Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PRAKTIKUM

Pembibitan Pada Ayam Kampung Di Desa Padengo Kecamatan Kabila


Kabupaten Bonebolango
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah manajemen pembibitan dan penetasan

Disusun Oleh:

Rani C. Mokodompit
Regina Rahmatia Humola
Nursintia Pakaya
Moh. Nur Fattah
Abd. Rahman Husin
Moh. Fiqkan Abdul
Idam ladaw

JURUSAN PETERNAKAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
2022
A. latar belakang
Ayam kampung merupakan salah satu kelompok ayam buras (bukan ras)
yang telah di domestikasi dan dipelihara secara tradisional oleh masyarakat.
Nenek moyang dari ayam kampung atau ayam buras adalah berasal dari keturunan
ayam hutan (Gallus-Gallus) yang kemudian sudah dipelihara dan dimanfaatkan
untuk kebutuhan hidup yang sekarang dikenal dengan ayam kampung (Gallus
Gallus Domesticus). Ayam kampung biasanya dipelihara secara tradisional oleh
masyarakat, karena penangan yang mudah serta tidak membutuhkan perawatan
ekstra seperti jenis ayam ras sejenis ayam pedaging ataupun ayam petelur.
Masyarakat memelihara ayam buras kebanyakan untuk diambil hasil daging dan
telurnya, sebagian masyarakat masih meyakini bahwa daging dan telur ayam
kampung lebih bergizi dan memiliki cita rasa asli daging ayam dibanding ayam
ras yang ada dipasaran saat ini.
Keunggulan yang ada pada ayam buras selain nilai gizi dan cita rasa yang
nikmat, juga lebih kepada daya tahan ayam buras terhadap penyakit, namun
karena dipelihara secara tradisional maka ayam buras sering terjangkiti penyakit,
terutama yang ditimbulkan oleh parasit, lebih khususnya penyakit ektoparasit.
Penyakit ayam buras yang ditimbulkan oleh parasit bukanlah menjadi ancaman
serius namun bila tidak ditangani secara komprehensif dan dengan biaya
terjangkau, hal ini akan berdampak pada turunnya produktifitas ayam buras baik
daging dan telurnya bahkan kematian ayam buras sebagian maupun keseluruhan
Ektoparasit yang biasanya cukup menganggu pada ayam buras adalah jenis kutu
sayap (Lipeurus caponis),
kebanyakan ayam buras akan mengalami penurunan produktivitas akibat
infeksi yang ditimbulkan. Ayam akan gelisah, mematuki sayapnya sendiri
sehingga menimbulkan iritasi dan infeksi, jika hal ini terjadi maka infeksi yang
timbul dapat menyebabkan kematian pada ayam buras. Untuk menjaga kekebalan
tubuh ternak ayam kampung maka untuk pencegahan tehadap penyakit peternak
sering menggunakan vaksin, dan vaksin yang ada dipasaran saat ini, selain mahal
juga banyak mengandung bahan kimia dan memiliki kadar toksiitas yang tinggi,
selain itu mengandung residu yang berbahaya pula bagi kesehatan ternak
utamanya bagi ternak ayam kampung, karena kurang efektif diberikan kepada
ternak dan dapat berdampak buruk bagi ternak apabila sering digunakan untuk
ternak dalam jumlah yang banyak, oleh karena itu perlu dicari alternatif pengganti
vaksin.
Keberadaan ayam lokal gorontalo atau ayam kampung asli gorontalo juga
merupakan salah satu jenis ternak lokal yang mempunyai potensi ekonomi sangat
besar. Ternak ayam kampung dimiliki hampir ditiap keluarga di pedesaan.
Permasalahan utama ayam kampung adalah produktivitas rendah, pertumbuhan
lambat, produksi telur rendah. Lambatnya pertumbuhan ayam kampung
disebabkan rendahnya mutu genetik yang dimiliki-nya. Rataan penambahan bobot
badan per minggu pada enam bulan pertama 26 g untuk jantan dan 25 g untuk
betina (Prasetyo, et al. 2002). Ayam kampung yang berasal dari Bone-Bolango
Provinsi Gorontalo memiliki bobot tubuh 1-2 kg, diumur 1-2 tahun dan memiliki
fenotipe warna bulu beragam: hitam, putih, coklat, merah hitam dan
kombinasinya (Aliyansyah, dkk. 2016). Upaya perbaikan produktivitas ayam
kampung dapat dilakukan dengan perbaikan pakan, manajemen pemeliharaan dan
persilangan untuk keturunan yang membawa sifat baik dari kedua tetua yang
berbeda yakni kombinasi sifat dari pejantan dan betina. Untuk mendapatkan bibit
unggul, kita harus memilih betina yang akan disilangkan dengan ayam kampung
tetapi memiliki produksi telur yang tinggi.
B. Dasar teori
1. Pembibitan ayam kampung
Faktor penentu dalam usaha peternakan ayam kampung adalah bibit,
dengan bibit yang berkualitas baik maka efisiensi produksi dapat dicapai. Namun
pada ayam kampung, ketersediaan bibit yang berkualitas merupakan masalah.
Bibit yang ada merupakan hasil perkawinan beberapa strain secara bebas,
sehingga sangat memungkinkan terjadinya perkawinan sedarah (inbreeding).
Akibatnya secara genetik pertumbuhan ayam kampung sangat lambat, sehingga
untuk mencapai bobot siap potong memerlukan waktu cukup lama. Selain itu,
untuk mendapatkan telur tetas yang seragam dalam jumlah banyak sulit diperoleh,
hal tersebut erat kaitannya dengan produksi telur ayam kampung yang rendah.
Dilain pihak untuk mengembangkan ayam kampung tidak bisa lepas dari
ketersediaan bibit yang cukup.
Oleh karena itu diperlukan program penetasan yang bisa menghasilkan
telur tetas dalam jumlah banyak yang akhirnya akan menghasilkan bibit yang
banyak pula. Salah satu teknologi yang dapat diterapkan adalah melakukan
persilangan antara ayam kampung dengan ayam strain lain yang mempunyai
produksi telur tinggi seperti ayam leghorn. Selain itu untuk mendapatkan bibit
sesuai yang diharapkan maka harus memperhatikan beberapa faktor seperti
penyeleksian terhadap telur tetas. Pemilihan telur yang kurang baik dapat menjadi
salah satu penyebab kegagalan dalam penetasan. Berat telur akan mempengaruhi
tingkat fertilitas, daya hidup embrio dan daya tetas telur sebab berat telur sangat
mempengaruhi persentase komposisi telur yang merupakan sumber pakan selama
pertumbuhan embrio.
Adapun pemilihan Bibit ayam kampung yang baik memiliki ciri-ciri
berikut ini:
1. Bagian tubuh tidak ada yang rusak atau cacat, misalnya kaki utuh dan
leher lurus.
2. Memiliki otot gempal dan kuat, terutama di bagian paha dan dada.
Tulangnya juga kuat.
3. Memiliki susunan bulu teratur, saling menghimpit dan tampak mengkilat.
Kondisi bulu yang baik mencerminkan kondisi kulit yang baik pula.
4. Memiliki mata cerah dan pandangan yang tampak tajam.
5. Memiliki gerakan gesit yaitu mudah berontak bila dipegang.
6. Memiliki ukuran badan yang sedang, tidak kurus dan tidak gemuk.
7. Induk jantan mempunyai jengger yang berwarna merah cerah, kepala
tampak kokoh, paruh pendek, tajam dan kuat

2. Perkawinan ayam kampung


Sistem Kawin Sodok pada Ayam Buras
Kawin sodok merupakan cara mengawinkan seekor ayam berina yang
sudah siap untuk dikawinkan (dewasa kelamin dan dewasa tubuh sudah tercapai)
dengan bantuan tangan manusia, ayam betina di jongkokkan (posisi mau kawin)
kemudian seekor ayam pejantan menaiki dan mengawininya Prinsip-prinsip yang
harus diperhatikan agar`ayam bisa melakukan kawin sodok yaitu:
1) Ayam betina sudah jinak, artinya ayam sudah sering dipegang. Bila induk ayam
(ayam betina) ditempatkan dalam kandang, saat akan mengambil induk ayam
akan diam/tidak lompat-lompat/tidak terbang.
2). Ayam betina yang dipelihara dengan sistem tradisional (diumbar/dilepas), bisa
dikawinkan dengan kawin sodok dengan syarat ayam dipelihara dari kecil
(namun dilepas), sehingga saat memberi makan, ayam akan datang dan yang
memberi makan akan dikenal/lebih jinak. Bila diperlukan sewaktu-waktu
ditangkap dan dielus-elus sehingga akan lebih dekat/ jinak dengan pemilik. Hal
ini akam memudahkan ayam betina untuk ditangkap saat akan dikawinkan
dengan pejantan dengan sistem kawin sodok.
3) Ayam pejantan sebaiknya dipelihara dari kecil dalam kandang sehingga jinak
dan terbiasa untuk di pegang atau saat akan dewasa kelamin (mulai birahi),
ayam pejantan dikurung (dikandangkan) supaya ayam tidak pernah kawin
secara alami. Dengan demikian saat pejantan melihat ayam betina yang
dijongkokan dengan bantuan kedua tangan manusia, ayam pejantan akan
bernafsu dan siap untuk menaiki dan mengawini ayam betina yang siap kawin.
Penelitian yang dilakukan oleh Muryanto dkk (2009), menyilangkan ayam
kampung jantan dengan ayam petelur betina strain Lohman menggunakan
teknologi inseminasi buatan (IB). Hasilnya menunjukkan bahwa, fertilitas telur
hasil persilangan ayam kampung jantan dengan ayam petelur betina strain lohman
mencapai 85%. Tetapi, keberhasilan fertilitas tersebut belum diikuti dengan daya
tetas yang tinggi pula, yaitu hanya berkisar 40–50%. Lain hal dengan penelitian
Yunus pada fertilitas dan daya tetas telur ayam kampung super pada suhu yang
berbeda. Pengaruh suhu pada penetasan dengan dilakukan 4 perlakuan yaitu, suhu
37.00 ºC, 38.00 ºC, 39.00 ºC, dan 40.00 ºC. Hasil penelitiannya adalah suhu 39.00
ºC menjadi nilai fertilitas dan daya tetas tertinggi dengan nilai fertilitasnya 97.08
% dan daya tetasnya 85.61 %.
Hasil penelitian Putri (2014) tentang Performa Penetasan Telur Ayam
Hasil Persilangan Ayam Kampung Dengan Ayam Ras Pedaging, bahwa Fertilitas
telur KB sebesar 61.87±8.73% berbeda sangat nyata (P<0.01) terhadap telur BK
29.90±16.1%. Rendahnya fertilitas BK diduga karena jarak frekuensi kawin
akibat perbedaan jenis ayam (ayam ras dengan kampung). Hal ini disebabkan
rendahnya frekuensi perkawinan pada ayam tipe pedaging disebabkan ayam
terlalu gemuk sehingga mengalami kesulitan dalam melakukan kawin alam.
Sedangkan Rataan daya tetas pada penelitian ini berbeda tidak nyata,
37.7±11.11% untuk KB dan BK 41.90±31.7%. Daya tetas dipengaruhi oleh 4
faktor utama yaitu kondisi induk, kondisi telur tetas, kondisi mesin tetas dan
pengelolaan penetasan.Beberapa pendapat ini menjadi acuan dan literature untuk
melakukan persilangan ayam kampung guna memperbaiki genetic ayam kampung
itu sendiri
C Tujuan

Anda mungkin juga menyukai