Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Domba merupakan salah satu komoditas dari ternak ruminansia kecil yang

memiliki rambut tebal, penampang tanduk yang berbentuk segitiga, membelit atau
berbentuk spiral, suka berkelompok dalam hidupnya, dan dapat hidup pada
kondisi pakan yang jelek, sehingga pada daerah yang gersangpun domba dapat
bertahan hidup. Peran ternak sangat menentukan kehidupan masyarakat pedesaan
Indonesia. Ternak kambing memainkan peran yang penting sebagai sumber
pendapatan sehingga akan mengurangi kemiskinan (Sodiq, 2005). Peternakan
domba memiliki peran sebagai penyedia daging dalam mendukung upaya
pemerintah untuk meningkatkan protein hewani masyarakat khususnya pada
domba lokal. Domba lokal yang dimaksud adalah domba asli Indonesia yang
memiliki tingkat daya adaptasi baik pada daerah tropis dan dapat beranak
sepanjang tahun (Prayoga, 2014).
Domba asli Indonesia, khususnya yang berada di Jawa, terdapat 2 bangsa
domba yang terkenal, yaitu domba ekor tipis yang banyak terdapat di Jawa Barat
dan domba ekor gemuk yang banyak terdapat di daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Domba lokal memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil, warna bulu yang
seragam, ekor kecil dan tidak terlalu panjang (Endang, 2008). Banyak masyarakat
yang memelihara domba di pedesaan, namun cara pemeliharaannya masih
terbilang sederhana dan domba yang dipelihara hanya merupakan usaha
sampingan. Setiap aspek teknis pemeliharaan akan mempengaruhi tingkat
produksi ternak domba, pleh karena itu menjadi sangat penting untuk menerapkan
manajemen teknis pada setiap aspek yang menyangkut pemeliharaan induk dan
anak domba yang dilahirkan sampai anak mencapai usia sapih yang mampu
berproduksi tanpa tergantung kepada induk.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam menjalankan usaha ternak
domba diantaranya yaitu perawatan khusus terhadap anak domba ketika baru
dilahirkan induknya. Penanganan anak domba memerlukan ketelatenan dan
ketelitian. Perawatan anak saat baru dilahirkan berbeda dengan perawatan anak

umur sehari hingga empat bulan. Sifat anak domba yang masih rentan terkena
penyakit didukung dengan cuaca di daerah tersebut yang tidak menentu
menyebabkan anak domba tersebut mudah terserang penyakit namun pencegahan
serta penanganan penyakit yang dilakukan dengan baik oleh peternak sangat
berpengaruh dalam menekan angka kematian anak domba (Muchtar, 2012).
Angka kematian anak domba cukup tinggi, kondisi ini masih dihadapkan
pada masalah kurangnya daya tahan hidup anak domba yang dilahirkan per induk
dalam mencapai usia sapih, terutama yang dilahirkan kembar dua atau lebih
dengan tingkat kematian mencapai 40-60%. Pemecahannya memerlukan cara-cara
pemeliharaan yang baik kepada induk yang baru beranak maupun anak domba
yang baru dilahirkan oleh induknya. Angka kematian anak pra-sapih merupakan
salah satu sumber kerugian yang penting dalam usaha produksi domba (Jarmuji,
2007).
Pemeliharaan anak domba secara khusus harus dilakukan mulai dari baru
lahir sampai usia pasca sapih, yaitu mulai umur 1 hari sampai sekitar umur 2
bulan. Tatalaksana dan pemeliharaan anak domba yang kurang baik akan
mempengaruhi kondisi kesehatannya. Oleh karena itu, keadaan manajemen yang
buruk akan menjadi penyebab utama peningkatan resiko terjangkitnya penyakit
pada anak. Akan tetapi, jika manajemen diatur dan dikelola dengan baik maka
akan meningkatkan kesehatan anak, sehingga akan menurunkan tingkat
kerentanan penyakit pada anak domba.
UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak berlokasi disebelah
Timur kota Jember 30 km ke arah Kabupaten Banyuwangi, tepatnya di Desa
Sidomulyo, Kecamatan Silo, terletak pada ketinggian + 513 m diatas permukaan
laut, tingkat kelembaban 65-85 %, suhu harian 24 - 280C, dengan struktur tanah
liat berpasir. Daerah yang memiliki curah hujan tinggi di daerah tropik yang
menyebabkan kelembaban yang tinggi sangat mendukung untuk kehidupan
parasit. Jika ternak bunting terinfeksi cacing melalui pakan, maka akan
berpengaruh terhadap perkembangan kebuntingannya (Subronto dan Tjahayati,
2001).
Berdasarkan penjabaran diatas, informasi dan pengamatan di lapang sangat
diperlukan untuk dipadukan dengan ilmu dan teori yang ada di perkuliahan.

Sehingga didapatkan output yang bisa digunakan sebagai acuan untuk memulai
usaha pemeliharaan ternak khususnya domba yang berbasis pada kesehatan
masyarakat veteriner. Oleh karena itu, dari penjelasan sebelumnya penulis merasa
terdorong untuk melakukan Praktek Kerja Lapang terhadap program perawatan
anak domba ekor gemuk yang diterapkan di UPT PT-HMT Desa Sidomulyo,
Kecamatan Garahan, Kabupaten Jember, Jawa Timur.
1.2

Rumusan Masalah
Bagaimana program pemeliharaan kesehatan anak domba ekor gemuk mulai

dari pasca partus hingga mencapai umur dua bulan (pasca sapih) yang diterapkan
di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Garahan Kabupaten Jember?
1.3 Tujuan
Tujuan Praktek Kerja Lapang ini adalah untuk mengetahui program
pemeliharaan kesehatan anak domba ekor gemuk mulai dari pasca partus hingga
mencapai umur dua bulan (pasca sapih) yang diterapkan di UPT Pembibitan
Ternak dan Hijauan Makanan Garahan Kabupaten Jember.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat untuk mahasiswa dan UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan
Makanan

Garahan

Kabupaten

Jember

diantaranya

yaitu

mendapatkan

pengetahuan tentang bagaimana pemeliharaan anak domba ekor gemuk yang baik
dan benar. Serta menambah kemampuan, ketrampilan dan pengalaman kerja
lapangan tentang tindakan pemeliharaan yang dilakukan pada anak domba ekor
gemuk di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Garahan Kabupaten
Jember

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Ternak Domba Ekor Gemuk


Domba di Indonesia dikelompokkan menjadi domba ekor tipis (Javanese

thin tailed), domba ekor gemuk (Javanese fat tailed), dan domba Priangan atau
dikenal juga sebagai domba garut. Populasi domba di Indonesia tersebar
diberbagai daerah dan pulau Jawa memiliki populasi yang paling banyak, yang
rata-rata terdiri dari Domba Ekor Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET).
Populasi domba di Jawa Timur tercatat sebanyak 1.104.931 ekor, dengan data
produksi daging domba terbanyak ke-2 dari Jawa Barat sebagai propinsi
terbanyak dengan jumlah produksi sebesar 26.959 ton (BPS, 2013).
Domba ekor gemuk banyak terdapat di Jawa Timur, Madura, Lombok, dan
Sulawesi yang dibawa ke Indonesi oleh pedagang Arab pada abad XIX. Domba
jenis ini memiliki cir-ciri bentuk badan besar, dengan bobot domba jantan
mencapai 50 kg dan domba betina 40 kg, domba jantan bertanduk, sedangkan
domba betina tidak bertanduk, ekor panjang, pada bagian pangkalnya besar yang
berfungsi untuk menimbun lemak yang banyak, ujung ekornya kecil tidak
berlemak, memiliki warna bulu sebagian besar putih, tetapi ada juga yang
berwarna kecoklat-coklatan atau hitam (Sudarmono, 2008).

Gambar 1.1 Domba Ekor Gemuk (Sudarmono, 2008).

Domba lainnya yang terbesar di Indonesia adalah domba Priangan atau


domba garut. Populasi domba di Kabupaten Garut mencapai 337.036 ekor (Badan
Pusat Statistik Kabupaten Garut, 2004). Domba ini merupakan hasil persilangan
segitiga antara domba asli, merino, dan ekor gemuk dari Afrika Selatan. Domba
priangan memiliki ciri-ciri antara lain berat domba jantan hidup dapat mencapai
60-80 kg, berat domba betina sekitar 30-40 kg, daun telinga relatif kecil dan
kokoh, bulunya lebih panjang daripada domba asli dengan warna bulu beragam,
putih hitam dan coklat atau warna campuran, domba betina tidak bertanduk,
sedangkan domba jantan mempunyai tanduk besar, kokoh, melingkar, dan kuat
(Sudarmono, 2008).
Domba selain menghasilkan daging adapula yang digunakan sebagai
penghasil wol. Domba-domba yang bertipe wol mempunyai cirri-ciri sebagai
berikut:
-

aktif dan lincah


kerangka badan longgar, panjang dan luas tetapi ramping tidak penuh

dengan daging
dada dalam dan lebar, tulang rusuk mengembang, punggung lurus, pantat

lebar
kulit longgar dan berlipat-lipat
kaki kuat tetapi ramping
tumbuhnya wol merata, panjang dan kualitas tergantung dari bangsa domba

itu sendiri
- wol keriting halus, lunak, lembut, mengkilat sesuai dengan bangsanya
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas wol, diantaranya yaitu:
panjang, kesehatan, kondisi, kelenturan, warna, kepadatan tmbuh, kelembutan,
kelekatan dan daya serap air merata.Domba yang memiliki tipe wol ini yaitu
Merino, Rambouillet, Dorset, Suffolk (Purnomoadi, 2003).
Domba betina hanya menunjukkan sedikit tanda-tanda estrus yang tampak
dari luar, yaitu ketika domba betina dinaiki oleh pejantan, domba betina tetap
diam, domba betina yang estrus akan mendekati pejantan, menggoyanggoyangkan ekornya. Domba betina tidak mensekresikan lendir selama estrus.
Sementara estrus yang secara fisiologis merupakan masa subur, waktunya relatif
singkat, yaitu pada domba rata-rata 30 jam, atau hingga 36 jam dengan waktu

ovulasi 12 sampai 24 jam sebelum akhir estrus. Domba memiliki siklus estrus
yang pendek dengan rata-rata 16 sampai 17 hari (Ridwan, 2006).
Menurut Layla (2006), pejantan yang dipakai sebagai calon bibit berumur
antara 15 bulan hingga 5 Tahun. Bentuk luar pejantan harus dilihat, dipilih yang
lebih besar diantara pejantan yang umurnya sama, dan lebar, tubuh panjang,
bagian tubuh sebelah belakang lebih besar dan lebih tinggi, tapi tidak terlalu
gemuk,mata tidak rabun pertumbuhan cepat. Pejantan yang siap kawin memiliki
tanda-tanda agresif terhadap betina, sering menaiki tubuh betinanya, dan
mengikuti betina yang sedang estrus.
2.2

Sistem perkandangan
Kandang bagi ternak memiliki fungsi untuk pengamanan, perlindungan dari

panas matahari dan hujan, sebagai tempat melindungi ternak dari udara panas
pada siang hari dan dingin pada malam hari serta angin. Kandang juga berfungsi
untuk lebih memudahkan pemeliharaan dalam pemberian pakan dan minum,
mengawasi kesehatan ternak dan mempermudah membersihkan kotorannya.
Kandang hendaknya dapat memberikan perlindungan terhadap ternak di dalamnya
(Purnomoadi, 2003).
Kandang harus kuat sehingga dapat dipakai dalam waktu yang lama, ukuran
juga harus sesuai dengan jumlah ternak di dalamnya, kandang harus dijaga
kebersihannya, memperoleh sinar matahari pagi, ventilasi kandang harus cukup
dan terletak lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya agar tidak kebanjiran. Atap
kandang diusahakan dari bahan yang ringan dan memiliki daya serap panas yang
relatif kecil.
Kandang dibagi menjadi beberapa bagian sesuai fungsinya, yaitu:
-

Kandang induk/utama, tempat domba digemukkan. Satu ekor domba

membutuhkan luas kandang 1 x 1 m.


Kandang induk dan anaknya, tempat induk yang sedang menyusui anaknya
selama 3 bulan. Seekor induk domba memerlukan luas 1,5 x 1 m dan anak

domba memerlukan luas 0,75 x 1 m.


Kandang pejantan, tempat domba jantan seluas 2 x 1,5 m/ekor (Rismayanti,
2010).

Menurut Rismayanti (2010), Tipe dan model kandang pada hakikatnya dapat
dibedakan dalam 2 tipe, yaitu:
a. Tipe kandang panggung
Tipe kandang seperti ini memiliki kolong yang bermanfaat sebagai
penampung kotoran. Kolong digali dan dibuat lebih rendah dari permukaan
tanah sehingga kotoran dan air kencingnya tidak berceceran. Alas kandang
terbuat dari bambu yang telah diawetkan, Tinggi panggung dari tanah dibuat
minimal 50 cm/2 m untuk peternakan besar. Palung makanan harus dibuat
rapat, agar bahan makanan yang diberikan tidak tercecer keluar.
Model kandang panggung ini memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dari kandang panggung adalah kandang menjadi lebih bersih
karena kotoran jatuh ke bawah, sehingga kebersihan ternak lebih terjamin,
lantai kandang selalu kering, serta kuman, parasit, dan jamur dapat ditekan.
Beberapa

kelemahannya

antara

lain

biaya

relatif

mahal,

resiko

terperosok/jatuh, dan kandang menahan beban ternak lebih berat.

Gambar 1.2 Kandang Panggung Ternak Domba (Rismayanti, 2010).


b. Tipe kandang dasar
Kandang tipe seperti ini pada umumnya digunakan untuk usaha ternak
domba kereman. Kandang dasar tidak dilengkapi dengan alas kayu, tetapi
ternak beralasan kotoran dan sisa-sisa hijauan pakan. Pemberian pakan
sengaja berlebihan, agar dapat hasil kotoran yang banyak. Kotoran akan
dibongkar setelah sekitar 1-6 bulan.

2.3

Pemberian Pakan
Pakan bagi ternak domba ditinjau dari segi nutrisi merupakan salah satu

unsur yang sangat penting dalam menunjang pertumbuhan, reproduksi, dan


kesehatan ternak. Kebutuhan nutrisi pokok pada ternak domba perah harus
diperhatikan. Pemberian pakan yang baik harus sesuai dengan kebutuhan nutrisi
ternak dan jumlahnya disesuaikan dengan status fisiologis ternaknya. Nutrisi
tersebut dapat dikelompokkan menjadi energi, protein, mineral, vitamin, dan air
(Rismayanti, 2010).
Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak domba, akan tetapi pemberian
pakan penguat (konsentrat) juga sangat diperlukan. Pakan hijauan yang diberikan
minimal terdiri dari 3 macam hijauan, yaitu legume (kacang2an), jenis rumput,
dan daun-daunan. Adapun jenis pakan penguat (tambahan) berupa campuran
beberapa limbah hasil pertanian, seperti bungkil inti sawit, bungkil kelapa, dedak
padi, dedak gandum (polard), molasses serta mineral dan vitamin. Pakan untuk
domba berupa campuran pakan di atas yang disesuaikan dengan tingkatan umur.
Adapun proporsi dari campuran tersebut adalah:
a.
b.
c.
d.
e.

Ternak dewasa: rumput 75%, daun 25%


Induk bunting: rumput 60%, daun 40%, konsentrat 2-3 gelas
Induk menyusui: rumput 50%, daun 50% dan konsentrat2-3 gelas
Anak sebelum disapih: rumput 50%, daun 50%
Anak lepas sapih: rumput 60%, daun 40% dan konsentrat 0,51 gelas
(Sutama, 2009).
Vitamin yang dibutuhkan ternak biasanya cukup disediakan dalam campuran

bahan pakan. Kebutuhan air, juga harus diperhatikan agar ternak dapat minum
setiap saat, sebaiknya di dalam kandang disediakan air bersih sepanjang waktu
(Rismayanti, 2010). Anak domba biasanya mulai mengkonsumsi pakan padat
berupa hijauan ataupun konsentrat pada sekitar umur 2-3 minggu. Konsumsi
pakan padat pada usia tersebut sangat berguna untuk merangsang perkembangan
saluran cerna agar segera dapat mengkonsumsi pakan padat dalam jumlah relative
banyak sebagaimana layaknya ternak ruminanansia semestinya. Pemberian
konsentrat akan memicu pertumbuhan bobot badan yang lebih tinggi, sehingga
dapat disapih pada usia dini setelah mencapai bobot sapih. Bobot sapih biasanya

ditentukan dengan rumus 2,5 x bobot lahir, namun tergantung kepada kondisi
tubuh (Ginting, 2009).
2.4

Manajemen Pencegahan Penyakit


Penyakit yang sering menyerang bibit ternak domba biasanya yaitu scabies,

myasis, orf, bloat (kembung perut), dan cacingan, sehingga perlu dilakukan
manajemen pencegahan penyakit (Rismayanti, 2010). Hal-hal yang harus
diperhatikan dari kesehatan bibit meliputi penjagaan kebersihan tubuh ternak,
kebersihan kandang, peralatan dan pekerja. Kandang harus dibersihkan setiap satu
minggu sekali. Terutama tempat pakan dan tempat minum dicuci dan dikeringkan
setiap hari. Pembersihan rumput liar perlu dilakukan di sekitar kandang. Sanitasi
pekerja dilakukan paling tidak dua kali sehari (mandi) sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan di dalam kandang. Sanitasi pekerja bertujuan agar kebersihan
dan kesehatan pekerja dapat terjaga sehingga dapat terhindar dari bakteri atau
mikroorganisme lain penyebab penyakit yang berasal dari ternak yang sedang
sakit. Selain itu biosecurity juga harus dilakukan dengan ketat (Nugroho, 2011).
Pengontrolan penyakit juga harus dilakukan yaitu dengan cara memisahkan
domba dari yang sehat dan segera mengobati domba yang terserang penyakit.
Lakukan pencegahan dengan menyuntikan vaksinasi pada domba-domba yang
sehat. Kandang beserta lingkungannya tidak boleh terlalu lembab dan harus
terbebas dari genangan air. Kelembaban yang tinggi dan genangan air
mengakibatkan banyaknya nyamuk yang berkembang sehingga dapat menjadi
vector dari beberapa jenis penyakit (Rismayanti, 2010).
Program pengobatan anak domba sangat penting dan harus segera
dilaksanakan. Kejadian penyakit dan gejala yang nampak serta sering terjadi pada
anak domba masa sapih adalah terjadinya diare, gangguan pernafasan, bloat, dan
paralisa. Dilihat dari gejala tersebut, digunakan obat untuk penanganan gejalanya,
yaitu:
Tabel 2.1 Gejala penyakit yang banyak menyerang kambing atau domba (Syarif,
2012).
NO.
PENYAKIT
PENGOBATAN
1.
Diare
Papavarine 3 mL.
9

2.5

2.

Pilek

3.

Bloat
timpani

4.

Paralisa

5.

Scabies

6.

Sakit mata

Sullfadiazine 3 mL
B-Complex 5 ml
Tylosine B-complex
B-Complex 5 ml.
atau Dymethicone 1 ml ad 10 ml air hangat
Dipenhydramine HCL
B-Complex
Biosan (mengandung ATP) 3-5 ml/kg BB
Dipyorine 3-5 ml/kg BB
Abamectin RV diberikan secara topical
Ivermectin 1 mg/kg BB
Obat tetes mata (mengandung Oxy tetracycline)

Pemberian Susu Pengganti


Induk domba biasanya memiliki 2 puting, dan diperlukan pembagian waktu

untuk membagi pada anaknya agar masing-masing anak dapat meminum air susu
induk domba secara merata. Dalam kasus seperti kelahiran anak yang lebih dari 1,
maka anak dapat diberikan susu pengganti / milk replacer. Pemberian susu
pengganti diperlukan pada beberapa kasus seperti air susu induk tidak mencukupi,
atau tidak ada sama sekali dan apabila induk mati. Untuk menyelamatkan anak
domba perlu diberikan susu pengganti. Susu pengganti yang paling baik adalah
susu domba dari induk lain yang sedang menyusui (Ginting, 2009). Anak
kambing dan domba yang umurnya kurang dari tiga minggu sebaiknya
mengkonsumsi susu pengganti yang diformulasikan dari protein susu. Sumber
protein susu yaitu susu utuh (whole milk), susu skim, produk samping keju,
protein produk samping keju, dan kasein ( Suprijati, 2014 ).
2.6

Pembibitan Domba
Menurut Rismayanti (2010), domba yang unggul merupakan domba yang

sehat dan tidak terserang oleh agen penyakit, merupakan domba yang berasal dari
bibit unggul dan memiliki persentase kelahiran dan kesuburan tinggi, serta
kecepatan tumbuh dan persentase karkas yang baik. Oleh karena itu keberhasilan
usaha ternak domba tidak dapat dipisahkan dengan pemilihan induk/pejantan yang
memiliki sifat-sifat yang baik. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
memilih ternak sebagai ternak bibit dapat dilihat pada Tabel 2.2.

10

Tabel 2.2 Sifat-sifat yang Perlu Dipertimbangkan sebagai Ternak Bibit pada
Domba (Rismayanti, 2010).
Sifat Umum
Sifat Khusus
- Umur dewasa kelamin ( Betina 10 bulan, jantan 12 bulan)
- Bentuk tubuh tidak
- Kesuburan (subur) dan jumlah anak sekelahiran sampai di
cacat
sapih (2 ekor )
- Bobot lahir (2,2 kg), bobot sapih (12-13 kg), dan bobot
badan dewasa (jantan 55-60 kg, betina 30-35 kg)
- Sifat Keindukan (mampu menyusui, mengasuh, dan
membesarkan anaknya)
Keturunan yang baik didapatkan dari induk yang memiliki performa yang
baik pula. Tanda-tanda umum bentuk luar ternak yang dianggap baik dapat dilihat
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.3 Tanda-tanda Umum Bentuk Luar Calon Induk (Rismayanti, 2010).
Tanda Umum
Keterangan
Bentuk tubuh
Tubuh besar tetapi tidak terlalu gemuk, dada dalam dan lebar,
kompak, garis punggung dan pinggang lurus, bulu lunak dan
mengkilap
Kenormalan kaki Kaki lurus dan tumit tinggi
Ambing
Bentuk simetris, jumlah putting dua buah, tidak terlalu
menggantung
Keadaan gigi
Jumlah gigi lengkap, rahang bawah dan atas rata
Sifat keindukan
Penampilan jinak, sorot mata ramah
Keturunan
Berasal dari keturunan kembar atau beranak kembar, atau
kelahiran tunggal tetapi berasal dari induk muda

Tabel 2.4 Tanda-tanda Umum Bentuk Luar Calon Pejantan (Rismayanti, 2010).
Tanda Umum
Keterangan
Bentuk tubuh
Tubuh besar tetapi tidak terlalu gemuk, dada lebar, tubuh
relative panjang, bagian tubuh sebelah belakang lebih besar
dan lebih tinggi
Penampilan
Gagah, mencerminkan kemampuan menurunkan sifat yang
baik pada anaknya
Umur
Antara 1,5-3 tahun
Keturunan
Berasal dari keturunan kembar
Aktif
Aktif, siap mengawini induk yang estrus
2.7

Reproduksi

11

2.7.1 Estrus Domba


Estrus pertama untuk ternak domba terjadi pada umur 12 bulan, akan tetapi
alat reproduksi domba belum berfungsi secara sempurna, oleh karena itu ternak
dikawinkan diatas umur 1 tahun. Masa estrus terjadi hanya beberapa saat, pada
waktu hormone estrogen mencapai puncaknya. Masa estrus domba hanya 24-36
jam., dan siklus estrus doma lebih pendek yaitu 16-18 hari. Tanda-tanda birahi
pada domba yaitu vulma mengalami kemerahan, edema dan sering keluar lender,
vulva terasa hangat, tingkah laku liido meningkat, selalu mengembek, gelisah,
nafsu makan turun, menaiki lawan jenis atau sesame betina, menggerak-gerakkan
ekor, jika dinaiki pejantan akan diam (Mulyono, 2006).
2.7.2 Program Perkawinan
Waktu yang baik untuk mengawinkan domba adalah 12-18 jam setelah
terlihat tanda-tanda birahi. Jika pagi hari sudah terlihat tanda-tanda birahi, maka
pada siang hari atau malam hari sudah harus segera dikawinkan. Kemudian
dimasukkan pejantan ke dalam kandang. Apabila dalam siklus estrus pertama
betina tidak menunjukkan tanda-tanda kebuntingan, maka perkawinan harus
diulang pada masa estrus kedua (Mulyono, 2006).
2.7.3 Kebuntingan
Lama kebuntingan bagi domba adalah 150 hari (5 bulan). Sesudah terjadi
kebuntingan, maka siklus birahi yang terjadi akan menjadi terhenti. Tanda-tanda
kebuntingan pada ternak domba sulit diketahui, karena tidak bisa diamati maupun
dipalpasi. Akan tetapi pengamatannya dapat dilihat dari perubahan tingkah laku.
Tanda-tanda kebuntingan pada ternak domba betina adalah sebagai berikut:
- Tidak timbul birahi berikutnya
- Nafsu makan meningkat
- Domba menjadi lebih tenang, tidak suka mendekat pada pejantan. Tidak
mau dinaiki pejantan atau betina (Sugeng, 2000).
2.7

Proses penanganan Anak Domba Pasca Partus


Induk yang akan melahirkan ditandai dengan pengenduran pinggul, ambing

membesar dan puting susu terisi penuh, alat kelamin (vulva) mengalami
pembengkakan, kemerahan dan lembab, gelisah, menggaruk-garuk tanah atau

12

lantai kandangnya dan mengembik serta nafsu makan menurun (Wurlina, 2012).
Tindakan persiapan secara keseluruhan maupun tindakan ketika melahirkan dan
setelah dilahirkan untuk mencegah kematian baik induk maupun anak yang
dilahirkan (Ginting, 2009).
Menjelang kelahiran anak domba, kandang harus bersih dan diberi alas yang
kering untuk menyerap cairan yang keluar selama proses kelahiran. Bahan untuk
alas kandang dapat berupa karung goni/ jerami kering. Obat yang perlu disiapkan
adalah yodium yang dioleskan pada bekas potongan tali pusar. Proses kelahiran
berlangsung selama 15-30 menit, jika 45 menit setelah ketuban pecah, anak
domba belum dilahirkan, maka kelahiran perlu dibantu (Sugeng, 2000).
Proses kelahiran anak domba akan segera terjadi apabila didapati tanda-tanda
tersebut di atas. Jumlah anak yang dilahirkan biasanya adalah 1 atau 2 ekor.
Proses awal kelahiran ditandai dengan keluarnya ketuban dari induk vagina,
berbentuk bulat berisi air. Kemudian akan keluar gelembung lalu pecah diikuti
oleh proses kelahiran anak. Pada posisi normal, anak akan keluar dengan
sendirinya tanpa bantuan siapapun (Alabama, 2006).
Partus akan cukup berlangsung baik jika kondisi badan induk sehat dan tidak
terlalu gemuk. Pada saat kelahiran, lantai kandang segera diberi alas dari karung
beras atau jerami yeng bertujuan agar anak tidak terjepit alas kandang serta anak
domba tidak kotor. Hidung anak domba yang baru lahir dibersihkan agar dapat
bernafas, hendaknya induk domba menjilati anaknya hingga kering dan bersih.
Hal ini menjadi tindakan utama, karena anak yang baru dilahirkan biasanya
hidungnya akan terganggu/tertutupi oleh lendir. Apabila lendir tersebut tidak
segera dihilangkan/ dibersihkan maka dapat mempersulit anak untuk bernafas.
Jika induk tidak mau menjilati tubuh anaknya maka harus segera dibantu
mengelap dengan kain kering (Sugeng, 2000).
Induk yang baru melahirkan hendaknya harus menyusui anaknya supaya
badan anak domba tersebut menjadi sehat dan kuat. Jika induk tidak mau
menyusui anaknya maka anak tersebut harus segera diberikan tambahan susu
dengan menggunakan botol susu. Setelah anak berumur satu minggu, maka induk
sudah dapat dilakukan pemerahan air susunya. Pada umur 3 minggu, anak sudah

13

mulai diajari memakan rumput yang masih muda dan mulai diberikan pakan
penguat seperti konsentrat serta bentuk bubur. Anak pada umur 3-4 bulan sudah
mulai disapih sehingga harus dilakukan perawatan yang lebih intens lagi agar
pertumbuhannya lebih baik dan cepat (Wurlina, 2012).
Kelahiran seekor domba terkadang lebih dari 1 ekor, dalam proses
kelahirannya apabila induk masih terlihat gelisah dan tidak nyaman, kemungkinan
di dalam perut induk masih terdapat anak domba yang belum keluar. Biasanya
jarak kelahiran antara anak pertama dengan selanjutnya berkisar antara 10 menit
jika tidak terdapat gangguan, maka dari itu diperlukan penanganan yang cepat
untuk merawat anak pertama. Apabila induk melahirkan lebih dari 2 anak, maka
diperlukan penanganan khusus untuk kelahirannya (Sarwono, 2007).

14

BAB III
METODE KEGIATAN
3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan
Jadwal pelaksanaan praktek kerja lapang yang telah dilaksanakan pada 9
Februari 10 Maret 2015 di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan
Ternak di Desa Sidomulyo Garahan, Kabupaten Jember.
3.2 Sasaran
Sasaran dari pelaksanaan PKL ini adalah:
3.2.1

Kambing dan domba di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan

3.2.2

Ternak di Desa Sidomulyo Garahan, Kabupaten Jember


Tata laksana atau program perawatan anak domba yang ada di UPT
Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak di Desa Sidomulyo
Garahan, Kabupaten Jember. Adapun aktifitas yang dilakukan adalah:
1. Penanganan pasca kelahiran
2. Pengobatan harian anak domba
3. Pemberian program pengobatan rutin
4. Penanganan gangguan kesehatan pada anak domba
5. Nekropsi pada anak domba (jika ada).

3.3 Metode Pengambilan Data


Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di UPT Pembibitan
Ternak dan Hijauan Makanan Ternak. Kegiatan ini dilakukan dengan cara ikut
aktif dalam penanganan berbagai masalah manajemen kesehatan anak domba.
Metode kegiatan yang dipakai dalam praktek kerja lapang ini adalah metode
survei dengan pengambilan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data
primer yang akan digunakan dalam kegiatan ini yaitu melalui :
a. Observasi Partisipatori
Kegiatan observasi dilakukan secara langsung di lapangan. Hal-hal yang
diobservasi meliputi: cara penanganan kelahiran, pemeliharaan anak domba
postpartus, penanganan kesehatan anak domba, serta pencegahan penyakit,
sistem perkandangan, dan manajemen pakan
b. Wawancara
15

Kegiatan ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan yang terkait


dengan hal hal yang sesuai dengan bidang pekerjaan masing-masing,
seperti petugas kandang, petugas pakan, mantri hewan, dokter hewan di
lapangan dan semua pihak yang terkait dengan UPT Pembibitan Ternak dan
Hijauan Makanan Ternak. Pertanyaan yang diajukan meliputi : cara
penanganan kelahiran, pemeliharaan anak domba postpartus, penanganan
kesehatan anak domba, serta pencegahan penyakit, sistem perkandangan, dan
manajemen pakan.
Data sekunder dapat diambil dari studi literatur, yaitu dengan
membandingkan antara program perawatan anak domba yang diterapkan di
UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Teranak Garahan Jember dan
program perawatan kesehatan anak domba berdasarkan literature atau
penelitian sebelumnya.
3.4 Biodata Peserta PKL
Peserta Praktek Kerja Lapang di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan
Makanan Ternak di Desa Sidomulyo Garahan Kabupaten Jember, yaitu:
Nama Mahasiswa

: Fitriyatunnisa Zulisa

Jurusan

: Pendidikan Dokter Hewan

Universitas

: Brawijaya

NIM

: 115130101111055

Nomor telepon

: 085 655 959 029

Email

: uunzulisa@gmail.com

16

3.5 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang


Jadwal kegiatan PKL di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan
Ternak di Desa Sidomulyo Garahan, Kabupaten Jember oleh mahasiswa Program
Kedokteran Hewan tertera pada tabel yang ada di bawah ini :
Tabel 3.1 Tabel Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang
Minggu
ke1 2 3 4

Kegiatan

1. Persiapan
1.1 Pengajuan Proposal Rencana Pelaksanaan Praktek Kerja
Lapang kepada pihak UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan

Makanan Ternak di Desa Sidomulyo Garahan, Kabupaten


Jember, Jawa Timur
1.2 Penerimaan mahasiswa Praktek Kerja Lapang dan brifing

dari pihak peternakan


2. Pelaksanaan
2.1 Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang di UPT Pembibitan
Ternak dan Hijauan Makanan Ternak di Desa Sidomulyo
Garahan, Kabupaten Jember, Jawa Timur
3. Pengumpulan Data dan Evaluasi Hasil
3.1 Evaluasi hasil

3.2 Pengumpulan data

3.3 Analisa dan pengolahan data

3.4 Penarikan kesimpulan dan penyusunan laporan kegiatan

3.5 Pelepasan mahasiswa Praktek Kerja Lapang

17

BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
4.1

Aktivitas Praktek Kerja Lapang

Tabel 4.1 Aktivitas Praktek Kerja Lapang


No
Waktu
Aktivitas
.
1.
Minggu 1. Penyerahan proposal pengajuan tempat PKL
Pertama 2. Survei lokasi dan orientasi tempat PKL
3. Diskusi dengan kepala dan tenaga kesehatan hewan
4. Aktivitas harian meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan harian anak domba
b. Penanganan gangguan kesehatan pada anak domba
c. Nekropsi harian anak domba
d. Penanganan pasca kelahiran
e. Pemberian air susu pengganti pada anak domba
2.
Minggu 1. Diskusi kelompok PKL
2. Pengumpulan data untuk laporan PKL
Kedua
5. Aktivitas harian meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan harian anak domba
b. Penanganan gangguan kesehatan pada anak domba
c. Pengobatan harian anak domba
d. Nekropsi harian anak domba
e. Penanganan pasca kelahiran
f. Pemberian air susu pengganti pada anak domba
3.
Minggu
1. Diskusi dengan pembimbing lapang
2. Diskusi dengan penanggung jawab kandang
Ketiga
3. Pemberian tato pada anak domba
4. Aktivitas harian meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan harian anak domba
b. Penanganan gangguan kesehatan pada anak domba
c. Nekropsi harian anak domba
d. Penanganan pasca kelahiran
e. Pemberian air susu pengganti pada anak domba
4.
Minggu
1. Diskusi dengan kepala UPT
Keempat 2. Diskusi dengan inseminator
3. Pemberian tato pada anak domba
4. Pemindahan anak domba pasca sapih ke dalam kandang
pembesaran
5. Aktivitas harian meliputi:
a. Pemeriksaan kesehatan harian anak domba
b. Penanganan gangguan kesehatan pada anak domba
c. Nekropsi harian anak domba
d. Penanganan pasca kelahiran
18

e. Pemberian air susu pengganti pada anak domba


BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1

Sejarah Singkat UPT PT-HMT Garahan kabupaten Jember


Unit Pelaksana Teknis Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak

(UPT PT dan HMT) Jember adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Peternakan
Provinsi Jawa Timur. Sejarah dari UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan
Ternak yaitu dimulai pada tahun 1950-1965. UPT ini awalnya merupakan tempat
pembibitan kuda Sandel Wod dan Sapi Sumbawa/Ongole serta Kambing Ettawa
oleh TNI AD. Kemudian pada tahun 1965-1969 UPT ini vacum. Pada tahun 19691979 dirintis pengembangan aktivitas pertanian dan perkebunan dengan komoditi
khusus kopi dan randu. Sehingga pada tanggal 16 Januari 1979 mulailai dirintis
proyek Pembangunan Peternakan yang langsung dikelola Dinas Peternakan
Daerah Tingkat I Propinsi Jawa Timur dengan nama: UPT Pusat Pembibitan
Ternak dan Hijauan Makanan Ternak Garahan Jember, dengan spesialisasinya
adalah pembibitan dan pemuliabiakan ternak kambing dan domba serta HMT.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDH TK.I Propinsi Jjawa Timur terjadi
perubahan nama instansi menjadi BPT dan HMT Garahan Jember. Berdasarkan
Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2000 BPT dan HMT Garahan Jember
mempunyai spesialisasi terhadap bidang teknis pembibitan dan pemuliabiakan
ternak serta HMT unggul. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur No. 130
Tahun 2008 berubah nama menjadi UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan
Makanan yang memiliki spesialisasi di bidang teknis pembibitan, pembiakan,
budidaya ternak, HMT, ketatausahaan dan pelayanan masyarakat.
Fokus utama UPT PT dan HMT tahun 2015 dalam usaha peternakan adalah
pembibitan dan pengembangan Domba Ekor Gemuk (DEG) sebagai ternak
genetik lokal unggul, serta pembibitan dan pengembangan kambing Peranakan
Ettawa (PE) dan kambing senduro, selain itu juga dikembangkan usaha
peternakan sapi perah, sapi potong dan ayam buras (petelur).

19

Tabel. 5.1 Populasi Ternak Tahun 2014 di UPT PT HMT Garahan Jember
Jenis Ternak
Jumlah
Domba
650 ekor
Kambing
200 ekor
Sapi Perah
19 ekor
Sapi Potong
25 ekor
Ayam Buras
1200 ekor
Total Populasi
2094
Tenaga kesehatan hewan yang terdapat di UPT PT HMT terdiri dari 4 orang
lulusan sarjana peternakan dan 1 orang dokter hewan yang bertugas melakukan
supervise, dan 1 orang inseminator. Sedangkan yang bertugas dalam pengobatan
rutin dilakukan oleh 1 orang paramedic veteriner. Adapun tugas pengobatan yang
dilakukan setiap hari yaitu meliputi kasus penyakit yang sedang terjadi, serta
melakukan pencegahan terhadap cacing dan ektoparasit.
5.2

Letak Geografis UPT PT-HMT Garahan Jember


UPT PT dan HMT Garahan Jember berlokasi di sebelah timur kota Jember

30 km, ke arah Kabupaten Banyuwangi, tepatnya di Desa Sidomulyo, Kecamatan


Silo, dengan topografi bergelombang, pada ketinggian 513 m diatas permukaan
laut, tingkat kelembaban 65-85 %, suhu harian 24 28 oC, dengan struktur tanah
liat berpasir. Jarak kandang dengan pemukiman warga cukup jauh, karena
kandang terletak di tengah-tengah perkebunan yang dikelilingi oleh pohon pinus
serta hijauan dan rumput gajah sehingga terhindar dari polusi udara dan
kebisingan.
Luas tanah UPT PT dan HMT Jember yaitu 31,8 hektar yang dipergunakan
untuk lahan hijauan pakan, bangunan kantor, kandang ternak, asrama/perumahan,
gudang, jalan, musholla dan lain lain. Lahan Hijauan Makanan Ternak dengan
koleksi tanaman golongan rumput-rumputan diantaranya yaitu rumput gajah,
rumput lampung/Taiwan, rumput raja, rumput Brachiaria briazanta, rumput
mordraf, rumput benggala, rumput hypar, rumput setaria, dan lainnya. Sedangkan
lahan HMT untuk koleksi tanamana legume meliputi lamtoro, kaliandra merah

20

dan putih, glyrecidea (gamal), turi, desmodium, glycine, centrocema, siratro, dan
lain lain.

Gambar 5.1 Denah Lokasi UPT PT dan HMT Garahan

Gambar 5.1 Denah Lokasi UPT PT dan HMT Garahan


Keterangan:
1
= Klinik Hewan
2
= Asrama Mahasiswa
3
= Musholla
4
= Asrama Siswa Magang
5
= Gudang Pakan
6
= Kantor
7
= Laboratorium Susu
8
= Gudang Pakan
a,b,c = Kandang Kawin domba
d,e,f = Kandang Pembesaran domba.
5.2

g,h,i
j,k,l
m
N
O,P,Q,R
S,T
U,V
W
X
Y

= Kandang Kawin domba


= Kandang Kawin domba
= Kandang beranak domba
= Kandang Isolasi Domba
= Kandang Kawin Kambing
= Kandang ayam
= Kandang pembesaran kambing
= Kandang Sapi perah
= Kandang kawin sapi perah
= Kandang sapi potong

Sistem Perkandangan
Kandang adalah syarat paling utama yang dibutuhkan untuk peternakan

domba. Bangunan kandang berfungsi untuk melindungi ternak dari lingkungan


yang dirasa merugikan, seperti menghindarkan dari terik matahari, hujan,
gangguan binatang buas dan lain-lain. Oleh karena itu, kandang harus dibuat
21

sehingga ternak merasa nyaman dan aman. Teradapat beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam pembuatan kandang yaitu: tempat/lahan yang tanahnya kering
dan letaknya tinggi, jarak kandang 10 meter dari sumur dan rumah, cukup
mendapat sinar matahari pagi yang merata dan udara yang segar serta bersih,
terlindung dari hembusan angin langsung, tersedia tempat pakan dan minum yang
mudah dibersihkan, dan menggunakan bahan bangunan yang kuat.

Gambar 5.2 Kandang Kawin dan Pembesaran Domba Ekor Gemuk


Kandang domba di UPT PT dan HMT dibagi menjadi 4 lokasi kandang yang
berbeda fungsinya, diantaranya yaitu kandang pembesaran, kandang kawin,
kandang beranak dan kandang isolasi. Kandang A,B,C merupakan kandang
kawin. Kandang D,E,F diisi oleh anak domba masa lepas sapih (usia > 2,5 bulan).
Kandang G,H,I merupakan kandang kawin yang masing-masing diisi oleh bibit
komersil, sebar, dan dasar. Kandang J,K,L juga merupakan kandang kawin.
Kandang M diisi oleh indukan yang baru melahirkan dan anak yang baru
dilahirkan. Sedangkan untuk kandang N merupakan kandang isolasi yang diisi
oleh domba yang terserang penyakit.
Kandang kawin masing-masing terdiri dari dua flock, tiap flock berisi 10
ekor domba dengan jumlah pejantan 1 ekor dan 9 ekor induk betina. Untuk
kandang pembesaran masing-masing terdiri dari 15 ekor anak usia sapih. Luas
kandang domba menurut Rismayanti (2010) untuk satu ekor domba sebaiknya
22

adalah 1,5 x 1 m2, hal ini bertujuan agar perputaran oksigen dalam kandang
berlangsung secara baik. Selain itu, hal ini juga mempermudah dalam pemantauan
kesehatan ternak. Pada kandang domba UPT, memiliki luas kandang sekitar 30 x
8 m2 dengan ternak domba didalamnya sebanyak 20-25 ekor, hal ini telah sesuai
dengan pernyataan Rismayanti (2010).
Kandang dibuat dengan alas dan dinding dari kayu, lengkap dengan kolong
untuk menampung kotoran domba dibawah kandang. Lantai kandang dibuat
berlubang, yaitu lantai memiliki kolong untuk keluarnya kotoran agar turun ke
bawah, celah atau lubang pada lantai berjarak 3-5 cm. Lebarnya jarak atau lubang
akibat dari konstruksi bangunan kandang yang terlalu tua dan masih belum
adanya renovasi dari pihak pemerintah. Hal ini sedikit tidak sesuai menurut
Sugeng (2000), yang menyatakan bahwa lebar celah kandang panggung harus
dibuat sekitar 1,5-2 cm. Lubang atau celah lantai kandang di UPT yang terlalu
lebar sering mengakibatkan kaki domba terperosot masuk kedalamnya, sehingga
menyebabkan kaki domba terkilir hingga patah. Dapat dilihat lubang atau celah
lantai kandang di UPT pada gambar 5.3.

Gambar 5.3 Lubang atau Celah lantai kandang di UPT PT HMT Garahan
Induk dan anak yang baru dilahirkan diletakkan pada kandang dasar selama
1 bulan. Hal ini bertujuan supaya anak domba tidak terperosot pada celah lantai
jika diletakkan pada kandang panggung, sehingga angka morbiditas pada anak
domba khususnya kejadian fraktur dapat diminimalisir. Kandang dasar di UPT PT
dan HMT ini terdiri dari 6 flock, masing-masing flock terdapat sebanyak 6 ekor

23

induk dan 8 ekor anak. Kandang dasar untuk anak domba dan induk yang baru
melahirkan di UPT PT dan HMT dapat dilihat pada gambar 5.4

Gambar 5.4 Kandang dasar untuk indukan dan anak domba pasca lahir
Kerugian dari kandang seperti ini adalah kotoran akan menumpuk pada alas
kandang karena tidak terdapat kolong yang berfungsi sebagai tempat
penampungan kotoran, akibatnya kotoran akan menumpuk di atas lantai sehingga
dapat digunakan sebagai sarang penyakit. Kandang yang bau dan kotor akan
membuat lalat dan nyamuk sebagai vektor pembawa penyakit mudah masuk ke
dalam kandang. Selain itu, kandang beranak yang diterapkan disini memiliki
kekurangan pada tempat pemberian pakannya. Di UPT PT dan HMT ini tempat
pemberian pakan dijadikan satu, sehingga induk maupun anak domba dapat
memakan hijauan atau pellet yang sama. Sedangkan menurut Sutama (2009),
proporsi campuran pakan untuk induk menyusui dan anak sebelum disapih tidak
sama. Pada anak pra sapih tidak boleh diberikan campuran pakan konsentrat.
Sedangkan pada UPT PT dan HMT, tidak terdapat sekat antara induk dan anak
pada tempat pakannya, sehingga anak dapat dengan mudah memakan konsentrat
induknya. Kandang seperti ini kurang cocok untuk diterapkan pada indukan dan
anak domba pasca melahirkan.

24

5.3

Pemberian Pakan
Kebutuhan makanan yang diperlukan oleh ternak domba dan mutlak harus

tersedia dalam jumlah yang cukup adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin,
mineral dan air. Domba adalah ternak yang memerlukan bahan pakan berupa
hijauan dalam jumlah besar, yaitu sekitar 90%. Pakan konsentrat atau pakan
penguat hanya sebagai pakan tambahan saja (Williamson, 2000). Hijauan yang
digunakan sebagai pakan ternak di UPT PT dan HMT Garahan ini didapatkan dari
rumput-rumputan yang dibudidayakan sendiri di kawasan UPT. Hijauan yang
terdapat di lahan UPT diantaranya yaitu bibit rumput raja, rumput gajah/lampung
maupun bibit legum gamal, lamtoro, kaliandra, centrosema dan lain-lain.
Pemberian pakan di UPT PT HMT diberikan dalam bentuk hijauan serta
konsentrat berupa campuran katul padi, empok jagung, ampas tahu, tepung ikan,
garam, tetes tebu, dan damami. Konsentrat dibuat sendiri oleh bagian HMT
dengan pembelian bahan di Jember. Untuk pemberian minum diberikan secara ad
libitum berdasarkan status ternak. Komposisi ransum domba di UPT PT dan HMT
dapat dilihat pada tabel 5.2, sedangkan untuk kebutuhan komposisi ransum domba
per ekor per hari dapat dilihat pada tabel 5.3.
Tabel 5.2 Komposisi Ransum Domba di UPT PT dan HMT
No.
Komposisi
Prot.
Keb. Bhn Batas Max
Kasar (%) Pakan (kg) Bhn Pakan
(kg)
1
Katul Padi
6,57 %
16
16
2
Empok Jagung
10.10 %
13
30
3
Ampas Tahu
18.62 %
60
60
4
Tepung ikan
50 %
2
6
5
Mineral
0
0
0
6
Gamblong
2.35%
43
79
7
Tetes
3.40 %
2
2
8
Damami
20 %
60
70
JUMLAH
196
263

25

Keb. Prot.
Kasar (%)
1.0512
1.313
11.172
1
0
1.0105
0.068
12
27.6147

Tabel 5.3 Kebutuhan Ransum Domba per Hari di UPT PT dan HMT
Fase
Jumlah
Rata-rata BB
Keb.
Juml.
Ternak
Ternak
Ternak (kg)
Konsentrat/hr Konsentrat/h
(kg)
r (kg)
Pejantan
22
55
0.6
13.2
Induk
185
45
0.45
83.25
Muda
54
25
0.25
13.5
Anak
181
15
0.15
27.15
Jumlah Total Keb. Konsentrat per hari
137.1
Ransum pakan di UPT PT dan HMT Garahan Jember ini, telah ditentukan
sesuai dengan umur dan berat badan ternaknya, akan tetapi untuk pemberian
ransum pada induk dan anak yang baru dilahirkan, tidak diatur komposisi
ransumnya, karena tempat pemberian pakan untuk anak dan induk yang dicampur.
Sehingga anak domba pun dapat memakan hijauan diatas rata-rata pemberiannya
dan dapat pula memakan konsentrat yang sebenarnya tidak boleh dimakan oleh
anak domba.
Pemberian pakan diberikan 2 kali sehari pada pukul 8.30 diberikan
konsentrat dan setengah jam selanjutnya diberikan hijauan. Pemberian kedua pada
pukul 14.00 diberikan konsentrat dan setengah jam berikutnya diberikan hijauan.
Akan tetapi anak domba yang masih belum disapih, yang berkumpul dengan
induknya, akan memakan rumput maupun konsentrat seperti induknya. Hal ini
menyebabkan system pencernaan anak domba akan terganggu, karena saluran
pencernaannya masih belum berfungsi sempurna. Tidak sesuainya makanan yang
dikonsumsi oleh anak domba akan berakibat pada kesehatan anak domba tersebut
dan meningkatkan resiko penyakit pencernaan. Hal ini terjadi pada UPT PT dan
HMT Garahan, terdapat beberapa anak domba yang menderita akibat gangguan
pencernaan, dengan manifestasi mencret. Hal ini dapat mengindikasikan bahwa
faktor pakan dapat mempengaruhi kesehatan pencernaan anak domba.
5.5

Penanganan Anak domba Post Partus


Tanda-tanda induk yang akan melahirkan yaitu merasa gelisah, vulva

mengeluarkan lendir, dan ambing mengeras. Penanganan kelahiran pada domba di

26

UPT PT dan HMT pada awalnya dilakukan dengan segera memindahkan induk
dari domba-domba yang lain, dihindarkan dari keramaian, dan dierikan alas
jerami di bawah tubuh domba. Proses kelahiran domba biasanya berlangsung
dalam waktu singkat. Antara anak pertama dan anak yang lahir berikutnya
berlangsung sekitar 15-30 menit. Akan tetapi jika kelahiran domba berlangsung
pada malam hari, maka domba tidak dipindahkan, jadi tetap pada kandangnya.
Setelah anak domba keluar, maka harus dibantu untuk menyusu pada induknya,
serta dilakukan pengamatan terhadap respon induk terhadap anak. Kemudian pada
saluran umbilicus diberikan antiseptic untuk mencegah terjadinya kontaminasi.
Setelah plasenta induk keluar, maka induk dan anak domba segera dipindahkan ke
kandang lemprak, agar anak domba tidak mengalami patah kaki akibat lubang
lantai kandang yang terlalu lebar jaraknya.
Penanganan anak domba post partus yaitu dengan segera mengangkat dan
memindahkan anak dari induknya, untuk menghindarkan anak agar tidak terinjak
oleh induknya. Anak domba dan induk harus dipindah ke kandang sekat, agar
induk tidak mencederai anaknya serta anak domba dapat segera menyusu pada
induknya agar mendapatkan asupan kolostrum (Sarwono, 2004). Akan tetapi pada
UPT PT dan HMT induk tidak dipisahkan dengan anaknya serta tidak dipindah
pada kandang sekat, tapi dipindah pada kandang dasar. Kekurangan dari kandang
ini yaitu, anak dapat memakan konsentrat dan pakan yang disediakan untuk
induknya, sedangkan untuk anak domba pra sapih masih tidak dianjurkan untuk
memakan konsentrat karena saluran pencernaannya yang masih belum berfungsi
sempurna.
Pasca kelahiran anak domba, maka dilakukan pengukuran berat lahir anak
domba dan berat badan induk. Berat lahir anak diukur dengan tujuan untuk
melihat berat lahir pertamanya, sehingga dapat diketahui berat badan kedepannya
mengalami pertambahan atau penurunan. Selain berat lahir anak, juga diukur
panjang badan, lingkar dada, tinggi badan, panjang ekor, bentuk ekor, lebar ekor,
dan tipe ekornya. Apabila anak domba telah berumur 3 bulan, maka anak dan
induk dipindahkan ke kandang pembesaran.

27

5.6

Pemberian Air Susu Pengganti


Ternak domba di UPT PT dan HMT pada umumnya melahirkan 2 anak,

tetapi juga sering terjadi kelahiran 3 anak. Akan tetapi biasanya ternak yang
melahirkan lebih dari 2 ekor, salah satu dari anaknya tidak akan bertahan lama dan
memiliki bobot lahir yang rendah. Angka kematian anak domba yang tinggi
sebelum mencapai umur sapih sebagian besar disebabkan oleh kurangnya zat
makanan yang disediakan oleh induk dalam bentuk air susu. Sementara anak
domba sangat tergantung pada ketersediaan air susu sebagai bahan makanan
dalam menopang pertumbuhan dan kehidupan sebelum ternak disapih. Produksi
susu induk yang rendah juga dapat menurunkan laju pertumbuhan dan bobot
sapih.
Susu pengganti yang diberikan oleh penanggung jawab kandang di UPT PT
HMT, biasanya didapatkan dari susu sapi perah. Akan tetapi menurut penanggung
jawab kandang, meskipun salah satu anak domba tersebut diberikan susu
pengganti, pertumbuhan berat badannya tidak sebesar dan sebaik anak yang
menyusu induknya, bahkan terkadang anak yang diberi susu pengganti dengan
susu sapi, umurnya tidak berlangsung lama. Pemberian susu pengganti pada anak
prasapih berpengaruh pada performans dan kesehatan ternak (Sutama, 2008).
Komposisi susu pengganti harus harus disesuaikan dengan jenis ternak yang akan
meminumnya. Susu pengganti untuk sapi perah umumnya tidak dapat digunakan
untuk susu pengganti pada ternak domba. Hal ini dikarenakan susu domba
mempunyai kandungan lemak, protein dan mineral yang lebih besar dari susu sapi
( Chester, 2011). Komposisi zat gizi berbagai jenis susu dapat dilihat pada tabel
5.4.
Tabel 5.4 Komposisi Zat Gizi Berbagai Jenis Susu (Krishnamoorthy, 2011).
Jenis susu
Lemak (%)
Protein (%)
Laktosa (%)
Air (%)
Domba
8,28
5,44
4,78
80,60
Kambing
4,09
3,71
4,2
87,81
Kerbau
7,4
4,74
4,64
82,44
Sapi
3,9
3,4
4,8
87,1
Kuda
1,59
2,0
6,14
89,86

28

Susu pengganti berfungsi untuk mengganti susu yang seharusnya diberikan


oleh induk, maka dari itu harus mempunyai karakteristik seperti susu segar, antara
lain bentuk fisik, tekstur, rasa dan kandungan nutrisinya. Susu pengganti untuk
sapi komersial yang mengandung 20-22% protein dan 10-25% lemak dapat
dipergunakan untuk anak kambing. Namun, untuk anak domba, susu pengganti
komersial tersebut tidak dapat dipergunakan karena kandungan susu pengganti
untuk anak domba harus mengandung 24% protein dan 20-30% lemak. Anak
kambing dan domba yang umurnya kurang dari tiga minggu sebaiknya
mengkonsumsi susu pengganti yang diformulasikan dari protein susu. Sumber
protein susu yaitu susu utuh (whole milk), susu skim, produk samping keju,
protein produk samping keju, dan kasein. Penggunaan protein nonsusu
menurunkan kecernaan dan akan timbul diare ( Suprijati, 2014 ).
5.7

Program Kesehatan Anak domba


Sanitasi dan biosecurity sangat perlu diterapkan untuk mencegah adanya

agen pembawa penyakit. Sanitasi kandang serta hygiene anak domba maupun
induk selalu diperhatikan di UPT PT dan HMT Garahan. Sanitasi yang dilakukan
untuk membersihkan kandang termasuk didalamnya adalah peralatan yang ada di
dalam kandang. Kegiatan sanitasi kandang yang dilakukan di UPT PT dan HMT
diantaranya yaitu: pembersihan dan penyemprotan kandang dilakukan sebelum
hewan masuk dengan menggunakan desinfektan, hal ini dilakukan untuk
membersihkan kandang dari mikroorganisme penyebab penyakit. Pembersihan
peralatan kandang, seperti tempat pakan dan tempat minum. Pembersihan lantai
kandang dilakukan secara rutin setiap hari, serta pembersihan tempat pakan dari
sisa-sisa makanan yang tidak habis.
Hygiene anak domba di UPT PT dan HMT dilakukan dengan cara
memberikan antiseptik pada daerah umbilicus agar tidak terjadi radang atau
infeksi. Sedangkan untuk hygiene pada induk yaitu dilakukan pencukuran bulu
dan pemotongan kuku secara rutin setiap 2 minggu sekali. Pemotongan kuku ini
dimaksudkan agar induk terhindar dari penyakit kuku yang dapat menurunkan
harga jual serta menurunkan nafsu makan sehingga dapat pula menurunkan berat

29

badan induk. Pencukuran bulu dimaksudkan agar induk terlihat bersih serta
mengurangi penyebaran bibit penyakit yang berasal dari hewan atau
mikroorganisme yang ditularkan secara kontak langsung.
Pencegahan adanya infeksi penyakit sangat perlu diterapkan dalam
peternakan, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
-

Tempat makan dan air minum dijaga selalu bersih


Dihindarkan dari lingkungan yang selalu lembab dan becek
Perlu diberi saluran pembuangan air
Ruang gerak domba tidak terbatas agar domba dapat exercise
Dilakukan pengontrolan kesehatan ternak setiap harinya
Konstruksi kandang harus memenuhi persyaratan
Kandang bisa mendapatkan sinar pagi yang cukup.
Program kesehatan anak domba ini dilakukan mulai umur 2 minggu

pertama. Program ini bertujuan sebagai pengendalian penyakit pada anak domba,
karena anak domba biasanya rentan terhadap berbagai macam penyakit. Maka dari
itu program kesehatan ini perlu diterapkan dengan baik. Terdapat program
kesehatan yang diterapkan di UPT PT dan HMT Garahan Jember yang dapat
dilihat pada tabel 5.5.
Tabel 5.5 Program Kesehatan Anak domba
Domba
Umur
Pengobatan
Domba anakan
Post partus
Gusanex spray (Dichlofention 1%)
2
minggu
B-Complex 0,5 ml/ kg BB IM
4 minggu
Albendazole 1/3 bolus per oral
4 minggu 3 hari Pengulangan B-Complex 0,5 ml/kg BB
IM
Oxytetracycline 1 ml/kg BB (jika
8 minggu
diperlukan)
Program kesehatan anak domba dimulai dengan pemberian gusanex spray
pada anak domba pasca partus. Gusanex spray mengandung Dichlofention 1%,
yang juga mengandung bahan antiseptik guna meningkatkan penyembuhan pada
pemotongan plasenta anak domba yang baru dilahirkan. Penggunaan Gusanex
juga mampu mengatasi penyebaran bakteri dalam waktu 7-20 hari, dengan
interval penyemprotan 5-7 hari sekali, sehingga akan meminimalisir terjadinya
kontaminasi bakteri pada umbilicus anak domba yang dapat menyebabkan radang
umbilicus.

30

Anak domba yang berumur 2 minggu hanya diberikan B-Complex dengan


dosis 0,5 ml/kg BB secara IM. Injeksi Vitamin B Kompleks mengandung vitamin
B (vitamin B1, B2, B6, nicotinamide dan D-panthenol) yang sangat diperlukan
dalam proses metabolism. Salah satu fungsi dari vitamin B kompleks adalah
secara tidak langsung membantu kerja organ limfoid dalam menghasilkan
antibodi/kekebalan. Pemberian vitamin B kompleks juga dapat memperbaiki
proses metabolisme tubuh ternak dan membantu meningkatkan nafsu makan,
sehingga anak domba akan lebih sehat.
Anak domba di UPT PT dan HMT Garahan Jember, pada umur 4 minggu
sudah diikutkan program kesehatan rutin 3 bulan untuk pemberian obat cacing.
Pemberian obat cacing pada umur 4 minggu ini dikarenakan tingginya angka
kejadian helmintiasis pada domba. Menurut Setiawan (2008), Lingkungan
menentukan pengaruh positif atau negatif terhadap hubungan antara ternak dengan
agen penyakit. Pada lingkungan tropis basah, tingkat infeksi cacing pada ternak
cukup tinggi. Telur-telur cacing masuk ke dalam tubuh ternak melalui hijauan
yang dikonsumsi dan berkembang dalam saluran pencernaan. Bagian usus halus
dan lambung tempat cacing menghisap darah akan mengalami iritasi dan
kerusakan mukosa usus. Kerusakan mukosa usus mengakibatkan gangguan
penyerapan nutrisi dan pencernaan sehingga membuat ternak tampak kurus.
Hijauan di UPT PT dan HMT ini dalam pemberiannya tidak dilayukan terlebih
dahulu, sehingga dimungkinkan telur cacing akan masuk melalui pakan hijauan
basah tersebut. Obat cacing yang diberikan yaitu albendazole yang bertujuan
untuk membunuh stadium cacing pada saluran pencernaan. Mekanisme kerja dari
Albendazole ini yaitu bekerja dengan jalan menghambat sintesis mikrotubulus
dalam nematoda, akibatnya parasit-parasit usus dilumpuhkan atau mati perlahanlahan. Obat ini juga memiliki efek larvicid (membunuh larva) serta efek ovocid
(membunuh telur) (Syarif, 2012).
Anak domba pada umur 8 minggu yang terinfeksi penyakit mata seperti
konjungtivitis dan penyakit saluran pencernaan yang diakibatkan oleh bakteri
gram positif maupun gram negatif dan beberapa spesies protozoa dapat diberikan
oxytetracycline. Oxytetracycline adalah bakteriostatik dan dalam konsentrasi
tinggi adalah bacterisidal. Cara kerja kelompok antibiotik tetrasiklin adalah
31

dengan penghambatan protein mikroorganisme. Dosis dan cara pemberian 1 ml


per 10 kg berat badan secara IM.
5.8

Program Pengobatan Anak domba Sakit


Pertumbuhan adalah salah satu aspek terpenting dalam produksi peternakan.

Pertumbuhan ternak yang baik dapat meningkatlkan penampilan produksi serta


kesehatan ternak. Salah satu fase yang paling rentan tingkat pertumbuhannya yaitu
pada fase pra sapih. Pada fase ini harus benar-benar diperhatikan kesehatan dari
anak domba. Kejadian penyakit dan gejala yang tampak dan sering terjadi pada
anak domba diantaranya yaitu diare, myasis, gangguan pernapasan, scabies,
paralisa atau terlihat lemas. Dilihat dari gejala tersebut segera dilakukan beberapa
pengobatan. Pemberian obat dilakukan berdasarkan dari pengalaman dan
keefektifitasan obat tersebut.
Angka kejadian penyakit pada UPT PT dan HMT Garahan cukup tinggi.
Persentase kematian anak domba mencapai 10%. Kejadian penyakit yang tercatat
sebanyak 16 kasus, yaitu sebagai berikut: 5 kasus diare, 6 kasus miyasis, 1 kasus
paralisa, dan 4 kasus scabies. Kasus yang tercatat menyerang pada anak domba
pra sapih sampai pasca sapih. Total kejadian penyakit pada anak domba adalah 16
kasus dari total 45 ekor jumlah anak domba, sedangkan kasus kematian selama
bulan februari sebanyak 7 kasus. Penggunaan daftar obat yang diterapkan di UPT
PT dan HMT Garahan dapat dilihat pada tabel 5.6.

Tabel 5.6 Program Pengobatan Anak Domba di UPT PT dan HMT Garahan
Jember
Jumlah
No.
Penyakit
Pengobatan
Hewan Sakit
1.
Myasis
6
Gusanex spray
2.
Diare
5
Oxytetracycline 1 ml/10 kg BB (IM)
4.
Scabies
4
Mectisan 0,5 ml/10 kg BB (SC)
5.
Paralisa
1
Biosan (mengandung ATP) 3-5 ml/kg
BB (IM)
32

Jumlah

16 ekor

5.8.1 Kejadian Myasis


Myiasis merupakan infestasi larva lalat (diptera) pada jaringan kulit.
Myiasis biasanya terjadi pada luka terbuka. Kasus myasis sering ditemukan pada
bagian sekitar mata, mulut, vagina, tanduk yang dipotong, luka kastrasi dan pusar
hewan yang baru lahir. Lalat Chrysomya bezziana adalah agen primer penyebab
myasis dan bersifat parasit obligat. Kejadian myasis selalu didahului oleh adanya
luka-luka traumatik atau luka pasca melahirkan. Gigitan caplak juga dilaporkan
sebagai factor predisposisi utama penyakit ini. Awal infestasi larva terjadi ketika
lalat betina meletakkan telurnya pada daerah kulit yang terluka. Telur akan
menetas menjadi larva, selanjutnya larva tersebut bergerak lebih dalam menuju ke
jaringan otot sehingga menyebabkan peradangan dan daerah luka semakin lebar.
Kondisi ini mengakibatkan tubuh ternak menjadi lemah, nafsu makan menurun,
demam serta diikuti penurunan produksi susu dan bobot badan bahkan dapat
terjadi anemia. Bau yang busuk dari luka tersebut mengundang lalat sekunder (C.
rufifacies, C. megachepala, Sarcophaga sp) dan lalat tersier (Musca domestica,
Fannia anstralis) ikut meletakkan telurnya diluka tersebut. Adanya infeksi
sekunder dapat menyebabkan myasis semakin parah dan berakhir dengan
kematian (Wardhana, 2006). Tabel pemeriksaan klinis myasis anak domba di UPT
PT dan HMT pada tabel 5.7.

Tabel 5.7 Tabel Pemeriksaan Klinis Myasis pada Anak Domba di UPT PT dan
HMT
No.
Jenis
Umur
Anamnesa
Gejala Klinis
Ket.
Anak Kelamin
domba
A 012
Betina
7 hari
Baru dilahirkan, Terdapat
Mati
A 009
Betina
28 hari Sisa kotoran yang belatung
pada Hidup
C 003
Betina
15 hari
Hidup
33

C 016
C 017
D 010

Jantan
Jantan
Betina

23 hari
10 hari
26 hari

ada di anus tidak


segera dibersihkan,
kandang
kotor,
diare, terdapat luka
kecil pada vulva

ekor, bau busuk Hidup


yang menyengat, Hidup
ekor berlubang, Hidup
adanya tetesan
darah pada anus

Kejadian myasis vulva pada anak domba di UPT PT dan HMT Garahan
mencapai 6 kasus, dan terdapat 1 ekor anak domba yang mati akibat penyakit
myasis ini. Anak domba yang mati tersbut masih berumur 1 minggu, dengan
gejala klinis yang telah disebutkan diatas, sehingga dapat didiagnosa bahwa anak
domba terinfeksi myasis. Kematian 1 ekor anak domba ini diakibatkan karena
umur dari anak domba terlalu muda sehingga masih rentan dalam berbagai
penyakit, selain itu disebabkan karena kurang cepatnya tindakan pengobatan yang
dilakukan. Pengobatan untuk anak domba yang terkena myasis di UPT PT dan
HMT Garahan hanya diobati dengan menyemprotkan gusanex yang mengandung
Dichlofention 1%. Gusanex digunakan untuk mengobati luka pada ayam, sapi,
babi, kambing,domba, anjing dan kuda, serta membasmi Larva Screw Worm. Cara
pemakaiannya yaitu luka dibersihkan terlebih dahulu, kemudian semprot luka
sampai mencapai bagian yang terdalam secepat mungkin untuk menghindari
infestasi Larva Srew Worm dan infeksi bakteri. Semprotkan sedikit Gusanex pada
daerah di bawah luka (Syarif, 2012). Penyemprotan dilakukan pada jarak 10 cm
dari luka yang diobati. Pengobatan Gusanex spray ini diulang setiap 3 - 7 hari
sampai luka sembuh. Dapat dilihat pengobatan Myasis pada gambar 5.5

34

Gambar 5.5 Pengobatan Myasis pada Anak Domba

5.8.2 Kejadian Diare


Diare atau mencret merupakan indikasi adanya gangguan pada saluran cerna
akibat bebagai penyebab baik penyakit seperi koksidiosis maupun gangguan
metabolism pakan atau kombinasi keduanya. Tanda diare adalah feses atau
kotoran yang encer dan berwarna hijau muda atau hijau tua, atau hijau kemerahan
atau kuning kehijauan serta ternak terlihat lemah. Gejala ini biasanya sering
muncul pada anak domba yang di sebabkan karena memakan hijauan yang masih
muda dan basah serta memakan konsentrat yang berlebihan. Pemeriksaan klinis
diare karena pakan pada anak domba di UPT PT dan HMT dapat dilihat pada tabel
5.8
Tabel 5.8 Tabel Pemeriksaan Klinis Diare karena Pakan pada Anak Domba di
UPT PT dan HMT
No.
Jenis
Umur
Anamnesa
Gejala Klinis
Ket.
Anak Kelamin
domba
A 011
Jantan
7 hari
Anak domba berumur Diare, feses cair, Mati
A 008
Jantan
5 hari

2
minggu, berwarna kuning Mati
A 012
Betina
10 hari terkadang memakan kehijauan, kurus, Mati
B 016
Jantan
19 hari konsentrat
Mati
induk, pertumbuhan
C 020
Betina
15 hari
Mati
jarang menyusu pada terganggu
C 021
Jantan
7 hari
Mati
induknya.
Kejadian diare pada anak domba di UPT PT dan HMT Garahan mencapai 6
kasus, dan enam ekor anak domba tersebut mati. Dilihat dari anamnesa dan gejala
klinis di atas, dapat didiagnosa bahwa anak domba tersebut menalami diare karena
pakan. Pakan hijauan yang terlalu muda dan basah menjadi penyebab diare pada

35

anak domba, serta ketidaksesuaian pakan yang dikonsumsi oleh anak domba
karena bercampur dengan pakan indukan. Hijauan dapat diberikan pada anak
domba setelah berumur diatas 3 bulan, karena setelah umur tersebut sistem
pencernaan anak domba diperkirakan sedikit berfungsi secara sempurna.
Pengobatan yang dilakukan yaitu dengan pemberian Oxytetracycline 1 ml/ 10 kg
BB. Mekanisme kerja Oxytetracyclin yaitu merusak sintesis protein bakteri,
sehingga bakteri tidak memiliki protein sebagai sumber untuk berkembang atau
melakukan pembelahan. Indikasi dari Oxytetracycline adalah infeksi saluran
pencernaan, enteritis bakteri pada domba, sapi dan kambing. Pencegahan yang
dapat dilakukan yaitu hindarkan anak domba memakan hijauan, kacang-kacangan
dan daun muda secara berlebihan. Selain itu ternak yang mengalami diare harus
segera diisolasi dan dikontrol kondisinya, keenceran feses, warna dan frekuensi
diare.
Pemberian pakan pada anak domba dengan komposisi yang sesuai akan
menurunkan angka morbiditas dan mortalitas diare. Komposisi ransum untuk anak
belum sapih yaitu 50% rumput dan 50% hijauan. Hijauan yang diberikan untuk
anak domba harus dilayukan terlebih dahulu, untuk mencegah adanya telur parasit
yang masuk ke dalam tubuh melalui hijauan yang basah. Selain itu, tempat pakan
untuk anak domba dan induknya harus dibedakan, karena komposisi pakan induk
dan anak berbeda. Jika komposisi pakan sudah dirubah, maka anak domba akan
terlihat sehat dan tidak mengalami diare.
Keterbatasan tenaga medis yang ada di UPT PT dan HMT, mengakibatkan
penanganan setiap kasus juga kurang cepat, sehingga anak domba yang terinfeksi
tidak segera dilakukan tindakan pengobatan. Dapat dilihat feses domba yang lebih
cair pada gambar 5.6

36

Gambar 5.6 Feses Anak Domba yang Lebih Cair


Dari

6 kasus kematian anak domba akibat diare, dilakukan nekropsi

sebanyak 3 ekor anak domba seperti pada gambar 5.7

Gambar 5.7 Organ Pencernaan Anak Domba Setelah Dinekropsi


Anamnesa dari penanggung jawab kandang yang dapat diketahui yaitu bahwa
anak domba sering memakan hijauan yang berceceran dibawah lantai dan
bercampur dengan kotoran, bulu kusam, dan lantai kandang kurang bersih.
Sebelum anak domba mati, terdapat gejala klinis pada anak domba tersebut,
diantaranya yaitu anak domba tampak lemas, diare cair berwarna sedikit
kemerahan dan terlihat dehidrasi. Pada saat dilakukan nekropsi, terdapat kelainan
pada organ pencernaannya. Anak panah tersebut menunjukkan bahwa pada
jejunum terdapat hemorragia. Dilihat dari ciri-ciri tersebut diduga anak domba
mengalami Enteritis akibat Escherichia coli, karena dalam pemeriksaan bedah
bangkai (secara Patologi Anatomi) dapat dijumpai kerusakan usus kecil, terutama

37

di daerah jejunum, ileum, dan sekum. Selain itu, usus berisi gas, lapisan usus
dilapisi oleh lapisan pseudomembran berwarna kuning kecoklatan atau hijau, serta
ditemukan bercak-bercak pendarahan (Hemorragia) pada daerah usus.

5.8.3 Kejadian Scabies


Scabies adalah penyakit kulit pada hewan yang disebabkan oleh Sarcoptes
scabiei (tungau), dapat menyerang semua jenis hewan. Penyakit kulit ini
menyerang berbagai ternak, diantaranya kambing, domba, babi, sapi/kerbau dan
anjing/kucing serta hewan liar. Tungau ini merusak epidermis dan bermukim di
lapisan keratin sehingga menyebebkan kerontokan kulit. Masa inkubasi dari
penyakit Scabies bervariasi antara 10-42 hari. Rasa gatal akan nampak lebih jelas
pada saat cuaca panas yaitu terjadi peningkatan aktifitas tungau. Gejala klinis dari
scabies adalah terjadi iritasi, tampak tidak tenang, menggosok-gosokkan
tubuhnya, turunnya nafsu makan yang mengakibatkan merosotnya kondisi tubuh,
serta turunnya pertambahan berat badan, kelemahan umum dan dapat berakhir
dengan kematian. Lesi yang terjadi pada kambing atau domba biasanya dimulai
dari bagian hidung untuk selanjutnya dapat menyebar keseluruh tubuh. Bagian
tubuh yang lembab lebih disukai oleh tungau Sarcoptes dibandingkan dengan
bagian tubuh yang kering (Budiantono, 2004). Pemeriksaan klinis scabies pada
anak domba di UPT PT dan HMT dapat dilihat pada tabel 5.9.

Tabel 5.9 Tabel Pemeriksaan Klinis Scabies pada Anak Domba di UPT PT dan
HMT
No.
Jenis
Umur
Anamnesa
Gejala Klinis
Ket.
Anak Kelamin
domba
38

D 009
E 013
A 018
B 007

Betina
Betina
Jantan
Jantan

2 bulan
1,5 bulan
3 bulan
2,5 bulan

Sering
menggarukgaruk
pada
dinding
kandang
domba,

Telinga
tampak
kemerahan, bagian
tepi
telinga
berkerak dan kasar,
nafsu
makan
berkurang

Hidup
Hidup
Hidup
Hidup

Kejadian scabies pada anak domba di UPT PT dan HMT Garahan mencapai
4 ekor, dan semua anak domba yang terinfeksi scabies dapat disembuhkan.
Pengobatan pada anak domba yang terkena scabies yaitu dengan memberikan
Mectisan yang mengandung Ivermectin sebanyak 0,5 ml/10 kg BB secara
Subcutan. Mekanisme kerja dari Mectisan ini yaitu mengakibatkan paralisis
ektoparasit dengan meningkatkan transmisi sinyal yang diperantarai GABA pada
syaraf perifer, sehingga parasit akan mati pada keadaan paralisis.
5.8.4 Kejadian Paralisis
Kelumpuhan atau paralisis adalah hilangnya kekuatan dan dapat
mempengaruhi anggota tubuh yaitu kaki dan lengan ataupun kelompok otot. Batas
antara kelemahan dan paralisis tidak jelas. Keadaan yang menyebabkan
kelemahan akan berkembang menjadi kelumpuhan. Paralisis lebih banyak
disebabkan perubahan sifat otot. Lumpuh otot membuat otot menjadi lemah, tidak
dapat berdiri, serta kesehatan yang terus menurun. Kelumpuhan pada anak domba
ini disebabkan karena kekurangan kalsium, maka anak domba akan lemas,
sehingga terjadi kelumpuhan. Pemeriksaan klinis paralisis pada anak domba di
UPT PT dan HMT dapat dilihat pada tabel 5.10.

Tabel 5.10 Tabel Pemeriksaan Klinis Paralisis pada Anak Domba di UPT PT dan
HMT
No.
Jenis
Umur
Anamnesa
Gejala Klinis
Ket.
Anak Kelamin
domba
39

C 014

Betina

15 hari

Anak domba
tidak
aktif
sejak
awal
kelahiran

kaku, gerakan tidak Mati


terkoordinasi, tremor
lelah, dan terlihat
tidak berdaya

Kejadian paralisis pada anak domba di UPT PT dan HMT Garahan hanya
terjadi pada satu ekor. Pada saat pasca lahir, anak domba ini memang tidak terlalu
aktif seperti anak domba yang lain. Dari gejala klinis yang tampak, maka
disimpulkan bahwa anak domba menderita paralisis. Pengobatan paralisis pada
anak domba yaitu dengan pemberian biosan sebanyak 3-5ml/ kg BB secara IM.
Indikasi dari obat ini adalah menjaga stamina tubuh hewan dan menguatkan otot
yang lemah akibat, kerja keras, kekurangan makanan, dan infeksi penyakit.
Penanganan yang dilakukan pada anak domba yang terkena paralisa ini kurang
sedikit lebih cepat, sehingga anak domba tidak tertolong. Dapat dilihat anak
domba yang mati akibat paralisa pada gambar 5.7

Gambar 5.7 Domba Mati Akibat Paralisa

40

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1

Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil setelah melaksanakan kegiatan Praktek

Kerja Lapang di UPT Pembibitan Ternak dan Hijauan Makanan Ternak adalah
sebagai berikut :
1. Sanitasi perkandangan sudah dilakukan secara baik untuk menunjang
kesehatan domba di UPT PT dan HMT Garahan Jember.
2. Manajemen pakan yang diberikan sudah baik dan sesuai dengan yang
dibutuhkan oleh domba.
3. Manajemen kesehatan masih banyak yang kurang diperhatikan, seperti
sanitasi hewannya, pemeriksaan hewan secara rutin.
4. Penanganan anak domba post partus sudah dilakukan secara baik dan tepat
serta program kesehatan untuk anak domba juga sudah terprogram.
6.2

Saran
Beberapa saran yang dapat dijadikan masukan antara lain:

1. Penerapan sanitasi dan biosekuriti agar lebih diperhatikan lagi supaya ternak
dapat terhindar dari berbagai penyakit.
2. Pembuatan recording penyakit yang lebih rapi lagi agar dapat diketahui
berapa banyak angka kejadian penyakit yang muncul .
3. Pemeriksaan kesehatan untuk ternak hendaknya secara rutin agar setiap
pengendalian dan penanganan penyakit bisa secara tepat dilakukan.
4. Penggunaan susu sapi sebagai air susu pengganti pada anak domba
sebaiknya jangan digunakan, lebih baik digunakan susu kambing sebagai
pengganti susu untuk anak domba.
5. Penggantian pakan anak domba sesuai dengan komposisi pakannya

41

DAFTAR PUSTAKA
Alabama, 2006. Meat Goat and Sheep Producers Small Ruminant. Pocket Guide.
Cooperative Extension Service.
Badan Pusat Stastistika.2013. Populasi Domba Menurut Provinsi. Badan Pusat
Statistik. Jakarta
Badan Pusat Statistik Kabupaten Garut. 2004. Garut dalam Angka. Badan Pusat
Statistik, Garut.
Budiantono. 2004. Kerugian Ekonomi Akibat Scabies Dan Kesulitan Dalam
Pemberantasannya. Prosiding Seminar Parasitologi dan Toksikologi
Veteriner. Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional VI.
Denpasar
Chester W. 2011. Nutritional Composition of Skim Milk Powder. National Institute
for
Health
and
Welfare
[Internet].
Available
from:
www.fineli.fi/food.php .?foodid=672&lang=en. Diakses pada tanggal 11
Maret 2015, pada pukul 23.28
Endang, T., Margawati., Noor., Rahmat., Indriawati dan Ridwan. 2008. Potensi
Ternak Lokal Domba Garut Sebagai Sumber Pangan Asal Ternak
Berdasarkan Analisis Kuantitatif dan Genetis. Pusat Penelitian
Bioteknologi-LIPI, Jl. Raya Bogor KM. 46, Cibinong 16911 Fakultas
Peternakan IPB dan Fakultas Peternakan UNPAD.
Ginting, S.P. 2009. Pedoman Teknis Pemeliharaan Induk dan Anak Kambing
Masa Pra-Sapih. Loka Penelitian Kambing Potong Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan. Sumatra utara
Jarmuji. 2007. Produksi Susu Induk Terhadap Pengaruh Pertambahan Bobot
Badan, Bobot Sapih dan Daya Hidup Anak Domba Ekor Tipis Jawa
Periode Prasapih. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas
Bengkulu
Krishnamoorthy., Moran. 2011. Rearing Young Ruminants On Milk Replacers
And Starter Feeds. In: Makkar HPS. Animal Production and Health
Manual No. 13. FAO Italy
Layla,. Siti., dan Suharto. 2006. Tata Laksana Perkawinan Domba Alami. Pusat
Penelitian dan Perkembangan Peternakan. Bogor.
Muchtar., Bandiati., dan Lestari. 2012. Evaluasi Produktivitas Anak Domba Lokal
Menggunakan Rumus
Produktivitas Melalui Penerapan Teknologi
Reproduksi. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran: Jatinangor,
Sumedang

42

Nugroho., H. 2011. Manajemen Pemeliharaan Kambing Peranakan Etawa di


Peternakan Bumiku Hijau Yogyakarta. (Tugas Akhir). Program Diploma
III Agribisnis Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Surakarta.
Prayoga., Nasich., dan Ciptadi. 2014. Pertambahan Bobot Badan Domba Ekor
Gemuk (DEG) dan Domba Ekor Tipis (DET) Periode Pra Sapih Di
Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso. Fakultas Peternakan
Universitas Brawijaya. Malang.
Purnomoadi, Agung. 2003. Diktat Kuliah Ilmu Ternak Potong & Kerja. Fakultas
Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Raynal., Lagriffoul., Paccard., Guillet., and Chilliard. 2008. Composition of Goat
and Sheep Milk Products: an update. Small Rumin Res. 79:57-72.
Rianto, E. 2010. Meningkatkan Produksi Ternak Potong Di Indonesia. Pidato
Pengukuhan Guru Besar Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro.
Semarang
Ridwan. 2006. Fenomena Estrus Domba Betina Lokal Palu Yang Diberi
Perlakuan Hormon FSH. Program Studi Produksi Ternak Fakultas
Pertanian Universitas Tadulako, Palu.
Rismayanti, Y. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Balai Pengkajian
Teknologi pertanian (BPTP) Jawa Barat
Sarwono, B. 2007. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya: Jakarta.
Setiawan, A. 2008. Efektivitas Pemberian Ekstrak Temulawak (Curcuma
xanthoriza, Roxb) dan Temuireng (Curcuma aeruginosa, Roxb) Sebagai
Kontrol Helminthiasis Terhadap Packed Cell Volume (PCV), Sweating
Rate dan Pertambahan Bobot Badan Pedet Sapi Potong Brahman Cross
Lepas Sapih. (Skripsi). Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Hassanudin. Makasar.
Sodiq, A., 2005. Small Ruminants: Implication and Research Strategies on Rural
Poverty Reduction. Journal of Rural Development. :1-7.
Sudarmono, A.S., dan Sugeng. 2008. Beternak Domba. Edisi Revisi. Penebar
Swadaya, Jakarta.
Sugeng, B. 2000. Beternak Domba. PT. Penebar Swadaya: Jakarta. Hal: 47
Suprijati. 2014. Pemanfaatan Susu Pengganti untuk Anak Domba dan Kambing
Periode Prasapih. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

43

Sutama, Budiarsana. 2009. Panduan Lengkap Kambing & Domba, Penebar


Swadaya: Jakarta. hal 77-78
. 2008. Pre-Weaning Growth Performance of Etawah Grade Goats On
Different Rearing Management Systems. Increm Improv Technol
Infrastruct Small-Scale Farmers Asia. Bogor
Syarif, A., Ari., Arini., dan Armen. 2012. Farmakologi dan Terapi. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
Wardhana AH. 2006. Chrysomya bezziana penyebab myiasis pada hewan dan
manusia: permasalahan dan penanggulangannya. Wartazoa 16 (3): 146159.
Wurlina., Meles., dan Rachmawati. 2012. Ipteks Bagi Masyarakat: Budi Daya
Ternak Kambing. Airlangga University Press: Surabaya

44

LAMPIRAN

45

Lampiran 1. Data Kelahiran Domba


No.
Jumlah kelahiran
Tanggal Melahirkan
1
0
9-Feb-2015
2
1
10-Feb-2015
3
2
11-Feb-2015
4
0
12-Feb-2015
5
1
13-Feb-2015
6
1
14-Feb-2015
7
0
15-Feb-2015
8
1
16-Feb-2015
9
1
17-Feb-2015
10
0
18-Feb-2015
11
2
19-Feb-2015
12
0
20-Feb-2015
13
1
21-Feb-2015
14
1
22-Feb-2015
15
0
23-Feb-2015
16
1
24-Feb-2015
17
0
25-Feb-2015
18
1
26-Feb-2015
19
0
27-Feb-2015
20
0
28-Feb-2015
21
2
1-Mar-2015
22
1
2-Mar-2015
23
2
3-Mar-2015
24
2
4-Mar-2015
25
1
5-Mar-2015
26
1
6-Mar-2015
27
0
7-Mar-2015
28
0
8-Mar-2015
29
2
9-Mar-2015
30
1
10-Mar-2015
Jumlah = 25 kelahiran

46

Lampiran 2. Jumlah Kasus Penyakit pada Anak domba


Jumlah Hewan
No.
Penyakit
Pengobatan
Sakit
1.
Myasis
6
Gusanex spray
2.
Diare
5
Oxytetracycline 1 ml/10 kg
BB
4.
Scabies
4
Mectisan 0,5 ml/10 kg BB
5.
Paralisa/lemas
1
Biosan (mengandung ATP)
3-5 ml/kg BB
Jumlah
16 ekor
Keterangan:
Jumlah kasus penyakit yang terjadi selama pelaksanaan PKL sebanyak 16 ekor
dari total anak domba 45 ekor yang terdapat di UPT PT dan HMT Garahan
Jember.

47

Lampiran 3. Denal Lokasi UPT PT dan HMT Garahan

Keterangan:
1

= Klinik Hewan

g,h,i

= Kandang Kawin domba

= Asrama Mahasiswa

j,k,l

= Kandang Kawin domba

= Musholla

= Kandang beranak domba

= Asrama Siswa Magang

= Kandang Isolasi Domba

= Gudang Pakan

O,P,Q,R = Kandang Kawin Kambing

= Kantor

S,T

= Kandang ayam

= Laboratorium Susu

U,V

= Kandang pembesaran kambing

= Gudang Pakan

= Kandang Sapi perah

= Kandang kawin sapi perah

a,b,c = Kandang Kawin domba

d,e,f = Kandang Pembesaran domba. Y

48

= Kandang sapi potong

Lampiran 4. Dokumentasi Aktivitas Praktek Kerja Lapang

Gambar 1. Pemberian Air Susu Pengganti pada Anak Domba

Gambar 2. Nekropsi pada bangkai anak domba

49

Gambar 3. Pengukuran Panjang Tubuh Anak Domba

Gambar 4. Penanganan Fraktur pada Anak Domba

50

Anda mungkin juga menyukai