Anda di halaman 1dari 48

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN (PPDH)


KLINIK HEWAN BALI CENTRAL VET
16 NOVEMBER 2020 – 5 DESEMBER 2020

Laporan ini disusun sebagai tugas lanjutan terselesaikan Praktek Kerja Lapangan (PKL)
sebagai syarat wajib dalam menempuh Program Profesi Dokter Hewan (PPDH)

Oleh:
Ni Luh Putu Diah Septianingsih (1909611079)

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2020

i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN
KLINIK HEWAN BALI CENTRAL VET

Laporan ini disusun sebagai tugas lanjutan atas selesainnya Praktek Kerja Lapangan (PKL)
sebagai syarat wajib dalam menempuh Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)

Nama Peserta PKL:


Ni Luh Putu Diah Septianingsih (1909611079)

Mengetahui,
Kepala Klinik Hewan Bali Central Vet

Drh. Kadek Agus Agra Arnawa

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulisan Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Laporan ini disusun untuk melaporkan hasil
kegiatan Koasistensi Praktek Kerja Lapangan yang berlangsung di Klinik Hewan Bali
Central Vet. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Drh. I Nengah Kerta Besung, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
2. Bapak Dr. drh. I Wayan Sudira, M.Si., sebagai koordinator bagian Praktek
Kerja Lapangan (PKL) program Pendidikan profesi dokter hewan (PPDH)
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.
3. Bapak Drh. Kadek Agus Agra Arnawa selaku Pemilik Klinik Hewan Bali
Central Vet.
4. Ibu Drh. Made Ratnadi selaku Pemilik Klinik Hewan Bali Central Vet.
5. Drh. Elizabeth Liliane Sadipun, Drh. Wenika Candra Febrianti, Drh. Wahyu
Semadi Putra, Drh. Ayu Chitra Adhitya Putri, Drh. I Made Ricky Dwi Cahya,
Drh. Santri Devita Sari Gurning dan Drh. Kadek Yudha Ariawan sebagai staff
Medik Veteriner di Klinik Hewan Bali Central Vet.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, segala bentuk kritik dan saran sangat penulis harapkan dari
berbagai pihak. Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Denpasar, 5 Desember 2020

Penulis

iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .............................................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 1
1.2 Tujuan Kegiatan .............................................................................................................. 2
1.3 Manfaat Kegiatan ............................................................................................................. 2
1.4 Tempat dan Waktu Kegiatan ............................................................................................ 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................. 3
2.1 Klinik Hewan Bali Central Vet ........................................................................................ 3
BAB III PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................................................... 4
3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan ............................................................................................ 4
3.2 Biodata Peserta Kegiatan ................................................................................................. 4
3.3 Metode Kegiatan .............................................................................................................. 4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 5
4.1 Hasil ................................................................................................................................. 5
4.2 Pembahasan .................................................................................................................... 10
BAB V PENUTUP.................................................................................................................. 27
5.1 Kesimpulan..................................................................................................................... 27
5.2 Penutup ........................................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 28
LAMPIRAN............................................................................................................................ 29

iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil kegiatan selama PKL di Klinik Hewan Bali Central Vet. .................................. 5
Tabel 2. Hasil hematologi rutin anjing kasus hip dysplasia. ................................................... 16
Tabel 3. Hasil biokimia darah anjing kasus hip dysplasia. ...................................................... 17
Tabel 4. Hasil hematologi rutin anjing kasus anaplasmosis ................................................... 21
Tabel 5. Hasil hematologi rutin anjing kasus Transmissible venereal tumor ......................... 24

v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Pemeriksaan wood’s lamp pada anjing kasus. ............................................................ 11
Gambar 2. Anjing kasus ........................................................................................................... 13
Gambar 3. Hasil pemeriksaan kerokan kulit ........................................................................... 14
Gambar 4. Hasil X-ray anjing kasus sebelum dioperasi ......................................................... 17
Gambar 5. Hasil X-ray anjing kasus setelah dioperasi ........................................................... 20
Gambar 6. Anjing kasus Alaskan Malamute ........................................................................... 20
Gambar 7. Hasil test kit menunjukan positif anaplasma sp. ................................................... 21
Gambar 8. Bengkak pada vagina ............................................................................................ 23

vi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Semakin berkembangnya zaman, semakin banyak orang yang memelihara hewan
sebagai hewan kesayangan seperti kucing, anjing, kelinci dan lain sebagainya. Dalam
pemeliharaan hewan, ada 5 aspek kebebasan yang harus diterapkan. Salah satu aspek tersebut
yaitu bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit. Untuk memenuhi kebebasan tersebut, sudah
banyak tersedia klinik-klinik hewan yang menyediakan jasa medik veteriner. Menurut
Permentaan Jasa Medik No. 02/Permentan/OT.140/1/2010, klinik hewan adalah tempat usaha
pelayanan jasa medik veteriner yang dijalankan oleh suatu manajemen dengan dipimpin oleh
seorang dokter hewan penanggungjawab dan memiliki fasilitas untuk pengamatan hewan yang
mendapat gangguan kesehatan tertentu. Sebagai calon dokter hewan pastinya memiliki minat
untuk mendalami suatu bidang tertentu. Maka dari itu, mahasiswa berkewajiban mengikuti
kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) guna mendalami suatu bidang tertentu sesuai
minatnya.
Kegiatan praktek kerja lapangan (PKL) merupakan kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh mahasiswa secara langsung di lapangan. Kegiatan ini sangat membantu
mahasiswa dalam menambah wawasan mengenai keadaan yang terjadi secara aktual di
lapangan. Kegiatan yang bersifat praktikal juga akan secara langsung melengkapi berbagai
teori yang telah di dapat di kelas. Teori yang didapat tidak serta merta akan mudah
diaplikasikan jika mahasiswa tidak mengetahui kondisi yang nyata terjadi secara langsung di
lapangan. Sehingga terkadang mahasiswa kesulitan dalam menerapkan ilmunya di masyarakat.
Untuk itu perlunya sebuah keseimbangan antara sebuah teori dengan praktek lapangan. Dengan
demikian sebuah kegiatan PKL dapat menunjang dan membantu mahasiswa dalam menambah
serta membentuk suatu wawasan intelektual. Mahasiswa juga harus senantiasa aktif menambah
pengalaman dan ilmu pengetahuan dari berbagai kegiatan yang berhubungan dengan profesi
seorang dokter hewan, dimana dalam kegiatan ini menambah pengetahuan mahasiswa
mengenai tindakan medis veteriner pada satwa. Setiap mahasiswa wajib meningkatkan kualitas
pribadinya dengan selalu melakukan pengembangan dan perubahan kedepan, mampu
memposisikan dirinya diantara perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di
bidang Kedokteran Hewan.
Praktek kerja lapangan yang dilaksanakan di Klinik Hewan Bali Central Vet diharapkan
dapat meningkatkan pengetahuan aplikatif mahasiswa mengenai tindakan medis veteriner yang
dilakukan di Klinik Hewan tersebut. Pemahaman yang didapat secara langsung akan membantu

1
mahasiswa yang nantinya akan secara langsung terjun ke lapangan setelah memperoleh gelar
profesi dokter hewan, mengingat bahwa masih minimnya tenaga dokter hewan.
1.2 Tujuan Kegiatan
1.2.1 Mampu menetapkan diagnosis berbagai penyakit hewan dan melakukan tindakan
medik berdasarkan praktik diagnostik klinik dan diagnostik laboratorium klinik
secara lengkap dan akurat dari masing-masing inividu atau kelompok.
1.3 Manfaat Kegiatan
1.3.1 Mahasiswa mampu menghubungkan antara pengetahuan akademik dengan
pengetahuan praktek di lapangan.
1.3.2 Meningkatkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang komprehensif
dalam menghadapi permasalahan peternakan dan penanggulangan penyakit pada
hewan.
1.4 Tempat dan Waktu Kegiatan
Kegiatan koasistensi Praktek Kerja Lapangan mahasiswa/i Pendidikan Profesi Dokter
Hewan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dilaksanakan di Klinik Hewan Bali
Central Vet yang dilaksanakan mulai 16 November 2020 hingga 5 Desember 2020.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klinik Hewan Bali Central Vet
Bali Central Vet didirikan sejak pertengahan tahun 2016 oleh Drh. Kadek Agus Agra
Arnawa dan istrinya Drh. Made Ratnadi. Pada saat itu, klinik hewan tersebut hanya memiliki
1 orang admin yang merangkap menjadi vet nurse. Seiring bertambahnya tahun, yaitu pada
tahun 2020 klinik hewan Bali Central Vet memiliki 9 orang dokter hewan, 3 orang admin dan
4 orang vet nurse. Klinik Hewan ini terletak pada jalur pariwisata yaitu di Jl. Pengipian No.4a,
Kerobokan Kelod, Kec. Kuta Utara, Kabupaten Badung. Fasilitas yang terdapat pada Klinik
Hewan Bali Central Vet terdiri dari resepsionis yang berfungsi sebagai tempat registrasi pasien
dan pembayaran pasien, ruang pemeriksaan yang berfungsi sebagai tempat pemeriksaan dan
pemberian terapi pada pasien, ruangan anjing dan kucing bagi pasien rawat inap tetapi bukan
ruangan bagi pasien terinfeksi penyakit virus, ruang isolasi yang berfungsi sebagai anjing dan
kuving yang terinfeksi penyakit virus, ruang operasi yang berfungsi sebagai tempat
pembedahan pasien yang memerlukan tindakan pembedahan, laboratorium dan farmasi yang
berfungsi sebagai ruang penyimpanan obat dan pemeriksaan sample.

3
BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN
3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan
Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan di Klinik Hewan Bali Central Vet
yang dimulai dari tanggal 16 November 2020 sampai dengan 5 Desember 2020. Kegiatan Praktek
Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan setiap hari senin sampai dengan sabtu sesuai shift pagi (pukul
08.00 hingga 17.00 WIB), shift middle (pukul 11.00 hingga 20.00 WIB) dan shift sore (pukul
13.00 hingga 22.00 WIB).

3.2 Biodata Peserta Kegiatan


Peserta yang melaksanakan Prakter Kerja Lapangan (PKL) di Klinik Hewan Bali
Central Vet, yaitu :
Nama Mahasiswa : Ni Luh Putu Diah Septianingsih
Program Studi : PPDH Kedokteran Hewan
Universitas : Universitas Udayana
NIM : 1909611079

3.3 Metode Kegiatan


Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) dilaksanakan berdasarkan dengan kegiatan
pelayanan dari Klinik Hewan Bali Central Vet.

4
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Kegiatan selama PKL yang dilakukan di Klinik Hewan Bali Central Vet meliputi
pemeriksaan klinis dan laboratorium, pengobatan pasien, sanitasi kandang, house call, diskusi
kasus, dan pembedahan. Selama pelaksanaan kegiatan PKL selalu didampingi dan dibimbing
oleh staff dokter hewan di Klinik Hewan Bali Central Vet. Hasil kegiatan dicantumkan per hari
kerja selama tiga minggu (Tabel 2).
Tabel 1. Hasil kegiatan selama PKL di Klinik Hewan Bali Central Vet.

No. Hari/Tanggal Kegiatan

1. Senin, 16 November 2020 a. Pengenalan Klinik (perkenalan dengan dokter,


staff medik, paramedik, pramubakti, front
office, serta pengenalan ruangan dan fasilitas)
b. Membantu mempersiapkan operasi
ovariohysterectomy pada anjing
2. Selasa, 17 November 2020 a. Pengobatan pagi pada pasien rawat inap
b. Pengobatan kemoterapi pada anjing yang
mengalami TVT (Transmissible Veneral
Sarcoma)
c. Mempersiapkan operasi kastrasi pada 3 ekor
kucing
d. Mempersiapkan ovariohysterectomy pada 1
ekor kucing dan 1 ekor anjing
e. Pemeriksaan dan pengobatan kasus ringworm
3. Rabu, 18 November 2020 a. Pengobatan kemoterapi pada anjing yang
mengalami TVT (Transmissible Venereal
Tumor)
b. Mempersiapkan operasi ovariohysterectomy
pada anjing
c. Mengganti perban anjing pasca operasi fraktur
d. Pemeriksaan skin scraping pada anjing
e. Mempersiapkan tumor removal surgery

5
4. Kamis, 19 November 2020 a. Melakukan pemeriksaan status preasens pada
anjing yang akan dioperasi
b. Melakukan pengambilan darah 3 ekor anjing
yang akan dioperasi
c. Melakukan pemeriksaan hematologi rutin
pada 3 ekor anjing yang akan dioperasi
d. Pemasangan IV cath pada anjing
e. Mempersiapkan operasi FHO (Femoral Head
Ostectomy)
f. Mempersiapkan operasi amputasi pada anjing
g. Membantu menghandle anjing yang akan di X-
ray pasca operasi tulang
5. Jumat, 20 November 2020 a. Melakukan pemeriksaan klinis pada anjing
yang akan dioperasi
b. Pemasangan IV cath pada anjing yang akan
dioperasi
c. Pengambilan darah pada anjing
d. Menghandle anjing yang akan dilakukan X-ray
e. Menghandle anjing yang akan di USG
f. Membantu melakukan pemeriksaan test kit
parasit darah
6. Sabtu. 21 November 2020 a. Menyiapkan infus set untuk anjing
b. Membantu menangani luka robek pada pipi
kiri kucing dengan penjahitan
c. Pengobatan sore pada pasien rawat inap
d. Menghandle kucing yang akan di vaksinasi
e. Menghandle anjing yang akan di X-ray
f. Melepas infus anjing yang akan pulang
g. Mengahandle anjing yang akan di USG untuk
melihat kebuntingan
7. Senin, 23 November 2020 a. Menghandle anjing yang akan di X-ray
b. House call vaksinasi pada anjing

6
c. House call general check up untuk hewan-
hewan di Bamboo Dog Hotel
d. Mempersiapkan operasi TPLO (Tibial Plateau
Leveling Osteotomy) pada anjing
e. Pengobatan sore pada pasien rawat inap
8. Selasa, 24 November 2020 a. Melakukan enema pada pasien anjing yang
mengalami konstipasi dengan menggunakan
gliserin
b. Membersihkan seat operasi
ovariohysterectomy
c. Melakukan pemeriksaan berupa palpasi pada
tumor TVT (Transmissible Venereal Tumor)
d. Melepas infus anjing yang akan pulang
e. Kastrasi pada anjing
f. Pengobatan sore pada pasien rawat inap
g. Memberikan makan pasien rawat inap
9. Rabu, 25 November 2020 a. Euthanasia anjing
b. Melakukan enema pada pasien rawat inap
anjing
c. Mempersiapkan ovariohysterectomy pada 1
ekor anjing
d. Mempersiapkan operasi Scrotal ablation pada
anjing
e. Mempersiapkan Gastric dilatation volvulus
surgery pada anjing
f. Menghandle anjing yang akan di X-ray
g. Melakukan pengambilan darah pada anjing
untuk test hematologi rutin
10. Kamis, 26 November 2020 a. Mempersiapkan operasi amputasi tulang pada
anjing
b. Menghandle anjing untuk pemasangan infus
c. Melakukan kemoterapi pada 3 ekor anjing
d. Menangani abses pada leher anak anjing

7
e. Pengobatan sore pada pasien rawat inap
f. Memberikan makan anak-anak anjing resque
11. Jumat, 27 November 2020 a. Pemeriksaan luka pada anjing
b. Euthanasia pada anjing
c. Mempersiapkan kastrasi pada 1 ekor anjing
d. Mempersiapkan operasi atresia ani dan
colostomy pada anjing
12. Senin, 30 November 2020 a. Pengobatan pagi pada pasien rawat inap
b. Melepaskan infus pada pasien rawat inap yang
akan pulang
c. Mengeluarkan cairan abses pada anak anjing
rawat inap
d. Membersihkan luka abses pada anak anjing
rawat inap
e. Membersihkan tubuh anak anjing rawat inap
yang penuh scale
f. Membersihkan luka pada kaki anjing
g. Mengganti perban anjing pasien datang pasca
operasi tulang
h. Melakukan kemoterapi pada anjing
13. Selasa, 1 Desember 2020 a. Pemasangan microchip pada anjing
b. Melakukan vaksinasi pada anjing
c. Melakukan nebul pada pasien rawat inap
kucing
d. Pengobatan sore pada pasien rawat inap
e. Melakukan pemasangan urin catheter pada
pasien rawat inap kucing
14. Rabu, 2 Desember 2020 a. Pengobatan pagi pasien rawat inap
b. Aspirasi abses dan flushing pada pasien rawat
inap anjing
c. Wound clean luka jahit pada pasien rawat inap
anjing

8
d. Mengambil darah pasien anjing untuk
hematologi rutin
e. Pemasangan IV catheter pada pasien rawat
inap anjing yang akan dioperasi
f. Membagi dosis obat untuk pasien kucing yang
datang dengan keluhan gatal-gatal
g. Melakukan skin scraping pada pasien kucing
yang mengalami kegatalan pada seluruh tubuh
15. Kamis, 3 Desember 2020 a. Pengobatan pagi pada pasien rawat inap
b. Pemasangan IV catheter pada pasien rawat
inap anjing
c. Melakukan flushing infus pada pasien rawat
inap anjing
d. Menghandle pasien anjing yang akan di X-ray
e. Membersihkan luka jahitan pada pasien anjing
rawat inap
f. Melakukan drainase abses pada pasien rawat
inap anjing
g. Melakukan aspirasi dan flushing pada abses
pasien rawat inap anjing
16. Jumat, 4 Desember 2020 a. Pengobatan pagi pada pasien rawat inap
b. Membersihkan luka abses pada pasien rawat
inap anjing
c. Pemasangan infus pada pasien rawat inap
anjing
d. Mempersiapkan alat-alat operasi dan
membersihkan seat operasi
ovariohysterectomy pada anjing
e. Menghandle pasien rawat inap anjing yang
akan di USG untuk menemukan vesica
urinaria
f. Pemeriksaan mata pada pasien rawat inap
anjing dengan menggunakan opthalmoscope

9
17. Sabtu. 5 Desember 2020 a. Menghandle pasien anjing dan kucing yang
akan dilakukan X-ray
b. Melakukan grooming pada kucing
c. Mempersiapkan alat-alat untuk penjahitan
luka pada pasien anjing
d. Pemeriksaan fisik pada 4 ekor anak anjing
yang akan divaksinasi
e. Injeksi tolfedin 1 mL dan loangamox 1,5 mL
secara sub kutan
f. Pemasangan IV Catheter pada pasien anjing
yang akan dioperasi

4.2 Pembahasan
Kegiatan praktek kerja lapangan di Klinik Hewan Bali Central Vet dilaksanakan selama
3 minggu (16 November - 5 Desember 2020). Kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan shift
yang telah ditentukan oleh pihak Klinik Hewan Bali Central Vet dan didampingi oleh dokter
hewan serta vet nurse. Kegiatan selama di Klinik meliputi pemeriksaan dan pengobatan pasien
yang datang, pengobatan pasien rawat inap, menyiapkan obat-obatan, menyiapkan peralatan
pre operasi, membantu operasi mayor dan minor, dan melakukan pemeriksaan laboratorium
(hematologi rutin, kimia darah, woods lamp, kerokan kulit, otoscopy, X-ray, USG dan lain-
lainnya. Adapun kegiatan lain diluar klinik yaitu house call yang meliputi general check up
dan vaksinasi rutin di Bamboo Dog hotel bersama dokter di Klinik.
Kasus-kasus yang sempat ditangani selama PKL di Klinik Hewan Bali Central Vet
meliputi ringworm pada anjing, demodekosis pada anjing, hip dysplasia pada anjing,
anaplasma pada anjing, pyometra pada anjing, vaksinasi pada kucing, dan lain-lainnya. Berikut
adalah beberapa kasus yang akan dibahas lebih detail :
1. Ringworm pada Anjing
 Sinyalemen dan Anamnesa
Anjing mix breed bernama zuma, jenis kelamin betina, umur 3 tahun 3 bulan, bobot
badan 18,4 Kg dengan warna rambut cokelat dan hitam datang ke klinik dengan
keluhan anjing gatal-gatal, pemilik mengatakan anjing nya pernah didiagnosa
mengalami infeksi jamur di klinik sebelumnya, beberapa hari menunjukkan
perubahan yang bagus namun anjingnya kembali gatal-gatal.
10
 Pemeriksaan Klinis
Berdasarkan pemeriksaan klinis secara umum anjing masih terlihat aktif, namun
dibeberapa bagian tubuh seperti bagian perut terlihat adanya scale.

 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Wood’s Lamp dilakukan dengan langsung diamati pada tiap lesi.
Pemeriksaan dengan Wood’s Lamp menunjukkan pendaran (flourescence) berwarna
hijau kekuningan pada jamur patogen tertentu. Pendaran berwarna hijau kekuningan
akibat dari reaksi metabolit dermatofita dengan sinar ultraviolet.

Gambar 1. Pemeriksaan wood’s lamp pada anjing kasus.

 Diagnosa dan Prognosa


Berdasarkan pemeriksaan wood’s lamp terdapat pendaran berwarna hijau yang
menandakan adanya jamur mikrosporum canis. Dari hasil diagnosis dapat di tarik
prognosis bahwa anjing kasus ini adalah fausta.

 Pengobatan
 Dexafort 0,9 mL secara sub kutan
 Itraconazole 2 kapsul sehari sekali untuk 30 hari
 Sebazole shampoo 250 mL
 Worm tablet 2 tablet

11
 Pembahasan Kasus
Ringworm atau Dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
jamur dermatofita, yang terdiri atas 3 genus yaitu Microsporum, Trichophyton, dan
Epidermophyton. Pada anjing, sekitar 70% penderita ringworm disebabkan oleh
Microsporum canis, 20% oleh M. gypseum, dan 10% oleh Trichophyton
mentagrophytes (Vermout et al., 2008). Dermatofitosis ini dapat menular antar sesama
hewan dan antara manusia dengan hewan (antropozoonosis) dan hewan ke manusia
(zoonosis) dan merupakan penyakit mikotik yang yang tertua di dunia (Adzima et al.,
2013). Tanda klinis dermatofitosis pada hewan biasanya ditemukan alopesia,
hiperkeratosis, makula, sisik dan krusta. Lesi-lesi tersebut ditemukan di bagian daun
telinga, wajah, kaki depan, kaki belakang dan bagian perut. Hal yang sama juga
ditemukan oleh Outerbridge (2006) bahwa dermatofitosis pada anjing biasanya
menimbulkan lesi lokal, paling sering ditemukan pada wajah, kaki depan, kaki
belakang, perut bagian bawah dan ekor. Dermatofita sering ditemukan di rambut dan
lapisan keratin kulit karena dapat memakan protein keratin (Outerbridge, 2006).
Mortalitas penyakit ini rendah, namun kerugian ekonomis dapat terjadi karena
kerusakan kulit, rambut serta terjadi penurunan nafsu makan karena hewan menjadi
tidak tenang (Kotnik, 2007).
Untuk menimbulkan lesi pada host, dermatofita harus mempunyai kemampuan
melekat pada kulit dan mukosa, serta mampu menembus jaringan dan mampu
bertahan hidup. Untuk bertahan hidup dermatofita harus mampu mengatasi
pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Gejala inflamasi sering muncul
dikarenakan terlepasnya mediator proinflamasi sebagai konsekuensi dari
terdegradasinya keratin sebagai sumber nutrisi dermatofita. Fase penting dalam
infeksi dermatofita adalah terikatnya dermatofita dengan jaringan keratin yang diikuti
oleh invasi dan pertumbuhan elemen myocelial. Penyebaran penyakit ini dapat terjadi
secara kontak langsung dengan lesi pada tubuh hewan, yaitu kontak dengan kulit atau
bulu yang terkontaminasi ringworm maupun secara tidak langsung melalui spora
dalam lingkungan tempat tinggal hewan. Pemeliharaan dengan cara dilepas (tidak
diikat atau tidak dikandangkan) akan membuat penyebaran dermatofitosis semakin
cepat (Adzima et al., 2013).
Pada kasus ini diberikan pengobatan Dexafort injeksi, Itraconazole kapsul serta
disarankan untuk memnadikan anjing 2 kali seminggu dengan shampo sebazole.
Dexafort merupakan merupakan kortikosteroid yang memiliki efek anti inflamasi

12
paling kuat. Kortikostreoid merupakan anti inflamasi yang bekerja dengan mekanisme
menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga akan mencegah pelepasan asam
arakidonat yang memproduksi enzim cyclooxygenase. Enzim cyclooxygenase inilah
yang bertanggung jawab atas pembentukan prostaglandin yang merupakan mediator
inflamasi dan nyeri. Itrakonazol merupakan antifungal triazol yang memiliki sifat
keratofilik dan lipofilik yang kuat. Mekanisme kerja kedua golongan azol tersebut
yaitu dengan menghambat 14α-demethylase, sehingga mengganggu sintesis sterol
pada membran sel jamur. Secara in vitro, itrakonazol aktif melawan dermatofit
maupun non-dermatofit (Malassezia spp. dan Candida).

2. Demodekosis pada Anjing lokal


 Sinyalemen dan Anamnesa
Seekor anjing lokal, jenis kelamin betina, umur 5 bulan, warna rambut hitam dan putih
serta bobot badan 4 kg datang ke klinik dengan keluhan ada masalah pada kulit anjing
serta anjing sering menggaruk-garuk badannya.

Gambar 2. Anjing kasus.


 Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan status preasens didapatkan hasil suhu badan 38,9 ℃, respirasi 35
kali/menit, frekuensi jantung 130 kali/menit, CRT<2 detik. Hasil pemeriksaan klinis
diperoleh bahwa terlihat adanya scale disekitar tubuh anjing, alopecia dan erithrema
disekitar wajah anjing.

13
 Pemeriksaan Penunjang
Untuk meneguhkan diagnosa dilakukan pemeriksaan kerokan kulit anjing. Dilakukan
dengan metode natif/langsung dengan cara mengerok pinggiran atau tepi lesi dan
debris-debris menggunakan scapel. Kemudian ditaruh di atas objek glas kemudian
ditutup dengan cover glas. Setelah itu, diberikan KOH 10% berfungsi sebagai agen
keratolitik yaitu untuk melisiskan keratin yang ada pada kerokan kulit dan rambut.
Dari hasil pemeriksaan kerokan kulit ditemukan demodex sp.

Gambar 3. Hasil pemeriksaan kerokan kulit.

 Diagnosa dan Prognosa


Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang berupa
kerokan kulit, diagnosis kasus ini yaitu demodekosis dengan prognosa fausta.

 Pengobatan
 Ivermectin
 Dipenhydramin HCl

 Pembahasan Kasus
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang berupa
skin scraping dapat didiagnosa anjing kasus mengalami demodekosis. Penyakit ini
disebabkan oleh tungau yang disebut Demodex sp. Tungau ini berbentuk seperti cerutu
atau wortel, mempunyai 4 pasang kaki yang pendek dan gemuk serta memiliki 3 ruas.
Bagian perutnya terbungkus kitin dan bergaris melintang menyerupai cincin serta
memipih ke arah caudal. Ukuran tungau bervariasi antara 0,2 - 0,4 mm. Demodex
hidup di dalam kelenjar minyak dan kelenjar keringat (glandula sebacea) (Bunawan,

14
2009). Penularan demodekosis ini terjadi mulai anak anjing berumur 3 hari. Dalam
kondisi normal, parasit ini tidak memberikan kerugian bagi anjing, namun bila kondisi
kekebalan anjing menurun maka demodex akan berkembang menjadi lebih banyak
dan menimbulkan penyakit kulit. Pada anak anjing akan tertular oleh induknya, namun
setelah sistem kekebalan tubuhnya meningkat kira-kira pada umur 1 minggu, maka
parasit ini akan menjadi flora normal dan tidak menimbulkan penyakit kulit (Sardjana,
2012).
Demodex yang menginfeksi kulit akan mengalami perkembangbiakan (siklus
hidup) di dalam tubuh hospes tersebut. Siklus hidup lengkap demodex adalah 20-30
hari pada tubuh hospes. Ada empat tahapan perkembangan demodex dalam tubuh
hospes yaitu: telur (fusiform), larva berkaki enam (six legged), nimfa berkaki delapan
(eight legged), demodex dewasa (eight legged adult). Seluruh tahapan perkembangan
ini hanya terjadi pada satu hospes, jadi tidak ada perkembangan pada hospes lain,
sebagaimana yang terjadi pada parasit lain. Gejala klinis yang tampak pada kulit
berupa alopecia (kebotakan), kemerahan, dan kulit mejadi berkerak. Pada tahap yang
lebih lanjut, dapat terjadi demodecosis general disertai dengan peradangan dan infeksi
sekunder oleh bakteri. Lapisan kulit yang terinfeksi terasa lebih berminyak saat
disentuh.Tungau sangat menyukai bagian tubuh yang kurang lebat bulunya, seperti
moncong hidung dan mulut, sekitar mata, telinga, bagian bawah badan, pangkal ekor,
leher sepanjang punggung dan kaki. Rasa gatal yang ditandai dengan hewan selalu
mengaruk dan menggosokkan badannya pada benda lain atau menggigit bagian tubuh
yang gatal, sehingga terjadi iritasi pada bagian yang gatal berupa luka/lecet, kemudian
terjadi infeksi sekunder sehingga timbul abses, sering luka mengeluarkan cairan
(eksudat) yang kemudian mengering dan menggumpal dan membentuk kerak pada
permukaan kulit (Shipstone, 2000).
Pada kasus ini diberikan terapi berupa ivermectin injeksi. Ivermectin
merupakan obat anti parasit berspektrum luas. Ivermectin bekerja melepas GABA
(Gamma Amino Butyric Acid) yang mencegah neurotransmiter, sehingga
menyebabkan paralisa baik pada nematoda muda, dewasa maupun arthropoda. Pada
pengobatan tungau, ivermectin tidak dapat membunuh telur, sehingga harus dilakukan
berulang sesuai dengan interval dan dosis. Interval terapi yang dianjurkan adalah
antara 7-14 hari sampai hewan dinyatakan sembuh dari ektoparasit. Ivermectin tidak
mudah menembus otak cairan tulang belakang sehingga tingkat toksisitasnya rendah
dan di metabolisme dalam hati, dan kebanyakan di ekskresikan melalui kotoran dan

15
dalam jumlah lebih kecil di ekskresikan melalui urine. Beberapa bangsa anjing
memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap Ivermectin. Oleh karena itu, pada
penggunaan pertama dianjurkan untuk menggunakan dosis rendah setelah itu
ditingkatkan sedikit demi sedikit sambil melihat respon sensitivitas atau efek samping
yang terjadi. Tanda-tanda anjing yang memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap
Ivermectin adalah adanya penurunan aktivitas, kehilangan keseimbangan, bahkan
kebutaan. Meskipun memberikan hasil yang baik terhadap pengobatan demodekosis,
Ivermectin tidak boleh digunakan untuk anjing ras Collie (Triakoso, 2006).
Dipenhydramin HCl memiliki khasiat sebagai antihistamin. Penggunaan
Dipenhydramin HCl pada kasus demodekosis adalah untuk mengatasi rasa gatal
maupun alergi yang mungkin timbul akibat serangan parasit demodex pada folikel
rambut.

3. Hip Dysplasia pada Anjing


 Sinyalemen dan Anamnesa
Anjing betina dengan umur 7 tahun 7 bulan dengan berat 38 Kg datang dengan
keluhan jalan agak pincang, berjalan dan berlari tidak normal, namun nafsu makan
masih aktif.

 Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan status preasens didapatkan hasil suhu badan 38,6 ℃, respirasi 35
kali/menit, frekuensi jantung 140 kali/menit, CRT<2 detik. Hasil pemeriksaan klinis
diperoleh bahwa jalannya tidak normal.

 Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2. Hasil hematologi rutin anjing kasus hip dysplasia.

Parameter Nilai Rujukan Hasil Keterangan

WBC (109/L) 6.00-17.00 7.32 Normal


Limfosit (109/L) 1.00-4.80 0.97 Menurun
Monosit (109/L) 0.20-1.50 0.33 Normal
Neutrofil (109/L) 3.00-12.00 5.99 Normal
Eosinofil (109/L) 0.00-0.80 0.03 Normal
Basofil (109/L) 0.00-0.40 0.01 Normal

16
RBC(1012/L) 5.50-8.50 8.18 Normal
HGB (g/dL) 12.0-18.0 17.3 Normal
MCV (fL) 60-70 70 Normal
MCH (pg) 19.5-24.5 21.2 Normal
MCHC (g/dL) 31.0-39.0 30.1 Menurun
HCT (%) 37.00-55.00 57.49 Meningkat
PLT (109/L) 165-500 168 Normal

Tabel 3. Hasil biokimia darah anjing kasus hip dysplasia.

Parameter Nilai Rujukan Hasil Keterangan

ALP (U/L) 20-150 51 Normal


ALT (U/L) 10-118 32 Normal
BUN (mg/dL) 7-25 11 Normal
CRE (mg/dL) 0.3-1.4 0.9 Normal
GLU (mg/dL) 60-110 91 Normal
TP (g/dL) 5.4-8.2 7.5 Normal

Dari hasil pemeriksaan diatas didapatkan interpretasi yaitu: Anjing kasus mengalami
limfositopenia dan trombositosis.

 Pemeriksaan Penunjang

Gambar 4. Hasil X-ray anjing kasus sebelum dioperasi.

17
 Diagnosa dan Prognosa
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang berupa X-
ray, diagnosis kasus ini yaitu Hip Dysplasia dengan prognosa fausta.

 Pengobatan
 Amoxcillin 2 kali ½ tablet selama 14 hari
 Metronidazole 2 kali ½ tablet selama 10 hari
 Rimadyl 1 kali 3 tablet selama 7 hari

 Pembahasan Kasus
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang berupa
X-ray dapat didiagnosa anjing kasus mengalami Hip Dysplasia. Hip dysplasia adalah
gangguan atau penyakit yang melemahkan dan terus berkembang yang
dikarakteristikan dengan ossifikasi perlahan pada caput femur, kelemahan sendi
panggul, dan keganjilan pada posisi acetabulum dan caput femur yang mengakibatkan
terjadinya subluksasi. Subluksasi tersebut akan mengakibatkan rasa sakit pada sendi
dan seiring berjalannya waktu akan terjadi osteoarthritis pada panggul yang
mengalami dysplasia (Todhunter et al., 1999). Hip dysplasia umumnya disebabkan
oleh faktor keturunan, akan tetapi juga dapat dipengaruhi faktor lingkungan, misalnya:
ras, kecepatan pertumbuhan, pola makanan atau nutrisi, cara dan lamanya latihan,
adanya kelainan (deformitas) dari tulang belakang (lumbo sacral), penyakit sumsum
tulang belakang, trauma dan adanya kelainan persendian dari kaki. Dari seluruh kasus
hip dysplasia, sebanyak 50% terjadi pada anjing ras besar.
Apabila anjing mengalami hip dysplasia, maka pergerakan dari persendian
coxofemoralis mulai terbatas, sehingga otot kaki belakang secara perlahan mengalami
atropi. Lama kelamaan kaki belakang akan mengalami perubahan bentuk. Akibatnya
anjing enggan untuk berjalan, melompat atau naik tangga. Selanjutnya kaki belakang
anjing akan melengkung. Timbul rasa sakit bila kaki belakang dimanipulasi terutama
posisi ekstension (diluruskan). Gejala klinis hip dysplasia yang akut sering timbul
pada umur kurang dari 12 bulan, sedangkan gejala-gejala yang kronis sering
ditemukan pada hewan-hewan dewasa (Tiley dan Smith, 2011). Tingkat keparahan
hip dysplasia dapat ditentukan berdasarkan hasil foto x-ray yaitu ringan (mild), agak

18
parah (moderate) dan parah (severe). Pada hasil x-ray mild dysplasia pada bagian
cranial acetabulum tampak datar, tampak adanya subluxatio caput femur, namun 40-
50% masih berada dalam acetabulum. Hasil foto x-ray moderate hip dysplasia
menunjukkan gambaran acetabulum dangkal, subluxatio caput femur yang lebih parah
(20-40% caput femur berada didalam acetabulum), dan timbul pertumbuhan tulang
baru disekitar persendian. Sedangkan hasil foto x-ray severe hip dysplasia
menunjukkan gambaran caput femoralis sebagian besar atau seluruhnya keluar dari
acetabulum dan semakin banyak pertumbuhan tulang baru di sekitar persendian coxo
femoralis. Ada 2 cara penanganan hip dysplasia yaitu :
1. Pengobatan konservatif
Pengobatan ini umumnya dilakukan pada anjing-anjing muda yaitu dengan
mengontrol pertumbuhan dengan mengatur pakan, pola exercise yang benar,
memeberikan obat-obatan yang mengandung glukosamin, chondroitin, vitamin C
dan anti radang non steroid.
2. Penanganan dengan cara operasi yaitu :
 Femoral Head Ostectomy (FHO)
 Triple Pelvic Osteotomy (TPO)
 Penggantian persendian (Hip Replacement)
 Femoral Head and Neck Excision (FHNE)
Pada kasus ini Femoral head and neck excision (FHNE) dipilih sebagai
penangan pada kasus ini. FHNE itu dilakukan dengan tujuan eliminasi rasa sakit yang
disebabkan oleh kontak tulang ke tulang. Pada operasi ini, kepala dan leher tulang
femur itu dihilangkan sehingga tulang tidak akan nyangkut di acetabulum, tulang akan
benar-benar bergerak bebas hanya difiksir oleh otot persendian. Pasca operasi,
pengobatan yang diberikan Amoxcillin 2 kali ½ tablet selama 14 hari, Metronidazole
2 kali ½ tablet selama 10 hari dan Rimadyl 1 kali 3 tablet selama 7 hari. Amoxicillin
merupakan antibiotik betalaktam dengan sistem kerjanya menghambat pembentukan
dinding sel bakteri serta bespektrum luas. Rimadyl (carprofen) merupakan obat
nonsteroidal antiinflammatory drug (NSAID). Seperti obat lainnya pada kelas ini,
carprofen merupakan analgesik dan anti inflamasi yang efektif untuk menghambat
sintesis dari prostaglandin. Carprofen biasanya digunakan untuk perawatan yang
berhubungan dengan operasi rasa sakit akibat trauma luka, dan muscoskeletal, dan
kebanyakan digunakan untuk anjing. Obat ini tidak terlalu disarankan diberikan untuk

19
kucing. Carprofen dapat menyebabkan peningkatan toksisitas pada kucing bila
pemberian dosisnya sama dengan anjing.

Gambar 5. Hasil X-ray anjing kasus setelah dioperasi.

4. Anaplasmosis pada Anjing Alaskan Malamute


 Sinyalemen dan Anamnesa
Anjing ras Alaskan Malamute bernama cessy, jenis kelamin betina, umur 1 tahun 2
bulan, warna rambut hitam dan putih dengan bobots badan 32,5 Kg datang dengan
keluhan mimisan dan kehilangan nafsu makan sejak 1 minggu.

Gambar 6. Anjing kasus Alaskan Malamute.

20
 Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan status preasens didapatkan hasil suhu badan 38,6 ℃, respirasi 48
kali/menit, frekuensi jantung 140 kali/menit, CRT<2 detik. Hasil pemeriksaan klinis
diperoleh bahwa pada tubuh anjing ditemukannya infentasi caplak pada medial
telinga, punggung, dan sekitar kuku kaki.

 Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 4. Hasil hematologi rutin anjing kasus anaplasmosis.

Parameter Nilai Rujukan Hasil Keterangan

WBC (109/L) 6.00-17.00 19.58 Meningkat


Limfosit (109/L) 1.00-4.80 5.71 Meningkat
Monosit (109/L) 0.20-1.50 0.63 Normal
Neutrofil (109/L) 3.00-12.00 12.33 Meningkat
Eosinofil (109/L) 0.00-0.80 0.89 Meningkat
Basofil (109/L) 0.00-0.40 0.02 Normal
RBC(1012/L) 5.50-8.50 5.65 Normal
HGB (g/dL) 12.0-18.0 12.3 Normal
MCV (fL) 60-70 73 Normal
MCH (pg) 19.5-24.5 21.7 Normal
MCHC (g/dL) 31.0-39.0 29.9 Menurun
HCT (%) 37.00-55.00 41.07 Normal
PLT (109/L) 165-500 20 Menurun

Dari hasil pemeriksaan diatas didapatkan interpretasi yaitu: Anjing kasus mengalami
leukositosis dan trombositopenia.

Gambar 7. Hasil test kit menunjukan positif anaplasma sp.

21
 Diagnosa dan Prognosa
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang berupa test
kit, diagnosis kasus ini yaitu anaplasmosis dengan prognosa fausta.

 Pengobatan
 Doxycycline 100 mg 2 kapsul pada pagi hari dan 1 kapsul pada sore hari untuk
28 hari
 Sangobion 1 kapsul sehari selama 14 hari

 Pembahasan Kasus
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan penunjang berupa
test kit dapat didiagnosa anjing kasus mengalami anaplasmosis. Anaplasmosis adalah
penyakit yang disebabkan oleh bakteri obligat intraseluler Gram negative yaitu
Anaplasma phagocytophilum atau Anplasma platys. Infeksi dari bakteri ini dapat
menimbulkan infeksi tanpa gejala hingga berat yang memiliki potensi kematian
(Rovid Spickler, 2013). Pada tubuh anjing kasus ditemukan adanya caplak dibeberapa
bagian tubuh anjing. Caplak Rhipicephalus sangineus merupakan salah satu vector
penyakit anaplasmosis pada anjing (Khatat et al., 2017). Anjing yang terinfeksi
Anaplasma spp umumnya menunjukkan gejala klinis berupa demam, anemia,
kelemahan, membran mukosa pucat, dan limfadenofati, inflamasi daerah mata,
muntah, diare, batuk dan sulit bernafas, kemudian mengakibatkan meningitis, seizure
dan ataksia (Dyachenko et al., 2012).
Patogenesis Anaplasma spp menginfeksi sel darah melalui vektor Riphcephalus
sanguineus (Inokuma et al., 2000). Siklus perkembangan Anaplasma spp dimulai saat
caplak stadium larva mengisap darah anjing yang menderita anaplasma, lalu patogen
akan masuk dan bereplikasi di dalam usus caplak. Larva caplak yang telah kenyang
karena menghisap darah akan drop-off dan moulting menjadi nimfa, adapun
Anaplasma spp akan tetap di usus caplak dan terbawa dalam proses moulting tersebut.
Anaplasma spp akan bermigrasi ke kelenjar saliva ketika nimfa caplak siap untuk
mengisap darah. Perpindahan Anaplasma spp pada caplak hanya terjadi secara

22
transtadial. Pada saat caplak mengisap darah, Anaplasma spp akan masuk ke dalam
tubuh anjing bersamaan dengan keluarnya saliva caplak. Saliva tersebut berperan
dalam antikoagulasi darah inang. Anaplasma spp yang telah masuk ke inang akan
menuju target sel (monosit) dan bereplikasi (Rikihisa, 2010).
Hasil pemeriksaan hematologi rutin anjing kasus menunjukkan leukositosis dan
trombositopenia. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alleman dan Wamsley, 2008,
bahwa infeksi oleh Anaplasma phagocytophilum mengakibatkan trombositopenia
yang ditemukan pada lebih dari 80% anjing yang terinfeksi. Trombositopenia juga
dapat terjadi karena pada anjing kasus mengalami epistaksis. Peningkatan kadar enzim
hati dalam serum ditemukan pada beberapa anjing (Rovid Spickler, 2013). Pada kasus
ini terapi yang digunakan yaitu antibiotik doxycycline. Doxycycline merupakan
antibiotik paling aktif untuk Anaplasma spp. dibandingkan ampicilin, ceftriaxone dan
amikacin (Maurin et al., 2003). Mekanisme kerja antibiotik ini dengan melakukan
penetrasi intraselulernya yang aktif dan sifat bakteriostatik terhadap Ehrlichia spp dan
Anaplasma spp. Doxycycline direkomendasikan untuk anjing dari segala usia.
Sedangkan terapi suportif berupa sangobion untuk mengatasi kekurangan darah atau
anemia.

5. TVT (Transmissible Venereal Tumor) pada Anjing


 Sinyalemen dan Anamnesa
Anjing dengan ras mix breed bernama hilma, umur 1 tahun, jenis kelamin betina,
warna rambut putih dan bobot badan 5,4 Kg. Pemilik datang ke klinik dengan keluhan
anjingnya mengalami perdarahan pada vagina dan vaginanya bengkak.

Gambar 8. Bengkak pada vagina.

23
 Pemeriksaan Klinis
Dari pemeriksaan status preasens didapatkan suhu badan 38,7℃, frekuensi jantung
120 kali/menit, frekuensi nafas 30 kali/menit, CRT < 2 detik. Hasil pemeriksaan klinis
diperoleh bahwa terdapat bentukan masa padat mekar sepeti kembang kol pada bagian
vagina, berwarna kemerahan dan bengkak.

 Pemeriksaan Laboratorium
Table 5. Hasil hematologi rutin anjing kasus Transmissible venereal tumor.

Parameter Nilai Rujukan Hasil Keterangan

WBC (109/L) 6.00-17.00 23.65 Meningkat


Limfosit (109/L) 1.00-4.80 3.75 Normal
Monosit (109/L) 0.20-1.50 1.11 Normal
Neutrofil (109/L) 3.00-12.00 17.95 Meningkat
Eosinofil (109/L) 0.00-0.80 0.75 Normal
Basofil (109/L) 0.00-0.40 0.09 Normal
RBC(1012/L) 5.50-8.50 7.59 Normal
HGB (g/dL) 12.0-18.0 15.7 Normal
MCV (fL) 60-70 64 Normal
MCH (pg) 19.5-24.5 20.7 Normal
MCHC (g/dL) 31.0-39.0 32.3 Normal
HCT (%) 37.00-55.00 48.71 Normal
PLT (109/L) 165-500 105 Menurun

Dari hasil pemeriksaan diatas didapatkan interpretasi yaitu: Anjing kasus mengalami
Neutrofilia dan trombositopenia.

 Diagnosa dan Prognosa


Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis serta pemeriksaan laboratorium, diagnosis
kasus ini yaitu TVT (Transmissible venereal tumor) dengan prognosa dobius.

 Pengobatan
 Kemoterapi dengan vinscrintine 0.025 kg/bb

24
 Pembahasan Kasus
Transmissible venereal tumor atau yang lebih dikenal dengan nama veneral
sarcoma merupakan tumor yang umum menginfeksi genitalia jantan maupun betina.
Selain pada alat genital, veneral sarcoma juga dapat menginfeksi daerah serviks,
punggung, flank, daerah abdomen dan intranasal (park et al., 2006). Venereal sarcoma
dapat tumbuh lambat selama bertahun-tahun atau lebih kemudian menjadi invasif dan
akhirnya menjadi ganas dan bermetastasis. Metastasis dilaporkan kurang dari 5-17%
dari total kasus (Utpal dan Arup Kumar, 2000). Menurut berate et al. (2011) veneral
sarcoma pada anjing ditularkan pada saat koitus dan dengan jilatan, umur juga
berkaitan dengan penyakit ini dengan rentan usia 2-5 tahun (Marcoss, 2006). Tanda
klinis dari veneral sarcoma yaitu adanya bentukan cauliflower berwarna kemerahan
yang biasanya terlihat pada daerah genital. Secara makroskopis, bentuknya beragam,
ada yang kecil maupun besar (5µm - 10cm), lunak maupun keras, abu-abu hingga
kemerahan, bentuk nodular maupun papilari. Penampakan tumor pada anjing betina
biasanya terdapat pada vestibula atau caudal vagina, melintang sampai ke vulva.
Harus diwaspadai adanya cairan hemoragi pada daerah vulva yang bisa menyebabkan
anemia permanen. Cairan ini bisa memancing pejantan dan keadaan seperti ini pada
anjing betina sering di kelirukan dengan estrus. Secara histopatologi Venereal
sarcoma terletak pada lapisan dalam stroma. Serat-serat retikuler mengandung
kelompok sel tumor. Venereal sarcoma terdiri atas limfoblast yang besar dengan sel
tumor berbentuk bulat, polihedral, dan bersifat uniform. Inti besar dan bundar dengan
inti yang hiperkromatis dan banyak gambaran mitosis. Ada 6-8 bentuk mitosis dalam
satu daerah pandang dengan perbesaran besar. Sitoplasma sel berwarna merah jambu
pucat dengan sedikit granula. Venereal sarcoma cukup mengandung vaskularisasi dan
mengandung sedikit limfosit, makrofag, eosinofil, dan sel mast (Berata et al., 2011).
Penanganan yang dapat dilakukan pada kasus veneral sarcoma antara lain
dengan cryosurgery, radioterapi, pembedahan dan kemoterapi (Nak et al., 2005). Pada
kasus ini hanya dilakukan kemoterapi saja dengan vincristine 0,025 mg/kg secara intra
vena. Lama pengobatan juga bervariasi 2-7 kali (Papazoglou et al., 2001). Vincristine
merupakan kelompok vinca alkaloid yg merupakan obat kemoterapi. Vincristine ialah
ekstrak dari tanaman Vinca Rosea yang merupakan racun microtubule (Brooks, 2008).
Jika kasusnya sudah lebih lama, terapi yang dibutuhkan juga lebih lama dan rata-rata
angka kesembuhan lebih rendah. Efek samping juga harus diperhitungkan.

25
Komplikasi yang sering terjadi dari pengobatan menggunakan vincristine yaitu
munculnya lesi pada jaringan lokal yang dapat berkembang menjadi nekrosis dengan
crust. Selain itu juga vincristine juga berdampak terhadap spermatogenesis.
Spermatogenesis dapat terganggu secara sementara maupun permanen akibat
penggunaan agen yang bersifat sitotoksik. Penelitian menunjukan bahwa vincristine
merusak DNA dari sel germinal dan mengurangi perkembangan sel tersebut (Mc
Envoy, 1987). Gen cystostatis seperti vincristine bisa menyebabkan myelosupresi dan
gastrointestinal efek. Leucopenia peripheral neuropati juga dapat terjadi.

26
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kegiatan selama di Klinik meliputi pemeriksaan dan pengobatan pasien yang datang,
pengobatan pasien rawat inap, menyiapkan obat-obatan, menyiapkan peralatan pre operasi,
membantu operasi mayor dan minor, dan melakukan pemeriksaan laboratorium (hematologi
rutin, kimia darah, woods lamp, kerokan kulit, otoscopy, X-ray, USG dan lain-lainnya. Adapun
kegiatan lain diluar klinik yaitu house call yang meliputi general check up dan vaksinasi rutin
di Bamboo Dog hotel bersama dokter di Klinik. Kasus-kasus yang sempat ditangani selama
PKL di Klinik Hewan Bali Central Vet meliputi ringworm pada anjing, demodekosis pada
anjing, hip dysplasia pada anjing, anaplasma pada anjing, Transmissible venereal tumor (TVT)
pada anjing dan lain sebagainya.

5.2 Saran
Sebaiknya waktu pelaksanaan PKL PPDH diperpanjang. Mengingat kegiatan raktek
kerja lapangan ini merupakan kesempatan bagi kami untuk lebih mendalami minat yang kami
inginkan dan kesempatan untuk mengmbangkan soft skill.

27
DAFTAR PUSTAKA

Adzima V, Jamin F, dan Abrar M. 2013. Isolasi Dan Identifikasi Kapang Penyebab
Dermatofitosis Pada Anjing Di Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Jurnal Medika
Veterinaria. 7 (1) : 46-47.
Berata, I.K., Winaya, I.B.O., Mirah, A.A.A., Adnyana, I.B.W. 2011. Patologi Veteriner
Umum. Swasta Nulus. Denpasar.
Dyachenko V, Pantchev N, Balzer HJ, Meyersen A, Straubinger RK. 2012. First case of
Anaplasma platys infection in a Dog from Croatia. Par & Vect. 5(49):1-7.
Inokuma H, Raoult D, Brouqui P. 2000. Detection of Ehrlichia platys DNA in brown dog thicks
(Rhipicephalus sanguineus) in Okinawa Islands, Japan. J. Clin. Microbiol 38: 4219-
4221.
Kotnik T. 2007. Dermatophytoses in Domestic Animals and Their Zoonotic Potential.
Slovenian Veterinary Research 44 (3) : 63-73.
Marcos. R., Santos. M., Marrinhas. C., dan Rocha E. 2006. Vet Clin Pathol.Cutaneous
transmissible venereal tumor without genital involvement in a prepubertal female
dog. Mar 35(1):106-9.
Maurin M, Abergel C, and D. Raoult. 2003. Antibiotic susceptibilities of Anaplasma
(Ehrlichia) phagocytophilum strains from various geographic areas in the United
States. Antimicrob Agents Chemother. 47(1): 413-415.
Nak, D., Nak, Y., Cangul, I. T., Tuna, B. 2005. A Clinico‐ pathological study on the effect of
vincristine on transmissible venereal tumour in dogs. Journal of Veterinary Medicine
Series A 52(7): 366-370.
Outerbridge CA. 2006. Mycologic Disorders of the Skin. Clin Tech Smal Anim Pract (21):128-
134.
Papazoglou, L. G.,. Koutinas, A. F., Plevraki, A. G., Tontis, D. 2001. Journal of Veterinary
Medicine. Primary Intranasal Transmissible Venereal Tumour in the Dog: A
Retrospective Study of Six Spontaneous Cases. Series A 48 (7) , 391–400.
Park, M.S., Kim. Y, Kang. M.S, Oh. S.Y, Cho. D.Y, Shin. N.S, Kim. D.Y. 2006. Disseminated
Transmisible Venereal Tumor in a Dog. J. Vet Diagn Invest. 18: 130- 133.
Rikihisa Y. 2010. Anaplasma phagocytophilum and Ehrlichia chaffeensis: Subversive
Manipulators of Host Cells. Nat Rev Microbiol. 8(5): 328-39.
Rovid-Spickler A. 2013. Ehrlichiosis and Anaplasmosis: Zoonotic Species. Institute For
International Cooperation In Animal Biologic. Iowa: Iowa State University.

28
Sardjana IKW. 2012. Pengobatan Demodekosis pada Anjing di Rumah Sakit Hewan
Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. Vetmedika J Klin
Vet 1(1): 9-14.
Shipstone M. 2000. Generalised demodicosis in dogs clinical perspective. Aus Vet J 78: 240-
242.
Triakoso, N. 2006. Demodicosis Up Date. Reginal Seminar Veterinary Dermatology Up Date.
Surabaya.
Utpal Das and Arup Kumar Das. 2000. Review of canine transmissible venereal sarcoma.
Veterinary Research Communications, 24(8), 545-556.
Vermout S, Tabart J, Baldo A, Mathy A, Losson B, Mignon B. 2008. Pathogenesis of
Dermatophytosis. Mycopathologia 166: 267-275.

29
LAMPIRAN

Operasi hernia perianal pada anjing

Operasi colostomy pada anjing

30
Penangnan abses pada anak anjing

Tumor remov surgery

31
Operasi pyometra pada anjing

Ovariohysterectomy pada anjing

32
X-ray pada anjing

USG pada anjing

33
Foto bersama pemilik Bali Central Vet

Foto bersama dengan dokter dan staff Bali Central Vet

34

Anda mungkin juga menyukai