Anda di halaman 1dari 2

Skizofrenia : Ini Halusinasi atau Kenyataan?

Setiap manusia pasti menginginkan hidup yang bahagia, hidup sehat tanpa merasakan sakit.
Makanya banyak slogan, poster, baliho, iklan, dan sebagainya yang menyuarakan tentang bagaimana
caranya agar bisa hidup sehat. Namun mereka hanya fokus pada kesehatan secara fisik. Padahal
bukan hanya fisik saja yang perlu sehat, melainkan mental atau jiwa juga harus sehat agar hidup bisa
tenang. Kesehatan fisik dan kesehatan mental harus seimbang.

Dewasa ini, penderita gangguan mental meningkat. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa,
apalagi para remaja yang hobinya galau. Mirisnya, banyak yang tidak sadar bahwa dirinya mengalami
gangguan mental. Lebih mirisnya lagi, banyak yang tidak peduli akan kesehatan mental orang lain
maupun dirinya sendiri. Menganggap bahwa perubahan perilakunya atau perilaku orang lain
merupakan hal yang biasa, padahal nyatanya perubahan perilaku tersebut merupakan gejala penyakit
mental.

Bicara soal penyakit mental, ada banyak penyebabnya. Penyebab yang paling umum dan paling
utama adalah rasa trauma dan kecewa yang membuat seseorang tidak bisa menerima kenyataan.
Trauma pada kejadian kelam yang pernah menimpanya atau kecewa pada keadaan yang berjalan tidak
sesuai keinginannya. Istilah kerennya, ketika realita tak semanis ekspektasi. Dua hal itu memicu
seseorang untuk mengurung diri, menarik diri dari lingkungan sosial, dan menyendiri.

Kalau hanya menyendiri untuk beberapa hari, lalu besoknya bisa bersikap dan bersifat seperti
semula, tidak masalah. Yang menjadi masalah adalah ketika seseorang menyendiri untuk waktu yang
lama. Apalagi kalau disertai dengan perubahan sikap dan sifat yang mengarah ke perubahan negatif.
Misalnya, usai menyendiri selama seminggu lantaran bersedih ditinggal seseorang yang berharga
untuknya, ia jadi sosok yang sering menangis dan menutup diri.

“Ah, dia begini karena merasa sedih. Lama-lama juga dia akan kembali seperti semula.” Mungkin
itulah ucapan yang akan keluar dari orang yang melihat perubahan itu. Iya kalau orang yang bersedih
itu bisa kembali ke sikapnya dulu. Kalau tidak? Bagaimana jika dia malah semakin terpuruk karena
tidak ada yang mendukungnya? Siapa yang akan bertanggung jawab jika dia menderita penyakit
mental nantinya?

Saat dia menyendiri itulah, otaknya berkerja membentuk suatu dunia imajinasi. Berawal dari
kalimat “Andai...”, “Kalau saja...”, “Jika saja...”, dan semua kalimat perandaian lainnya, otak akan
dengan lancarnya menyusun sebuah dunia dimana semua keinginannya tercapai. Dunia yang sesuai
ekspektasinya, dunia dimana dia bisa hidup bahagia tanpa masalah. Dunia yang mendukungnya untuk
tidak menerima kenyataan yang pahit untuknya.

Dunia imajinasi ciptaan otak ini akan mengurung penghuninya untuk terus hidup di sana. Seolah
melarang penghuninya untuk keluar dan menghadapi kenyataan. Ketika kenyataan tak sesuai
harapannya, dunia imajinasi ini akan langsung hadir dengan sendirinya untuk menghiburnya. Begitu
seterusnya selama dia belum bisa menerima kenyataan. Begitu seterusnya selama dia terus menolak
kenyataan.

Menurutmu apakah itu hal yang bagus? Memang ada dampak positifnya, tapi dampak negatif
yang muncul jauh lebih banyak. Dampak positifnya adalah mungkin dia bisa bahagia dengan dunia
imajinasi ciptaan otaknya sendiri. Namun, terlalu banyak imajinasi di otak bisa membuat seseorang
menjadi tidak bisa membedakan mana dunia nyata dan mana yang hanya imajinasinya saja. Dia
bingung ini kenyataan dari Tuhan atau hanya halusinasi yang dibuat otaknya saja.

Penyakit mental ini disebut Skizofrenia. Kebanyakan penderita skizofrenia akan memilih untuk
hidup sendiri agar ia bisa leluasa untuk berimajinasi. Mungkin mereka berpikir, daripada bertemu
orang lain dan hidup di dunia nyata yang hanya akan membuat mereka terluka, lebih baik mereka
hidup di dunia khayalan mereka saja. Dunia di mana mereka bebas melakukan apa saja, bebas
menjadi siapa saja, dan bebas dari rasa sakit sehingga mereka bisa bahagia. Skizofrenia juga dapat
memicu penyakit lain yaitu depresi yang bisa saja mendorong penderita untuk bunuh diri.

Tidak seharusnya mereka terus hidup di dunia khayalan mereka. Sebab, bagaimana pun juga
mereka hidup di dunia nyata, dunia ciptaan Tuhan. Dan semua yang terjadi pada setiap makhluk
Tuhan adalah kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa. Sehingga mau tidak mau, suka tidak suka, berani
tidak berani, mereka harus menghadapi dan menerima kenyataan. Sepahit apapun kenyataan itu.

Tidak hanya mereka, kita semua harus bisa menerima kenyataan. Setidaknya, belajarlah untuk
menerima kenyataan. Yakinlah bahwa Tuhan telah memberikan yang terbaik untuk kita. Yakinlah
bahwa takdir Tuhan tidak pernah salah. Terakhir, yakinlah bahwa selalu ada hal baik atau hikmah
dibalik semua kejadian buruk yang menimpa kita.

Anda mungkin juga menyukai