Anda di halaman 1dari 22

BAHAGIAKAH KAMU HARI

INI?

Hidup ini bukan untuk dijalani seperti melodrama


yang tokoh utamanya berhasil melewati kemalangan
yang luar biasa, lalu memperoleh akhir yang
bahagia.
Mengapa Kita Sering Merasa
Tidak Bahagia?1

Sebagaian penyebab ketidakbahagiaan itu terletak


pada sistem sosial dan Sebagian lagi dalam
psikologi personal yang dalam taraf tertentu
merupakan hasil dari sistem sosial.

Ketidakbahagiaan sebagian besar disebabkan oleh


kesalahan dalam memandang dunia, etika yang
keliru, dan kebiasaan hidup yang salah. Semua
kesalahan itu menggerogoti naluri alami terhadap
kebahagiaan, yang pada dasarnya dimiliki oleh
manusia.

Berikut hal umum yang menyebabkan


ketidakbahgiaan. Pertama yang paling sering
ditemukan adalah narsisme, yaitu perilaku terlalu
mengagumi diri sendiri dan ingin dikagumi secara
berlebihan. Sebagai contoh, kisah seorang narsis

1 Pembahasan persoalan ini dibatasi untuk orang-orang


yang tidak memiliki penderitaan parah, dan penulis yakin,
pembaca buku ini memiliki penghasilan cukup untuk makan,
membayar tempat tinggal, serta berbadan sehat untuk men-
jalankan sehari-hari.
yang ingin menjadi novelis. Ia kerap menampilkan
kisah perempuan hebat dan ideal dalam karyanya,
tanpa ada sisi “si susah yang berjuang”. Alhasil,
kisah yang disampaikan monoton.

Orang yang hanya tertarik pada diri sendiri tidak


pantas dikagumi, dan ia pun merasakan itu. Oleh
karena itu, orang yang tujuannya semata-mata
ingin dikagumi, kemungkinan tidak akan mendapat
keinginannya itu. Kalaupun mendapatkannya ia
tidak akan sepenuhnya bahagia. Karena secara
naluriah, manusia tidak selalu mementingkan
dirinya sendiri.

Orang narsis secara tidak langsung membelenggu


diri sendiri persis seperti orang yang digelayuti
perasaan berdosa. Keadaan seperti itu kerap
disebabkan oleh kepercayaan diri yang rendah,
dan hanya bisa disembuhkan dengan terhadap diri
sendiri. Itu pun harus dengan kesadaran diri yang
penuh.

Kedua, ada “megalomania” yang setipe dengan


orang narsis. Ia cinta pada kekuasaan, alih-alih
disukai, ia malah ditakuti. Ia lebih mengarah ke
“gila hormat”. Kesombongan merupakan elemen
yang kuat dalam fitrah manusia sehingga tidak
bisa ditolak. Namun, jika terlalu berlebihan yang
berkaitan dengan ketidakmampuan menerima
kenyataan, tabiat itu jadi tidak baik. Malah
menyebabkan orang tidak bahagia atau dungu, atau
keduanya sekaligus. Orang yang berpikir kepalanya
bermahkota, megalomania, tetap merasa bahagia,
tetapi bukan kebahagiaan yang terjadi pada
umumnya.

Ketiga, karena adanya persaingan. Masalahnya


berkembang dari filosofi kehidupan yang diterima
secara umum. Bahwa kehidupan adalah sebuah
perlombaan, sebuah persaingan, yang di dalamnya
martabat dapat diraih jika menjadi pemenang.
Paham ini mengiringi pada pemenuhan hasrat
yang tidak semestinya dengan mengorbankan akal
sehat dan kecerdasan. Seperti kita ingin membajak
sawah, tetapi malah memasang bajak di depan
kerbau.

Persaingan juga dapat timbul karena terlalu


berlebihan menganggap kesuksesan sebagai
sumber utama kebahagiaan. Kesuksesan memang
bumbu kebahagiaan, tetapi sangat disayangkan jika
bumbu-bumbu lainnya dikorbankan demi bumbu
yang satu itu.

Sedikit orang yang dapat memanfaatkan kesuk­


sesannya dengan baik. Kebanyakan, mereka sebe­
lumnya tidak diajar apa yang seharusnya dilakukan
setelah mencapai kesuksesan, dan mereka itulah
yang akan menjadi mangsa kejenuhan. Alasan itu
pula yang mendasari, apakah semakin kaya, kita
akan semakin bahagia?

Terlalu kejam jika menganggap persaingan sebagai


persoalan utama dalam kehidupan. Setelah jangka
waktu yang panjang, persaingan akan menyebabkan
kelelahan mental, berbagai macam fenomena pela­
rian, pengejaran kesenangan yang setegang dan
sesulit pekerjaan, dan pada akhirnya hilang peluang
keturunan akibat kemandulan.

Bukan hanya pekerjaan yang diracuni oleh


persaingan, tetapi dunia hiburan juga sama. Jenis
hiburan yang tenang dan meredakan kegelisahan
terasa membosankan, lalu melompat pada
kompetisi yang semakin cepat dan berujung pada
kehancuran. Penyembuhnya hanyalah dengan
memasukkan hiburan yang masuk akal dan tenang
agar menjalani kehidupan yang seimbang.

Penyebab keempat adalah kebosanan dan terlalu


keasyikan. Rasa bosan tampaknya merupakan
perasaan yang istimewa dimiliki oleh manusia.
Salah satu hakikat kebosanan terletak pada
perbedaan antara ekspektasi dan realita. Keinginan
yang tidak terwujud merupakan unsur penting
yang menyebabkan kebosanan.

Hari demi hari korban kebosanan akan mengalami


kenyataan-kenyataan yang tidak menyenangkan
karena tidak sesuai dengan keinginannya. Lawan
dari kebosanan bukanlah kesenangan, melainkan
keasyikan. Hasrat untuk melakukan sesuatu yang
mengasyikkan bersemayam dalam diri manusia.

Ada dua jenis kebosanan, yang mendorong pada


kebaikan dan yang melemahkan potensi baik kita.
Jenis pertama mengisi dengan hal-hal positif. Jenis
kedua, bisa terjadi karena rasa bosan membuat kita
tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang sangat
penting.

Namun, hidup yang terlalu penuh dengan keseruan


akan terasa melelahkan karena kita terus-
menerus dipicu untuk menghadapi ketegangan
dalam mencapai kesenangan. Seseorang bisa saja
merasakan keseruan yang berlebihan seperti orang
yang kecanduan micin. Jika menghindari keasyikan
yang berlebihan, kita pasti akan merasakan
kebosanan. Larut dalam keasyikan tidak hanya
menggerogoti kesehatan, tetapi juga menumpulkan
rasa bahagia.

Semakin kita menghindari rasa bosan, kebosanan


itu akan semakin menyerang kita. Kehidupan yang
bahagia pasti merupakan kehidupan senyap yang
panjang karena kebahagiaan sejati dapat terwujud
hanya dalam suasana tenang.

Yang kelima adalah rasa lelah. Terdapat berbagai


macam rasa lelah, tetapi yang paling melelahkan
di antaranya adalah mencoba mewujudkan
kebahagiaan. Kelelahan fisik yang tidak berlebihan
cenderung menjadi penyebab kebahagiaan;
menyebabkan tidur nyenyak; membangkitkan
selera makan; dan memantik kebahagiaan lainnya.

Jenis kelelahan yang paling serius dialami adalah


kesehatan mental. Sangat sulit untuk melarikan
diri dari kelelahan mental dalam kehidupan zaman
sekarang. Pertama, karena jam kerja atau perjalanan
pulang-pergi rumah dan tempat kerja, para pekerja
di kota terpapar kebisingan yang mencoba mereka
abaikan, tetapi mau tak mau tetap terdengar juga
dan membuat mereka penat. Penyebab kelelahan
Kedua, kehadiran hal asing yang tiba-tiba datang.

Secara naluriah, manusia cenderung mewaspadai


hal-hal asing, lalu memikirkan bagaimana harus
memperlakukannya baik atau buruk. Akibatnya,
mereka merasakan kewaspadaan yang merata
terhadap orang asing yang ditemui secara
kebetulan. Selain itu, mereka selalu terburu-
buru pergi dari rumah demi mengejar kereta pagi
sehingga tak sempat sarapan dan menyebabkan
gangguan pencernaan. Akibatnya, saat sampai
di kantor dan jam kerja dimulai, mental para
pekerja kantoran itu sudah lesu dan cenderung
memandang orang lain sebagai gangguan.

Rasa lelah juga dapat timbul karena adanya


kekhawatiran yang terlalu, dalam situasi apa pun.
Padahal begitu banyak kekhawatiran yang dapat
dienyahkan dengan menyadari bahwa persoalan
yang dikhawatirkan itu sebenarnya tidak penting.
Termasuk kekhawatiran akan kegagalan atau
kesuksesan kita.

Kelelahan mental seakan-akan disebabkan oleh


pekerjaan, padahal disebabkan oleh beberapa
ma­
salah emosi. Bekerja keras sebenarnya tidak
terlalu berbahaya, tetapi rasa khawatir dan cemas
yang menjadikannya seperti itu. Jika seseorang
menganggap pekerjaannya teramat penting hingga
mengganggu waktu liburnya, itu merupakan salah
satu tanda kelelahan mental.

Selain rasa khawatir, juga ada rasa takut. Kadang-


kadang pikiran buruk hinggap di benak kita. Isinya
bergantung pada orang yang mengalaminya, tetapi
hampir semua orang memiliki rasa takut yang
mengintai. Cara yang tepat untuk menghadapi
ketakutan adalah dengan memikirkannya secara
rasional dan tenang, serta dengan konsentrasi yang
kuat sampai ketakutan itu mereda.

Ketika Anda cenderung memikirkan segala hal,


tak peduli apa pun itu, langkah terbaik adalah
memikirkannya melebihi yang Anda inginkan
sampai akhirnya pikiran yang tidak wajar itu luncur.
Masih Mungkinkah Kita
Bahagia?

Kebahagiaan itu ada dua jenis: nyata dan khayali;


atau jasmani dan rohani; atau dalam hati dan dalam
pikiran. Meskipun tentu saja ada yang di antara
keduanya. Jenis mana yang dipilih bergantung pada
situasi.

Mungkin, cara paling sederhana untuk menjelaskan


perbedaan antara dua jenis kebahagiaan itu
dengan mengatakan bahwa yang satu untuk semua
golongan, yang satu hanya untuk orang yang peka
saja.

Saya kenal dengan seorang penggali sumur yang


selalu merasa bahagia. Kebahagiaannya tidak
bersumber pada kecerdasan; tidak berlandaskan
pada keyakinan; atau ajaran agar dapat menikmati
hidup. Kebahagiaannya bersumber pada kekuatan
fisik, keterampilan kerja, dan bahagia ketika
berhasil menghancurkan bebatuan keras yang
menghalangi.

Ada pula tukang kebun yang bahagia berkebun


walaupun usianya sudah 70 tahun. Walaupun ia
harus menempuh jarak 17 km menggunakan sepeda
pulang pergi setiap harinya, ia tetap bahagia ketika
memerangi musuh terbesarnya—kelinci—yang
berusaha mencuri hasil kebunnya. Entah berhasil
atau tidak, tukang kebun itu mendapat kebahagiaan
dari kelinci-kelinci yang menyerang itu. Jika tidak
ada mereka, menurutnya, berkebun terasa datar.

Mungkin kebahagiaan seperti itu tidak umum


bagi kebanyakan orang. Namun, kebahagiaan
selalu disebabkan oleh sebuah pencapaian setelah
melewati tantangan. Sehingga keberhasilan yang
sebelumnya dianggap tidak mungkin, menjadi
mungkin untuk diraih. Inilah alasan utama bahwa
salah satu sumber kebahagiaan berasal dari sikap
wajar dalam menilai kekuatan diri sendiri.

Orang yang rendah hati mungkin akan terus


dikejutkan oleh kesuksesan, sedangkan orang yang
terlalu tinggi hati mungkin akan dikejutkan oleh
kegagalan. Kejutan yang disebutkan pertama adalah
jenis yang menyenangkan, sedangkan yang kedua
tidak menyenangkan. Oleh karena itu, jika kita
tidak terlalu tinggi hati dan tidak terlalu rendah
hati merupakan sikap yang bijak.

Bisa dikatakan orang-orang yang paling bahagia


di zaman sekarang adalah para ilmuwan. Mereka
terkenal, tetapi tidak mengharapkan kepopuleran,
tidak mengharapkan kekayaan, serta memperoleh
kebahagiaan yang sangat besar dari karya yang
mereka hasilkan. Semua syarat kebahagiaan
terpenuhi dalam kehidupan mereka. Mereka
melakukan kegiatan yang membuat kemampuannya
terus berkembang dan menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat bagi orang banyak.

Namun, jangan salah sangka, tidak hanya ilmuwan


ulung yang bisa merasakan kebahagiaan, bukan
pula negarawan terkemuka yang bisa memperoleh
kese­
nangan dengan membela kepentingan
masyarakat. Rasa bahagia terbuka untuk
umum, untuk siapa pun. Asalkan, memperoleh
kepuasannya dengan melakukan keterampilan
tanpa mengharapkan pujian banyak orang.
Kebahagiaan dari Ketulusan

Kebahagiaan yang hakiki bersumber dari ketulusan


terhadap orang atau benda lain. Ketulusan atau
ketertarikan yang tulus pada orang lain merupakan
bentuk kasih sayang, tetapi bukan bentuk yang
mengekang serta ingin selalu dikasihani. Ketulusan
sama halnya dengan senang mengamati orang lain
hingga jatuh hati atau sekadar kekaguman yang
meluap-luap.

Sikap yang tulus akan menjadi sumber kebahagiaan


dan penerima kebaikan yang bersifat timbal balik.
Entah hubungan yang ringan atau serius, hubungan
itu akan menimbulkan kasih sayang. Ia tidak akan
dikecewakan oleh sikap “tidak tahu terima kasih”
karena ia akan jarang mengalaminya, dan tidak
akan menyadarinya saat ia mengalaminya. Ketika
orang yang ia sayangi jengkel, itu akan menjadi
sumber hiburan kecil bagianya.

Orang yang tulus akan menjadi teman yang


menyenangkan dan, pada gilirannya, akan mening­
katkan kebahagiaannya. Semua ini harus berasal
dari ketulusan, bukan dari pengorbanan diri untuk
menjalankan kewajiban. Kita ingin orang lain
merasa nyaman, bukan berarti harus bertahan
dalam kesabaran dan kepasrahan.

Di paragraf sebelumnya, disebutkan “ketulusan


pada benda”. Frasa itu mungkin terkesan mengada-
ada, tetapi semua itu memungkinkan. Meskipun
jarang sekali tulus pada benda dibandingkan pada
manusia, tetapi itu tetaplah penting. (Benda di
sini dimaksudkan hal-hal lain, termasuk hewan,
selain manusia). Dunia ini sangat luas dan kekuatan
pribadi kita terbatas.

Rahasia kebahagiaan adalah mengembangkan


minat seluas-luasnya dan membiarkan diri bersikap
setulus-tulusnya kepada orang atau hal-hal yang
diminati.
Tumbuhnya Kebahagiaan

1. HOBI

Asyik menekuni hobi mirip dengan


mempertahankan kepercayaan.

Dalam sebagian besar kasus, minat atau hobi


tidak menjadi sumber utama kebahagiaan, tetapi
bahkan menjadi sarana untuk melarikan diri dari
kenyataan dan melupakan permasalahan yang
sulit dihadapi. Padahal kenyataannya, minat
adalah fitrah manusia, bukan semata-mara
bentuk pelarian.

Dapat dikatakan sebagai hobi jika merasa ke­ha­


ngatan dan ketertarikan dalam suatu hal. Salah
satu hal yang menyebabkan ketidakbahagiaan,
kelelahan, dan ketegangan mental yaitu ketidak­
mampuan diri untuk merasa tertarik pada segala
hal yang dianggap tidak penting.

Penting untuk diingat bahwa hobi sebaiknya


untuk menenangkan pikiran. Seharusnya yang
tidak melibatkan tekad dan keputusan cepat,
tidak membahayakan keuangan, dan tidak boleh
terlalu melenakan sehingga mengakibatkan
kelelahan mental dan menyita pikiran sadar dan
bawah sadar.

Ada banyak hobi yang bisa Anda tekuni,


mungkin dengan menonton film, membaca
buku, berolahraga, semuanya bisa dilakukan
tanpa menimbulkan risiko yang disebutkan di
atas. Selain penting untuk menenangkan, hobi
juga memiliki berbagai manfaat. Salah satunya,
membantu seseorang untuk tetap hidup
nyaman. Agar dapat menyeimbangkan hobi dan
pekerjaan.

2. KASIH SAYANG

Kasih sayang adalah tempat berlindung dari


kebenaran

Salah satu penyebab ketidakbahagiaan adalah


merasa tidak dicintai. Karena perasaan dicintai
membangkitkan semangat melebihi apa pun.
Namun, seseorang bisa saja merasa tidak
dicintai karena menganggap dirinya tidak pantas
mendapatkannya.

Hal itu dapat terjadi karena kurangnya


kepercayaan diri karena terdapat trauma
tersendiri untuknya. Orang yang merasa dirinya
tidak dicintai, akan berusaha selalu berbuat
baik untuk mendapatkan perhatian dan kasih
sayang. Namun, usahanya akan menimbulkan
kesedihan untuk dirinya, ia akan mudah kecewa
jika kebaikannya tak berbalas. Ia tidak menyadari
bahwa kasih sayang yang diinginkannya
jauh lebih berharga daripada perbuatan baik
berlebihan yang tidak tulus.

Jika merasa tidak dicintai, baik laki-laki


maupun perempuan, akan tenggelam dalam
rasa minder dan putus asa yang hanya bisa
dihilangkan oleh kedengkian dan kebencian
yang membabi buta. Artinya, mereka jauh dari
rasa aman dan selalu merasa terancam. Sebab,
rasa aman bersumber dari kasih sayang kita
dapatkan.

Sejauh ini, cinta benar-benar mampu


menyembuhkan perasaan tidak aman dan
memberi kekuatan saat mengalami bahaya atau
merasa takut. Namun, cinta yang tidak tulus
akan sangat melukai diri. Kemampuan untuk
memberikan kasih sayang yang tulus merupakan
tanda dari orang yang berhasil keluar dari
penjara diri sendiri. Kita tidak hanya menerima
kasih sayang, tetapi perlu membalas kasih
sayang yang diberikan. Kasih sayang yang baik
terjadi karena adanya timbal-balik.

Dari semua halangan, yang tersulit untuk


dihadapi adalah tidak boleh mencintai siapa pun
dan apa pun.
3. KELUARGA

Hubungan antara orang tua dan anak sering kali


menjadi sumber ketidakbahagiaan bagi kedua
pihak dan lebih sering lagi menjadi sumber
ketidakbahagiaan bagi salah satu pihak.

Topik tentang keluarga terlalu luas untuk diba­


has. Sebab penyebab ketidakbahagiaan zaman
sekarang menyangkut banyak segi, yaitu
psikologi, ekonomi, sosial, pendidikan, dan
politik.

Menjalankan peran sebagai orang tua secara


psikologis dapat menjadi sumber kebahagiaan
terbesar dan paling tahan lama yang ditawarkan
oleh kehidupan. Perasaan yang melandasi
keluarga, tentu saja, adalah kasih sayang
istimewa orang tua terhadap anak-anak
kandung mereka. Perasaan itu berbeda dengan
perasaan terhadap pasangan atau terhadap anak
yang bukan kandung.

Kasih sayang istimewa yang dirasakan orang


tua kepada anaknya, selama naluri mereka tidak
mati, bernilai penting bagi kedua pihak. Bagi
anak, nilai kasih sayang dari orang tuanya dapat
diandalkan daripada kasih sayang lainnya.
Dalam hubungan antarmanusia, hubungan
timbal balik adalah yang terpenting. Tidak
ada hubungan yang berhasil jika hanya ada
kesenangan sepihak. Hal ini berlaku juga dalam
hubungan antara orang tua dan anak. Menurut
saya, tidak ada alasan yang masuk akal bahwa
orang tua harus memperoleh lebih sedikit
kebahagiaan dari anak mereka dibandingkan
dengan sebelumnya, meskipun itu mungkin saja
terjadi.

Adanya hubungan timbal-balik, orang tua dan


anak akan harmonis; anak lebih menghormati
orang tuanya, dan orang tuanya akan lebih
menghargai anak. Hal ini juga tidak hanya
berlaku untuk anak, tetapi juga kepada pasangan
dan teman.

4. PEKERJAAN

Pekerjaan dianggap sebagai penyebab


kebahagiaan atau ketidakbahagiaan?

Mungkin jawabannya bisa diperdebatkan.


Memang ada pekerjaan yang sangat tidak
menyenangkan dan dampaknya sangat
menyakitkan. Namun, asalkan jumlahnya tidak
berlebihan, melakukan pekerjaan yang paling
membosankan masih lebih baik daripada
menganggur bagi sebagian besar orang.
Ada berbagai tingkatan pekerjaan, mulai dari
yang sekadar tidak menjemukan sampai yang
terasa menyenangkan, berdasarkan pekerjaan
itu sendiri dan kemampuan pekerjaannya.

Apa gunanya menjadikan semua orang kaya


jika kaya membuat kita tidak bahagia?

Banyak orang kaya yang menganggur sehingga


menderita kebosanan parah karena mereka
merasa tidak perlu bekerja. Oleh karena itu,
pekerjaan tetap dibutuhkan, pertama untuk
men­
cegah kebosanan. Rasa bosan yang
dirasakan oleh seseorang saat melakukan
sesuatu yang tidak menarik jauh lebih baik
dibandingkan dengan kebosanan yang
dirasakannya ketika ia tidak memiliki apa pun
yang dapat dikerjakan untuk mengisi hari-
harinya. Kedua, sebagian besar pekerjaan
berbayar dan beberapa peker­
jaan sukarela
membuka kesempatan meraih kesuksesan dan
mewujudkan cita-cita.

Jika pekerjaan sesuai passion dan kesenangan,


pekerjaan itu akan membahagiakan, peluang
untuk sukses pun akan terbuka lebar.

Manusia bahagia adalah manusia yang hidup


secara imbang (life balance). Orang seperti itu
merasa dirinya sebagai bagian dari alam semesta.
Ia menikmati peristiwa-peristiwa yang disajikannya
dan kesenangan yang diberikannya, hingga minim
rasa takut akan kematian karena ia merasa tidak
benar-benar terpisah dari orang-orang yang hidup
setelahnya. Dalam perasaan menyatu dengan arus
kehidupan seperti itulah, kesenangan terbesar
dapat dirasakan.

Anda mungkin juga menyukai