Anda di halaman 1dari 13

EVALUASI GENETIK DAN DESAIN PEMULIAAN TERNAK

TUGAS ARTIKEL ILMIAH

Dosen Pengampu :

Prof. Dr.Ir. Gatot Ciptadi, DESS., IPU.,ASEAN Eng

Disusun Oleh:

Fadilla Rizkia Fasha

2346000338

MAGISTER ILMU TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2023
PENINGKATAN MUTU GENETIK KAMBING PERANAKAN ETAWA (PE) DENGAN
PENDUGAAN NILAI PEMULIAAN DAN ESTIMATED REAL PRODUCING ABILITY
(ERPA)

Fadilla Rizkia Fasha


Magister Ilmu Ternak
Universitas Brawijaya
Email : fadillarizkia@student.ub.ac.id

RINGKASAN
Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu plasma nutfah Indonesia hasil dari
proses grading-up antara kambing kacang dengan kambing etawa. Kambing PE memiliki
kemampuan dalam beradaptasi, produktifitas tinggi, dan mampu bereproduksi dengan baik.
Peningkatan produktivitas kambing PE dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang diperlukan
dalam mengimplementasikan program pembibitan dan program seleksi. Seleksi genetik dan
perkawinan silang merupakan penggabungan dua metode yang mampu meningkatkan mutu
genetik ternak. Perbaikan mutu genetik kambing PE dapat dimulai dengan menduga keunggulan
genetik pejantan, induk, ataupun performan cempe PE. Seleksi individu ternak untuk menjadi calon
tetua dapat menggunakan nilai Estimated Real Producing Ability (ERPA). Induk kambing yang
memiliki nilai ERPA di atas rata-rata diharapkan mampu memiliki kemampuan dalam
menghasilkan cempe dengan bobot sapih tinggi.Keunggulan ternak pejantan kambing PE dapat
diketahui melalui penampilan genetik keturuanannya. Pendugaan nilai pemuliaan mampu
digunakan sebagai indikator dalam menilai keunggulan genetik ternak dalam mewarsikan sifat.
Pejantan dengan nilai pendugaan breeding value yang lebih besar lebih layak dijadikan calon tetua.
BAB I

PENDAHULUAN

Peningkatan mutu genetik ternak merupakan salah satu aspek krusial dalam pengembangan
sektor peternakan. Upaya peningkatan mutu genetik ternak memiliki hubungan erat dengan
pemenuhan kebutuhan protein hewani yang semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan
populasi global. Peningkatan mutu genetik dapat menjadi solusi strategis dalam meningkatkan
produksi protein hewani secara berkelanjutan dan efisien. Perbaikan mutu genetik melibatkan
pemilihan dan pengembangan varietas ternak yang memiliki sifat-sifat unggul yang diinginkan.
Peningkatan mutu genetik ternak dapat melalui dua strategi yakni melalui perkawinan silang dan
memperbaiki kondisi lingkungan ternak khususnya pakan (Zaenuri, dkk., 2022). Perkawinan silang
memungkinkan menghasilkan keturunan ternak dengan sifat unggul yang dimiliki oleh kedua
tetuanya. Pelaksanaan perkawinan silang perlu dilakukan adanya seleksi berdasarkan sifat unggul
individu ternak. Seleksi merupakan suatu usaha dalam memiliki individu-individu ternak yang
memiliki sifat unggul untuk memperoleh keturunan yang lebih baik dari generasi sebelumnya.
Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan salah satu plasma nutfah Indonesia hasil dari
proses grading-up antara kambing kacang (kambing lokal) dengan kambing Etawah (Jannupari).
Persilangan tersebut ditujukan untuk memperbaiki perfomans kambing kacang karena memiliki
kualitas karkas dan berat potong yang rendah. Kambing kacang memiliki keunggulan mampu
beradaptasi terhadap kondisi lingkungan dan pakan yang ekstrim. Kambing PE merupakan salah
satu jenis kambing dwiguna yaitu dapat dimanfaatkan sebagai penghasil daging dan susu. Kambing
PE memiliki kemampuan dalam beradaptasi, produktifitas tinggi, dan mampu bereproduksi dengan
baik. Peningkatan produktivitas kambing PE dipengaruhi oleh beberapa faktor genetik yang
diperlukan dalam mengimplementasikan program pembibitan dan program seleksi. Kualitas
genetik pejatan memiliki peran penting dalam proses perkawinan kambing PE. Kambing PE
seringkali disilangkan dengan rumpun kambing lainnya dan dapat menyebabkan terjadinya
degradasi genetik, sehingga berpotensi ,menyebabkan terjadinya kepunahan sumberdaya genetik
kambing PE.
Dalam program pembibitan, evaluasi genetik ternak merupakan langkah krusial yang perlu
dilakukan akan memperoleh keturunan ternak dengan sifat yang diinginkan. Seleksi genetik
merupakan suatu pendekatan yang memungkinkan untuk menentukan individu dengan sifat unggul
untuk dikawinkan. Perkawinan silang merupakan metode yang dapat dilakukan untuk
menggabungkan sifat-sifat unggul tetua, sehingga menghasilkan keturunan dengan sifat unguul
yang diinginkan,
BAB II
PEMBAHASAN
Seleksi Ternak
Seleksi merupakan proses penentuan calon tetua secara individu yang memiliki mutu
genetic unggul untuk dikembangkan lebih lanjut. Penentuan individu ternak sebagai calon tetua
dipilih berdasarkan mutu genetik ternak tersebut. Program seleksi perlu mempertimbangkan
jumlah keturunan yang diarapkan dari ternak terseleksi dan lama mereka berada dalam populasi.
Seleksi umumnya dilakukan dalam suatu populasi atau suatu bangsa yang dipertahankan
kemurniaannya sekaligus ditingkatkan kualitas genetiknya. Breed murni umumnya diperlukan
sebagai breed stok untuk suatu persilangan sekaligus mempertahankan sumber genetic lokal dalam
suatu wilayah (Ciptadi, dkk., 2019). Seleksi umumnya dilihat berdasarkan sifat-sifat kuantitatif
yang memiliki nilai ekonomis. Pelaksanaan program seleksi akan efektif apabila telah diketahui
parameter genetik dan fenotip seperti nilai pemuliaan atau estimation breeding value (EBV). Sifat
fenotipik merupakan tampilan individu yang tampak dari luar dan dapat dibedakan atas sifat
kualitatif dan sifat kuantitatif. Sifat kualitatif merupakan karakter yang dapat dibedakan dengan
jelas secara visual seperti warna bulu, ada atau tidaknnya tanduk, dan warna kulit. Sifat ini tidak
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Sementara sifat kuantitatif merupakan karakter yang diperoleh
dari hasil pengukuran. Hasil pengukuran sifat kauntitatif dapat berubah berdasarkan kondisi ternak.
Sifat kuantitaif sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, seperti apabila kondisi pakan yang
diterima oleh ternak memiliki kualitas baik maka dapat menaikkan pertambahan bobot badan,
kualitas karkas, produksi susu, dll.
Seleksi sifat kuantitatif dapat dipantau melalui perhitungan respon seleksi antar generasi
pada masing-masing peubah. Nilai respon seleksi yang tinggi menggambarkan besarnya peranan
seleksi yang dilaksanakan program pemuliaan. Respon seleksi merupakan perubahan nilai rata-rata
fenotip dari generasi berikutnya, sebagai akibat dari adanya seleksi terhadap populasi. Respon
seleksi mampu menentukan besarnya keunggulan kelompok terseleksi yang diwariskan pada
keturunannya. Respon seleksi diberi simbol R yang menggambarkan keunggulan genetic dari
ternak terpilih sebagai tetua pada generasi berikutnya dibandingkan dengan rata-rata semua ternak
dalam populasi dimana mereka dipilih (Nurgiartiningsih, 2017). Seleksi harus didasarkan atas
breeding value masing-masing ternak. Breeding value adalah suatu nilai yang diwariskan pada
keturunannya. Breeding value biasnaya dinyatakan dalam bentuk simpangan dari rataan populasi
pada suatu kelompok ternak (bangsa, kelas, umur, ataupun wilayah tertentu) (Maylinda dan
Furqon, 2023). Nilai pemuliaan ditentukam oleh pengaruh kombinasi gen-gen aditif di bawah
populasi (Amin, dkk., 2021).

Perkawinan Silang Luar (Out Breeding)


Out Breeding merupakan salah satu metode perkawinan ternak yang memiliki tujuan
berupa menggabungkan sifat-sifat unggul ternak dan meminimalisir dampak dari inbreeding
dengan memasukkan darah baru dari luar kelompok yang mempunyai derajat kekerabatan yang
jauh. Strategi perkawinan silang ini dapat didasarkan pada nilai heterosis yang dihasilkan. nilai
heterosis merupakan besarnya efek dari persilangan dua tetua dalam menghasilkan perfomans yang
lebih baik dari performans rata-rata kedua tetuanya. Efek heterosis ini memiliki hubungan positif
dalam pemnafaatan pemuliabiakkan ternak. Out breeding berdasarkan tujuannya dapat
dikelompokkan menjadi persilangan untuk perbaikan kualitas genetik dan persilangan untuk tujuan
komersil. Persilangan dalam upaya perbaikan mutu genetik meliputi:
 Persilangan untuk menghasilkan breed baru
 Persilangan dengan menentukan introduksi pejantan unggul pada kelompok ternak betina
 Persilangan untuk menungkatkan persentase breed tertentu dari pejantan unggul (grading
up)
Program persilangan perlu direncanakan dengan baik, terutama dalam memperhatikan aspek-
aspek genetik dalam cross breeding seperti menyilangkan bangsa-bangsa ternak untuk menutupi
gen-gen resesif, meningkatkan heterozigositas, dan dapat menghasilkan F1 yang lebih tinggi dari
rata-rata tetua, terutama sifat-sifat yang terkena dampak inbreeding seperti adanya potensi
kecacatan pada keturunan yang dihasilkan.

Kambing Peranakan Etawah (PE)


Kambing Peranakan Etawah atau dikenal sebagai kambing PE merupakan hasil persilangan
yang terbentuk dari persilangan secara grading up antara kambing etawah dengan kambing kacang.
Kambing PE sebagai kambing dwiguna mampu menghasilkan daging dan susu. Kambing PE
memiliki ciri fisik antara lain memiliki warna belang hitam, merah, putih, dan coklat, memiliki
bentuk wajah cembung dan telingan panjang terkulai ke bawah.
Gambar 1. Kambing Peranakan Etawa
(Budisatria, dkk., 2019)
Kambing jantan PE memiliki janggot dan rahang bawah yang menonjol. Kambing
Peranakan Etawa mampu memproduksi susu sebanyak 136-253 liter/laktasi dengan masa laktasi
175-287 (Mauladi, dkk., 2018).

Pendugaan Genetik Kambing Peranakan Etawa


Perbaikan mutu genetik kambing PE dapat dimulai dengan menduga keunggulan genetik
pejantan, induk, ataupun performan cempe PE. Induk kambing PE perlu diseleksi untuk
memperbaiki keturunan berikutnya. Seleksi individu ternak untuk menjadi calon tetua dapat
menggunakan nilai Estimated Real Producing Ability (ERPA) yang dapat diperoleh dari rataan
bobot sapih per induk dan rataan bobot sapih cempe dari kelompok induk dalam hermate
(Arietama, dkk., 2014). Ariestama, dkk., 2014 melaporkan bahwa menghasilkan nilai ERPA
tertinggi sebesar 21,28 kg berdasarkan bobot sapih terkoreksi. Tinggi rendahnya nilai ERPA bobot
sapih disebabkan oleh rata-rata bobot sapih terkoreksi yang dihasilkan oleh seekor induk pada
kelahiran pertama dan kedua, serta dipengaruhi oleh rata-rata produksi herdmate. Induk kambing
yang memiliki nilai ERPA di atas rata-rata diharapkan mampu memiliki kemampuan dalam
menghasilkan cempe dengan bobot sapih tinggi, sehingga layak untuk dipertahankan dan
dikembangkan menjadi tetua keturunan berikutnya agar dapat meningkatkan rata-rata bobot sapih
pada periode kelahiran selanjutnya.
Kambing PE dikenal dengan kambing penghasil dengan produksi yang cukup tinggi,
namun perfoman kambing jantan PE tidak dapat diketahui melalui produksi susu yang dihasilkan.
keunggulan ternak pejantan kambing PE dapat diketahui melalui penampilan genetik
keturuanannya. Tipe kelahiran memiliki pengaruh terhadap bobot lahir cempe. Cempe yang lahir
dalam keadaan kembar dua memiliki bobot lahir yang lebih rendah. Perbedaan bobot lahir ini
dipengaruhi oleh perbedaan potensi genetik pejantan. Bobot lahir termasuk ke dalam keragaman
genetic aditif yang dapat diwariskan pada keturunannya (Hamdani, 2015). Breeding value dapat
dijadikan sebagai indikator dalam menilai keunggulan genetik ternak dalam mewariskan sifat.
Pendugaan nilai BV dapat digunakan untuk mengevaluasi pejantan kambing PE dalam
menghasilkan keturunannya. Nilai BV dapat diduga atau diestimasi dan tidak dapat diukur secara
langsung. Pendugaan BV memerlukan data lengkap mengenai data kuantitatif cempe terkait
beberapa hal meliputi:
 Berat lahir, merupakan berat lahir cempe yang ditimbang dalam waktu minimal 24
jam setelah dilahirkan
 Berat sapih terkoreksi, merupakan bobot ketika anak dipisahkan dari induknya.
Lama sapih mempengaruhi bobot sapih, semakin lama waktu penyapihan maka
bobot sapih yang dihasilkan semakin besar.
 Pertmabahan Bobot Badan Harian (PBBH), ditentukan dari perhtungan selisih
bobot lahir dengan bobot sapi dibagi dengan jumlah hari penyapihan. PBBH dapat
digunakan untuk mengentahui jumlah pakan yang dikonsumsi,
 Lingkar Dada, merupakan ukuran lingkar yang yang melingkari bagian tulang rusuk
ke delapan di belakang pundak dengan menggunakan pita ukur. Lingkar dada
cempe dilakukan pengukuran pada umur 11-15 minggu setelah melahirkan
 Tinggi Pundak, merupakan ukuran tinggi (garis lurus) antara puncak pundak yang
tegak lurus dengan tanah dibelakang kaki depan cempe. Tinggi pundak cempe
dilakukan pengukuran pada umur 11-15 minggu
 Panjang Telinga, merupakan jarak yang diukur antara pangkal sampai dengan ujung
telinga (dalam sentimeter) dan di hitung menggunakan alat ukur. Pengukuran
panjang telinga cempe dilakukan pada umur 11-15 bulan setelah melahirkan.
 Panjang badan, merupakan pengukuran jarak dari bonggol bahu (tuber humeri)
sampai dengan ujung tulang duduk (tuber ischii) (dalam senitimeter) dengan
menggunakan tongkat ukur. Pengukuran panjang badan cempe dilakukan pada
umur 11-15 bulan setelah melahirkan
 Lingkar Skrotum, diketahui dengan mengukur bagian terbesar skrotum dengan pita
ukur dan diukur pada umur 11-15 bulan setelah melahirkan.
Seleksi pada kambing PE dapat dilakukan dengan memiliki ternak pada peringkat teratas
(Winanrni, dkk., 2020). Pendugaan breeding value dapat digunakan sebagai dasar seleksi, dengan
membuat peringkat keunggulan BV pada sekelompok ternak. Besarnya nilai BV pada seekor ternak
dapat menunjukkan ternak tersebut memiliki keunggulan potensi genetic dibandingkan dengan
nilai rataan produktivitas dari rata-rata populais. Pejantan dengan nilai pendugaan breeding value
yang lebih besar lebih layak dijadikan sebagai bibit atau calon tetua dibandingkan dengan nilai BV
yang rendah. Bobot sapih terkoreksi dalam penelitian Zulchaidi, dkk., 2021 menghasilkan nilai BV
sebesar 1,85 kg dan bernilai lebih rendah dari penelitian Hermawati, dkk., 2015 dengan nilai BV
sebesar 6,25 kg. Perbedaan nilai BV bobot sapih dapat dipengaruhi oleh perbedaan genetik,
perbedaan rataan bobot lahir dan bobot sapih dari setiap individu dengan tempat pemgamatan yang
berbeda. Breeding value yang tinggi dipengaruhi oleh boot sapih terkoreksi yang tinggi pula
(Herumawarti, dkk., 2015).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Peningkatan mutu genetik dapat menjadi solusi strategis dalam meningkatkan produksi
protein hewani secara berkelanjutan dan efisien. Perbaikan mutu genetik melibatkan pemilihan dan
pengembangan varietas ternak yang memiliki sifat-sifat unggul yang diinginkan. Seleksi genetik
dan perkawinan silang merupakan penggabungan dua metode yang mampu meningkatkan mutu
genetic ternak dalam upaya peningkatan prodktivitas ternak. Kambing PE merupakan hasil
persilangan yang terbentuk dari persilangan secara grading up antara kambing etawah dengan
kambing kacang. Perbaikan mutu genetik kambing PE dapat diawali dengan pendugaan
keunggulan genetik pejantan, induk, ataupun performan cempe PE. Breeding value dapat dijadikan
sebagai indikator dalam menilai keunggulan genetik ternak dalam mewariskan sifat. Pejantan
dengan nilai pendugaan breeding value yang lebih besar lebih layak dijadikan sebagai bibit atau
calon tetua dibandingkan dengan nilai BV yang rendah. Induk kambing yang memiliki nilai ERPA
di atas rata-rata diharapkan mampu memiliki kemampuan dalam menghasilkan cempe dengan
bobot sapih tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, M. F., G. Ciptadi, G., dan V. M. A. Nurgiartiningsih. 2021. Estimasi Nilai Heritabilitas
Lingkar Dada Dan Panjang Badan Pada Kambing Peranakan Etawah di BPTU dan HPT
Pelaihari Kalimantan Selatan. Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 9(3),
163-167.
Ariestama, D., M. D. I. Hamdani, dan I. Harris. 2014. Seleksi Induk Kambing Peranakan Etawah
Berdasarkan Nilai Estimated Real Producingability Bobot Sapih di Kelompok Tani
Margarini. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu, 2(2): 27-30.
Budisatria, I. G. S., D. Maharani, dan A. Ibrahim. 2019. Kambing Peranakan Etawah: Kepala
Hitam atau Cokelat. UGM PRESS: Yogyakarta.
Ciptadi, G., A. Budiarto, dan Y. Oktanella. 2019. Genetika dan Pemuliaan: Peternakan-Veteriner.
Universitas Brawijaya Press: Malang
Hamdani, M. D. I. 2015. Perbandingan berat lahir, persentase jenis kelamin anak dan sifat prolifik
induk kambing peranakan etawah pada paritas pertama dan kedua di kota Metro. J. Ilmiah
Peternakan Terpadu. Vol. 3. No. 4.
Hamdani, M. D. I. 2015. Perbandingan berat lahir, persentase jenis kelamin anak dan sifat prolifik
induk kambing peranakan etawah pada paritas pertama dan kedua di kota Metro. J. Ilmiah
Peternakan Terpadu. Vol. 3. No. 4.
Herumawati, W. L., Kurnianto E., dan Mas I. K. G. Y. 2015. Pendugaan keunggulan pejantan
kambing Peranakan Ettawa berdasarkan berat lahir dan berat sapih cempe di satker
sumberejo kendal. J. Animal Agriculture. Vol. 4. No. 2, pp 219-224.
Kaharuddin, D., da K. Kususiyah, K. 2021. Pengaruh Seleksi terhadap Sifat Reproduksi dan
Produksi Puyuh (Coturnix coturnix japonica). Bulletin of Tropical Animal Science, 2(1),
61-64.
Mauladi, M.A.R., M. Harisudin, M. T. Sundari. 2018. Strategi Pengembangan Peternakan
Kambing Perah Adilla Goat Farm di Kabupaten Karanganyar dengan Metode AHP.
AGRISTA. 6 (2): 12-22.
Maylinda, S., dan A. Furqon. 2023. Strategi Pemuliaan Ternak Di Daerah Tropik. Media Nusa
Creative (MNC Publishing).
Nurgiartiningsih, V. A. 2017. Pengantar Parameter genetik pada ternak. Universitas Brawijaya
Press; Malang.
Winarni, C. S., Mudawamah, M., dan Kentjonowaty, I. 2020. Evaluasi genetik sapi perah pejantan
non selected dan selected di UPT PT dan HMT Batu. JIPTP, 1(1), 9-21.
Zaenuri, L. A., I. W. L. Sumadiasa, dan R. Rodiah. 2022. Upaya Peningkatan Produktifitas
Kambing Melalui Persilangan Kambing Lokal Dengan Kambing Boer Di Desa Candi
Manik Kecamatan Sekotong Tengah. Jurnal Abdi Insani, 9(2): 618-626.
Zulchaidi, Z., Setiyono, A., Mudawamah, M., & Sumartono, S. (2021). Pendugaan Keunggulan
Genetik Pejantan Kambing Peranakan Etawah (PE) Berdasarkan SIfat Kunatitatif Cempe
Di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari. Jurnal Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi
Peternakan, 2(1): 33-46.
BIOGRAFI PENULIS

Penulis bernama Fadilla Rizkia Fasha, dilahirkan di Bekasi, 16 Juni 2002. Anak
ketiga dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Menengah
Pertama di SMP Negeri 1 Tambun Selatan pada tahun 2014, kemudian
menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5 Tambun
Selatan. Tahun 2020 hingga saat ini sedang menempuh Pendidikan Sarjana di
Fakultas Peternakan Universitas sebagai mahasiswa semester 7. Penulis mendapatakan kesempatan
untuk melanjutkan pendidikan S2 di Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya melalui program
Fasttrack. Penulis pernah mengikuti program magang di CV. Bhumi Nararya Farm yang berlokasi
di Yogyakarta dengan komoditi kambing perah.

Anda mungkin juga menyukai