Oleh :
14 Oktober 2020
Oleh :
ULYA RICFI WIDIYANTI
175130101111005
Menyetujui,
Komisi Pembimbing PKL
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Brawijaya
ii
KATAPENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Baik dan Penyayang telah
melimpahkan cinta kasih serta rahmat-nya, sehingga Laporan Kerja Lapang berjudul
“Penanganan dan Pengobatan Cat Flu di Klinik Drh Fitri Gunawanti Pare
Kediri” ini dapat diselesaikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam proses penelitian dan pengerjan Laporan ini. Ucapan terima kasih terutama
kepada:
Penulis menyadari bahwa penulisan penulisan laporan PKL ini masih jauh dari
kata sempurna. Kesalahan isi maupun penulisan itu semua salah penulis, maka saran
dan kritik sangat diperlukan untuk penyempurnaan selanjutnya. Akhir kata penulis
iii
semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan PKL ini dapat memberikan
manfaat tidak hanya kepada penulis tetapi juga untuk pembaca.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman
LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG...............................................................i
LEMBAR PENGESAHAN.........................................................................................ii
KATAPENGANTAR.................................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR................................................................................................viii
DAFTAR TABEL.......................................................................................................ix
DAFTAR SIGKATAN DAN LAMBANG.................................................................x
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1Latar Belakang................................................................................................1
1.2Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3Tujuan.............................................................................................................2
1.4Manfaat...........................................................................................................2
v
2.9Pengobatan......................................................................................................9
2.10 Pencegahan.................................................................................................12
vi
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................34
6.1. Kesimpulan.................................................................................................34
6.2. Saran............................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................35
LAMPIRAN................................................................................................................38
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Felis domestica ................................................................................................... 3
5.1 Ulcer lidah pada kucing..................................................................................... 25
5.2 Ulcerasi Konjungtiva pada kucing Marko.......................................................... 25
5.3 Ulcer lidah pada kucing dengan infeksi calicivirus kucing................................ 26
5.4 Mengelupas sariawan dan rinitis pada kucing yang terinfeksi............................ 26
5.5 Keratitis ulseratif dendritik terlihat pada infeksi akut dengan virus herpes
kucing ................................................................................................................. 27
5.6 Virus herpes kucing infeksi menyebabkan akut rinitis dan konjungtivitis,
biasanya disertai dengan demam, depresi dan anoreksia.................................... 27
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Petunjuk klinis untuk penyakit ............................................................................. 6
2.2 Obat dan dosis yang diguanakan ......................................................................... 11
3.1 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya.......................................................... 14
4.1 Jadwal Kegiatan................................................................................................... 15
5.1 Data Pasien.......................................................................................................... 22
ix
DAFTAR SIGKATAN DAN LAMBANG
AV : Antiventricular
B. bronchiseptica : Bordetella bronchiseptica
C. felis : Chlamydophila felis
CAM : Chlorampenicol
COX : Ciklooxigenase
FHV-1 : Feline herpesvirus-1
FCV : Feline calicivirus
GIT : Gastrointestinal
H1 : Histamin 1
HCl : Hidrogen Klorida
IM : Intramuskular
Kg : Kilogram
ML : Mililiter
NSAID : Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug
PCR : Polymerase Chain Reaction
PKL : Proposl Kerja Lapang
SM : Sebelum Masehi
SPP : Sistem Saraf Pusat
x
BAB 1
PENDAHULUAN
Hewan telah menjadi sahabat manusia sejak beribu-ribu tahun yang lalu.
Manusia menggunakan hewan untuk mempermudah dan membantunya
menjalankan aktifitas sehari-hari. Berbagai jenis hewan sudah berkembang
menjadi peliharaan manusia. Dari hewan kesayangan yang umum dijumpai
seperti kucing dan anjing sampai hewan eksotik seperti ular dan kadal dapat
dijadikan hewan peliharaan. Berbagai jenis hewan keasayangan yang ada juga
akan berakibat pada peningkatan kesejahrehan hewan yang dipelihara. Hewan
yang masih muda sampai yang sudah dewasa memiliki cara perawatan yang
berbeda. Dari kebutuhan gizi, lingkungan, dan kesehatan hewan tersebut. (Hartuti,
dkk., 2014).
1
tanda- tanda klinis penyakit saluran pernapasan. Oleh karena itu penting
dilakukan Praktek Kerja Lapang tentang penanganan dan pengobatan yang
tepat terhadap penyakit Cat flu pada kucing sehingga kejadian penyakit
tersebut dapat dikurangi.
1. Bagaimana cara penanganan Cat flu di Klinik Drh Fitri Gunawati Pare
Kediri?
2. Bagaimana pengobatan Cat flu di Klinik Drh Fitri Gunawati Pare Kediri?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui cara penanganan kucing yang menderita Cat flu di Klinik Drh.
Fitri Gunawati Pare Kediri
2. Mengetahui pengobatan kucing yang menderita Cat flu di Klinik Drh. Fitri
Gunawati Pare Kediri
1.4 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mahasiswa diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam
menangani dan pengobatan penyakit respirasi
b. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu yang didapatkan di perkuliahan secara
langsung di lapangan.
2. Bagi Klinik
Memperoleh bantuan tenaga untuk meningkatkan kinerja pelayanan.
3. Bagi Fakultas Kedokteran Hewan
Menbuka peluang kerjasama dengan pihak terkait.
4. Bagi Masyarakat
Masyarakat dapat mengetahui penyakit pernafasan pada kucing dan dapat
melakukan tindakan pencegahan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kucing
3
disekitarnya sehingga menghasilkan jenis kucing yang beraneka ragam antara
satu daerah dengan satu daerah lainnya (Sumitra, 2012).
Berdasarkan tempat hidupnya, kucing dapat dikategorikan menjadi
tiga antara lain: (1) Domestic pet cats , (2) Stray cats dan (3) Feral cats (Brickner,
2003; Oktaviana et al. 2014). Domestic pet cats adalah kucing yang hidup satu
rumah dengan pemiliknya, kebutuhan makanan sepenuhnya diberikan oleh
pemiliknya. Domestic pet cats dibagi lagi menjadi tiga berdasarkan ruang
jelajahnya yaitu Indoor, Limited range dan Free range. Kucing rumahan dengan
kategori Indoor tidak diperbolehkan untuk keluar dari rumah dan biasanya jinak,
kategori Limited range adalah kucing yang diperbolehkan untuk keluar rumah,
tapi hanya sebatas tetangga dan masih dalam pengawasan pemiliknya. Kucing
kategori Free range adalah kucing yang diperbolehkan pergi kemana saja oleh
pemiliknya tanpa pengawasan, biasanya kucing kategori ini tidak semuanya jinak.
Stray cats adalah kucing yang hidup bebas di area perkotaan tanpa pemilik yang
mengandalkan makanan dari manusia tetapi dengan cara mencari makanan
sendiri. Feral cats adalah kucing yang hidup liar di tempat yang jauh dari
kehidupan manusia seperti di hutan. Makanan yang diperoleh adalah dari hasil
berburu dan tidak ada satupun kebutuhannya yang disediakan manusia (Hildreth
et al. 2010; Oktaviana et al. 2014).
Feline upper respiratory tract disease (FURT) juga sering disebut sebagai
Cat flu. Cat flu adalah sindrom umum yang melibatkan beberapa agen infeksi
primer. Semua kucing rentan, tetapi beberapa lebih rentan terhadap infeksi parah.
Ada empat agen infeksi utama yang dapat menyebabkan sindrom ini. Ini adalah
Feline herpesvirus-1, Feline calicivirus, Bordetella bronchiseptica dan
Chlamydophila felis. Kucing mungkin punya satu atau lebih patogen ini secara
bersamaan. Anak kucing dan kucing yang kekebalan tubuhnya menurun sangat
berisiko karena sistem kekebalan tubuh mereka yang buruk membuat mereka
4
lebih rentan terinfeksi. Meskipun vaksinasi bisa mengurangi risiko flu kucing,
kucing yang divaksinasi masih dapat tertular atau membawanya (Frogley, 2011).
2.3 Prevalensi
5
2.4 Gejala klinis
Tanda-tanda Cat flu yang paling umum termasuk serosa, mukoid, atau
nasal mukopurulen, bersin, konjungtivitis dan pengeluaran air mata, ulserasi bibir,
lidah, gusi, atau nasal planum, air liur, batuk, demam, kelesuan, dan
ketidaktepatan. Meskipun tidak ada tanda khusus yang benar-benar mendasarinya
agen, kehadiran temuan klinis tertentu dapat menawarkan petunjuk potensial
untuk patogen yang terlibat ( Cohn, 2011).
( Cohn, 2011)
6
2.5 Patogenesis
7
terjadi sekresi dalam mata, penularan memerlukan kontak erat antara yang
terinfeksi dan yang tidak terinfeksi. Konjungtivitis yang timbul bisa parah,
dengan hiperemia, keluarnya mata, koreng. Jarang ditemukan Chlamydophola
felis pada kucing sehat, tidak seperti Feline Calicivirus dan Feline
Herpesvirus-1, yang diidentifikasi secara rutin pada kucing yang sehat (Cohn,
2011).
2.6 Diagnosa
8
2.7 Diferensial Diagnosa
2.8 Penanganan
Karena tidak ada perawatan khusus untuk kucing dengan infeksi Feline
calicivirus atau Feline herpevirus-1. Idealnya, kucing diisolasi dan harus dirawat
untuk mencegah penyebaran infeksi ke pasien rawat inap lainnya. Peralatan,
seperti mangkuk makanan, baki sampah, dan lainnya, hanya boleh digunakan
untuk kucing yang terinfeksi. Mangkuk baja bermanfaat karena dapat diautoklaf
begitu binatang itu meninggalkan rumah sakit. Protokol keperawatan penghalang
termasuk mengenakan sarung tangan, celemek, topeng, sepatu bot berlebihan dan
pakaian ganti atau keseluruhan. Kebersihan tangan yang baik selalu penting,
tetapi perawatan ekstra harus dilakukan ketika berurusan dengan kucing dengan
penyakit saluran pernapasan bagian atas. Setelah kucing meninggalkan rumah
sakit, semua permukaan harus dicuci dengan desinfektan yang sesuai dan semua
tempat tidur yang digunakan harus direndam. Campuran deterjen yang diencerkan
harus efektif untuk virus penyebab penyakit saluran pernapasan atas kucing
(Frogley,2011).
2.9 Pengobatan
9
Feline Herpesvirus-1 jarang sembuh dari infeksi, tetapi masuk remisi klinis.
Namun infeksi bakteri sekunder dapat disembuhkan (Little et al, 2016).
Obat topikal seperti tetes mata dan hidung digunakan dalam banyak situasi
untuk mengobati penyakit fokal atau infeksi parah pada wajah. Termasuk
antibiotik (tobramycin, tetrasiklin, fluoroquinolones), antivirus (ganciclovir,
cidofovir), dan obat antiinflamasi (Little et al, 2016).
Sementara sebagian besar Cat flu ringan dan dapat sembuh sendiri, tetapi
mereka dapat berkembang menjadi penyakit yang lebih parah, terutama pada
10
kucing yang tertekan kekebalannya (sangat muda atau tua, atau hewan yang hidup
dengan obat imunosupresan). Mungkin juga ada efek jangka panjang dari infeksi
saluran pernapasan atas, termasuk maraknya penyakit yang berulang, ulkus
kornea, saluran air mata yang tersumbat, atau keluarnya cairan hidung atau mata
secara kronis (Little et al, 2016).
Obat Dosis
Antibiotik Amoxicillin: 10–22 mg/kg PO q12h
Amoxicillin–clavulanate: 13.75 mg/kg PO q12h
Azithromycin: 15 mg/kg PO q24h
Cefadroxil: 22 mg/kg PO q12h
Cephalexin: 22 mg/kg PO q8h
Chloramphenicol: 10–15 mg/kg PO q12h
Clindamycin: 10–12 mg/kg PO q24h
Doxycycline: 10 mg/kg PO q24hc
Enrofloxacin: 2.5–5 mg/kg PO q24h
Marbofloxacin: 2.5–5 mg/kg PO q24h
Metronidazole: 10–15 mg/kg PO q12h
Orbifloxacin: 2.5–5 mg/kg PO q24h
Pradofloxacin: 5–10 mg/kg PO q24h
Trimethoprim–sulfonamide: 15 mg/kg PO q12h
11
Interferon-α: 30 U PO daily (chronic); 10,000 U
SCdaily for 21 days (acute)
Lysine: 500 mg/cat PO q12h
Glucocorticoids Beclomethasone (inhalational): 1–2 puffs q12–24h
Fluticasone (inhalational): 1–2 puffs q12–24h
Methylprednisolone acetate: 5–15 mg IM q3–4wk
Prednisolone: 2.5–5 mg/cat PO q24–48h
2.10 Pencegahan
Pada anak kucing, vaksinasi dimulai secara seri mulai dari usia 6 hingga
9 minggu, kemudian dikuatkan setiap 3 hingga 4 minggu hingga 16 minggu
usia, lagi pada 1 tahun, dan kemudian lagi setiap 3 tahun sesudahnya. Vaksin
yang tidak aktif seharusnya dipertimbangkan pada kucing dengan respons imun
yang terganggu (misalnya, kucing yang menggunakan terapi imunosupresif
kronis). Seharusnya kucing yang belum dewasa divaksinasi sebelum
berkembang biak daripada selama kehamilan (Little et al, 2016).
12
BAB III
METODE KEGIATAN
a. Diskusi
Kegiatan ini dilakukan dengan cara diskusi dengan pihak-pihak terkait
untuk informasi bersama dokter hewan di Klinik Drh Fitri Gunawati Pare
Kediri.
b. Obsevasi
Observasi dilakukan selama berlangsungnya PKL dengan cara mengamati
dan mencatat langsung kondisi yang ada di lapangan.
Sumber data sekunder diambil dari laporan kegiatan dan catatan mengenai
kasus Cat flu pada kucing di Klinik Drh Fitri Gunawanti Pare Kediri, serta
melakuakan studi pustaka ( studi referensi) yang diambil dari buku, tesis, skripsi
dan jurnal untuk mencari infomasi pendukung yang dibutuhkan dan
membandingkan yang ada di lapangan.
13
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
No. Kegiatan
Juni Juli Agustus September
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5
1 Konsultasi dosen
pembimbing
2. Penyusunan Proposal
PKL
3. Pelaksanaan Kegiatan
PKL
4. Penyusunan Laporan
PKL
5. Presentasi Hasil PKL
14
BAB IV
PELAKSANAAN KEGIATAN
15
pada kucing
8. 24 Juli 2020 Pemeriksaan dan penanganan drh. Fitri Gunawanti
FLUTD pada kucing, OH pada
kucing, pemeriksaan dan
penanganan kasus scabies,
pemmeriksaan ektoparasit
pada kucing
9. 25 Juli 2020 Pemberian vaksin, OH pada drh. Fitri Gunawanti
kucing, pengobatan ringwom
pada anjing, pemeriksaan dan
pengobatan scabies
10. 26 Juli 2020 Perawatan post pemangan drh. Fitri Gunawanti
cateter (FLUTD), perawatan
diare dan anoreksia,
pengobatan jamur, perawatan
kelainan saraf karena trauma
kepala
11. 27 Juli 2020 Penangan kasus keracunan, drh. Fitri Gunawanti
pemeriksaan ear mint,
perawatan post pemanganan
cateter (FLUTD), perawatan
diare dan anoreksia
12. 28 Juli 2020 Penanganan dan pemeriksaan drh. Fitri Gunawanti
scabies, penangana kasus
prolaps rektum
13. 29 Juli 2020 Grooming kucing drh. Fitri Gunawanti
14. 30 Juli 2020 Pengobatan anjing dan kucing drh. Fitri Gunawanti
kembung, pemeriksaan
ringwom pada anjing
15. 31 Juli 2020 Pemeriksaan Hewan Kurban drh. Fitri Gunawanti
16
16. 01 Agustus 2020 Pemeriksaan Hewan Kurban drh. Fitri Gunawanti
17. 02 Agustus 2020 Pengobatan kucing Cat flu dan drh. Fitri Gunawanti
perawatan kucing FLUTD
18. 03 Agustus 2020 Penangana kucing hematom drh. Fitri Gunawanti
pada ekstremitas cranial
sinister dan pengobatan kucing
Cat flu
19. 04 Agustus 2020 Perawatan kucing Cat flu drh. Fitri Gunawanti
20. 05 Agustus 2020 Pemeriksaan ektoparasit pada drh. Fitri Gunawanti
kucing dan anjing
21. 06 Agustus 2020 Perawatan kucing Cat flu, drh. Fitri Gunawanti
pemriksaan ektoparasit pada
kucing dan OH kucing
22. 07 Agustus 2020 OH pada kucing drh. Fitri Gunawanti
23. 08 Agustus 2020 Pengobatan otitis eksterna drh. Fitri Gunawanti
pada kucing, pengobatan sakit
mata pada kucing dan OH
pada kucing
24. 09 Agustus 2020 OH pada kucing drh. Fitri Gunawanti
25. 10 Agustus 2020 Castrasi pada kucing drh. Fitri Gunawanti
26. 11 Agustus 2020 OH pada kucing dan drh. Fitri Gunawanti
penanganan kucing malnutrisi
27. 12 Agustus 2020 Perawatan kasus malnutrisi drh. Fitri Gunawanti
pada kucing dan perawatan
kasus sakit mata pada kucing
28 13 Agustsus 2020 Perawatan kucing malnutrisi, drh. Fitri Gunawanti
perawatan kucing otitis dan
perawatan kucing sakit mata
29. 14 Agustus 2020 Vaksin pada kucing, operasi drh. Fitri Gunawanti
17
enuklesi bulbus oculi pada
kucing dan perawatan kucing
malnutrisi
30. 15 Agustsu 2020 OH pada kucing dan drh. Fitri Gunawanti
perawatan pasca enukleasi
bulbus oculi kucing dan
perawatan kucing malnutrisi
BAB V
18
HASIL DAN PEMBAHASAN
19
Fasilitas pelayanan yang dilakukan di Klinik drh. Fitri Gunawanti
meliputi pememriksaan ektoparsit, konsultasi kesehatan hewan, operasi,
vaksinasi, housecall, rawat inap kucing dan anjing, dan pemeriksaan hewan
eksotis. Fasilitas diagnosa dan peralatan medis penunjang yang dimiliki yaitu
mikroskop, dapat dilihat pada lampiran 2.
Bangunan klinik terdiri dari ruang tunggu dan resepsionis, pet shop,
ruang periksa, ruang operasi, ruang rawat inap, ruang istirahat dokter hewan,
dapur dokter hewan dan paramedis, dan gudang. Fasilitas klinik yang tersedia
bebarapa sudah sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Seperti tersedianya alat
untuk pengendalian hewan, peralatan untuk diagnosa secara klinik, pelaratan
labolatorium seperti mikroskop, peralatan untuk administrasi dan rekam medis,
peralatan pengobatan dan penyimpanan obat, perlatalan untuk keselamatan, dan
pelatan untuk menangani limbah pelayanan kesehatan hewan. Namun, belum
tersedianya pemeriksaan labolatorium seperti Ultrasonografi, pemeriksaan
darah dan alat X-ray. Pasien yang memerlukan pemeriksaan labolatorium akan
dirujuk kepada klinik hewan lain atau rumah sakit hewan yang tersedia alat
pemeriksaan labolatoium.
Pada PERMENTAN (2009), persyaratan umum didirikan usaha jasa
medik veteriner syarat yang harus dimiliki yaitu: 1).Memiliki surat-surat
perizinan; 2). Memiliki tempat praktik yang sekurang-kurangnya dilengkapi
dengan: papan nama, tempat untuk menunggu klien, ruang kerja untuk
memeletakkan meja periksa dan sebagainya, sistem penerangan dan sirkulasi
udara yang memadai, sumber air bersih, sistem komunikasi; 3). Memiliki
fasilitas pelayanan medik vetriner sekurang-kurangnya terdiri dari, yaitu;
peralatan untuk pengendalian hewan, mendiagnosa secara klinik, penunjang
diagnosa labolatorium, pengobatan dan penyimpanan obat, administrasi kantor
dan rekam medis, keselamatan petugas dan menangani limbah pelayanan
kesehatan; 4). Memiliki dokter hewan praktik; 5). Memiliki dokter hewan
praktik sebagai penanggung jawab usaha; 6). Penggunaan obat hewan dalam
pelayanan medik veteriner yang terdaftar; 7). Ruang-ruangan yang khusus
20
digunakan untuk menangani pasien harus mudah bersihkan dan memenuhi
kesehatan dan keselamatan kerja; 8). Fasilitas dan perlakuan dalam menangani
hewan harus memperhatikan kesejahteraan hewan.
5.2.1 Alur Penanganan Pasien
Pelayanan penanganan pasien yang dilakukan di Klinik drh. Fitri
Gunawanti dengan menimbang berat badan, pemeriksaan fisik dan bertanya
pada owner. Beberapa proses penanganan penunjang yaitu pemeriksaan
mikroskopis.
5.2.2 Penanganan Rawat Inap
Pasien rawat inap merupakan pasien yang membutuhkan perawatan,
pengobatan, dan observasi secara intensif oleh dokter hewan. Hal ini
bermanfaat untuk mengontrol kondisi pasien setiap harinya melalui
pemeriksaan rutin dengan pengecekan suhu tubuh, pengamatan nafsu makan
dan minum, defekasi, urinasi, dan pengobatan untuk mengetahui
perkembangan kondisi fisik.
5.2.3 Pet Shop
Pet Shop di Klinik Panthera Vet menyediakan beraneka ragam
kebutuhan pasien dan klien meliputi pakan, pasir, snack, kolar, pet cargo,
shampo, vitamin, asesoris hewan, dan beberapa obat hewan. Pet shop masih
akan melakukan pengembangan terkait kebutuhan dan kesehatan hewan.
5.2.3 Housecall
Housecall merupakan layanan pemeriksaan dan pengobatan hewan
yang dapat dilakukan di rumah klien. Layanan ini dilakukan dengan
menghubungi dokter hewan di Klinik drh. Fitri Gunawanti sehingga dapat
ditentukan waktu untuk melakukan pelayanan. Layanan housecall dilakukan
oleh dokter hewan dan paramedis.
5.3 Kasus Cat Flu di Klinik Drh. Fitri Gunawanti Pare Kediri
Kasus Cat flu yang ditemukan selama Praktek Kerja Lapang di Klinik
Drh.Fitri Gunawanti Pare Kediri mulai tanggal 17 Juli 2020 hingga 16 Agustus
2020 yaitu sebanyak 7 kasus, dapat dilihat pada lampiran 3. Alur pemeriksaan
21
yang dilakukan pada pasien yaitu pencatatan sinyalemen dan anamnesa, berat
badan, pemeriksaan fisik berupa inpeksi dan palpasi. Dilakukan diagnosa dengan
melihat gejala klinis lalu pengobatan dilakukan.
Alur penanganan pasien Cat flu yang dilakukan di Klinik drh. Fitri
Gunawanti telah sesuai dengan standar. Namun, masih perlunya dilakukan
pemeriksaan penunjang. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Duguma (2016),
mengenai prosedur penanganan pasien, mulai dari dilakukannya pencatatan
sinyalemen dan anamnesa atau informasi sejarah penyakit pasien dari pemilik
hewan, hingga prosedur penanganan dan pengobatan yang tepat sesuai dengan
kondisi pasien. Dokter hewan diharapkan memiliki pengetahuan yang cukup
mengenai anatomi, fisiologi, patologi, serta tingkah laku hewan untuk menunjang
proses ini.
Berikut data pasien kucing dengan Cat flu di Klinik Drh. Fitri Gunawanti:
Tabel 5.1 Data Pasien
Hasil
No Sinyalemen Anamnesa Penanganan Pemeriksaan
22
Jenis Kelamin : scabies, infeksi
Jantan telinga
Berat badan :
2.1 kg
23
Umur: 1,5tahun anoreksia, infeksi herpesvirus-1
Jenis Kelamin: telinga
Betina
Berat Badan: 3,5
kg
5.4. Diagnosa Cat Flu di Klinik Drh. Fitri Gunawanti Pare Kediri
Metode diagnosa yang dilakukan di Klinik drh. Fitri Gunawanti untuk
menangani kasus Cat flu yaitu melalui pemeriksaan fisik dengan melihat gejala
klinis. Diagnosis dugaan didasarkan pada tanda-tanda khas seperti bersin,
konjungtivitis, rinitis, lakrimasi, salivasi, ulkus oral, dan dispnea. Feline
herpesvirus-1 cenderung mempengaruhi konjungtiva dan saluran hidung,
calicivirus mukosa mulut dan saluran pernapasan bawah. Infeksi klamidia
menyebabkan konjungtivitis kronis tingkat rendah. Karakteristik ini dapat terjadi
dalam infeksi campuran (Kuehn, 2013).
Berikut merupakan hasil pemeriksaan Secara inspeksi pada kucing
penderita Cat flu di Klinik Drh. Fitri Gunawanti :
24
Gambar 5.1 Ulcer lidah pada kucing (Dokumentasi Pribadi, 2020).
Pengamatan secara inspeksi pada kasus Cat flu menunjukkan hasil yaitu
pada gambar 5.1 adanya glossitis dan luka disekitar hidung. Pada gambar 5.2
menunjukkan adanya ulcerasi konjungtiva, bersin dan sekret pada hidung. Ulcer
lidah disebabkan karena adanya infeksi Feline calicivirus. Kucing terinfeksi
melalui hidung, mulut atau konjungtiva. Orofaring adalah situs utama replikasi.
Vir-aemia terjadi 3–4 hari setelah infeksi, bila virus bisa terdeteksi di banyak
jaringan lain. Virus menginduksi nekrosis sel epitel. Terlihat adanya vesikel,
biasanya ditepi lidah. Penyembuhan berlangsung selama dua sampai tiga
minggu. Ulserasi konjungtiva disebabkan karena adanya infeksi Feline
herpesvirus-1. Virus masuk ke tubuh kucing melalui hidung, rute oral atau
konjungtiva. Ini menyebabkan litik infeksi epitel hidung dengan penyebaran ke
konjungtiva, faring, trakea, bronkus dan bronkiolus. Lesi ditandai oleh nekrosis
epitel multifokal dengan neutrofil infiltrasi dan peradangan (Thyri et al.,2009).
25
Gambar 5.3. Ulcer lidah pada kucing dengan infeksi calicivirus kucing
(Radford et al., 2009).
Gambar 5.4. Mengelupas sariawan dan rinitis pada kucing yang terinfeksi
(Radford et al., 2009).
Infeksi Feline Calicivirus dikaitkan dengan oral akut dan atau penyakit
pernapasan, dan viremia sementara dapat terjadi tiga sampai empat hari setelah
oronasal infeksi. Tingkat keparahan tanda klinis tergantung pada rute pajanan,
adanya infeksi bersamaan, kelompok usia, dosis virus dan status kekebalan
inang, termasuk riwayat vaksinasi (Radford et al.,2009; Henzel et al., 2015).
Gambar 5.5. Keratitis ulseratif dendritik terlihat pada infeksi akut dengan
virus herpes kucing (Thyri et al.,2009)
26
Gambar 5.6. Virus herpes kucing infeksi menyebabkan akut rinitis dan
konjungtivitis, biasanya disertai dengan demam, depresi
dan anoreksia (Thyri et al.,2009)
27
Kucing yang tidak mau makan diberi makanan lembut dengan cara disuapi. Alat
yang digunakan oleh kucing yang telah terinfeksi sebaiknya dipisahkan dari
kucing yang sehat agar meminimalisir terjadinya penularan. Karena tidak ada
perawatan khusus untuk kucing dengan infeksi Feline calicivirus atau Feline
herpevirus-1. Pentingnya menjaga kebersihan tangan dan perlunya perawatan
ekstra pada kasus kucing dengan penyakit saluran pernapasan bagian atas
(Frogley,2011).
5.6. Pengobatan
5.6.1. Rute Pemberian
a. Intra Muskular
Injeksi intramuskuler (IM) adalah pemberian obat/ cairan dengan
cara dimasukkan langsung ke dalam otot (muskulus). Tujuanya adalah
agar absorsi obat dapat lebih cepat. Rute intramuscular (IM)
memungkinkan absorbsi obat yang lebih cepat dari pada rute subcutan
(SC), karena pembuluh darah lebih banyak terdapat di otot. Bahaya
kerusakan jaringan berkurang ketika obat memasuki otot dalam, tetapi bila
tidak hati-hati, ada resiko menginjeksi obat langsung ke pembuluh darah.
Perawat menggunakan jarum berukuran lebih panjang dan lebih besar
untuk melewati jaringan SC dan mempenetrasi jaringan otot dalam. Berat
badan mempengaruhi pemilihan ukuran jarum. Sudut insersi untuk injeksi
IM ialah 90° (Devi, 2017).
b. Peroral
Suatu obat yang diminum peroral akan melalui tiga fase, yaitu
farmasetik, farmakokinetik dan farmakodinamik, agar kerja obat dapat
terjadi. Farmasetika adalah fase pertama dari kerja obat. Dalam saluran
gastrointestinal, obat-obat perlu dilarutkan agar dapat diabsorbsi. Obat
dalam bentuk padat (tablet atau pil) harus didisintegrasi menjadi partikel-
partikel kecil supaya dapatlarut kedalam cairan, dan proses ini dikenal
dengan disolusi. Farmakokinetik adalah proses pergerakan obat untuk
28
mencapai kerja obat. Empat proses yang termasuk di dalamnya adalah:
absorpsi,distribusi, metabolisme (atau biotransformasi) dan ekskresi (atau
eliminasi). Farmakodinamik mempelajari efek obat terhadap fisiologi dan
biokimia selular dan mekanisme kerja obat. Respons obat dapat
menyebabkan efek fisiologis primer atau sekunder atau kedua-duanya.
Efek primer adalah efek yang diinginkan dan efek sekunder (Devi, 2017).
5.6.2. Pengobatan Suspect Feline calicivirus
Pasien yang Suspect Feline calicivirus seperti pada kucing miru yang
memiliki berat badan 1,6 kg diberi pengobatan dengan injeksi IM
Amoxicillin sebanyak 0.16 mL. Amoxicillin memiliki dosis 10-20 mg/kg.
Amoxicillin berfungsi mengoabati infeksi sekunder dari suspect Feline
calicivirus. Antibiotik yang bersifat bakterisidal yang dapat membunuh
bakteri dengan cara menghambat pembentukan dinding sel dan bersifat
toksik pada sel bakteri (Laurence dan Bennet, 1987; Pratiwi, 2012).
Pemberian Sulpidon dengan injeksi IM sebanyak 0,192 mL. Sulpidon
mengandung Dipyron dan Lydocain. Dypiron termasuk golongan obat
NSAID yang berfungsi sebagai anti-inflamasi. NSAID bekerja dengan
cara menghambat fungsi enzim siklooksigenase (COX) dan dengan
demikian mengurangi produksi enzim prostaglandin. Aspirin adalah
inhibitor COX yang ireversibel (Sylvester, 2019). Pemberian vitamin B-
sanplex inejeksi sebanyak 0.4 mL. Vitamin B- sanplex memiliki dosis
0,25-2,5 ml/200kg. Vitamin merupakan nutrien organic yang dibutuhkan
dalam jumlah kecil untuk berbagai fungsi biokimiawi dan yang umumnya
tidak disintesis oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. Vitamin
B complex merupakan kofaktor dalam berbagai reaksi enzimatik yang
terdapat di dalam tubuh (Triana, 2006). Pemberian terapi selama 2
minggu juga diperlukan dalam penyembuhan suspect Feline calicivirus.
Terapi yang diberikan degan obat antibotik Amoxicillin 33,3 mg/kg sehari
dua kali. Penambahan imunomodulator drug juga diperlukan untuk
pengembalian sistem imun. Obat yang digunakan yaitu imboost. Tiap
29
tablet mengandung 250 mg ekstrak echinachea purpurea dan 10 mg zinc
picolinate. Obat golongan imunomodulator bekerja menurut 3 cara, yaitu
melalui imunorestorasi, imunostimulasi dan imunosupresi. Imunorestorasi
dan imunostimulasi disebut imunopotensiasi atau up regulation,
sedangkan imunosupresi disebut juga down regulation. Imunostimulasi
adalah cara memperbaiki fungsi sistim imun dengan menggunakan bahan
yang merangsang sistim tersebut. Imunorestorasi adalah suatu cara
mengembalikan fungsi sistim imun yang terganggu dengan memberikan
berbagai komponen sistim imun, seperti imunoglobulin dalam bentuk
immune serum globulin (ISG), hyperimmune serum globulin (ISG),
plasma, transplantasi sumsum tulang, jaringan hati, timus, plasmaferesis,
dan leukoferesis (Djajakusumah, 2010).
5.6.3. Pengobatan Suspect Feline Herpesvirus-1
Pasien dengan suspect Feline Herpesvirus-1 seperti pada kucing
Marko berumur 1.5 tahun dengan berat badan 2.1 kg. Pengobatan yang
diberikan hampir sama dengan suspect Feline calicivirus. Pemberian
injeksi Amoxicillin 0.21 mL. Pemberian Sulpidon dengan IM sebanyak
0,25 mL. Pemberian vitamin B-sanplex inejeksi sebanyak 0.5 ml.
Antihistamin ditambahkan dalam pengobatan infeksi Feline herpesvirus-
1. Vetadryl mengandung Diphendramine HCl yang berfungsi sebagai
antihistamin. Vitadryl memiliki dosis 1ml/2kg. Vetadryil diberikan secara
IM sebanyak 0.1 mL. Diphenhydramine terutama bekerja melalui
antagonis reseptor H1 (Histamine 1), meskipun ia memiliki mekanisme
aksi lain juga. Reseptor H1 terletak pada otot polos pernapasan, sel
endotel vaskular, saluran gastrointestinal (GIT), jaringan jantung, sel
kekebalan, rahim, dan neuron sistem saraf pusat (SSP). Ketika reseptor H1
distimulasi dalam jaringan ini, ia menghasilkan berbagai macam tindakan
termasuk peningkatan permeabilitas vaskular, peningkatan vasodilatasi
yang menyebabkan pembilasan, penurunan waktu konduksi node
atrioventrikular (AV), stimulasi saraf sensorik saluran udara yang
30
menyebabkan batuk, kontraksi otot polos bronkus dan GIT, dan
kemotaksis eosinofilik mempromosikan respons imun alergi.
Diphenhydramine bertindak sebagai agonis terbalik pada reseptor H1,
dengan demikian membalikkan efek histamin pada kapiler, mengurangi
gejala reaksi alergi (Sicari et al., 2020). Pemberian obat tetes mata yang
mengandung Chloramphenicol diperlukan dalam pengobatan Feline
herpesvirus-1. Chloramphenicol termasuk dalam antibiotik yang memiliki
sprectrum luas. kloramfenikol (CAM) secara spesifik menghambat sintesis
protein bakteri. Diketahui bahwa isomer D-threo menghambat bakteri
sintesis protein (Dinos, 2016). Pemberian terapi antibiotik amoxicillin
41,5 mg/kg dan pemberian immunomodulator drug, dapat dilihat pada
lampiran 4.
5.7. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan di klinik agar tidak terjadi penularan dengan
menjaga kebersihan tempat periksa, kebersihan alat makan, alat minum dan
kebersihan kandang untuk pasien. Setelah pemeriksaan dilakukan penyemprotan
disinfekstan pada meja periksa. Penerimaan pasien rawat inap dengan kasus Cat
flu ditempatkan pada tempat yang berbeda dengan pasien lain. Kandang, alat
makan dan minum selalu dibedakan setiap pasien. Setelah pasien rawat inap
pulang maka kandang, alat makan dan minum langsung dibersihkan. Hal tersebut
dilakukan agar tidak terjadi penularan secara langsung. Setiap pasien yang
datang akan diperiksa buku vaksinnya. Pada kucing yang belum divaksin
disarankan untuk program vaksinasi. Vaksin dapat membentuk sistem imun yang
melindungi tubuh dari infeksi virus. Sistem kekebalan melindungi tubuh dari hal-
hal yang dianggap asing dan berbahaya seperti bakteri dan virus — antigen.
Vaksin merangsang kekebalan dengan memasukkan mati atau dimodifikasi agen
infeksius ke dalam aliran darah hewan. Beberapa vaksin memberikan
perlindungan seumur hidup, sementara yang lain melindungi untuk jangka waktu
terbatas. Karena satu paparan antigen mungkin tidak memicu imunitas jangka
panjang, banyak vaksin diberikan secara berseri. Seekor kucing dianggap
31
sepenuhnya divaksinasi dua minggu setelah rangkaian vaksin selesai dibuat.
Kebanyakan vaksin perlu ditingkatkan secara berkala untuk mengembalikan
sistem kekebalan (Parker, 2016).
Vaksin tidak sepenuhnya melindungi dari FCV, tetapi dapat sangat
mengurangi keparahan infeksi jika kucing terpapar. Tersedia beberapa kombinasi
vaksin melawan FCV, feline herpesvirus tipe-1 dan feline panleukopenia virus
(penyebab feline distemper), yang dapat diberikan melalui hidung atau suntikan.
Vaksin yang diberikan melalui hidung mengandung bentuk virus hidup yang
dimodifikasi, sedangkan vaksin yang disuntikkan dapat berupa virus hidup yang
dimodifikasi atau yang tidak aktif. Kucing yang menerima vaksin hidung
mungkin bersin selama empat hingga tujuh hari setelah vaksinasi. Setelah anak
kucing mencapai usia enam hingga delapan minggu, mereka harus menerima
vaksin setiap tiga hingga empat minggu, dengan penguat terakhir diberikan
setelah usia 16 minggu. Jika kucing sudah berusia lebih dari 16 minggu, berikan
dua dosis vaksin, dengan jarak tiga hingga empat minggu. Kucing harus
menerima booster setiap tiga tahun, kecuali jika berada di lingkungan multi-
kucing yang berisiko tinggi, sehingga kucing harus divaksinasi ulang setiap
tahun (Parker, 2016).
Mekanisme kerja vaksin diawali dengan adanya pemberian secara injeksi
intramuskular ke dalam sel otot, plasmid akan diambil oleh APC seperti sel
dendritik dan monosit. Komponen plasmid menginisiasi transkripsi gen yang
diikuti produksi protein dalam sitoplasma sehingga antigen dapat terbentuk
sebagai protein atau rantai peptida pada sel-sel tersebut. Protein atau peptida
hasil ekspresi ini dapat disekresikan keluar sel atau dapat dipresentasikan oleh sel
yang bersangkutan. Protein atau peptida ini dapat diproses sehingga dapat
dipresentasikan sel bersama MHC kelas I atau MHC kelas II. Sel otot
mempresentasikan MHC kelas I sedangkan APC dapat mempresentasikan
MHC kelas II. APC juga dapat menangkap protein yang disekresikan oleh sel
yang tertransfeksi atau dari sel yang mengalami apoptosis. APC yang telah
menangkap antigen kemudian bermigrasi ke kelenjar getah bening melalui
32
saluran limfe yang selanjutnya mempresentasikan antigen kepada sel T naif
melalui MHC kelas II dan reseptor sel T serta ikatan pada molekul kostimulator.
Ikatan ini akan mengaktifkan sel T helper atau cluster of differentiation (CD)4+
dan selanjutnya sel B untuk memproduksi antibodi. Selain itu presentasi peptida
pada molekul MHC kelas I akan mengaktifkan sel T sitotoksik atau sel cluster of
differentiation (CD)8+ (Dewi, 2017).
BAB VI
6.1. Kesimpulan
Pada kasus Cat flu penanganan dilakukan dengan pemeriksaan fisik.
Kucing dengan kasus Cat flu dilakukan pengobatan dengan pemberian antibiotik
seperti Amoxicillin, NSAID seperti sulpidon, vitamin B-sinplex dan
33
immunomudulator drug. Pada kucing dengan suspect Feline herpesvirus-1
dilakukan pengobatan tambahan dengan pemberian obat tetes mata dan
antihistamin.
6.2. Saran
Perlu diperhatikan kebersihan meja periksa sebelum menerimaan
pasien. Sebaiknya sebelum menerima pasien meja periksa dibersihkan atau
disemprot disinfektan dahulu, terutama pada kasus Cat flu karena dapat menjadi
media penularan bagi hewan yang sehat. Pemeriksaan penunjang juga sebaiknya
dilakukan sebelum diberikan pengobatan agar tidak terjadi kesalahan diagnosa.
Pemeriksaan penunjung yang sebaiknya dilakukan yaitu pemeriksaan serologis
atau PCR.
DAFTAR PUSTAKA
.
Adri, Muhammad. 2020. Sistem Pakar Berbasis Rule Un Diagosa Awal Penyakit
Kucing Persia. Pekanbaru. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim
Riau.
34
Cohn, Leah A. 2011. Feline Respiratory Disease Complex. Journal Vet Clin Small
Anim. Vol 41(6):1273-89.
Dallas S. 2006. Animal Biology and Care. Edisi 2. Oxford (UK): Blackwell
Publishing.
Devi, Citra S. 2017. Identifikasi Faktor Yang Mendorong Wanita Untuk Melakukan
Injeksi Whitening[ Skripsi ]. Malang. Univertitas Muhammadiyah Malang.
Dewi, Ika P. 2017. Metode Pemberian dan Sistem Penghantaran Peningkat
Imunigenisitas Vaksisn DNA. Jurnal Farmasi dan Kesehatan. Vol. 7 (2); 96 –
104.
Dinos, George P., Constantinos M. Athanassopoulos, Dionissia A. Missiri, Panagiota
C. Giannopoulou, Ioannis A. Vlachogiannis, Georgios E. Papadopoulos,
Dionissios Papaioannou and Dimitrios L. Kalpaxis. 2016. Chloramphenicol
Derivatives as Antibacterial and Anticancer Agents: Historic Problems and
Current Solutions. Journal Antibiotics. Vol. 5 (20): 1-21.
Djajakusumah, Tony S. 2010. Peranan Imunomudulator dalam Pengobatan Infeksi
Menular Seksual. Journal New Perspective of Sexually Transmitted Infection
Problems. Halaman 144-163.
Duguma, A. 2016. Practical Manual on Veterinary Clinical Diagnostic Approach. J
Vet Sci Technol 7: 337
Frogley, Sam. 2011. Nursing the feline patient with upper respiratory tract disease.
<https://www.vettimes.co.uk> [Diakses tanggal 22 Agustus 2020]
Gourkow, Nadine, James H. Lawson, Sara C. Hamon, and Clive J.C. Phillips. 2013.
Descriptive epidemiology of upper respiratory disease and associated risk
factors in cats in an animal shelter in coastal western Canada. Can Vet
Journal. Vol 54:132–138.
Hartuti,Reza Sofa , Mulyadi Adam, Dan Triva Murtina. 2014. Kajian Kesejahteraan
Kucing Yang Dipelihara Pada Beberapa Pet Shop Di Wilayah Bekasi, Jawa
Barat. Jurnal Medika Veterinaria Issn : 0853-1943.
Kuehn , Ned F. 2013. Feline Respiratory Disease Complex.. US and Canada: Merck and the
Merck Veterinary Manual.
35
Little S. 2008. Feline Herpesvirus and Calicivirus. [Internet]. Tersedia pada:
<http://veterinarycalendar.dvm360.com/felineherpesvirus-and calicivirus-
infections- whats-newproceedings?relcanonical> [Diakses tanggal 20
Agustus 2020]
Little, Susan, DABVP (Feline) and Matthew Kornya. 2016. Upper Respiratory
Infections in Cats. New York: The Winn Feline Foundation.
Oktaviana, Putu A.,Made Dwinata dan Ida Bagus Made O. 2014. Prevalensi Infeksi
Cacing Ancylostoma Spp Pada Kucing Lokal (Felis catus) Di Kota Denpasar.
Buletin Veteriner Udayana. Vol 6(2): 161-167.
Parker ,John S.L. 2016. Feline Calicivirus [internet] <https://www.vet.cornell.edu>
[Diakses tanggal 21 Agustus 2020]
Peraturan Mentri Pertanian. 2009. Pedoman Layanan Jasa Medik Veteriner.
Pratiwi, Rina Hidayati. 2012. Mekanisme Pertahanan Bakteri Patogen Terhadap
Antibiotik. Jurnal Pro-Life. Vol.4 (3); 218-249
Sumita, Cupu Nara. 2012. Penetapan Status Kesehatan Kucing Kampung (Felis
Domestica) Melalui Pemeriksaan Leukosit [Skripsi]. Fakultas Kedokteran
Hewan IPB.
Quimby, Jessica and Michael R. Lappin. 2011. Update on Feline Upper Respiratory
Diseases: Condition-Specific Recommendations. Compendium: Continuing
Education for Veterinarians.
Radford,Alan D., Karen P. Coyne, Susan Dawson, Carol J. Porter, Rosalind M.
Gaskell. 2009. Feline Calicivirus. Vet. Res. 38; 319–335
Thiry, Etienne , Diane Addie, Sándor Belák, Corine Boucraut-Baralon, Herman
Egberink, Tadeusz Frymus, Tim Gruffydd-Jones, Katrin Hartmann, Margaret
J. Hosie, Albert Lloret, Hans Lutz, Fulvio Marsilio, Maria Grazia
Pennisi, Alan D. Radford, Uwe Truyen, Marian C. Horzinek. 2009. Feline
Herpesvirus Infection: ABCD Guidelines on Prevention and Management.
Journal of Feline Medicine and Surgery.
Triana, Vivi. 2006. Macam-Macam Vitamin Dan Fungsinya Dalam Tubuh Manusia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Vol.1(1); 40-47
36
Sicari, Vincent and Christopher P. Zabbo. 2020. Diphenhydramine [internet].
<https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books> [21 Agustus 2020]
Sylvester J.,2019. Nonsteroidal Anti-inflammatory Drugs. Journal Anesthesia.
37
LAMPIRAN
Lampiran 1
Dokumentasi Klinik drh.Fitri Gunawanti
38
Pet shop Bagian depan klinik
Lampiran 2
Nama kucing
39
Kucing Miru dengan suspect Feline Kucing Marko dengan suspect Feline
calicivirus herpesvirus-1
Kucing Gimbul dengan suspect Feline Kucing Bujel dengan suspect Feline
calicvirus herpesvirus-1
Kucing Telon dengan suspect Feline Kucing Ucil dengan suspect Feline
herpesvirus-1 herpesvirus-1
40
Penangan kasus urolitiasis Pemeriksaan ektoparasit
Persiapan sebelum OH
41
Pemeriksaan kucing Cat flu
Menimbang berat badan sebelum
dilakukan pengobatan
42
Lampiran 4
Kucing miru (suspect Feline calicivirus) Kucing Marko
= 33.3 mg
= x500= 41,5 mg/kg
43