PENDAHULUAN
1
terdiri dari dari Pratama, Madya dan Purnama. Untuk klasifikasi TOGA Pratama tiap desa
memiliki 100 jenis tanaman obat (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Tanaman obat sangat populer digunakan sebagai bahan baku obat tradisional dan jamu,
yang jika dikonsumsi akan meningkatkan sistem kekebalan tubuh, karena tanaman ini
mempunyai sifat spesifik sebagai tanaman obat yang bersifat pencegahan (preventif) dan
promotif melalui kandungan metabolit sekunder seperti gingiro pada jahe dan santoriso pada
temulawak yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh (Kemendag, 2017)
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa tanaman herbal/obat
mempunyai manfaat yang besar pada masyarakat.Puskesmas Tahtul Yaman sebagai fasilitas
kesehatan masyarakat telah mempunyai suatu program inovasi di bawah koordinator
Pelayanan Kesehatan Tradisional Komplementer yang bernama “Kampung Herbal
Pelayangan”.
2
Evaluasi Program ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan masukan
informasi dan pengetahuan bagi Puskesmas Tahtul Yaman.
3
BAB 2
LANDASAN TEORI
4
2) Simplisia Akar Bagian tanaman yang dimanfaatkan simplisianya ialah akar.
Pengambilan bagian akar biasanya dengan membongkar seluruh tanaman, sehingga
setiap kali pemanenan perlu dilakukan penanaman baru.
Exampel: Alang-alang (Imprata cylindrica)
3) Simplisia Daun Simplisia yang berasal dari daun.
Pengambilan daun tanaman tidak menganggu keberlangsungan hidup tanaman
sehingga pemanenan daun tidak harus diikuti dengan penanaman baru.
Exampel: Sirih (Piper betle)
4) Simplisia Bunga Simplisia yang memanfaatkan bagian bunga tanaman.
Exampel: Melati (Jasminum)
5) Simplisia Buah Simplisia buah ialah simplisia yang dibuat dari buah tanaman.
Exampel: Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa)
6) Simplisia Biji Simplisia yang memanfaatkan bagian biji
Exampel: Ketumbar (Coriandrum sarivum)
7) Simplisia Rimpang Bagian tanaman yang dimanfaatkan ialah bagian rimpang sama
seperti akar sehingga pemanenan dilakukan dengan membongkar seluruh tanaman.
Exampel: Jahe (Zingiber officinale)
8) Simplisiakulit kayu Simplisia ini biasanya berasal dari pohon, karena bagian tanaman
yang dimanfaatkan ialah kulit kayu batang pohon.
Exampel: Kayu manis (Cinamomun verum)
Sangat (2000), mengatakan bahwa pengembangan jamu dimulai dari keberadaan usaha
jamu gendong, yaitu jamu yang diramu dan dipasarkan dalam gendongan yang merupakan
warisan jaman kuno yang sampai saat ini masih digemari masyarakat Indonesia, terutama
orang Jawa. Jamu kemasan modern merupakan dampak terhadap perubahan citra jamu
gendong dengan pemberian kemasan yang baik dalam bentuk serbuk, kapsul maupun pil.
Jamu kemasan modern telah memunculkan adanya industri-industri jamu, baik dalam skala
kecil maupun besar.
Industri jamu berkembang seiring dengan meningkatnya pemanfaatan tanaman obat.
Adanya industri tersebut, menuntut keberadaan bahan baku secara kontinyu. Begitu pula dalam
proses pembuatannya yang memerlukan tenaga ahli dan tenaga kerja. Peningkatan kualitas
sumberdaya produsen, yaitu petani produsen tanaman obat harus mengikuti perkembangan
IPTEK, seperti penggunaan bibit yang unggul. Cara pembudidayaan yang sesuai untuk
tanaman obat adalah cara pembudidayaan secara organik tanpa menggunakan pestisida,
mengingat banyaknya tanaman obat yang langsung dikonsumsi tanpa diolah terlebih dahulu
(Hoesen 2000).
Sedangkan dalam peningkatan perusahaan dan pabrik, peningkatan kualitas jamu secara
tidak langsung ditunjukan dengan adanya ijin resmi dari pemerintah terhadap produk jamu
yang dibuat. Contoh perusahaan jamu skala besar yang produknya telah dikenal di dalam
maupun di luar negeri adalah Sido Muncul, Mustika Ratu, Sari Ayu, Air Mancur dan Nyonya
Meneer (Sangat 2000).
Fitofarmaka mengandung komponen aktif tertentu yang berasal dari tumbuhan obat,
mempunyai khasiat penyembuhan penyakit lebih khusus dan dikemas seperti obat modern.
Jika berhasil dikembangkan, peluang penggunaannya selain dapat dijual secara bebas juga
dapat diperoleh melalui resep dokter. Hal tersebut menyebabkan fitofarmaka dapat bersaing
dengan obat- obatan modern. Hingga saat ini, fitofarmaka belum banyak diproduksi. Industri
farmasi yang sudah memproduksi fitofarmaka, yaitu Kimia Farma dan Endo Farma (Sangat
2000).
6
Dalam perkembangannya, menurut PP No. 103 tahun 2014 Tentang Pelayanan
Kesehatan Tradisional, penerapan kesehatan tradisonal berkembang menjadi:
2.5.3. Kelemahan
Untuk dapat memberikan jaminan mutu di bidang obat tradisonal, tantangan yang
dihadapi utamanya adalah berupa kondisi sangat kurangnya ketersediaan standar dan
metode sebagai instrumen untuk melakukan evaluasi mutu. Sebagaimana telah disebutkan
bahwa manfaat dan mutu obat tradisional dipengaruhi oleh banyak faktor. Sementara itu
penelitian mengenai faktor-faktor tersebut sangat terbatas yang pada gilirannya
menyebabkan terbatasnya data, standar dan metodologi.
2.5.4. Peluang
Penggunaan obat tradisional terus meningkat, baik di negara-negara berkembang
maupun di negara-negara maju. Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui World Health
Asembly merekomendasikan penggunaan pengobatan tradisional, termasuk obat
tradisional, dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan
penyakit, terutama penyakit-penyakit kronis, penyakit-penyakit degeneratif dan kanker.
2.5.5. Ancaman dan Tantangan
Eksploitasi oleh pihak asing terus berlangsung sementara banyak jenis tumbuhan obat
yang terancam kepunahan belum sempat diteliti, dikembangkan dan dibudidayakan.
Menurut UU No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistem, dan
UU No 12 Tahun 1992 tentang sistem budidaya tumbuhan, pencarian dan pengumpulan
plasma nuftah dalam rangka pemuliaan dilakukan oleh pemerintah dan dalam kegiatannya
dapat dilakukan pula oleh perorangan dan badan hukum yang diberi izin khusus,
9
sedangkan untuk pelestariaannya dilakukan pemerintah bersama masyarakat. Perlu ada
regulasi yang mengatur pertukaran dan pemanfaatan sumber daya alam obat tradisional
dan kearifan lokal melalui pembagian keuntungan yang ideal.
Beberapa obat tradisional sudah digunakan untuk penyembuhan penyakit dan beberapa
penelitian menunjukkan potensi obat tradisional untuk digunakan dalam penyembuhan
terutama penyakit degeneratif. Namun harganya kadang kala lebih mahal dibandingkan
dengan obat konvensional.
10
BAB 3
METODE
11
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Puskesmas Tahtul Yaman mempunyai 6 desa siaga yang bertempat di setiap kelurahan
4.1.1Visi dan Misi
4.2.1 Visi
Luas wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman adalah 15.29 Km2 dengan batas wilayah
sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sekernan (Kabupaten Muaro Jambi)
12
Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jambi Luar Kota (Kabupaten Muaro
Jambi)
Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Danau Teluk Kota Jambi
Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Batanghari
4.1.3 Demografi
Wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman meliputi 6 kelurahan yang merupakan bagian
dari Kecamatan Pelayangan. Semua wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman rata-rata sudah
bisa dilalui dengan kendaraan roda dua maupun roda empat.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman berdasarkan registrasi
keadaan bulanDesember 2019:
1. Jumlah penduduk : 13.854 jiwa
2. Jumlah KK : 4.248 KK
3. Jumlah rumah : 2.346 rumah
4. Jumlah laki-laki: 7.043 jiwa
5. Jumlah perempuan: 6.811 jiwa
Fasilitas pendidikan yang ada di wilayah Puskesmas Tahtul Yaman terdiri dari 4
Sekolah Dasar, 3 Taman Kanak-kanak, 11 Paud, 6 SMP/MI, dan 3 SMA/Ponpes. Distribusi
derajat pendidikan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman tidak diketahui.
Penduduk di wilayah kerja Puskesmas Tahtul Yaman menganut agama Islam (99,9%)
dan sisanya menganut agama Katolik (0,1%).
15
4.2 Kampung Herbal Pelayangan
Kampung herbal dibentuk pada akhir tahun 2019 atas inisiasi dan
inspirasi Kepala Puskesmas Tahtul Yaman terdahulu, bermula dengan adanya
perlombaan TOGA pada bulan April 2019.
Pada awalnya puskesmas mencari tempat yang strategis dan cocok
untuk tempat bercocok tanam tanaman herbal. Setelah melakukan berbagai
survei dan pencarian maka dipilihlah Kelurahan Mudung Laut RT 09 sebagai
lokasi percontohan Kampung Herbal Pelayangan. Lokasi tersebut dinilai layak
karena antusiasme masyarakat disana cukup baik terbukti dengan bersedianya
pemilik lahan menggunakan lahannya sebagai sebagai tempat ditanamnya
TOGA. Faktor pendukung lainnya adalah lokasi tersebut dekat dengan balai
pertanian dan dinilai memiliki tanah yang subur.
Pengadaan bibit dikampung herbal sebagian besar didapatkan dari
balai pertanian dan kecamatan. Bibit tersebut kemudian ditanam di lahan
percontohan dan beberapa bibit dibagikan ke masyarakat agar tanaman herbal
tersebut ditanam di pekarangan, agar tanaman tersebut tersalurkan secara
merata dan menyeluruh dimasyarakat.
Data mengenai jumlah tanaman herbal yang tumbuh di kampung
herbal belum secara pasti, namum menurut pengelola kampung herbal sudah
lebih dari 34 jenis tanaman herbal yang berhasil dibudidayakan. Akan tetapi
untuk pengelolaan hasil dari tanaman herbal masih terbatas, saat ini hanya
terfokus pada pengelolaan jahe merah dan kunyit putih yang diolah menjadi
ekstrak jahe merah dan kunyit putih.
Kampung herbal sudah mendapatkan perhatian dari pemerintahan kota
hal ini terlihat ada kunjungan dari perwakilan Wali Kota, Kementerian
Kesehatan RI, dan dari pihak kepolisian.
16
4.3 Hasil Langkah Pelaksanaaan Evaluasi Program
4.3.1 Identifikasi Masalah
Tabel 4.5 Masalah yang ditemukan di Kampung Herbal
No Masalah
1. Kolaborasi dan koordinasi lintas sektor belum terjalankan
dengan baik
2. Belum adanya alokasi dana khusus untuk Kampung Herbal
17
3. Sosialisasi manfaat TOGA kepada masyarakat belum maksimal
a. Melakukan penyegaran kader dengan pelatihan dari puskesmas tentang
manfaat dan pengelolaan tanaman yang ada menjadi obat herbal. Setelah
kader diberikan pelatihan, diharapkan dapat memberikan sosialisasi dan
pembinaan kepada warga tentang hal tersebut.
b. Melakukan penyuluhan kepada masyarakat secara langsung maupun tidak
langsung (leaflet, video, dan media sosial).
c. Memberikan sampel hasil pengolahan TOGA bagi masyarakat setempat
agar masyarakat lebih paham akan manfaat TOGA.
4. Perawatan TOGA di kampung Herbal belum maksimal
a. Membuat jadwal untuk pemeliharaan dan perawatan tanaman secara
rutin sesuai dengan bidang pemeliharaan dan kebersihan.
b. Koordinasi dengan sektor pertanian agar bisa mendampingi pengelola
dalam perawatan tanaman.
5. Terhambatnya kegiatan rutin di Kampung Herbal
Pelaksanaan kegiatan kampung herbal terhambat selama masa pandemi
karena adanya aturan pemerintah yang melarang kerumunan, akan tetapi
kegiatan kampung seharusnya dapat tetap dilakukan dengan menerapkan
protokol kesehatan, apalagi hampir semua kegiatan kampung herbal
dilakukan di ruangan terbuka, sehingga penularan covid-19 dapat di
minimalisir.
Memanfaatkan media sosial seperti whatsapp, zoom, google meeting,
sebagai sarana komunikasi untuk koordinasi kegiatan sebelum melakukan
kegiatan di lapangan.
6. Pemanfaatan dan pengelolaan hasil tanaman di kampung herbal
masih terbatas
18
Memberikan contoh inovasi-inovasi terbaru dari pengelolaan tanaman
herbal, sehingga hasil produk tidak hanya berupa jamu atau ekstra tanaman.
Namun bisa diinovasikan berupa berbagai produks berbahan herbal dalam
kemasan minuman, camilan, dan ramuan obat, misalnya keripik daun sirih,
nugget daun kelor, minuman yang terbuat dari tanaman sinom, asam jawa
dan kunyit dan pudding dari aloe vera. Pengemasan hasil produk juga harus
diperhatikan agar dibuat semenarik mungkin agar menarik minat
masyarakat.
19
20
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.5 Kesimpulan
Program inovasi kampung herbal berjalan kurang maksimal
karena adanya pandemi Covid-19, akan tetapi kampung herbal
memberikan manfaat bagi masyarakat dan sudah mulai dikenal
masyarakat di Kecamatan Pelayangan serta mendapatkan perhatian
dari Pemerintahan Kota Jambi dan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. Dalam pelaksanam program ini memang tidak terlepas dari
kendala-kendala yang alami, namun sudah ada solusi-solusi yang dapat
dilakukan agar kampung herbal menjadi lebih baik dikemudian hari.
5.6 Saran
21
Daftar Pustaka
1. Hariana, Arief. 2013. 262 Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Jakarta:
Penebar Swadaya
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no. 9 Tahun 2016
Tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Tradisional Melalui Asuhan
Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga Dan Keterampilan
3. Undang-undang Republik Indonesia no. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan
4. Kementerian Kesehatan RI, 2011. Pedoman Pengelolaan dan
Pemanfaatan Taman Obat Keluarga. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI
5. Kementerian Perdagangan RI, 2017. Info Komoditi Tanaman Obat.
Jakarta: kementerian Perdagangan RI
6. Rosmeilina, Siregar. 2018. Gambaran Pengetahuan, Sikap dan
Tindakan Masyarakat dalam Pemanfaatan TOGA. Medan: Politeknik
Kesehatan Kemenkes Medan
7. Kementerian Pertanian RI, 2015. Buku Saku Toga. Jakarta:
Kementerian Pertanian RI.
22
23
24
25
26