simplisia buah ialah simplisia yang dibuat dari buah
tanaman.
Exampel: Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
6) Simplisia Biji Simplisia yang memanfaatkan bagian biji
Exampel: Ketumbar (Coriandrum sarivum)
7) Simplisia Rimpang Bagian tanaman yang dimanfaatkan ialah bagian
rimpang sama seperti akar sehingga pemanenan dilakukan dengan
membongkar seluruh tanaman.
Exampel: Jahe (Zingiber officinale)
8) Simplisiakulit kayu Simplisia ini biasanya berasal dari pohon, karena
bagian tanaman yang dimanfaatkan ialah kulit kayu batang pohon.
Exampel: Kayu manis (Cinamomun verum)

2.3. Pengembangan Tanaman Obat


Menurut Hamzari (2008), tumbuhan obat yang beranekaragam spesies,
habitus dan khasiatnya mempunyai peluang besar serta memberi kontribusi
bagi pembangunan dan pengembangan hutan. Karakteristik berbagai
tumbuhan obat yang menghasilkan produk berguna bagi masyarakat memberi
peluang untuk dibangun dan dikembangkan bersama dalam hutan di daerah
tertentu. Berbagai keuntungan yang dihasilkan dengan berperannya tumbuhan
obat dalam hutan adalah pendapatan, kesejahteraan, konservasi berbagai
sumberdaya, pendidikan nonformal, keberlanjutan usaha dan penyerapan
tenaga kerja serta keamanan nasional. Di Indonesia, pemanfaatan dan
pemasaran bahan tumbuhan obat dapat digolongkan menjadi bentuk jamu
gendong, jamu kemasan modern dan fitofarmaka (Sangat 2000).
Pengembangan obat bahan alam khas Indonesia yang dikenal sebagai jamu,
dimana tanaman obat menjadi komponen utamanya memiliki arti strategis
dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat dan kemandirian
Indonesia di bidang kesehatan. Hal tersebut mengingat saat ini Indonesia
memiliki ketergantungan yang besar terhadap obat dan bahan baku obat
konvensional impor yang nilainya mencapai US$ 160 juta per tahun (Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).

Sangat (2000), mengatakan bahwa pengembangan jamu dimulai dari


keberadaan usaha jamu gendong, yaitu jamu yang diramu dan dipasarkan
dalam gendongan yang merupakan warisan jaman kuno yang sampai saat ini
masih digemari masyarakat Indonesia, terutama orang Jawa. Jamu kemasan
modern merupakan dampak terhadap perubahan citra jamu gendong dengan
pemberian kemasan yang baik dalam bentuk serbuk, kapsul maupun pil.
Jamu kemasan modern telah memunculkan adanya industri-industri jamu,
baik dalam skala kecil maupun besar.
Industri jamu berkembang seiring dengan meningkatnya pemanfaatan
tanaman obat. Adanya industri tersebut, menuntut keberadaan bahan baku
secara kontinyu. Begitu pula dalam proses pembuatannya yang memerlukan
tenaga ahli dan tenaga kerja. Peningkatan kualitas sumberdaya produsen, yaitu
petani produsen tanaman obat harus mengikuti perkembangan IPTEK, seperti
penggunaan bibit yang unggul. Cara pembudidayaan yang sesuai untuk
tanaman obat adalah cara pembudidayaan secara organik tanpa menggunakan
pestisida, mengingat banyaknya tanaman obat yang langsung dikonsumsi
tanpa diolah terlebih dahulu (Hoesen 2000).

Sedangkan dalam peningkatan perusahaan dan pabrik, peningkatan


kualitas jamu secara tidak langsung ditunjukan dengan adanya ijin resmi dari
pemerintah terhadap produk jamu yang dibuat. Contoh perusahaan jamu
skala besar yang produknya telah dikenal di dalam maupun di luar negeri
adalah Sido Muncul, Mustika Ratu, Sari Ayu, Air Mancur dan Nyonya
Meneer (Sangat 2000).

Fitofarmaka mengandung komponen aktif tertentu yang berasal dari


tumbuhan obat, mempunyai khasiat penyembuhan penyakit lebih khusus dan
dikemas seperti obat modern. Jika berhasil dikembangkan, peluang
penggunaannya selain dapat dijual secara bebas juga dapat diperoleh melalui
resep dokter. Hal tersebut menyebabkan fitofarmaka dapat bersaing dengan
obat- obatan modern. Hingga saat ini, fitofarmaka belum banyak diproduksi.
Industri farmasi yang sudah memproduksi fitofarmaka, yaitu Kimia Farma
dan Endo Farma (Sangat 2000).
2.4. Pelayanan Kesehatan Tradisional

Dalam perkembangannya, menurut PP No. 103 tahun 2014 Tentang


Pelayanan Kesehatan Tradisional, penerapan kesehatan tradisonal
berkembang menjadi:

1. Pelayanan Kesehatan Empiris, yang manfaat dan keamanannya


terbukti secara empiris, dan

2. Pelayanan Kesehatan Komplementer, yang manfaat dan


keamanannya terbukti secara ilmiah dan memanfaatkan ilmu
biomedis.

Berdasarkan cara pengobatannya, pelayanan kesehatan tradosional


empiris dan pelayanan kesehatan komplementer terbagi meliputi:

1. Pelayanan yang menggunakan keterampilan dan

2. Pelayanan yang menggunakan ramuan.

Pelayanan kesehatan tradisional empiris dan pelayanan kesehatan


tradisional komplementer harus dibina dan diawasi oleh
pemerintah agar dapat dipertanggungjawabkan manfaat dan
keamanannya serta tidak bertentangan dengan norma agama.

2.5. Analisis Situasi dan Kecenderungan Pemanfaatan Obat Tradisional


2.5.1. Perkembangan
Dalam dua dasa warsa terakhir, perhatian dunia terhadap obat-obatan
dari bahan alam (obat tradisional) menunjukkan peningkatan, baik di
negara-negara berkembang maupun di negara-negara maju. Badan
Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa hingga 65% dari penduduk
negara-negara maju telah menggunakan pengobatan tradisional dimana
didalamnya termasuk obat-obat bahan bahan alam (WHO, 2013).
Menurut data Secretariat Convention on Biological Diversity, pasar global
obat bahan alam mencakup bahan baku pada tahun 2000 mencapai nilai
US$ 43 milyar (CBD, 2016). Data yang akurat mengenai nilai pasar obat
tradisional yang akurat mengenai nilai pasar obat tradisional di Indonesia
belum dimiliki, tetapi nilainya diperkirakan lebih dari US$ 1 milyar.
Peningkatan penggunaan obat tradisional yang menggembirakan perlu
disikapi secara bijak, karena masih adanya pandangan yang keliru bahwa
obat tradisional selalu aman, tidak ada risiko bahaya bagi kesehatan dan
keselamatan konsumen. Tetapi dalam kenyataannya beberapa jenis obat
tradisional atau bahannya diketahui toksik, baik sebagai sifat bawaannya
maupun akibat kandungan bahan asing yang berbahaya atau tidak
diizinkan. WHO melaporkan bahwa terjadinya efek tidak diinginkan
akibat dari bahan yang berasal dari tumbuhan obat itu sendiri maupun
akibat penambahan obat kimia seperti obat anti-radang kortikosteroid dan
non-steroid. Efek tidak diinginkan juga telah terjadi akibat kesalahan
mengambil jenis tumbuhan obat yang digunakan, ketidaktepatan dosis,
kesalah-penggunaan oleh konsumen maupun oleh profesional kesehatan,
interaksi dengan obat-obat lain serta akibat penggunaan obat tradisional
yangkesehatan, interaksi dengan obat-obat lain serta akibat penggunaan
obat tradisional yang terkontaminasi bahan/mikroba berbahaya seperti
logam berat, mikroba patogen dan residu agrokimia.
Sebagian besar produk obat tradisional yang terdaftar adalah kelompok
jamu, dimana pembuktian khasiat dan keamanannya berdasarkan
penggunaan empiris secara turun-temurun. Produk yang terdaftar sebagai
Obat Herbal Terstandar baru 18 produk dan Fitofarmaka 5 produk.
Terlihat adanya upaya di tingkat global dan regional untuk menuju
harmonisasi di bidang standar dan mutu obat tradisional, agar obat
tradisional dapat diperdagangkan secara lintas negara dengan standar dan
mutu yang sama. WHO mengawali dengan pembuatan pedoman, seperti
strategi pengembangan obat tradisional, monografi tumbuhan obat,
pedoman mengenai mutu dan keamanan obat tradisional, cara pembuatan
obat tradisional yang baik, cara budidaya dan pengumpulan tumbuhan
obat obat yang baik, pedoman monitoring efek yang tidak diinginkan dan
sebagainya (WHO, 2013).
Di tingkat regional ASEAN telah dilaksanakan pertemuan-pertemuan
dalam rangka pembahasan harmonisasi standar dalam rangka pembahasan
harmonisasi standar dan regulasi di bidang obat tradisional.
2.5.2. Kekuatan
Indonesia merupakanmega-center mega-center keragaman hayati
dunia, dan menduduki urutan terkaya kedua di dunia setelah Brazilia. Jika
biota laut ikut diperhitungkan, maka Indonesia menduduki urutan terkaya
pertama di dunia. Di keseluruhan wilayah bumi diperkirakan hidup sekitar
40.000 spesies tumbuhan, di mana 30.000 spesies hidup di kepulauan
Indonesia. Di antara 30.000 spesies tumbuhan yang hidup di kepulauan
Indonesia, diketahui sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan
berkhasiat sebagai obat dan kurang lebih 300 spesies telah digunakan
sebagai bahan obat tradisional oleh industri obat tradisional.
Indonesia juga kaya akan ragam etnis yang mencapai 400 etnis yang
memiliki kekayaan pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan
tumbuhan untuk pemeliharaan kesehatan dan pengobatan berbagai macam
penyakit.
Selain itu, Indonesia merupakan negara agraris, mempunyai banyak
area pertanian dan perkebunan yang luas serta pekarangan yang dapat
ditanami tumbuhan obat. Indonesia masih banyak memiliki area terlantar
yang belum dimanfaatkan. Hutan Indonesia yang demikian luas
menyimpan kekayaan yang demikian besar, di antaranya berpeluang
sebagai obat bahan alam.
Hingga saat ini di Indonesia terdapat 1.036 industri obat tradisional
yang memiliki izin usaha industri, terdiri dari 129 industri obat tradisional
(IOT) dan 907 industri kecil obat tradisional (IKOT).
Banyaknya lembaga penelitian dan peneliti yang dalam kegiatannya
melakukan obat-obatan bahan alam merupakan kekuatan yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan obat tradisional. Indonesia mewarisi
budaya pengobatan tradisional yang banyak ragamnya, termasuk ramuan
obat tradisional yang sebagian ditulis dalam naskah-naskah kuno (Pusaka
Nusantara), dapat dikembangkan melalui penelitian.
Penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 220 juta jiwa,
merupakan pasar yang sangat prospektif, termasuk pasar untuk obat
tradisional.

2.5.3. Kelemahan
Untuk dapat memberikan jaminan mutu di bidang obat tradisonal,
tantangan yang dihadapi utamanya adalah berupa kondisi sangat
kurangnya ketersediaan standar dan metode sebagai instrumen untuk
melakukan evaluasi mutu. Sebagaimana telah disebutkan bahwa manfaat
dan mutu obat tradisional dipengaruhi oleh banyak faktor. Sementara itu
penelitian mengenai faktor-faktor tersebut sangat terbatas yang pada
gilirannya menyebabkan terbatasnya data, standar dan metodologi.
2.5.4. Peluang
Penggunaan obat tradisional terus meningkat, baik di negara-negara
berkembang maupun di negara-negara maju. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) melalui World Health Asembly merekomendasikan penggunaan
pengobatan tradisional, termasuk obat tradisional, dalam pemeliharaan
kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama
penyakit-penyakit kronis, penyakit-penyakit degeneratif dan kanker.
2.5.5. Ancaman dan Tantangan
Eksploitasi oleh pihak asing terus berlangsung sementara banyak jenis
tumbuhan obat yang terancam kepunahan belum sempat diteliti,
dikembangkan dan dibudidayakan. Menurut UU No.5 Tahun 1990
tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem, dan UU No 12
Tahun 1992 tentang sistem budidaya tumbuhan, pencarian dan
pengumpulan plasma nuftah dalam rangka pemuliaan dilakukan oleh
pemerintah dan dalam kegiatannya dapat dilakukan pula oleh perorangan
dan badan hukum yang diberi izin khusus, sedangkan untuk
pelestariaannya dilakukan pemerintah bersama masyarakat. Perlu ada
regulasi yang mengatur pertukaran dan pemanfaatan sumber daya alam
obat tradisional dan kearifan lokal melalui pembagian keuntungan yang
ideal.
Beberapa obat tradisional sudah digunakan untuk penyembuhan
penyakit dan beberapa penelitian menunjukkan potensi obat tradisional
untuk digunakan dalam penyembuhan terutama penyakit degeneratif.
Namun harganya kadang kala lebih mahal dibandingkan dengan obat
konvensional.
BAB 3
METODE

3.1 Langkah-Langkah Pelaksanaan Evaluasi Program


Evaluasi program inovasi Kampung Herbal dilaksananan di Puskesmas
Tahtul Yaman Kota Jambi tahun 2020. Penelitian ini adalah suatu penelitian
yang menggunakan metode kualitatif yaitu wawancara terhadap petugas
pelaksana pemegang program inovasi Kampung Herbal dan pengelola hasil
TOGA Kampung Herbal. Data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan dan rekaman suara disusun peneliti yang kemudian peneliti
melakukan analisis dengan memperkaya informasi, mencari hubungan,
menemukan pola atas dasar data aslinya. Hasil analisis data berupa pemaparan
mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Profil Wilayah dan Profil Puskesmas


Puskesmas Tahtul Yaman diklasifikasikan sebagai puskesmas non
perawatan dengan membawahi tiga puskesmas pembantu (Pustu):
1. Pustu Tanjung Johor yang berlokasi di KelurahanTanjung
Johor
2. Pustu Kampung Tengah yang berlokasi di Kampung Tengah
3. Pustu MudungLaut yang berlokasi di MudungLaut

Puskesmas Tahtul Yaman mempunyai 6 desa siaga yang bertempat di


setiap kelurahan
4.1.1Visi dan Misi
4.2.1 Visi

“Menjadikan Puskesmas Tahtul Yaman sebagai Pusat Pelayanan


Kesehatan Masyarakat yang Bermutu Menuju Masyarakat yang Sehat
dan Mandiri”
4.2.2 Misi
1) Memberikan Pelayanan Dasar yang Bermutu Sesuai Standar
Pelayanan
2) Menjalin Kerjasama Lintas Program dan Lintas Sektor
3) Mewujudkan Kemandirian Masyarakat Melalui Gerakan Hidup
Sehat dengan Pendekatan Keluarga.

4.1.2 Keadaan Geografis


Puskesmas Tahtul Yaman terletak di Kecamatan Pelayangan yang
merupakan bagianwilayahkerja Kota Jambi, yang terdiri dari enam kelurahan:
1. Kelurahan Tengah
2. Kelurahan Jelmu
3. Kelurahan Mudung Laut
4. Kelurahan Arab Melayu
5. Kelurahan Tahtul Yaman
6. Kelurahan Tanjung Johor

Luas wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman adalah 15.29 Km2 dengan
batas wilayah sebagai berikut:
 Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sekernan (Kabupaten
Muaro Jambi)
 Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jambi Luar Kota
(Kabupaten Muaro Jambi)
 Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Danau Teluk Kota
Jambi
 Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Batanghari
Gambar: Peta Wilayah Kerja Puskesmas Tahtul Yaman (Kecamatan
Pelayangan)
Sumber: kecpelayangan.jambikota.go.id
Tabel.Data geografi wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman
No Kelurahan Luas Wilayah (Ha) Jumlah RT
1 Tengah 211 4
2 Jelmu 194 3
3 Mudung Laut 223 9
4 Arab Melayu 118 12
5 Tahtul Yaman 324 12
6 Tanjung Johor 1529 6
Total 2599 46
Sumber: Laporan Profil UPTD Puskesmas Tahtul Yaman Tahun 2019

4.1.3 Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman meliputi 6 kelurahan yang
merupakan bagian dari Kecamatan Pelayangan. Semua wilayah kerja
Puskesmas Tahtul Yaman rata-rata sudah bisa dilalui dengan kendaraan roda
dua maupun roda empat.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman
berdasarkan registrasi keadaan bulanDesember 2019:
1. Jumlah penduduk : 13.854 jiwa
2. Jumlah KK : 4.248 KK
3. Jumlah rumah : 2.346 rumah
4. Jumlah laki-laki: 7.043 jiwa
5. Jumlah perempuan: 6.811 jiwa

Tabel. Distribusi penduduk wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman


No Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Tengah 414 458 872
2 Jelmu 309 338 647
3 Mudung Laut 1.068 1.091 2.159
4 Arab Melayu 1.764 1.755 3.519
5 Tahtul Yaman 2.104 1.930 4.034
6 Tanjung Johor 1.387 1.239 2.623
Jumlah 7.043 6.811 13.854
Sumber: Laporan Profil UPTD Puskesmas Tahtul YamanTahun 2019

Sosial Ekonomi Masyarakat Wilayah Kerja Puskesmas Tahtul Yaman


Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman sebagian besar
bekerja sebagai pedagang (27,70%) dan buruh tani (15,36%)

Tabel Distribusi penduduk berdasarkan pekerjaan


No JenisPekerjaan Jumlah Persentase %
1 Petani lahan sendiri 353 7,71
2 Buruh tani 703 15,36
3 Nelayan 132 2,88
4 Pengusaha 87 1,90
5 Buruh Bangunan 245 5,35
6 Pedagang 1,268 27,70
7 Pengangkutan/jasa 321 7,01
8 Pertukangan/kerajinan 224 4,89
9 Pensiunan 282 6,16
10 Pegawai Negeri 378 8,26
(Sipil/ABRI)
11 Lain-lain 538 12,74
Jumlah 4.576 100%
Sumber: LaporanProfil UPTD PuskesmasTahtulYamanTahun 2019

Fasilitas pendidikan yang ada di wilayah Puskesmas Tahtul Yaman


terdiri dari 4 Sekolah Dasar, 3 Taman Kanak-kanak, 11 Paud, 6 SMP/MI, dan
3 SMA/Ponpes. Distribusi derajat pendidikan masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas Tahtul Yaman tidak diketahui.
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman menganut agama
Islam (99,9%) dan sisanya menganut agama Katolik (0,1%).

4.1.4 Sarana Kesehatan


Tabel. Registrasi Fasilitas Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Tahul
Yaman Tahun 2019
No Sarana Kesehatan Jumlah
1 Puskesmas 1
2 Puskesmas Pembantu 3
3 Puskesmas Keliling 1
4 Posyandu 12
5 Posyandu usila 3
6 Poskesdes 10
7 Posbindu 6
Sumber: Laporan Profil UPTD Puskesmas Tahtul Yaman Tahun 2019.
4.2 Kampung Herbal Pelayangan
Kampung herbal dibentuk pada akhir tahun 2019 atas inisiasi dan
inspirasi Kepala Puskesmas Tahtul Yaman terdahulu, bermula dengan adanya
perlombaan TOGA pada bulan April 2019.
Pada awalnya puskesmas mencari tempat yang strategis dan cocok
untuk tempat bercocok tanam tanaman herbal. Setelah melakukan berbagai
survei dan pencarian maka dipilihlah Kelurahan Mudung Laut RT 09 sebagai
lokasi percontohan Kampung Herbal Pelayangan. Lokasi tersebut dinilai layak
karena antusiasme masyarakat disana cukup baik terbukti dengan bersedianya
pemilik lahan menggunakan lahannya sebagai sebagai tempat ditanamnya
TOGA. Faktor pendukung lainnya adalah lokasi tersebut dekat dengan balai
pertanian dan dinilai memiliki tanah yang subur.
Pengadaan bibit dikampung herbal sebagian besar didapatkan dari
balai pertanian dan kecamatan. Bibit tersebut kemudian ditanam di lahan
percontohan dan beberapa bibit dibagikan ke masyarakat agar tanaman herbal
tersebut ditanam di pekarangan, agar tanaman tersebut tersalurkan secara
merata dan menyeluruh dimasyarakat.
Data mengenai jumlah tanaman herbal yang tumbuh di kampung
herbal belum secara pasti, namum menurut pengelola kampung herbal sudah
lebih dari 34 jenis tanaman herbal yang berhasil dibudidayakan. Akan tetapi
untuk pengelolaan hasil dari tanaman herbal masih terbatas, saat ini hanya
terfokus pada pengelolaan jahe merah dan kunyit putih yang diolah menjadi
ekstrak jahe merah dan kunyit putih.
Kampung herbal sudah mendapatkan perhatian dari pemerintahan kota
hal ini terlihat ada kunjungan dari perwakilan Wali Kota, Kementerian
Kesehatan RI, dan dari pihak kepolisian.
4.3 Hasil Langkah Pelaksanaaan Evaluasi Program
4.3.1 Identifikasi Masalah
Tabel 4.1 Masalah yang ditemukan di Kampung Herbal
No Masalah
1. Kolaborasi dan koordinasi lintas sektor belum terjalankan
dengan baik
2. Belum adanya alokasi dana khusus untuk Kampung Herbal

3. Sosialisasi manfaat TOGA kepada masyarakat belum


maksimal
4. Perawatan TOGA di kampung Herbal belum maksimal

5. Terhambatnya kegiatan rutin di Kampung Herbal

6. Pemanfaatan dan pengelolaan hasil tanaman di kampung


herbal masih terbatas

4.1.2 Solusi dari Permasalahan


1. Kolaborasi dan koordinasi lintas sektor belum terjalankan dengan baik
Melakukan pertemuan rutin dengan lintas sektor terkait, yaitu Kecamatan,
Kelurahan, Puskesmas, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, Kepolisian.
Pertemuan ini berguna untuk meningkatkan kerja sama dalam upaya
memajukan kampung herbal dan memecahkan permasalahan-permasalahan
yang ada.
2. Belum adanya alokasi dana khusus untuk Kampung Herbal
Membuat dan mengajukan perencanaan anggaran secara terpadu untuk
mendukung kegiatan kampung herbal (seperti biaya perawatan, pengadaan
bibit, dan pekerja), melalui sistem penganggaran yang berlaku (Musrenbang
tingkat kelurahan dan kecamatan)
3. Sosialisasi manfaat TOGA kepada masyarakat belum maksimal
a. Melakukan penyegaran kader dengan pelatihan dari puskesmas tentang
manfaat dan pengelolaan tanaman yang ada menjadi obat herbal. Setelah
kader diberikan pelatihan, diharapkan dapat memberikan sosialisasi dan
pembinaan kepada warga tentang hal tersebut.
b. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung (leaflet, video, dan media sosial).
c. Memberikan sampel hasil pengolahan TOGA bagi masyarakat setempat
agar masyarakat lebih paham akan manfaat TOGA.
4. Perawatan TOGA di kampung Herbal belum maksimal
a. Membuat jadwal untuk pemeliharaan dan perawatan tanaman secara
rutin sesuai dengan bidang pemeliharaan dan kebersihan.
b. Koordinasi dengan sektor pertanian agar bisa mendampingi pengelola
dalam perawatan tanaman.
5. Terhambatnya kegiatan rutin di Kampung Herbal
Pelaksanaan kegiatan kampung herbal terhambat selama masa pandemi
karena adanya aturan pemerintah yang melarang kerumunan, akan tetapi
kegiatan kampung seharusnya dapat tetap dilakukan dengan menerapkan
protokol kesehatan, apalagi hampir semua kegiatan kampung herbal
dilakukan di ruangan terbuka, sehingga penularan covid-19 dapat di
minimalisir.
Memanfaatkan media sosial seperti whatsapp, zoom, google meeting,
sebagai sarana komunikasi untuk koordinasi kegiatan sebelum melakukan
kegiatan di lapangan.
6. Pemanfaatan dan pengelolaan hasil tanaman di kampung herbal
masih terbatas
Memberikan contoh inovasi-inovasi terbaru dari pengelolaan tanaman
herbal, sehingga hasil produk tidak hanya berupa jamu atau ekstra tanaman.
Namun bisa diinovasikan berupa berbagai produks berbahan herbal dalam
kemasan minuman, camilan, dan ramuan obat, misalnya keripik daun sirih,
nugget daun kelor, minuman yang terbuat dari tanaman sinom, asam jawa
dan kunyit dan pudding dari aloe vera. Pengemasan hasil produk juga harus
diperhatikan agar dibuat semenarik mungkin agar menarik minat
masyarakat.
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.5 Kesimpulan
Program inovasi kampung herbal berjalan kurang maksimal
karena adanya pandemi Covid-19, akan tetapi kampung herbal
memberikan manfaat bagi masyarakat dan sudah mulai dikenal
masyarakat di Kecamatan Pelayangan serta mendapatkan perhatian
dari Pemerintahan Kota Jambi dan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Dalam pelaksanam program ini memang tidak terlepas dari
kendala-kendala yang alami, namun sudah ada solusi-solusi yang dapat
dilakukan agar kampung herbal menjadi lebih baik dikemudian hari.

5.6 Saran

5.2.1 Bagi penulis


Diharapkan laporan ini dapat menjadi pembelajaran dan dapat
diterapkan dalam dunia kerja maupun kehidupan sehari-hari.
5.2.2 Bagi Puskesmas
Diharapkan laporan ini dapat dijadikan sebagai bahan
masukan untuk pengembangan program yang lebih baik lagi
kedepannya.
5.2.3 Bagi Masyarakat
Diharapkan masyarakat berperan lebih aktif dalam kegiatan
program inovasi kampung herbal, dan dapat meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang manfaat dari berbagai macam
tanaman herbal.
Daftar Pustaka
1. Hariana, Arief. 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta:
Penebar Swadaya
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 9 Tahun 2016
Tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Tradisional Melalui Asuhan
Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga Dan Keterampilan
3. Undang-undang Republik Indonesia no. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
4. Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Pengelolaan dan
Pemanfaatan Taman Obat Keluarga. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI
5. Kementerian Perdagangan RI, 2017. Info Komoditi Tanaman Obat.
Jakarta: kementerian Perdagangan RI
6. Rosmeilina, Siregar. 2018. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Masyarakat dalam Pemanfaatan TOGA. Medan: Politeknik
Kesehatan Kemenkes Medan
7. Kementerian Pertanian RI, 2015. Buku Saku Toga. Jakarta:
Kementerian Pertanian RI.
26

Anda mungkin juga menyukai