KESEHATAN JIWA
(Pegangan untuk Kader Kesehatan Jiwa Puskesmas Jetis)
Puskesmas Jetis
Kota Yogyakarta
2019
1
PENDAHULUAN
Kesehatan jiwa masih menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang signifikan di
dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data WHO (2016), terdapat sekitar 35 juta orang
terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta terkena skizofrenia, serta 47,5 juta
terkena dimensia. Di Indonesia, dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial
dengan keanekaragaman penduduk; maka jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah
yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan produktivitas manusia
untuk jangka panjang.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan satu dari empat orang di dunia
terjangkit gangguan jiwa atau neurologis. Saat ini, ada sekitar 450 juta orang mengalami
ganggan mental. Hampir satu juta orang melakukan bunuh diri setiap harinya. Di
Indonesia, data Riskesdas 2013 dikombinasi dengan data rutin dari Pusdatin
menunjukkan, gejala depresi dan kecemasan sudah diidap orang Indonesia sejak usia 15
tahun. Persentase depresi mencapai 6 persen atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan
prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk
atau sekitar 400.000 orang. Kondisi ini diperburuk dengan minimnya pelayanan dan
fasilita kesehatan jiwa di beberapa daerah. Sehingga banyak penderita gangguan jiwa
yang belum tertangani dengan baik.
Penyakit gangguan jiwa berat merupakan penyakit serius. Sebagian besar atau
bahkan hampir seluruh penderita gangguan jiwa tidak dapat pulih dengan sendirinya.
Mereka tidak hanya membutuhkan pengobatan dari tenaga medis, namun juga
memerlukan adanya dukungan psikososial dan keluarga, teman dan masyarakat sekitar.
Penderita yang telah pulih akan dapat kembali ke masyarakat dan produktif baik secara
ekonomi maupun sosial.
Terapi psikososial tidak hanya dilakukan ketika bertemu dengan tenaga kesehatan,
tetapi dapat juga dilakukan dirumah. Dalam pelaksanaannyadirumah atau lingkungan
tempat tinggal, peranan keluarga dan msyarakat sekitarssngatalah besar Tanpa adanya
dukungan dari orang lain akan sangat sulit bagi penderita pulih dari gangguan jiwa yang
dialaminya. Hanya saja masih banyak masyarakat di Indonesia yang tidak memahami
pentingnya peranan lingkungan sosial terhadap proses pemulihan penderita gangguan
jiwa. Selain itu juga mereka tidak memiliki ilmu serta ketrampilan yang memadai untuk
mendampingi penderita gangguan jiwa. Masih banyak masyarakat yang hanya
mengandalkan pengobatan medis sehingga pemulihan sulit dicapai dan menimbulkan
rasa bosan serta putus asa.
2
kepada kader puskesmas di masyarakat. Kehadiran kader selanjutnya dinamakan kader
kesehatan jiwa tersebut diharapkan mampu membantu masyarakat dalam menghadapi
berbagai resiko kesehatan jiwa. Dengan adanya kader kesehatan jiwa yang dibekali ilmu
pengetahuan dan ketrampilan mengenai kesehatan jiwa , diharapkan dapat membantu
tenaga medis dalam mendampingi keluarga serta penderita gangguan jiwa. Peran kader
kesehatan jiwa juga diharapkan menjadi salah satu bentuk dukungan psikososial yang
dapat membantu proses pemulihan pendeita gangguan jiwa.
3
DAFTAR ISI
Pendahuluan............................................................................................ 2
Kesehatan Mental...................................................................................... 6
Pengenalan Halusinasi............................................................................... 18
4
PERAN KADER KESEHATAN JIWA
Kader kesehatan jiwa memiliki peran yang sangat penting dalam sistem layanan
kesehatan jiwa tingkat primer. Tidak hanya membantu tenaga kesehatan untuk melakukan
identifikasi awal gangguan jiwa, tetapi juga melakukan pendampingan dan pemberdayaan
langsung di masyarakat. Kader kesehatan jiwa merupakan orang yang paling dekat dengan
penderita gangguan jiwa dan keluarganya yang membutuhkan pertolongan. Selain itu,
sebagai bagian dari masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya kader kesehatan jiwa
berpeluang untuk lebih diterima oleh masyarakat dalam memberikan sosialisasi mengenai
kesehatan jiwa.
5
KESEHATAN MENTAL
Kesehatan bukan hanya tentang ada atau tidaknya suatu penyakit, melainkan juga
kesehatan yang berkaitan dengan kondisi mental seseorang. Kesehatan mental adalah
suatu kondisi sehat emosional, psikologis dan sosiologis yang terlihat dari interaksi individu
sebagai bagian dari masyarakat. Baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental Keduanya
memiliki peran yang sama penting dalam kehidupan seseorang. Didalam fisik yang sehat
terdapat mental yang sehat. Sebaliknya, mental yang sakit akan menyebabkan fisik yang
sakit.
World Health Organization (WHO) menyebutkan beberapa ciri yang dimiliki oleh
individu dengan mental yang sehat adalah :
Mampu belajar dari pengalaman
Mudah beradaptasi
Lebih senang memberi daripada meminta
Lebih senang menolong daripada ditolong
Mempunyai rasa kasih sayang
Memperoleh kesenangan dari hasil usahanya
Berpikir positif
Menerima kekeceewaan sebagai pengalaman
Mau dan semangat untuk sealalu belajar dari kesalahan dan memperbaikinya
dengan prilaku yang lebih baik serta mau belajar dari kehidupan orang lain.
Belajar dan memahami untuk menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri
serta orang lain
Berinteraksi dengan orang lain, Terutama pada orang orang yang memiliki bakat,
Minat serta visi misi yang sama tetapi tidak menutup kemungkinan untuk bergal dengan
orang lain dengan jangkauan yang lebih luas lagi.
Menjauhi segala bentuk kejahatan dan prilaku prilaku yang menyimpang yang ada
disekitar kita atau lingkungan orang lain dan tetap berserah serta Berdoa pada tuhan
yang maha kuasa.
6
Berdasarkan ciri-ciri sehat mental dari WHO tersebut, individu yang sehat mental
akan memiliki kemampuan sebagai berikut :
7
MENGENAL GANGGUAN JIWA
Ganguan semua orang akan mengalami gangguan jiwa meski menghadapi tekanan
yang sama. Hal tersebut dikarenakan adanya faktor-faktor yang mempengaruhi gangguan
yaitu faktor resiko (penyebab) dan fktor protektif (pelindung).
8
9
GANGGUAN JIWA BERAT
1. Gangguan Kecemasan
Merasa takut, cemas dan khawatir merupakan emosi yang biasa muncul pada
manusia saat menghadapi bahaya atau ingin mencapai suatu tujuan. Hal tersebut
dikategorikan sebagai gangguan kecemasana apabila takut berlebihan berkepanjangan
(minimal 6 bulan) dan mengganggu kegiatan sehari-hari. Gangguan kecemasan ini sering
terjadi pada seseorang yang kecanduan obat atau alkohol. Berikut merupakan beberapa
gangguan kecemasan:
a. Gangguan Kecemasan Menyeluruh
Gangguan kecemasan pada umumnya memiliki objek kecemasan yang spesifik, Namun
pada gangguan kecemasan menyeluruh, seseorang yang memiliki Tidak hanya pada satu
hal yang spesifik. Orang dengan kecemasan menyeluruh tidak bisa
Menghilangkan ketakutan dan kekhawatirannya, meskipun mereka
Menyadari bahwa perasaan mereka berlebihan . Gejala yang dimiliki
Oleh penderita gangguan kecemasan umum yaitu:
Gelisah ● Otot Tegang
Susah tidur ● Sakit Kepala
Sulit konsentrasi ● Mudah Lelah
Mudah marah ● Nafas Tidak Teratur
b. Gangguan Panik
Orang dengan gangguan panik mengalami
serangan cemas atau takut secara mendadak dan
berulang-ulang pada situasi yang cukup aman bagi
orang lain. Terkadang serangan cemas yang dirasakan
berlangsung secara tiba-tiba tanpa gejala suatu
stimulus yang spesifik, Ketika serangan ini muncul timbul gejala gejala fisik seperti
serangan jantung. Gejala yang muncul pada muncul pada orang dengan gangguan panik
adalah:
Jantung berdebar keras ● Menggigil
nyeri didada ● Lemas
berkeringat ● Pusing
10
c. Gangguan Pobia Sosial
Orang dengan pobia sosial memiliki ketakutan yang besar terhadap penilaian orang
lain atas dirinya. Rasa takut tersebut sangat berlebihan sehingga dapat mengganggu
kegiatan sehari-hari , tidak mau keluar rumah, pergi ke kantor, sekolah atau ke publik lainnya.
Gejala yang dimiliki oleh orang
dengan pobia sosial adalah sangat
cemas jika harus berada di tempat
umum dan berinteraksi dengan orang
lain, sulit membangun hubungan
dengan orang lain, menghindari
tempat umum, mudah berkeringat,
merasa gemetar dan sakit perut jika
akan bertemu orang lain.
11
Yuk, kenali macam-macam depresi yang paling sering terjadi!
b. Gangguan Distimia
Distimia atau juga dikenal sebagai Persistent Depressive
Disorder adalah depresi yang bisa bertahan dalam waktu yang lama
pada diri seseorang, setidaknya selama dua tahun atau lebih. Hampir
setiap harinya seseorang akan berada di bawah bayang-bayang
kesedihan dan keputusasaan..
12
c. Gangguan Bipolar
Bipolar merupakan gangguan jiwa karena adanya perubahan suasana hati yang sangat
ekstrim berupa depresi dan mania. Mania
didefinisikan sebagai kondisi suasana hati yang
berada pada sisi abnormal tinggi. Jika sesorang
yang mengalami depresi merasakan sedih
yang berlebihan, sebaliknya sesorang yang
mengalami mania merasakan senang yang
berlebihan, tidak merasa mengantuk, banyak
bicara, aktivitas meningkat dan mudah
teralihkan perhatiannya. Seseorang yang mengalami bipolar mengalami suasana hati yang
cenderung secara fluktuatif tanpa ada alasan yang jelas.
13
3. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik merupakan gangguan jiwa paling mudah diidentifikasi
dibandingkan dengan ganguan jiwa lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh perilaku dan cara
a. Gejala Positif
Halusinasi
Terjadi pada saat panca indera seseorang terangsang oleh sesuatu yang sebenarnya
tidak ada. Fenomena halusinasi terasa sangat nyata bagi si penderita. Keterangan
lebih lanjut nanti akan dijelaskan pada bab halusinasi dan waham.
Delusi
kepercayaan kuat yang tidak didasari logika atau kenyataan yang sebenarnya.
Pikiran kacau dan Perubahan Perilaku
Penderita sulit berkonsentrasi dan pikirannya seperti melayang-layang tidak tentu
arah sehingga kata-kata mereka menjadi membingungkan. Penderita juga bisa
merasa kehilangan kendali atas pikirannya sendiri. Perilaku penderita skizofrenia juga
menjadi tidak terduga dan bahkan di luar norma. Misalnya, mereka menjadi sangat
gelisah atau mulai berteriak dan memaki tanpa alasan.
b. Gejala Negatif
Gejala negatif skizofrenia biasanya sudah muncul beberapa tahun sebelum
penderitanya mengalami episode akut pertama dari kondisi tersebut. Gejala negatif
berkembang secara bertahap atau perlahan-lahan, hingga akhirnya menjadi semakin
memburuk. Gejala ini sebagai berikut:
Rasa enggan untuk bersosialisasi dan tidak nyaman berada dekat dengan orang lain
sehingga lebih memilih untuk berdiam di rumah.
Kehilangan konsentrasi.
Pola tidur yang berubah.
14
Kehilangan minat dan motivasi baik dalam menjalin hubungan dengan orang lain
maupun dalam hidup secara keseluruhan.
Ketika penderita sedang mengalami gejala negatif, dia akan terlihat apatis dan datar
secara emosi. Karena tidak sadar atau tidak tahu mengenai gejala negatif skizofrenia
ini, kadang-kadang orang lain bisa menyalahartikan sebagai sikap malas atau tidak
sopan. Mereka juga menjadi tidak peduli terhadap penampilan dan kebersihan diri
mereka serta semakin menarik diri dari sosial. Karena itu gejala
negatif skizofrenia bisa menjadi pemicu rusaknya hubungan penderita dengan
keluarga dan teman-temannya.
Penting untuk mengenali gejala-gejala skizofrenia seperti diatas. Semakin
diniskizofrenia ditangani peluang sembuhnya akan makin besar. Pada dasarnya penyebab
pasti skizofrenia belum diketahui, namun sejumlah ahli meyakini bahwa perkembangan
kondisi ini tidak lepas dari peran kombinasi antara faktor genetika dan lingkungan. Stres
atau trauma diduga menjadi salah satu pemicu utama skizofrenia.
Gangguan psikotik terbagi menjadi dua yaitu gangguan mental organik dan
Gangguan psikotik fungsional. Pembagiannya sebagair berikut :
15
Gangguan jiwa berat tidak muncul secara tiba-tiba. Gejalanya sering muncul menjadi
gangguan jiwa ringan dan mencapai fase akut beberapa tahun kemudian. Gejala awal
tersebut dapat muncul sejak di usia 15 – 16 tahun dan berlangsung selama beberapa bulan
hingga beberapa tahun sebelum menjadi gangguan jiwa berat.
16
Apabila gejala telah tampak pada fase awal namun tidak segara diberikan
penanganan seperti terapi psikologi, gangguan yang dimiliki akan berkembang mencapai
fase akut. Berikut merupakan gejala lain yang akan muncul di fase akut:
Halusinasi
Waham
Gangguan pikir
Pada fase pemulihan, seseorang yang mengalami gangguan jiwa berat menjalani
proses yang panjang dan dinamis. Di fase ini, penderita menjalani suatu keadaan yang
lebih sehat dan sejahterayang berlangsung seumur hidup. Apabila pendeita gangguan jiwa
tidak menjaga kondisi kesehatan jiwanya selama proses pemulihan berlangsung, mereka
dapat mengalami kekambuhan dan ke fase akut.
17
PENGENALAN HALUSINASI
Berikut perbedaan data objektif dan data subjektif pada halusinasi yang dialami
pasien skizofrenia:
Jenis Halusinasi Data Objektif Data Subjektif
Halusinasi Pendengaran Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau
Marah-marah tanpa sebab kegaduhan
Menyedengkan telinga ke arah Mendengar suara yang
tertentu mengajak bercakap –cakap
Menutup telinga Mendengar suara menyuruh
melakukan sesuatu yang
berbahaya
Halusinasi Penglihatan Ketakutan dengan sesuatu yang Melihat bayangan , sinar,
tidak jelas bentuk geometris, melihat
Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu hantu atau monster.
Halusinasi Penciuman Mengisap=isap seperti sedang Membaui bau-bauan seperti
membaui bau-bauan tertentu. bau darah, urin, kadang-
Menutup hidung kadang bau itu menyenangkan
Halusinasi Pengecapan Sering meludah Merasakan rasa seperti darah,
Muntah urin atau fases
Halusinasi Perabaan Menggaruk-garuk permukaan kulit Mengatakan ada serangga di
kulit
Merasa seperti tersengat listrik
18
2. FASE-FASE HALUSINASI
Strategi pendampingan pasien ODGJ dengan masalah halusinasi jika sedang berhalusinasi :
Tegur pasien ODGJ sedang bicara atau melihat sesuatu
Jangan membantah atau mendukung pernyataan pasien ODGJ cukup katakan “saya
percaya kamu mendengar atau melihat hal itu tapi saya tidak mendengar atau melihat
hal tersebut
Ajak bicara topik yang disukai pasien ODGJ sampai halusinasi hilang
Apabila halusinasi membuat oasen ODGJ ketakutan, tenangkan pasien dan katakan
bahwa dia bersama kita
Strategi pendampingan pasien ODGJ dengan masalah halusinasi jika sedang tidak
berhalusinasi :
Latih pasien ODGJ untuk menghardik halusinasi, ingatkan agar tidak terbawa
halusinasinya dengan mengatakan: ‘saya tidak mau mendengar atau melihat pergi
kamu...
Bercakap-cakap dengan orang lain, ingatkan pasien untuk segera mencari teman untuk
bercakap=cakap
20
PENDAMPINGAN PASIEN ODGJ DENGAN RESIKO BUNUH DIRI
21
1. Kelompok khusus yang perlu di waspadai :
a. Kelompok lanjut usia
Kehilangan orang yang
dicintai
Tinggal sendiri
Sakit kronik misal, TBC,
diabetes, jantung, penyakit kulit
b. Kelompok Remaja
Depresi
Ke
hilangan hubungan yang berarti (putus cinta)
Pe
nyalah gunaan obat
Pe
rcobaan bunuh diri sebelumnya
Ri
wayat Keluarga
22
Percobaan bunuh diri adalah tindakan pasien mencederai atau melukai diri untuk
mengakhiri kehidupan. Pada kondisi ini pasien aktif mencoba bunuh diri dengan
berbagai cara
Beberapa cara bunuh diri antara laian gantung diri, minum racun, memotong urat nadi
atau menjatuhkan diri dari tempat yang tinggi.
23
Mendengarkan ungkapan perasaan dan tidak menyepelekan atau
menyalahkan
b. Tingkat Sedang
Ada pemikiran untuk bunuh diri, ada rencana tapi belum jelas dan tidak
mematikan
Penanganannya dengan menurunkan resiko melakukan pembatasan akses
terhadap metode bunuh diri yang mematika dan peningkatan faktor pelindung
Simpan benda –benda yang bisa digunakan bunuh diri.
c. Tingkat Tinggi
Ada pemikiran untuk bunuh diri, telah mempunyai rencana yang spesifik
yang sangat mematikm serta berkata bahwa dia berniat bunuh diri atau
menunjukkan tanda-tanda bunuh diri.
Pada tingkat ini maka keluarga HARUS SEGERA membawa pasien ke layanan
kesehatan gunamendapatkan pelayanan yang tepat.
24
PENGELOLAAN KRISIS DAN KEKAMBUHAN
Gejala Kekambuhan yang muncul pada hubungan ODGJ dengan orang lain :
Penurunan komunikasi
25
Mudah bertengkar dengan orang lain
Curiga berlebihan
Mudah cemburu
Penurunan minat
27
28