Anda di halaman 1dari 7

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing

75
PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG
DI BANGKA BELITUNG
HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung
Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134
ABSTRAK
AyamMerawang merupakan ayamlokal khas atau lebih dikenal dengan ayamkampung dari Bangka
Belitung. Ayam Merawang memiliki spesifikasi khusus, warna bulunya seragam coklat kemerahan dan
keemasan mirip ayamras petelur Rhode Island Red. AyamMerawang disamping merupakan plasma nutfah
dan aset bagi Bangka Belitung juga mempunyai potensi yang baik untuk dikembangkan dan ditingkatkan
produktifitasnya. Permasalahan adalah semakin rendahnya tingkat keseragaman dari ayamMerawang khusus
yang dikembangkan ditingkat petani sebagai akibat dari sistempemeliharaan yang masih tradisional, maka
untuk meningkatkan keseragaman dan kemurnian ayam Merawang maka diperlukan penangkaran dan
perbibitan yang tepat. Dalam penangkaran tujuan utama adalah untuk dapat terus melestarikan ayam
Merawang agar jangan sampai genetiknya semakin melebar seperti ayam kampung pada umumnya,
Perbibitan tujuan utama adalah mampu memproduksi anak ayam semaksimal mungkin, disamping
manajemen yang tepat, teknik perkawinan memegang peran penting dalamkeberhasilan perbibitan. Dalam
meningkatkan keseragaman dilakukan seleksi berdasarkan ciri-ciri khas ayam Merawang, disamping itu
seleksi juga dilakukan untuk meningkatkan mutu genetik seperti: seleksi fisik, seleksi produksi, daya tetas,
sifat mengeram. Dari hasil yang diperoleh tingkat produksi ayamMerawang tertinggi mencapai 64,42%
dengan daya tetas rata-rata 86,40%.
Kata kunci: Penangkaran, perbibitan, ayamMerawang
PENDAHULUAN
Di Indonesia tersebar ayam lokal yang
terdiri dari beberapa rumpun dengan
karakteristik morfologis yang berbeda dan khas
daerah asalnya. Sejauh ini sudah teridentifikasi
sebanyak 31 rumpun ayam lokal salah satunya
adalah ayam Merawang (NATAAMIDJ AYA dan
SETIOKO, 2002). Keberadaan ayam Merawang
ditinjau dari aspek sumber daya plasma nutfah,
merupakan bentuk keragaman ayam lokal khas
Indonesia yang sangat potensial untuk
dikembangbiakan dan dapat diusahakan secara
komersial sehingga dapat membantu meme-
nuhi gizi masyarakat khususnya untuk protein
hewani dan meningkatkan pendapatan petani.
Ayam Merawang sangat potensial untuk
dikembangkan sebagai ayam dwiguna
(penghasil telur dan daging). Bila dibanding-
kan dengan ayam kampung biasa produksi
telur lebih tinggi rata-rata 165/butir/ekor/tahun
(ABUBAKAR et al., 2005) sedangkan ayam
lokal lainnya hanya 40 - 60 butir/ekor/tahun
(AAK, 1976). Bobot Badan ayam Merawang
betina berkisar 1,35-2,5 kg/ekor (ARMAYANTI,
2005) dan bobot badan ayam Merawang jantan
berkisar antara 1,9-3,1 kg/ekor (ULFAH, 2005).
Keragaman dari populasi ayam Merawang
ini semakin tinggi, hal ini akibat dari sistem
pemeliharaan yang masih tradisional sehingga
perkawinan silang dengan ayam kampung
lainnya tidak dapat dihindari, sehingga
genetiknya semakin bervariasi. Demikian juga
populasinya semakin menurun akibat peng-
gunaan untuk upacara keagamaan masyarakat
Tionghoa di Bangka Belitung dalam jumlah
yang relatif tinggi, dan tidak diimbangi dengan
sistem pembibitan yang terarah.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Kepulauan Bangka Belitung
bekerjasama dengan Dinas dan BPTU
Sumatera Selatan telah melaksanakan kegiatan
penangkaran dan perbibitan ayam Merawang
dalam rangka menunjang program konservasi
dan pengembangan populasi yang dilaksanakan
di visitor plot BPTP Bangka Belitung.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
76
BAHAN DAN METODE
Kegiatan penangkaran dan perbibitan ayam
Merawang dilaksanakan di visitor plot BPTP
Bangka Belitung pada tahun 2005, meng-
gunakan 300 ekor ayam Merawang umur 3
bulan dengan ratio jantan dan betina 1:5
dengan bobot badan berkisar antara + 1
kg/ekor. Ayam-ayam tersebut diperoleh dari
petani keturunan Tionghoa yang mengusaha-
kan perbibitan ayam Merawang di Bangka
Belitung. Pemeliharaan dilaksanakan dalam
satu hamparan dengan penempatan ternak
kedalam tiga kandang kelompok, setiap
kelompok terdiri dari 100 ekor (20 pejantan
dan 80 induk), dengan menggunakan sistem
kandang ren dimana ternak dilepas pada siang
hari di halaman exercise berpagar. Pakan yang
diberikan adalah campuran dedak 30%, jagung
40% dan konsentrat 30% dengan pemberian
pakan 2 kali sehari pagi dan sore sebanyak 100
gram/ekor. Sebagai pakan tambahan meng-
gunakan bungkil kelapa yang diberikan secara
terpisah.
Data yang diamati dalam kegiatan ini
adalah ciri khas ayam Merawang secara
kualitatif dan kuantitatif (bobot badan dan
ukuran tubuh), produksi telur, daya tetas
kemudian data yang diperoleh dianalisis secara
statistik deskriptif.
Untuk meningkatkan keseragaman ayam
Merawang dilakukan seleksi terhadap
keturunan yang dihasilkan. Seleksi dilakukan
berdasarkan karakteristik ayam Merawang
yang sudah teridentifikasi secara jelas dan yang
menyimpang di culling atau diafkir. Disamping
untuk meningkatkan keseragaman ayam
Merawang, seleksi juga dilakukan untuk
meningkatkan mutu genetik seperti seleksi
fisik, seleksi produksi, seleksi daya tetas,
seleksi sifat mengeram. Anak ayam yang
dihasilkan setelah berumur 3-5 bulan akan
digulirkan dan dikembangkan pada petani.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ciri-ciri ayam Merawang
Dari hasil pengamatan secara fenotip
(karakter kualitatif dan kuantitatif) pada ayam
Merawang jantan dan betina dalam kegiatan
penangkaran dan perbibitan di BPTP Bangka
Belitung disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri.ciri ayamMerawang jantan dan betina dewasa
Ciri khas
No.
Karakter kualitatif
dan kuantitatif J antan Betina
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Warna bulu
Warna shank
Warna paruh
Bentuk jengger
J umlah gerigi jengger
Bobot badan
Panjang dada
Lingkar dada
Lebar dada
Panjang paha atas
Panjang paha bawah
Panjang punggung
Panjang shank
Lingkar shank
Coklat kemerahan
Kuning
Kuning
Tegak tunggal
7 gerigi
2,49 +0,34 kg/ekor; cv : 14,5%
11,77 +0,70 cm; cv : 5,98%
33,77 +2,18 cm; cv : 6,44%
13,53 +1,53 cm; cv : 11,32%
11,60 +1,08 cm; cv : 9,24%
13,20 +1,16 cm; cv : 8,78%
20,70 +1,85 cm; cv : 8,92%
9,48 +0,61 cm; cv : 6,45%
5,45 +0,33 cm; cv : 5,97%
Coklat kemerahan dan coklat keemasan
Kuning
Kuning
Tegak tunggal
7 gerigi
1,87 +0,07 kg/ekor; cv : 14,15%
11,72 +1,66 cm; cv : 14,18%
30,97 +1,18 cm; cv : 5,82%
12,2 +1,60 cm; cv : 13,16%
9,53 +0,96 cm; cv : 9,24%
11,05,20 +1,05 cm; cv : 9,52%
18,38 +1,49 cm; cv : 8,12%
8,57 +0,46 cm; cv : 4,70%
4,53 +0,38 cm; cv : 8,51%

Hasil analisis pada Tabel 1 menunjukkan
bahwa karakter kualitatif ayam Merawang
jantan dan betina dalam kegiatan penangkaran
dan perbibitan di Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP) Kepulauan Bangka Belitung
memiliki ciri-ciri khas warna bulu seragam
coklat kemerahan dan coklat keemasan, warna
paruh dan warna shank kuning serta bentuk
jengger tunggal bergerigi. Karakter kualitatif
sering dijadikan ciri khas dan patokan untuk
menentukan jenis atau bangsa dari ternak.
HARDJ OSUBROTO (2001), menyatakan karakter
kualitatif dikendalikan satu atau beberapa gen
dan tidak atau sedikit sekali dipengaruhi faktor
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
77
lingkungan. Faktor genetik bersifat baka dan
akan diwariskan pada keturunannya. Karakter
kualitatif pada ayam Merawang baik jantan
maupunbetina untuk warna bulu, warna shank,
warna paruh dan bentuk jengger dapat
dijadikan standarisasi melakukan seleksi untuk
meningkatkan keseragaman ayam Merawang.
Karakter kuantitatif (bobot badan dan
ukuran tubuh) erat hubungannya dengan
produksi pada seekor ternak. Pada Tabel 1
hasil analisis terhadap bobot badan dan ukuran
tubuh ayam Merawang jantan dan betina tidak
terpaut jauh, ini dapat dilihat dari rataan
koefisien variasi dibawah 15%. Menurut
NASUTION (1992), populasi ternak yang masih
dianggap seragam memiliki koefisien variasi
dibawah 15%, semakin beragam dari populasi
yang akan diseleksi maka penerapan seleksi
semakin efektif, sebaliknya semakin seragam
dalam satu populasi apabila nilai koefisien
variasi sangat kecil atau mendekati nol (0)
maka seleksi semakin tidak efektif.
Berdasarkan pernyataan tersebut karakter
kuantitatif (ukuran tubuh) ayam Merawang
tidak diperlukan seleksi karena relatif seragam,
sedangkan untuk bobot badan koefisien variasi
mendekati 15% untuk itu seleksi sesuai dengan
tujuan pemeliharaan sebagai ayam pedaging
masih cukup efektif.
Penangkaran
Kegiatan penangkaran bertujuan untuk
mempertahankan dan meningkatkan kemurnian
ayam Merawang berdasarkan ciri khas ayam
Merawang yang sudah teridentifikasi secara
jelas melalui kegiatan seleksi. Seleksi terus
dilakukan terhadap generasi/keturunan yang
dihasilkan kemudian tetap dipertahankan
dengan cara mengatur perkawinan.
Penangkaran perlu mengingat perkembangan
ayam Merawang ditingkat petani memiliki
keragaman tinggi. Kondisi ini sebagai akibat
dari sistem pemeliharaan tradisional dengan
mengumbar, sehingga perkawinan dengan
ayam lokal tidak dapat dihindari. Hal ini kalau
dibiarkan secara terus menerus karakteristik
ayam Merawang akan mengalami perubahan
dengan variasi genetik yang semakin tinggi.
ULFAH (2005), melaporkan untuk mencegah
genetik ayam Merawang semakin melebar
sebaiknya jangan disilangkan lagi dengan
ayam lokal lainnya karena akan merusak
plasma nutfah Indonesia.
Perbibitan
Dalam perbibitan tujuan utama adalah
mampu memproduksi anak ayam (DOC)
semaksimal mungkin. Disini ada keterkaitan
antara fertilitas, daya tetas dan kemampuan
memproduksi anak ayam (DOC). Keberhasilan
untuk menghasilkan anak ayam yang
berkualitas tinggi tidak terlepas dari jumlah
anak ayam yang menetas (daya tetas),
sedangkan daya tetas selalu berhubungan
dengan fertilitas telur. Peranan pejantan
menjadi sangat penting untuk menghasilkan
telur yang fertil, sehingga dalam kegiatan
perbibitan digunakan ratio jantan dan betina
1:5.


Skema dalam perbibitan ayamMerawang


Manajemen
Fertilitas telur Anak yang di hasilkan
Daya tetas
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
78
Tatalaksana pemeliharaan dalam kegiatan
perbibitan ayam Merawang meliputi:
1. Perkandangan sesuai dengan kebutuhan
dengan sistem kandang ren dengan halaman
exercise berpagar sebagai halaman bermain.
2. Pemberian pakan yang berkualitas seim-
bang antara protein dan energi.
3. Pemilihan bibit yang berkualitas baik
sebagai induk atau pejantan.
4. Teknik perkawinan yang betul untuk meng-
hasilkan fertilitas yang tinggi disini diterap-
kan perkawinan alam dengan memperkecil
ratio jantan dan betina 1:5.
Untuk calon pejantan dipilih dari yang
aktifitas sexualnya tinggi, umur pejantan
sebaiknya digunakan pada umur diatas 28
minggu, mengingatproduksi dan konsentrasi
sperma yang optimal akan menghasilkan
fertilitas yang tinggi (TRI-YUANTA, 1993).
Dengan manajemen dan tatalaksana pemeli-
haraan yang diterapkan, anak ayam yang
dihasilkan kemudian digunakan sebagai peng-
ganti pejantan dan induk dalam perbibitan
berikutnya.
Produksi
Pada Tabel 2 disajikan tingkat produksi
ayam Merawang yang digunakan dalam
kegiatan penangkaran dan perbibitan di visitor
plot BPTP Bangka Belitung pada tahun 2005.
Tabel 2. Tingkat produksi telur ayamMerawang
Produksi (telur)
Kelompok A Kelompok B Kelompok C Tahun 2005
1 bulan 1 hari % 1 bulan 1 hari % 1 bulan 1 hari %
J anuari
Pebruari
Maret
April
Mei
J uni
J uli
Agustus
September
Oktober
Nopember
Desember
-
-
-
344
465
1.152
1.348
1.546
1.229
1.341
1.214
1.246
-
-
-
11,43
15,5
38,4
44,93
51,53
40,97
44,7
40,47
41,53
-
-
-
14,29
19,38
48
56,16
64,42
51,21
55,88
50,58
51,92
-
-
-
352
602
1.124
1.467
1.437
1.335
1.282
1.197
1.117
-
-
-
11,73
20,07
37,47
48,9
47,9
44,5
42,73
39,9
37,23
-
-
-
14,66
25,09
46,83
61,13
59,86
55,63
53,42
49,88
46,54
-
-
-
415
514
1.097
1.327
1.510
1.352
1.316
1.221
1.192
-
-
-
13,83
17,13
36,57
44,23
50,33
45,07
43,87
40,7
39,73
-
-
-
17,29
21,41
45,71
55,29
62,92
56,33
54,83
50,88
49,67

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa pada
bulan J anuari sampai Maret 2005 ayam
Merawang yang dipelihara belum berproduksi,
dan pada bulan April dan Mei baru sebagian
ayam yang berproduksi. Pada bulan J uli
sampai Oktober produksi sudah diatas 50%,
kemudian pada bulan Nopember rontok bulu
produksi mulai menurun. Pada bulan J uni
sudah mulai dilakukan seleksi untuk ayam
yang produksinya relatif tinggi, ayam hasil
seleksi dikelompokkan dan akan dijadikan
sumber bibit.
Telur-telur yang dihasilkan dari ayam yang
terseleksi untuk ditetaskan sebagai bibit dalam
upaya pengembangan dan meningkatkan
populasi ayam Merawang. Telur yang dihasil-
kan mulai ditetaskan pada bulan J uli 2005,
mengingat telur awal tidak baik untuk
ditetaskan dan memiliki fertilitas yang relatif
lebih rendah. Telur yang ditetaskan berdasar-
kan tiga kelompok pemeliharaan yang sudah
terseleksi dalam kegiatan penangkaran dan
perbibitan di visitor plot BPTP Kepulauan
Bangka Belitung disajikan pada Tabel 3.
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
79
Tabel 3. Daya tetas telur
Kelompok Ditetaskan (butir) Menetas(butir) Daya tetas (%)
A
B
C
2.052
1.896
2.424
1.738
1.602
2.182
84,70
84,49
90,01
Rerata 2.223,33 1840,67 86,40

Rata-rata daya tetas dari ketiga kelompok
ayam Merawang dalam kegiatan penangkaran
dan perbibitan ini relatif tinggi sebesar
86,40%. Pada penelitian laboratorium
menunjukkan bahwa daya tetas telur ayam
kampung 60% dan penelitian dilapangan
kurang dari 50% (TRI-YUANTA, 1993).
Tingginya daya tetas yang dihasilkan pada
ketiga kelompok penangkaran dan perbibitan
ini disebabkan manajemen yang baik, seleksi
telur sudah memenuhi syarat, dan juga ratio
jantan betina yang digunakan 1:5 sehingga
menghasilkan fertilitas yang tinggi.
Seleksi
Seleksi adalah suatu tindakan untuk
memilih ternak yang dianggap mempunyai
mutu genetik baik untuk dikembangbiakkan
serta memilih ternak yang dianggap kurang
baik untuk disingkirkan dan tidak dikembang-
biakkan lebih lanjut (HARDJ OSUBROTO, 1994).
Dalam melakukan seleksi harus dilakukan
suatu pendugaan atas dasar performans yang
ada.
Seleksi yang dilaksanakan dalam kegiatan
penangkaran dan perbibitan antara lain:
1. Seleksi dimaksudkan untuk meningkatkan
keseragaman ayam Merawang, dimana
diseleksi dilaksanakan berdasarkan perfor-
mans karakter kualitatif yaitu warna bulu,
warna shank, warna paruh dan bentuk
jengger, sebagaimana yang dinyatakan
DARWATI (2002). Kemudian ayam yang
menyimpang dari standar fenotipik maupun
morfologi akan diculling/disingkirkan.
2. Seleksi terhadap ayam Merawang induk
(petelur) yang dapat dijadikan sebagai bibit,
secara fisik ciri penampilan diantaranya
yaitu bentuk dada lebih ramping, mata
bercahaya, permukaan dubur licin dan
basah, bentuk dubur oval dan memanjang
dengan lubang dubur yang besar, tulang
pubis tipis dan tajam, jarak diantaranya 2-3
jari, rongga perut lembut, jarak antara
tulang pubis dengan tulang dada lebarnya 4
jari orang dewasa atau lebih (RAHAYU,
2003).
3. Seleksi ayam calon pejantan mempunyai
ciri-ciri aktifitas sexualnya tinggi, lincah,
tidak cacat dan bulu mengkilat. Umur
pejantan sebaiknya digunakan pada umur
diatas 28 minggu, karena produksi dan
konsentrasi sperma sudah optimal sehingga
dapat menghasilkan fertilitas yang tinggi.
Pemilihan ayam calon pejantan mulai
dilakukan dari umur 8 minggu, ayam yang
perkembangannya terhambat dan cacat
disingkirkan. Seleksi kedua dilakukan 18
minggu dan seleksi terakhir dilakukan pada
umur 24 minggu. Pada umur 28 minggu
haruslah diperoleh pejantan yang baik
dengan aktifitas sexual tinggi, produksi dan
konsentrasi sperma sudah optimal (15-20
millard/ml) (TRI-YUANTA, 1993).
4. Ayam Merawang juga merupakan tipe
pedaging karena pertumbuhan relatif lebih
cepat. Sistem seleksi yang harus
dipertimbangkan adalah; pertumbuhan lebih
cepat dan memiliki rata-rata bobot badan
dan ukuran tubuh yang lebih tinggi dalam
populasi yang ada, karena ukuran tubuh dan
bobot badan erat kaitannya dengan produksi
daging. MANSJ OER (1981), menyatakan
kemampuan seekor ternak dalam mem-
produksi daging dapat dilihat dari bobot
badan karena semakin besar bobot badan
produksi daging semakin banyak dan
ukuran tubuh yang besar menunjukkan
pertumbuhan yang besar pula.
5. Seleksi untuk sifat mengeram, ayam yang
sedang mengeram dimandikan hal ini
bertujuan agar hormon prolaktin yang
mempengaruhi sifat mengeram akan
terganggu aktifitasnya (TRI-YUWANTA,
1993). Setelah sifat mengeramnya hilang
ayam disatukan kembali dengan pejantan
agar dapat birahi dan kembali bertelur.
Ayam yang sering mengeram biasanya
produksi telurnya akan rendah, maka ayam
Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
80
yang sering mengeram ditandai dan
kemudian tidak dijadikan sebagai bibit.
GAMBAR RANGKAIAN KEGIATAN
PENANGKARAN DAN PERBIBITAN
AYAM MERAWANG







Gambar 1. Sistemkandang







Gambar 2. DOC di kandang indukan








Gambar 3. Pemberian pakan







Gambar 4. Telur ayamMerawang








Gambar 5. Penetasan induk








Gambar 6. Perkembangan populasi
KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh dalam kegiatan
penangkaran dan perbibitan: tingkat produksi
ayam Merawang tertinggi mencapai 64,42%
dengan daya tetas rata-rata relatif tinggi
sebesar 86,40%.
Karakter kualitatif ayam Merawang, warna
bulu, warna paruh, warna shank dan bentuk
jengger sudah seragam dapat dijadikan
standarisasi untuk melakukan seleksi dalam
meningkatkan keseragaman dan kemurnian
ayam Merawang.
Dalam perbibitan keberhasilan untuk
menghasilkan anak yang berkualitas baik
sangat ditentukan oleh daya tetas dan daya
tetas akan berhubungan dengan fertilitas.
Untuk mendapatkan fertilitas yang tinggi maka
diperlukan manajemen induk pejantan yang
baik.
DAFTAR PUSTAKA
ABUBAKAR, G.T. PAMHUDI dan SUNARTO. 2005.
Performans AyamBuras dan Biosekuritas di
Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi
Dwiguna dan Ayam. Prosiding Lokakarya
Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan
AyamLokal. Semarang 2005. Hlm. 61-85.





Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Dalam Mendukung Usahaternak Unggas Berdayasaing
81
AKSI AGRARIS KANISIUS. 1981. Pemeliharaan Ayam
Ras. Kanisius. Yogyakarta.
ARMAYANTI, R. 2005. Identifikasi AyamMerawang
Betina Sebagai Bibit. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.
HARDJ OSUBROTO, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan
Ternak di Lapangan. P.T. Grasindo, Jakarta.
1-3.
HARDJ OSUBROTO. 2001. Genetika Hewan, Edisi
Perbaikan Pemuliana Ternak. Cetakan
Pertama. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
DARWATI, S.K.P. 2002. Buku Ajar Genetika Ternak.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran.
Bandung.
NASUTION, A.H. 1992. Panduan Berfikir dan
Meneliti secara Ilmiah Bagi Remaja.
Gramedia. Jakarta.111.
NATAAMIDJ AYA, A.G. dan A.R. SETIOKO. 2002.
Koleksi Ayam Lokal secara ex situ dengan
Memanfaatkan Informasi Bioteknis Kondisi in
situ. Balai Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Bogor.
MANSJ OER S.S. 1981. Studi Sifat-sifat Ekonomis
yang Menurun pada AyamKampung. Laporan
Penelitian No. 15/Penelitian/PUT/IPB/1979-
1980. Fakultas Peternakan. IPB. Bogor.
RAHAYU, H.S.I. 2003. Ayam Merawang Ayam
Kampung Pedaging dan Petelur. Penerbit
Penebar Swadaya. J akarta.
TRI-YUANTA. 1993. Perencanaan dan Perbibitan
Ternak Unggas. PTP 683. Hand out Kuliah.
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.
TRI-YUANTA. 1993. Dasar Ternak Unggas. Hand out
Kuliah. Fakultas Peternakan Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
ULFAH, L. 2005. Identifikasi Ayam Merawang
J antan Sebagai Bibit. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai