DISUSUN OLEH :
KELOMPOK III
Laporan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan ( PKL ) Stase Keperawatan Maternitas Tingkat
II Semester IV Progran Studi Diploma III Keperawatan STIKes Budi Luhur Cimahi dengan
Judul :
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN AN.A USIA 1 TAHUN 2 BULAN 20 HARI
TAHAP TODDLER DENGAN GANGGUAN SISTEM SIRKULASI AKIBAT
DENGUE HAEMORRHARIG FEVER (DHF) DI RUANG KEMUNING KAMAR 2A
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BAYU ASIH PURWAKARTA
Disusun Oleh :
KELOMPOK III
Telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih Purwakarta pada tanggal
18 Mei – 14 Juni 2022
Mengetahui
Mengetahui
i
Puji syukur kami panjatkan atas ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Yang telah
melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul “Laporan Asuhan Keperawatan An.A Usia 1 Tahun 2 Bulan 20 Hari Tahap
Toddler Dengan Gangguan Sistem Sirkulasi Akibat Dengue Haemorrharig Fever (DHF) Di
Ruang Kemuning Kamar 2a Rumah Sakit Umum Daerah Bayu Asih Purwakarta” dengan
tepat waktu. Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas Praktik Keperawatan
Maternitas. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan para pembaca.
Kami sebagai penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan ini masih jauh dari
kata sempurna dan masih banyak kekurangan baik dari cara penyusunan, penulisan maupun
dari aplikasi teori penelitian. Dalam hal ini, Penulis banyak mendapat bimbingan,
pengarahan maupun dukungan moril dan materil yang sangat membantu penulis dalam
menyelesaikan penyusunan proposal ini, untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. H. dr. Deni darmawan, MARS Selaku Direktur RSUD Bayu Asih Purwakarta yang
telah memberikan kami kesempatan untuk melaksanakan praktek di RSUD Bayu Asih
Purwakarta.
2. Ibu Sri Wahyuni., S.Pd., M.Kes., Ph.D selaku Ketua STIKes Budi Luhur Cimahi.
3. Ibu Yosi Oktri, AMK., S.Pd., SST., MM selaku Wakil Ketua I Bidang Akademik
STIKes Budi Luhur Cimahi.
4. Ibu Reini Astuti, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Prodi Diploma III Keperawatan STIKes
Budi Luhur Cimahi.
5. Ibu NS. Rudi Karmi., M.Kep Selaku pembimbing akademik yang telah membantu
dalam penyusunan laporan ini dan memberikan bimbingan, petunjuk, arahan,
perbaikan dan saran.
6. Ibu Siti Fatimah, S.Kep., Ners selaku pembimbing klinik yang telah membantu dalam
penyusunan laporan ini dan memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, perbaikan dan
saran.
7. Kepada seluruh Civitas Akademika STIKes Budi Luhur Cimahi dan Seluruh Staf dan
karyawan Unit SIRS RSUD Bayu Asih Purwakarta yang telah memberikan ilmu dan
bantuannya selama kami melaksanakan Praktik Kerja Industri.
Kami menyadari bahwa Laporan Praktek Kerja Lapangan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran yang nantinya dapat
membuat Laporan Praktek Kerja Lapangan ini menjadi lebih baik. Akhir kata, kami
ii
mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan Laporan Praktek Kerja Industri ini,
semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
1.1.....................................................................................................................LATAR
BELAKANG MASALAH ......................................................................... 7
1.2.....................................................................................................................TUJUAN
UMUM ...................................................................................................... 10
1.3.....................................................................................................................TUJUAN
KHUSUS ................................................................................................... 10
1.4.....................................................................................................................TUJUAN
PENELITIAN ............................................................................................ 10
1.4.1. Tujuan Umum ............................................................................... 11
1.4.2. Tujuan Khusus .............................................................................. 11
1.5.....................................................................................................................MAMFAAT
PENELITIAN ............................................................................................ 11
1.5.1. Bagi Penulis .................................................................................. 11
1.5.2. Bagi Rumah Sakit ......................................................................... 11
1.5.3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan ....................................... 11
iv
2.4. MANISFESTASI KLINIS ........................................................................ 13
v
3.6. POLA KEBIASAAN PEMENUHAN KEBUTUHAN SEHARI-HARI (Sebelum Dan
Saat Sakit) ........................................................................................................ 57
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
7
9
Kalimantan Tengah sebesar 84,39 per 100.000 penduduk, dan Bengkulu sebesar 72,28
per 100.000 penduduk. Provinsi Kalimantan Timur kembali menjadi provinsi dengan
angka kesakitan DHF tertinggi sejak tahun 2017 (Dinkes Provinsi Kalimantan Timur
2018).
Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan timur, sepanjang Januari 2019
penderita DHF yang ditemukan sebanyak 265 orang tersebut tersebar di Samarinda 45
kasus, Balikpapan 53 kasus dengan kematian 1 orang, PPU 36 kasus dengan kematian 1
orang, Kukar 12 kasus, Mahulu 4 kasus , Bontang 34 kasus, Kutim 52 kasus dengan
kematian 1 orang, dan Berau 38 kasus (Dinas Kesehatan Kalimantan Timur 2019).
Faktor penyebab DHF pada umumnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan dan
perilaku manusia. Mulai dari perilaku tidak menguras bak, membiarkan genangan air di
sekitar tempat tinggal. Belum lagi saat ini telah masuk musim hujan dengan potensi
penyebaran DHF lebih tinggi. Penderita DHF umumnya terkena demam tinggi dan
mengalami penurunan jumlah trombosit secara drastis yang dapat membahayakan jiwa.
Inilah yang membuat orang tua terkadang menganggap remeh. Sehingga hanya
diberikan obat dan menunggu hingga beberapa hari sebelum dibawa ke dokter atau
puskesmas. Kondisi ini tentu bisa parah bila pasien terlambat dirujuk dan tidak dapat
tertangani dengan cepat (Wang et al. 2019).
Sebagian pasien DHF yang tidak tertangani dapat mengalami Dengue Syok
Syndrome (DSS) yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini dikarenakan pasien
mengalami hipovolemi atau defisit volume cairan akibat meningkatnya permeabilitas
kapiler pembuluh darah sehingga darah menuju luar pembuluh. Saat ini angka kejadian
DHF di rumah sakit semakin meningkat, tidak hanya pada kasus anak, tetapi pada
remaja dan juga dewasa.(Pare et al. 2020).
Menurut penelitian Asri et al (2017), faktor perilaku berupa pengetahuan, sikap dan
tindakan sangat berperan dalam penularan DHF selain faktor lingkungan dan vektor
atau keberadaan jentik. Dalam penularan penyakit DHF, perilaku masyarakat juga
mempunyai peranan yang cukup penting. Namun, perilaku tersebut harus didukung oleh
pengetahuan, sikap dan tindakan yang benar sehingga dapat diterapkan dengan benar.
Namun, faktanya sekarang ini masih ada anggapan di masyarakat yang menunjukan
11
perilaku tidak sesuai seperti anggapan bahwa DHF hanya terjadi di daerah kumuh dan
pencegahan demam berdarah hanya dapat dilakukan dengan pengasapan atau fogging.
Padahal pemerintah telah melakukan banyak program selain dengan pengasapan dan
yang paling efektif dan efisien sampai saat ini adalah kegiatan Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus (Kemenkes RI 2018).
Program kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus
diperlukan peran perawat sebagai edukator untuk melakukan upaya tersebut melalui
upaya promotive dan perawat harus memiliki ketrampilan dan pengetahuan yang cukup
dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan DHF di rumah sakit.
Ketrampilan yang sangat dibutuhkan adalah kemampuan untuk mengidentifikasi tanda-
tanda syok dan kecepatan dalam menangani pasien yang mengalami Dengue Syok
Syndrome (DSS). Selain itu ditambah dengan perilaku hidup bersih dan sehat,
memberantas jentik nyamuk di rumah dan sebisa mungkin menghindari gigitan nyamuk
seperti tidur dengan memasang kelambu, menggunakan lotion pengusir nyamuk, dan
menanam tanaman pengusir nyamuk (Kemenkes RI 2018).
Berdasarkan dengan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian
tentang “Asuhan Keperawatan pada An. N dengan Dengue Hemoragik Fever (DHF)
yang di Rawat di Rumah Sakit”
TINJAUAN TEORI
2.1. DEFINISI
Demam dengue atau DF dan demam berdarah dengue atau DBD (dengue
hemorrhagic fever disingkat DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan ditesis hemoragik. Pada DHF
terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan hemokosentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan dirongga tubuh. Sindrom renjatan dengue yang
ditandai oleh renjatan atau syok (Nurarif & Kusuma 2015).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang menyerang anak dan
orang dewasa yang disebabkan oleh virus dengan manifestasi berupa demam akut,
perdarahan, nyeri otot dan sendi. Dengue adalah suatu infeksi Arbovirus (Artropod
Born Virus) yang akut ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti atau oleh Aedes
Aebopictus (Wijayaningsih 2017).
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) menular melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.
DHF merupakan penyakit berbasis vektor yang menjadi penyebab kematian utama di
banyak negara tropis. Penyakit DHF bersifat endemis, sering menyerang masyarakat
dalam bentuk wabah dan disertai dengan angka kematian yang cukup tinggi, khususnya
pada mereka yang berusia dibawah 15 tahun (Harmawan 2018).
2.2. ETIOLOGI
Penyebab utama DHF adalah virus dengue yaitu dari kelompok arbovirus B.
Sedangkan sebagai vektornya adalah melalui arthropoda seperti nyamuk dan lalat. Di
Indonesia yang paling banyak sebagai vector virus dengue adalah jenis nyamuk aedes
aegypti betina dan aedes albopictus. Sifat nyamuk senang tinggal pada air yang jernih
dan tergenang, telurnya dapat bertahan sampai berbulan-bulan pada suhu 20-42C. Bila
12
15
kelembapan terlalu rendah telur ini akan menetas dalam waktu 4 hari, kemudian untuk
menjadi nyamuk dewasa ini memerlukan waktu 9 hari (Arita Murwani, 2011).
Demam dengue (DD) dan demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus
dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne virus (Arboviroses) yang
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, family Flavivirridae dan mempunyai 4
jenis serotipe yaitu : DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Seseorang yang tinggal di daerah
endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya, keempat
serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun. Serotipe DEN-3 merupakan
serotipe yang terbanyak berhasil diisolasi(48,6%). Disusul berturut-turut DEN-2
(28,6%). DEN-1 (20%). DEN-4 (2,9%) (Koes Irianto, 2014).
2.3. PATOFISIOLOGI
Virus dengue yang telah masuk ketubuh penderita akan menimbulkan viremia. Hal
tersebut akan menimbulkan reaksi oleh pusat pengatur suhu di hipotalamus sehingga
menyebabkan (pelepasan zat bradikin, serotinin, trombin, histamin) terjadinya:
peningkatan suhu. Selain itu viremia menyebabkan pelebaran pada dinding pembuluh
darah yang menyebabkan perpindahan cairan dan plasma dari intravascular ke
intersisiel yang menyebabkan hipovolemia. Trombositopenia dapat terjadi akibat dari
penurunan produksi trombosit sebagai reaksi dari antibodi melawan virus (Murwani
2018).
Pada pasien dengan trombositopenia terdapat adanya perdarahan baik kulit seperti
petekia atau perdarahan mukosa di mulut. Hal ini mengakibatka adanya kehilangan
kemampuan tubuh untuk melakukan mekanisme hemostatis secara normal. Hal
tersebut dapat menimbulkan perdarahan dan jika tidak tertangani maka akan
menimbulkan syok. Masa virus dengue inkubasi 3-15 hari, rata-rata 5-8 hari. Virus
akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Pertama tama yang
terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala,
mual, nyeri otot pegal pegal di seluruh tubuh, ruam atau bintik bintik merah pada kulit,
hiperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi pembesaran kelenjar getah
bening, pembesaran hati atau hepatomegali (Murwani 2018).
16
Kemudian virus bereaksi dengan antibodi dan terbentuklah kompleks virus antibodi.
Dalam sirkulasi dan akan mengativasi sistem komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5
akan di lepas C3a dan C5a dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamin dan
merupakan mediator kuat sebagai faktor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler
pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya pembesaran plasma ke ruang
ekstraseluler. Pembesaran plasma ke ruang eksta seluler mengakibatkan kekurangan
volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia serta efusi dan
renjatan atau syok. Hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit >20% menunjukan
atau menggambarkan adanya kebocoran atau perembesan sehingga nilai hematokrit
menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena (Murwani 2018).
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler di buktikan dengan ditemukan
cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritonium, pleura, dan
perikardium yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukan
kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus di kurangi
kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadi edema paru dan gagal jantung,
sebaliknya jika tidak mendapat cairan yang cukup, penderita akan mengalami
kekurangan cairan yang akan mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa
mengalami renjatan. Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul
anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan
baik (Murwani 2018).
Selain perdarahan juga terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat demam telah
menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda – tanda anak menjadi makin lemah,
ujung – ujung jari, telinga dan hidung teraba dingin, dan lembap. Denyut nadi terasa
cepat, kecil dan tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik 80 mmHg atau kurang
(Ngastiyah, 2014) .
Gejala klinis untuk diagnosis DBD, sebagai berikut :
1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari tanpa sebab jelas
2. Manifestasi perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya
salah satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petekia, ekimosis, epistaksis,
perdarahan gusi, melena atau hematemesis
3. Pembesaran hati ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit)
4. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang menurun
( menjadi 20 mmHg atau kurang), tekanan darah menurun (tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit yang teraba dingin dan
lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah,
timbul sianosis disekitar mulut.
18
2.5. PATWAYS
Sumber : (Erdin 2018) (SDKI DPP PPNI 2017)
Virus masuk
Mengaktifkan Aktiviasi Aktiva Perpin
Sistim Agrerasi kedalam Pelepasan Bepato
Komplemen C3 dan C5 si C3 dahan
Trombosite pembuluh darah neuutrotran spleno
dan C5 cairan
smiter megali ke
↑ Permeabilitas (histamine,
Aktivasi C3 Melepas Adenosin ekstrav
dinding Mengimulas bradikirin,
dan C5 di plosfilat (ADP) ↑ askuler
pembuluh darah i sel host prostagridfi Mendesa
inflamasi n) Permeab k
(seperti ilitas Lambung
Pelepasan Trombosis mengalami dalam Penurunan
Menghilangnya mikrofag
anafilatoksi kerusakan metamorfosis Berikatan pembulu kebutuhan
plasma melalui neutrotfil)
n (C3a) dengan
h darah ↑ HCL o2 nutrisi
endotel dinding reseptor nyeri
pembuluh darah
↑ Permeabilitas Trombositope
Memprod
dinding nia Impuls Menghilangnya Mual Metab
uksi muntah
pembuluh darah Nyeri Plasma melalui olisme
Kebocoran endogemu endotel dinding nafsu
Plasma ke masuk ke menur
s pirogen pembuluh darah makan ↓
Estravaskuler thalamus un
19
Meningkatkan thermostat
set poin pada pusat term
oregulator
Demam
20
Berikan minum 1,5-2 liter dalam 24 jam. Obat-obatan harus diberikan tepat
waktunya disamping kompres hangat jika pasien demam.
b. Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat
sudah dalam keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah dalam
perawatan baru beberapa saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh
karena itu, lebih baik jika pasien segera dipasanginfus. Bila keadaan pasien
sangat lemah infus lebih baik dipasang pada dua tempat. Pengawasan tanda
vital, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta trombosit.
c. Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penangan
yang cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan
yang intensif. Masalah utama adalah kebocoran plasma yang pada pasien
DSS ini mencapai puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab,
aliran darah sangat lambat karena menjadi kental sehingga mempengaruhi
curah jantung dan menyebabkan gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya
kebocoran plasma pada paru terjadi pengumpulan cairan didalam rongga
pleura dan menyebabkan pasien agak dispnea, untuk meringankan pasien
dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2. Pengawasan tanda vital
dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan pernapasan.
Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan secara periodik dan
semua tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan khusus.
2.7. KOMPLIKASI
Apabila penanganan pasien dengan DHF ini lambat, maka pada pasien DHF akam
mengalami sebagai berikut menurut Nur Wakhidah (2015) yaitu :
a. Efusi Pleura
Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas
membran, sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura.
1. Perdarahan Pada Lambung
22
Terjadi akibat pasien mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu
makan pada pasien, sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung.
Apabila ini terus berlangsung, maka asam lambung akan mengiritasi lambung
dan mengakibatkan perdarahan.
2. Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening Terjadi akibat
bocornya plasma yang mengandung cairan dan mengisi bagian rongga tubuh.
Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ akan
mengalami pembesaran.
3. Hipovolemik
Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya
plasma dinding pembuluh darah.
radioaktif, atau enzimatik. Reaksi sekunder merupakan lanjutan dari reaksi primer
dengan manifestasi yang dapat secara in vitro seperti prestipitasi, flokulasi, dan
aglutinasi. Reaksi tersier merupakan lanjutan reaksi sekunder dengan bentuk lain
yang bermanifestasi dengan gejala klinik.
c. Uji hambatan hemaglutinasi
Prinsip metode ini adalah mengukur campuran titer IgM dan IgG berdasarkan
pada kemampuan antibody-dengue yang dapat menghambat reaksi hemaglutinasi
darah angsa oleh virus dengue yang disebut reaksi hemaglutinasi inhibitor (HI).
d. Uji netralisasi (Neutralisasi Test = NT test)
Merupakan uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue.
Menggunakan metode plague reduction neutralization test (PRNT). Plaque adalah
daerah tempat virus menginfeksi sel dan batas yang jelas akan dilihat terhadap sel
di sekitar yang tidak terkena infeksi.
e. ELISA anti dengue
Uji ini mempunyai sensitivitas sama dengan uji Hemaglutination inhibitio
(HI). Dan bahkan lebih sensitive dari pada uji HI. Prinsip dari metode ini adalah
mendeteksi adanya antibody IgM dan IgG di dalam serum penderita.
f. Thorax : pada foto thorax (pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar grade II) di
dapatkan efusi pleura.
2.9. KLASIFIKASI
Menurut WHO DHF dibagi dalam 4 derajat yaitu (Nurarif & Kusuma 2015) :
1. Derajat I yaitu demam disertai gejala klinik khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan dalam uji tourniquet positif, trombositopenia, himokonsentrasi.
2. Derajat II yaitu seperti derajat I, disertai dengan perdarahan spontan pada kulit atau
perdarahan di tempat lain.
3. Derajat III yaitu ditemukannya kegagalan sirkulasi, ditandai oleh nadi cepat dan
lemah, tekanan darah menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi disertai
dengan sianosis disekitar mulut, kulit dingin dan lembab dan anak tampak gelisah.
4. Derajat IV yaitu syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak teratur.
24
2.10. PENGKAJIAN
a) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan keluhan pada saat dikaji dan bersifat subjektif.
Pada klien Dengue Haemoragic Fever keluhan utama biasanya muncul demam
tinggi, sakit kepala, lemah, nyeri ulu hati, mual, nafsu makan menurun, nyeri
sendi (Desnawati, 2013).
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Data yang didapat dari klien atau keluarga klien tentang perjalanan penyakit
dari keluhan saat sakit hingga dilakukan asuhan keperawatan. Biasanya klien
mengeluh demam yang disertai menggil, mual, muntah, pusing, lemas, pegal-
pegal pada saat dibawa ke rumah sakit. Selain itu terdapat tanda-tanda
perdarahan seperti ptekie, gusi berdarah, diare yang bercampur darah,
epitaksis..
c) Riwayat Kesehatan yang Lalu
Pada klien DHF tidak ditemukan hubungan dengan riwayat penyakit dahulu.
Hal ini dikarenakan DHF disebabkan oleh virus dengue dengan masa inkubasi
kurang lebih 15 hari. Serangan ke dua bisa terjadi pada pasien yang pernah
mengalami DHF sebelumnya. Namun hal tersebut jarang terjadi karena pada
pasien yang pernah mengalami serangan sudah mempunyai sistem imun pada
virus tersebut
d) Pengkajian Pola dan Fungsi Kesehatan
1. Nutrisi: klien mengalami penurunan nafsu makan dikarenakan klien
mengalami mual, muntah setelah makan.
2. Aktifitas: klien biasanya mengalami gangguan aktifitas dikarenakan klien
mengalami kelemahan, nyeri tulang dan sendi, pegal-pegal dan pusing.
3. Istirahat tidur: demam, pusing, nyeri, dan pegal-pegal berakibat terjadinya
terganggunya istirahat dan tidur.
25
kelopak mata. Serabut otonom nervus III mengatur otot pupil (Judha &
Rahil, 2011).
4. Nervus Trigeminus (N.V)
Terdiri dari dua bagian yaitu bagian sensorik (porsio mayor)
dan bagian motorik (porsio minor). Bagian motorik mengurusi
otot mengunyah (Judha & Rahil, 2011).
5. Nervus Facialis (N. VII)
Nervus Fasialis merupakan saraf motorik yang menginervasi
otot-otot ekspresi wajah. Juga membawa serabut parasimpatis
ke kelenjar ludah dan lakrimalis. Termasuk sensasi pengecapan
2/3 bagian anterior lidah (Judha & Rahil, 2011).
6. Nervus Auditorius (N.VIII)
Sifatnya sensorik, mensarafi alat pendengaran yang
membawa rangsangan dari telinga ke otak. Saraf ini memiliki 2
buah kumpulan serabut saraf yaitu rumah keong (koklea)
disebut akar tengah adalah saraf untuk mendengar dan pintu
halaman (vetibulum), disebut akar tengah adalah saraf untuk
keseimbangan (Judha & Rahil, 2011).
7. Nervus Glasofaringeus
Sifatnya majemuk (sensorik dan motorik), yang mensarafi
faring, tonsil dan lidah (Judha & Rahil, 2011).
8. Nervus Vagus
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka
mulut (Judha & Rahil, 2011).
9. Nervus Assesorius
Saraf XI menginervasi sternocleidomastoideus dan trapezius
menyebabkan gerakan menoleh (rotasi) pada kepala (Judha &
Rahil, 2011).
10. Nervus Hipoglosus
27
pembuluh darah
Do : Frekuensi nadi meningkat
meningkat, nadi teraba ⬇
lemah,tekanan darah Menghilangnya
5. menurun, tekanan Nadi plasma melalui
menyempit, turgor kulit endotel dinding
menyempit, membran pembuluh darah
mukosa kering, volume ⬇
urin menurun, hematokrit Kebocoran plasma
meningkat ⬇
Hipovolemia
Trombositopenia
⬇
Resiko pendarahan
3) Nyeri akut b.d pelepasan neurotransmiter d.d tekanan darah meningkat, pola napas
berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus
pada diri sendiri, diaphoresis
4) Defisit nutrisi Defisit nutrisi b.d nafsu makan menurun d.d berat badan menurun
minimal 10% di bawah rentan ideal
5) Hipovolemia b.d premeabilitas dinding pembuluh darah meningkat d.d Frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah,tekanan darah menurun, tekanan Nadi
menyempit, turgor kulit menyempit, membran mukosa kering, volume urin
menurun, hematokrit meningkat
6) Intoleransi aktifitas b.d metabolisme menurun d.d dipsnea saat/setelah aktifitas,
merasa tidak nyaman setelah beraktifitas, merasa lelah, tekanan darah berubah
>20% dari kondisi istirahat, gambaran ekg menunjukan aritmia saat/setelah
aktivitas, gambaran Ekg menunjukan iskemia, sianosis
7) Defisit pengetahuan kurangnya informasi d.d menanyakan masalah yang dihadapi,
menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukan persepsi yang keliru
terhadap masalah.
8) Ansietas stress hospitalisasi d.d mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa
tidak berdaya, frekuensi napas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan
darah meningkat, diaforesis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak
mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu
9) Risiko syok d.d hipoksemia
34
35
Terapeutik
Observasi
INTERVENSI
PENDUKUNG 1. Untuk mengetahui status
Manajemen kejang kesehatan pasien
Observasi Terapeutik
1. Monitor tanda tanda
vital 1. Dukumemtasi dan
observasi serta evaluasi
Terapeutik kejang
saat kejang
40
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
konvolsan
pernapasan klien
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
komposisi tubuh
( mis. Indeks massa
tubuh, pengukuran
pinggang, dan ukuran
lipatan kulit)
3. Hitung perubahan
berat badan
Edukasi
PENDUKUNG Observasi
Manajemen elektrolit
1. Mengetahui kadar
Observasi
elektrolit
1. Monitor kadar
elektrolit Terapeutik
1. Menjelaskan materi
Edukasi
1. Bimbing dalam
program pengobatan
Edukasi
1. Anjurkan
mengungkapkan
perasaan yang dialami
9. INTERVENSI
Observasi
PENDUKUNG
Pemantauan tanda vital 1. Mengontrol tanda tanda
Observasi vital
10. Risiko syok d.d Setelah dilakukan INTERVENSI UTAMA INTERVENSI UTAMA
hipoksemia tindakan Pemantauan cairan Pemantauan cairan
keperawatan 1 x 24 Observasi Observasi
10. jam maka tingkat 1. Monitor tanda tanda 1. Mengontrol tanda tanda
syok meningkat vital vital
dengan kriteria 2. Monitor input dan 2. Mengetahui balance
hasil : output cairan cairan di tubuh
1. Kekuatan nadi
Terapeutik Terapeutik
meningkat
2. Tingkat 1. Dokumentasikan hasil 1. Standar Prosedur
meningkat
INTERVENSI
56
Terapeutik Terapeutik
10.
1. Hitung kebutuhan 1. Mengetahui asupan
cairan cairan yang di perlukan
2. Berikan posisi 2. Memperlancar aliran
modifiend oksigen ke otak
trelendeleburg 3. Mencegah terjadinya
3. Berikan asupan cairan dehidrasi
oral
Edukasi
Edukasi
1. Mencegah terjadinya
1. Anjurkan perbanyak
dehidrasi
57
TINJAUAN KASUS
No register : 00.40.98.60
55
59
Pendidikan : SD
1. a. Pola nutrisi
Pola makan
3x 4x
61
1 mangkuk kecil
Porsi Perdot
Belum diberikan
Lauk pauk
Nafsu makan 4x
3x
3. a. Pola Eliminasi
BAK
Sering Sering
Berapa kali
Kuning Kuning
Warna
Per pempers
Jumlah
Tidak ada
Masalah
3.
BAB
62
5. a. Pola Aktifitas
Bermain
Ya Tidak
Tidak ada
Tidak ada
Tanda-tanda vital
TD : 100/60
R : 30
N: 100
S : 38,4
Spo2 : 96%
Pengukuran antropometri/pertumbuhan
Tinggi badan : Tidak ada
Bb sebelum sakit : 6,9
Bb saat ini : 6,9
Lk : Tidak ada
Lp : Tidak ada
Ld: Tidak ada
1. Kepala
64
Ukuran lingkar kepala buat, bentuk simetris, tidak ada lesi, kebersihan rambut baik,
warna rambut hitam, distribusi rambut merata, tidak ada pembengkakan dan
penonjolan daerah kepala, tekstur rambutnya berminyak
2. Muka
Warna kulit sawo matang, pigmentasi baik, bentuk simetris, terdapat edema pada
pipi sebelah kanan, tidak ada lesi
3. Mata
Bentuknya simetris, alis mata merata, bulu mata merata, konjungtiva an-anemis,
sclera anemis , etika dilakuka refleks pupil berkontraksi
4. Mulut
Warna mukosa bibir merah muda, tekstur lembab, tidak ada lesi, tidak ada
stomatitis, gigi bagian bawah 6 buah
5. Hidung
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada perdarahan, tidak ada benjolan, tidak ada
nyeri tekan
6. Telinga
Bentuk simetris, ukuran sejajar dengan mata, tidak ada lesi,tidak ada nyeri tekan
7. Leher
Warna kulit sawo matang, bentuk simetris tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
8. Dada
Bentuknya simetris, tidak ada bercak-bercak merah, tidak ada benjolan, tidak ada
lesi
9. Paru
Tidak ada suara tambahan
10. Abdomen
Bentuknya simetris, tidak ada lesi, tidak ada bercak-bercak merah, turgor kulit
baik, tidak ada benjolan tidak ada nyeri tekan
11. Ekstremitas atas
Bentuk simetris keadaan kuku bersih, crt < 2 detik terdapat edema pada tangan
sebelah kanan
65
5 Trombosit 50 229-553
6 MCV 75 70-83
1/25 gram
2 Ceftriaxson Iv Cair Tidak ada Tidak ada
jam 16.00
10.00
Kapsu
4 Vit E 1x100/10 Po Tidak ada Tidak ada
l
Mengigit
manusia
Virus masuk ke
sirkulasi darah
Veremia
( beredarnya
kuman dalam
darah)
1.
67
virus merangsang
tubuh untuk
mengeluarkan
antibody
trombosit
kehilangan
fungsi agrerasi
dan mengalami
metamorfosis
Dimusnahkan
oleh
Cetikuloendoteal
Trombositopenia
Mengakibatkan
perdarahan
1.
Resiko
68
perdarahan
N : 100x/mnt
R : 30x/mnt
Suhu tubuh
S : 38,4°C
meningkat
SPO2 : 96%
Hipertermi
69
2. menurun kepanasan.
2. Kulit tubuh
membaik
3. Suhu tubuh
membaik
kehilangan O:
darah Nilai trombosit :
E : Kadar
hemoglobin 13.0 A :
Kadar Eritrosit Peningkatan
2,18 thrombosis,
Kadar trombosit hemoglobin,
50 eritrosit masih
kurang dan belum
teratasi
P:
Intervensi
dilanjutkan dengan
memonitor
trombisit,
hemoglobin,
eritrosit pasien
pasien terus
74
menerus
E : pasien S : 37,7°
2. banyak SPO2 : 96x/mnt
mengeluarkan A:
keringat Suhu tubuh pasien
masih panas dan
belum teratasi
P : Intervensi
dilanjutkan dengan
memonitor suhu
tubuh pasien, dan
kompres hangat di
daerah temporal,
aksila, dibawah
leher.
76
1. 22 Mei 2022 jam Resiko pendarahan d.d S : pasien sudah tidak terlihat Kelompok 3
14.00 gangguan koagulasi lemah
(trombositpenia 50.000),
eritrosit 2,18, hemoglobin 8,1 O:
Trombosite Pasien sudah naik :
13.0
Eritrosit pasien sudah naik 3.0
Hemoglobin pasien sudah
membaik 13.0
77
A:
Resiko perdarahan teratasi
1. P:
Monitor nilai hemaktokrit/
hemoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
I:
Memonitor nilai hemaktokrit/
hemoglobin sebelum dan setelah
kehilangan darah
E:
Pasien sudah mulai bisa
tersenyum dan tidak rewel
R:
78
Intervensi dihentikan
A:
Hipertermi teratasi
79
P:
Monitor suhu pasien
Kompres pasien
2. I:
Memonitor suhu tubuh pasien
Mengkompres pasien
E:
Keadaan umum pasien sudah
ceria, dan membaik
R:
Intervensi dihentikan
80
BAB 1V
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kasus asuhan keperawatan yang dilakukan pada An.A dengan
usia 1 tahun 2 bulan 20 hari dengan gangguan system sirkulasi akibat Dengue
Haemorrharig Fever (DHF) di ruang kemuning kamar 2A Rumah Sakit Umum
Daerah Bayu Asih Purwakarta, maka dalam bab ini penulis akan membahas
kesenjangan antara teori dan kenyataan yang diperoleh sebagai hasil pelaksanaan
studi kasus. Penulis juga akan membahas kesulitan yang ditemukan dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap An.A dengan gangguan system sirkulasi
akibat Dengue haemorrharig Fever, dalam penyusunan asuhan keperawatan penulis
merencanakan keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan,
dan evaluasi dengan uraian sebagai berikut :
77
82
klien semakin rewel tidak tenang serta akan menimbulkan rasa ketakutan
untuk melakukan Gerakan dan Tindakan.
2. Hipertertermia
Hipertermia adalah kondisiAlasan diagnosa tersebut diangkat karena pasien
terlihat kepanasan, kulit pasien hangat, pasien banyak mengeluarkan
keringat, suhu tubuh pasien 38°C.
BAB V
KESIMPULAN
5.1. KESIMPULAN
Dalam melaksanakan Praktik kerja lapangan di RSUD Bayu Asih Purwakarta
selama 27 hari yang dimulai pada tanggal 18 Mei 2022 sampai 14 juni 2022. Kami
melakukan pengkajian di RSUD Bayu Asih Purwakarta pada An. A dengan Diagnosa
Medis DHF di ruang Komuning RSUD Bayu Asih.
Asuhan keperawatan dimulai dari menganamnesa pasien dan melakukan
pemeriksan fisik secara head to toe serta adanya data penunjang. Data hasil
pemeriksaan didapatkan bahwa An. A dengan diagnose medis DHF. Setelah dilakukan
tindakan keperawatan terdapat An. A maka keadaan An. A menjadi normal sehngga
tindakan keperawatan terdapat An. A di hentikan. Maka penulis menarik kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Berdasarkan hasil dari pengumpulan data didapatkan pasien subjek asuhan
pertama pada pasien An. A dengan usia 1 tahun, pada saat dilakukan pengkajian
ibu pasien mengatakan demam nya tinggi karena mengalami demam berdarah
2. Diagnosa Keperawatan
b. Resiko pendarahan d.d gangguan koagulasi (trombositpenia 50.000)
c. Hipertermia b.d merangsang hipotalamus d.d pasien demam sudah 1 minggu,
pasien terlihat kepanasan, kulit pasien hangat, pasien banyak mengeluatkan
keringat, terpasang infus tridex di tangan sebelah kiri tanda-tanda vital TD :
100/60 mmhg, nadi : 100x/mnt, respirasi 30x/mnt, suhu 38,4°C SPO2 : 96%.
3. Intervensi Keperawatan
84
5.2. SARAN
a. Bagi penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menanbah wawasan penulis terhadap
keperawatan anak pada klien DHF masalah keperawatan resiko perdarahan,
hipertemia
85
Nilam, Hasry Munandar. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Klien Anak D yang
mengalami Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan Masalah Keperawatan
kekurangan Volume Cairan di Rumah Sakit Khusus Derah Ibu dan Anak pertiwi
CentreofHealthProtection(CHP).2018.DengueFever.https://www.chp.gov.hk/
files/pdf/df_factsheet_indonesian_tc.pdf (diakses 21 Febuari 2022).
Fitria, Anis. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Demam Berdarah Dengue (DBD)
dengan Efektivitas Monitoring Intake: Studi Kasus di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit Sumber Waras Jakarta Barat Handayani, Ni Kadek Dwi. 2019.
82
87
Kardiudiana, Ni Ketut dan Brigitta Ayu dwi Susanti. 2019. Keperawatan medikal
Bedah 1. Yogyakarta: PT. Pustaka Baru Musayyadah, Eirine. 2015. Asuhan
Keperawatan Kekurangn Volume Cairan pada Klien dengan DHF
(DengueHemorhagicFever).http://digilib.unusa.ac.id/data_pustaka-12314.html
(diakses tahun 2022)
PPNI, T.P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi dan
Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI, T.P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.) Jakarta: DPP PPNI.
https://id.scribd.com/doc/307211717/Laporan-Pendahuluan-Anemia
http://repo.stikesperintis.ac.id/122/1/02%20ANDI%20SAPUTRA.pdf
https://id.scribd.com/doc/307211717/Laporan-Pendahuluan-Anemia
https://www.scribd.com/document/510411664/Elis-Lp-anemia-KMB