Anda di halaman 1dari 7

Berani Tidak Disukai

Fenomena dari Jepang untuk Membebaskan Diri, Mengubah Hidup, dan Meraih Kebahagiaan
Sejati ~By Ichiro Kisimi & Fumitake Koga

Berani Tidak Disukai (2013) menjelaskan panduan untuk memahami konsep memaafkan diri sendiri,
mencintai diri, dan menyingkirkan hal-hal yang tidak penting dari pikiran. Cara pikir yang membebaskan
ini memungkinkan Anda membangun keberanian untuk mengubah dan mengabaikan batasan yang
mungkin Anda berlakukan bagi diri Anda.

Siapa penulis buku ini?


Penulis adalah Ichiro Kishimi. Lahir di Kyoto, di mana dia saat ini tinggal. Dia menulis dan memberi kuliah
tentang psikologi Adlerian dan memberikan konseling bagi kaum muda di klinik psikiatri sebagai
penasihat, dan konsultan bersertifikat untuk Masyarakat Jepang Psikologi Adlerian.

Fumitake Koga adalah penulis profesional yang telah merilis banyak karya terlaris yang berhubungan
dengan bisnis dan umum non-fiksi.

Untuk siapa buku ini?


 Anda yang ingin menemukan kunci kebahagiaan.
 Siapapun yang sempat terpuruk karena masa lalu dan ingin bangkit dari keterpurukan.
 Para pecinta teori psikologi.

Apa yang dibahas buku ini?


Mengungkap rahasia mengeluarkan kekuatan terpendam untuk meraih kebahagiaan hakiki

Kebahagiaan adalah sesuatu yang Anda pilih. Begitulah teori Alfred Alder berbicara, satu dari tiga
psikolog terkemuka abad ke 19 selain Freud dan Jung. Cara untuk menentukan kebahagiaan dijawab
secara sederhana dan langsung di dalam buku ini.

Rangkuman buku ini membantu Anda memahami bagaimana masing-masing dari kita mampu
menentukan arah hidup kita, bebas dari belenggu trauma masa lalu dan beban ekspektasi orang lain.

Hal-hal menarik yang akan Anda pelajari dari buku ini antara lain:
 apakah manusia dikendalikan oleh masa lalu;
 bagaimana memulai kebahagiaan;
 kenapa hubungan interpersonal bisa menjadi persoalan;
 mengapa manusia tidak boleh mencari pengakuan orang lain; dan
 dimana letak kebahagiaan sesungguhnya.
Manusia Tidak Dikendalikan Oleh Masa Lalu
Dalam teori psikologi Adler, trauma secara definitif tidak diterima. Jelas ini bertentangan dengan
pandangan psikologi Freud yang menganggap bahwa luka batin seseorang (trauma) menyebabkan
ketidakbahagiannya dimasa kini.

Teori Adler menolak alasan trauma tersebut dan menyatakan bahwa tidak ada pengalaman yang secara
khusus menyebabkan keberhasilan atau kegagalan.

Bukan berarti bahwa pengalaman trauma seperti insiden atau perlakuan kejam di saat kanak-kanak
tidak mempengaruhi pembentukan kepribadian. Justru pengaruhnya kuat.

Namun, yang penting disini adalah bahwa tidak ada yang benar-benar ditentukan oleh pengaruh
tersebut.

Anda tidak ditentukan oleh pengalaman Anda. Namun, arti yang Anda berikan pada pengalaman-
pengalaman itulah yang menentukan kondisi Anda saat ini.

Anda menentukan hidup Anda sendiri menurut makna yang Anda berikan pada pengalaman di masa
lalu. Dan Andalah yang bisa memutuskan bagaimana cara Anda menjalani hidup.

Persoalannya, bukanlah “apa yang terjadi”, tapi “bagaimana menyikapinya”.

Anda tidak bisa mengubah masa lalu, kembali lagi ke masa lalu dengan mesin waktu. Anda tidak dapat
memutar balik arah jarum waktu.

Jika Anda terus menerus memilih tinggal dengan kubangan masa lalu, Anda akan terikat oleh masa lalu
dan tidak akan pernah bisa menemukan kebahagiaan.

Hidup sudah cukup sulit. Kalau masa lalu menentukan segalanya dan tidak bisa diubah, maka Anda yang
hidup hari ini tidak bisa lagi mengambil langkah-langkah maju yang efektif dalam hidup.

Dan yang terjadi adalah, Anda akan berakhir dengan pesimisme yang hilang harapan pada dunia ini dan
menyerah dengan hidup.

“Hidup Anda bukanlah sesuatu yang diberikan oleh orang lain, tapi sesuatu yang Anda pilih
sendiri.”
Ichiro Kisimi
Kebahagiaan Dimulai Dari Cara Anda Mencintai Diri Anda Sendiri
Anda tidak akan merasa benar-benar bahagia jika Anda masih mengagumi orang lain dan ingin menjadi
seperti dia yang Anda kagumi. Itu artinya, Anda saat ini tidak bahagia dengan diri Anda sendiri dan
menganggap akan merasa lebih bahagia kalau menjadi seperti dia.

Saat ini bahkan sampai kapanpun, Anda tidak bisa merasa benar-benar bahagia karena Anda belum
belajar mencintai diri Anda sendiri.

Anda masih berharap bisa terlahir sebagai pribadi yang berbeda. Berharap menjadi seperti orang lain
dan membuang diri Anda.

Memang, diluar sana akan sulit menemukan seseorang yang dengan bangga membusungkan dada dan
berkata ,” Ya, aku suka diriku sendiri.” Tetapi minimal, Anda tidak merasa ingin menjadi orang lain, dan
Anda menerima diri Anda apa adanya itu sudah cukup.

Beberapa orang dilahirkan dengan kondisi makmur dengan kondisi orangtua yang baik, dan yang lain
terlahir miskin dengan orangtua yang buruk. Kesenjangan seperti ini adalah realitas, begitulah dunia.

Tapi ini bukan perkara tentang Anda dilahirkan dalam keadaan yang tidak membahagiakan atau berakhir
dalam situasi yang tidak membahagiakan. Ini karena Anda telah menilai bahwa “menjadi tidak bahagia’
baik untuk Anda.

Teori psikologi Adler adalah psikologi keberanian. Ketidakbahagiaan tidak bisa disalahkan dari masa lalu
atau lingkungan Anda. Juga bukan karena Anda tidak memiliki kemampuan.

Anda hanya kurang berani menjadi bahagia. Ketika mencoba mengubah arah kehidupan, keberanian
Anda diuji.

Karena sebelumnya Anda berpikir bahwa kehidupan yang Anda miliki saat ini adalah yang praktis
sehingga lebih mudah membiarkan hidup apa adanya.

Jika Anda masih berkata, ”Kalau saja bisa menjadi seperti orang lain, saya pasti bahagia” atau “Andai
saja ini terjadi”, maka sekali lagi, Anda tidak akan bisa bahagia.

Sebab kata-kata tersebut menjadi stimulus bagi Anda untuk tidak berubah. Maka Anda harus mengambil
keputusan untuk menghentikan hal ini.
Semua Persoalan Adalah Tentang Hubungan Interpersonal Yang Muncul Dari Dalam
Diri Sendiri
Secara teoritis, Adler menegaskan bahwa semua persoalan adalah tentang hubungan interpersonal. Ini
dikarenakan manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri dan akan saling
berinteraksi satu sama lain dengan segala macam perbedaannya.

Banyak orang yang merasa tidak memilki kelebihan sedikitpun, bahwa yang ada pada dirinya hanya
kekurangan.

Dia merasa harga dirinya sangat rendah, tidak memiliki kepercayaan diri, dan selalu pesimistis terhadap
segala hal. Serta selalu merasa mengkhawatirkan pandangan orang lain.

Karena hanya fokus memperhatikan kekurangan, dia tidak dapat melihat poin-poin yang menjadi
kelebihannya.

Hal ini bisa memuncukan perasaan inferior. Yakni merasa tidak sebaik orang lain, selalu memandang
dirinya dengan ukuran orang lain, merasa lebih rendah dan muncul rasa minder yang berlebihan.

Kalau perasaan inferior ini terlalu kuat, maka orang tersebut akan memandang negatif dirinya sendiri.

Menurut teori psikologi Adler, justru perasaan inferior ini bisa menjadi pemicu untuk bekerja keras. Bisa
menjadi cambuk dan motivasi bagi diri kita untuk mencapai kualitas diri yang semakin baik.

Perasaan inferior yang sehat timbul dari membandingkan diri sendiri dengan keadaan diri yang ideal.
Bukan dari membandingkan diri sendiri dengan orang lain.

Upaya seseorang untuk menjadi makhluk yang lebih unggul adalah hasrat yang universal. Ini yang
dinamakan perasaan superioritas, yaitu kecenderungan untuk menjadi unggul dari yang lain dan
mendaki lebih tinggi.

Semua manusia pada dasarnya mengejar superioritas. Namun perasan superior ini tidak dibenarkan jika
dalam perjalanannya mencapai puncak harus menendang orang lain hingga jatuh.

Orang-orang yang memiliki perasaan superior menganggap hidup ini adalah kompetisi untuk meraih
menang kalah. Orang lain dipandang sebagai rival. Padahal sejatinya kehidupan tidak berkaitan dengan
menang atau kalah.

Kalau seseorang memiliki pola pikir tidak mau kalah, ia tidak akan mampu mengakui kesalahannya, tidak
mampu menyampaikan permintaan maaf, dan akibatnya ia memilih jalan yang salah.

Untuk itulah dibutuhkan kemampuan interpersonal agar setiap orang mampu menjalin hubungan
antarpribadi. Individu yang gagal dalam mengembangkan keterampilan interpersonalnya akan
mengalami hambatan dalam berbagai aspek kehidupannya, terutama aspek sosialnya.
Hidup Bukan Untuk Mendapat Pengakuan Dari Orang Lain
Teori psikologi Adler mengingkari kebutuhan untuk mencari pengakuan dari orang lain. Mendapat
pengakuan dari orang lain jelas menggembirakan, tapi keliru jika mengatakan bahwa pengakuan adalah
hal yang mutlak perlu.

Hal ini terlihat dari teori Psikologi Adler yang sangat kritis terhadap pendidikan dengan metode reward
and punishment.

Metode ini membentuk cara berpikir yang keliru bahwa, ”kalau tidak ada yang memujiku, aku tidak akan
mengambil tindakan yang tepat. Dan kalau tidak ada yang menghukumku, aku juga akan terlibat pada
tindakan yang tidak tepat.”

Contohnya, Anda sudah lebih dulu memiliki tujuan untuk dipuji ketika memungut sampah. Dan kalau
tidak dipuji oleh siapapun, Anda bisa merasa geram. Atau memutuskan bahwa Anda tidak akan pernah
melakukan hal yang semacam ini lagi. Padahal jelas memungut sampah adalah tindakan terpuji.

Anda tidak hidup untuk memuaskan ekspetasi orang lain. Jika itu terus dilakukan, maka Anda tidak akan
memiliki keyakinan terhadap diri sendiri.

Semua pekerjaan menjadi sulit karena Anda melakukannya demi memuaskan ekspetasi orang lain. Anda
akan selalu cemas dan takut menerima penilaian orang lain. Jelas ini adalah jalan hidup yang
mengekang.

Yang bisa Anda lakukan untuk sehubungan dengan hidup Anda sendiri adalah memilih jalan terbaik yang
Anda yakini. Menjalani prinsip Anda sendiri sekalipun dengan resiko tidak disukai banyak orang.

Karena keberanian untuk bahagia menjadi diri sendiri sesuai dengan prinsip hidup, juga mencakup
keberanian untuk tidak disukai.
Temukan Kebahagiaan Melalui Kemampuan Menerima Diri Dan Keberanian
Tidak ada manusia yang sempurna. Manusia bisa memastikan hal-hal apa yang bisa diubahnya dan hal-
hal apa yang tidak bisa diubahnya.

Manusia tidak bisa mengubah dengan apa dia dilahirkan. Tapi dengan kekuatannya sendiri, dia bisa
berupaya mengubah caranya memanfaatkan hal-hal tersebut. Teori psikologi Adler menyebutnya
dengan istilah “kepasrahan positif”.

Anda hanya perlu berfokus pada apa yang bisa diubah, ketimbang berfokus pada apa yang tidak bisa
diubahnya. Menerima “inilah aku” seperti apa adanya. Dan memiliki keberanian untuk mengubah apa
yang bisa diubahnya. Ini yang disebut dengan penerimaan diri.

Konsep ini jika dihubungkan pada urusan keyakinan dalam beragama, maka bermohonlah kepada Tuhan
yang Maha Esa agar diberi kedamaian untuk dapat menerima hal-hal yang tidak bisa Anda ubah serta
keberanian untuk mengubah hal-hal yang bisa diubah.

Karena Anda tidak kekurangan kemampuan, Anda hanya kurang keberanian. Semua itu bermuara
kepada keberanian.

Maka inilah jawaban sederhana untuk menjawab pertanyaan manusia yang masih mempertanyakan
letak kebahagiaan. Ketidakbahagiaan terbesar adalah tidak mampu menyukai diri sendiri.

Perasaan bahwa “aku bermanfaat bagi orang-orang disekitarku” atau “aku berguna bagi orang lain”
adalah satu-satunya hal yang bisa memberi orang kesadaran yang sesungguhnya bahwa dia bernilai.

Jadi definisi kebahagiaan adalah perasaan untuk berkontribusi. Namun yang perlu dicatat adalah, kalau
cara seseorang mendapatkan perasaan berkontribusi ternyata adalah “diakui oleh orang lain”, dalam
jangka panjang, dia tidak akan punya pilihan selain berjalan menyusuri hidup sesuai harapan orang lain.

Karena tidak ada kebahagiaan dalam perasaan untuk berkontribusi yang diperoleh melalui hasrat untuk
diakui.

Kalau seseorang benar-benar memiliki perasaan telah berkontribusi, dia tidak lagi memerlukan
pengakuan dari orang lain. Karena dia sudah memiliki kesadaran yang sesungguhnya bahwa “aku
berguna bagi seseorang”, tanpa perlu mengeluarkan upaya lebih untuk bisa diakui oleh orang lain.

“ Kita tidak kekurangan kemampuan, kita hanya kurang keberanian. Semua itu
bermuara kepada keberanian.”
Ichiro Kisimi
Kesimpulan Buku
 Anda tidak ditentukan oleh pengalaman di masa lalu. Namun dari arti yang Anda berikan pada
pengalaman-pengalaman itulah yang menentukan kondisi Anda saat ini.
 Kebahagiaan dimulai dari cara Anda mencintai diri Anda sendiri. Ketidakbahagiaan dimulai
ketika Anda menganggap akan merasa lebih bahagia jika menjadi seperti orang lain.
 Hubungan interpersonal bisa menjadi persoalan jika seseorang tidak mampu menjalin hubungan
antarpribadi dengan orang lain.
 Anda tidak hidup untuk memuaskan ekspetasi orang lain. Jika hal itu terus dilakukan maka Anda
tidak akan memiliki keyakinan terhadap diri sendiri.
 Anda akan menemukan kebahagiaan ketika Anda mampu menerima diri Anda sepenuhnya dan
mampu berkontribusi bagi orang lain disekitar Anda.

Anda mungkin juga menyukai