Oleh:
PPDH Angkatan II 2014/2015
Oleh:
PPDH Angkatan II 2014/2015
Menyetujui,
Dosen Pembimbing Pembimbing Lapang
Mengetahui,
Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FKH IPB
Tanggal pengesahan:
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya, sehingga kegiatan dan penulisan laporan
Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH) tahap luar kampus bidang
magang profesi pilihan di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet dapat
terselesaikan dengan baik. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 7 Desember
2015-2 Januari 2016.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Pimpinan Rumah Sakit Hewan Jakarta (RSHJ).
2. Drh Husnul Hamdi selaku dokter pembimbing atas masukan, waktu, arahan,
ilmu, dan bimbingannya.
3. Drh R Harry Soehartono, MAppSc, PhD selaku dosen pembimbing atas
bimbingan, ilmu, serta saran dan kritik yang diberikan dalam menyelesaikan
laporan praktik kerumahsakitan ini.
4. Dokter hewan, paramedis, serta seluruh staf di Klinik Hewan dan Akupuntur
Gustav Vet atas masukan, bimbingan, dan kerjasama yang baik serta
bantuan selama kegiatan praktik kerumahsakitan.
Penulis menyadari bahwa kegiatan ini tidak akan terlaksana dengan baik
tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Dengan ini, kami
menyampaikan permohonan maaf bila masih terdapat kesalahan dan kekurangan.
Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak. Semoga
laporan ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi yang berguna bagi kita
semua.
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN...................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
DAFTAR TABEL..................................................................................................v
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN.........................................................................................vi
PENDAHULUAN.................................................................................................1
Latar Belakang.............................................................................................1
Tujuan Kegiatan...........................................................................................1
Manfaat Kegiatan.........................................................................................2
PELAKSANAAN KEGIATAN.............................................................................2
Waktu dan Tempat Pelaksanaan...................................................................2
Lokasi Pelaksanaan......................................................................................2
Fasilitas.........................................................................................................2
Metode Pelaksanaan.....................................................................................3
TINJAUAN KASUS..............................................................................................4
Canine distemper virus (CDV).....................................................................4
Canine Parvo Virus (CPV).........................................................................12
Feline Lower urinary Tract Disease (FLUTD)..........................................17
Feline Infectious Peritonitis (FIP)..............................................................23
Fraktur Os Radius dan Os Ulna pada Anjing............................................28
LAMPIRAN.........................................................................................................77
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan
Tujuan dari kegiatan PPDH di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
adalah:
1. Meningkatkan kemampuan dan keterampilan kami sebagai calon dokter
hewan yang mempunyai wawasan, berpikir komprehensif dalam menangani
kasus pada hewan, dan menentukan peneguhan diagnosa suatu penyakit.
2. Meningkatkan kemampuan untuk mengintegrasikan ilmu pengetahuan dan
kepribadian dalam menjalankan manajemen praktik di lapangan.
3. Menjalin kerja sama kemitraan di antara perguruan tinggi dengan instansi
terkait untuk bersama mengembangkan dan menerapkan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan PPDH di Klinik Hewan dan
Akupuntur Gustav Vet adalah mahasiswa dapat meningkatkan wawasan dan
keterampilan pada kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan kesehatan,
diagnosa penyakit, dan pemberian terapi.
PELAKSANAAN KEGIATAN
Lokasi Pelaksanaan
Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet merupakan salah satu klinik
hewan yang berlokasi di Jalan Raya Kebayoran Lama nomor 7 Jakarta Barat.
Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet didirikan pada tahun 1999 di Cidodol,
kemudian pindah ke alamat saat ini pada tahun 2013. Tim medis Gustav Vet
terdiri dari 4 dokter hewan dan 5 paramedis. Fokus utama dari Klinik Hewan dan
Akupuntur Gustav Vet ini adalah memberikan pelayanan kesehatan yang sangat
baik dan perawatan hewan profesional untuk hewan kesayangan baik dengan
menggunakan Eastern Medicine atau Western Medicine.
Fasilitas Klinik
Fasilitas yang dimiliki Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet berupa
bangunan klinik dengan empat lantai yang terdiri atas front office, ruang tunggu
beserta pet shop, dua ruang poliklinik, dan ruang grooming di lantai satu. Lantai
dua terdiri satu ruang poliklinik, ruang meeting, ruang akupuntur, ruang X-ray,
dan ruang operasi. Lantai tiga terdiri dari ruang isolasi, kantor, serta ruang
perawatan anjing dan kucing. Lantai empat terdiri dari ruang perawatan kucing
dan anjing serta tiga kamar untuk paramedis.
Pelayanan pasien dimulai dengan kegiatan pendaftaran pasien di front office.
Petugas front office bertugas melayani fungsi administrasi yang bertujuan untuk
melayani pemilik hewan dalam sistem administrasi untuk pelayanan kesehatan
hewan. Ruang poliklinik dilengkapi dengan meja dokter, meja pemeriksaan,
lampu iluminator, lemari obat, perlengkapan pemeriksaan fisik, dan sarana
penunjang pemeriksaan seperti mikroskop, ophtalmoscope, dan othoscope. Sarana
penunjang lain yaitu alat X-ray digunakan untuk pemeriksaan lanjut pada kasus-
kasus yang membutuhkan pencitraan radiografi terletak di ruang X-ray di lantai
dua dan dilengkapi dengan ruang pencucian film secara manual.
Fasilitas ruang operasi yang tersedia terdiri atas satu meja operasi dan meja
peralatan operasi, lemari penyimpanan peralatan yang telah distreilisasi, autoklaf,
lampu operasi, peralatan monitoring pasien, dan anastesi inhalasi. Tindakan
operasi yang sering dilakukan meliputi strerilisasi dan tindakan operasi terhadap
kasus yang membutuhkan penanganan bedah seperti, patah tulang.
Metode Pelaksanaan
Anamnesis
Pemilik membawa anjing dengan keluhan kedua mata berair, mulut
bergetar, dan sudah dua hari tidak mau makan. Berdasarkan info pemilik, anjing
belum divaksinasi.
Signalement
Nama hewan : Cici
Jenis hewan : Anjing
Ras/Breed : Pomeranian
Warna rambut dan kulit : Coklat
Jenis kelamin : Betina
Bobot badan : 3.45 kg
Umur : 3 tahun.
Tanda khusus : Tidak ada
Status present
Keadaan Umum
Gizi/Perawatan : Baik/baik
Habitus/tingkah laku : Tulang punggung rata/Jinak
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak pada empat kaki
Suhu : 38.8 oC
Frekuensi nafas : 36 kali/menit
Frekuensi jantung :128 kali/menit
1.1.3 Hidung
Discharge : ada
Cermin hidung : basah
1.1.5 Telinga
Posisi : Tegak keduanya
Bau : Khas serumen
Krepitasi : Tidak ada
Refleks panggilan : Ada
Permukaan daun telinga : Licin dan tidak ada kelainan
1.1.6 Leher
Perototan : Simetris
Trachea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Eshophagus : Teraba, kosong
Turgor kulit : >3 detik
1.2 Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax : Simetris
Tipe pernapasan : Costalis
Ritme : Teratur
Intensitas : Dangkal
Frekuensi napas : 36 x/menit
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax : Tidak ada rasa sakit
Palpasi intercostal : Tidak ada rasa sakit
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi : Nyaring
1.2.4 Auskultasi
Suara pernapasan : Vesikular melemah
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi : Tidak ada
Pemeriksaan Lanjutan
Diagnosa
Canine distemper virus
Prognosa
Dubius - infausta
Terapi
Intramox-150 LA : Antibiotik
Kandungan : Tiap mL mengandung 150 mg amoxicillin
Dosis : Anjing 10-20 mg/kg BB/IM atau SC
Inmunair : Imunomodulator
Dosis : 5 tetes/hari/PO
Biodin
Kandungan : tiap 100 mL mengandung 0.1 g ATP , 1.5 g Mg aspartate,
0.1 g Na selenit, 0.05 g vitamin B12.
Dosis : 2-5 mL/ekor/IM
PEMBAHASAN
Pemilik membawa anjing Cici ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
dengan keluhan kedua mata berair dan mulut bergetar (tremor). Berdasarkan
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan, anjing Cici diduga
terinfeksi CDV. Kemudian untuk meneguhkan dugaan tersebut dilakukan
pemeriksaan lanjutan berupa test kit canine distemper virus (CDV). Test kit CDV
menggunakan sampel swab konjungtiva mata untuk mendeteksi adanya virus
distemper. Pemeriksaan terhadap anjing Cici tersebut menunjukan hasil positif
yang ditunjukkan pada Gambar 1.
Distemper merupakan salah satu penyakit penting pada anjing yang
disebabkan oleh canine distemper virus, genus Morbillivirus, dan famili
Paramyxoviridae. Distemper merupakan penyakit yang memiliki tingkat kematian
tinggi pada anjing. Gejala klinis yang timbul akibat infeksi virus distemper dapat
beragam tergantung organ yang diserang. Organ yang biasa diserang oleh virus
distemper adalah sistem pernapasan, pencernaan, saraf, dan kulit. Pada kasus
anjing Cici, anjing tersebut terserang distemper tipe saraf dimana gejala klinis
yang paling terlihat yaitu mulut bergetar (tremor). Garde et al. (2013) menyatakan
gejala distemper tipe saraf berupa tremor, kepala dimiringkan, hingga konvulsi.
Gejala klinis tipe saraf yang lain dapat terlihat tremor pada mulut dan salah satu
atau keempat kaki. Gejala klinis distemper tipe pencernaan dan pernapasan
biasanya akan muncul 2-3 minggu setelah gejala klinis neurological.
Berdasarkan anamnesis, anjing Cici merupakan anjing temuan yang
kesehariannya dilepas bebas dan belum pernah divaksin. Anjing Cici sering
berkontak langsung dengan anjing lain. Virus distemper masuk dalam tubuh
melalui aerosol berupa droplet yang masuk kedalam saluran pernafasan. Canine
distemper virus terutama akan bereplikasi dalam makrofag dan monosit kemudian
menyebar ke sel-sel limfatik lokal yaitu tonsil dan limfonodus peribronkhial
(Beineke et al. 2009). Jumlah virus akan meningkat secara signifikan karena
adanya replikasi virus. Virus kemudian disebarkan keseluruh tubuh melalui
peredaran darah (viremia). Virus bermultipikasi di dalam folikel limfoid limpa,
lamina propria lambung, usus halus, limfonodus mesenterika, dan sel kuppfer hati.
Akibatnya secara klinis terjadi peningkatan suhu tubuh dan leukopenia.
Leukopenia disebabkan oleh adanya infeksi virus pada organ-organ limforetikular,
sehingga menyebabkan adanya kerusakan pada sel T dan sel B. Penyebaran virus
dalam darah biasanya terjadi pada hari ke 89 setelah terinfeksi (Deem et al.
2000). Pada umumnya, anjing yang memiliki kekebalan yang tinggi akan
melakukan proses penyembuhan dengan sendirinya melalui proses sitotoksik.
Keadaan anjing Cici yang belum pernah divaksin menyebabkan virus tidak dapat
dieliminasi sehingga virus berkembang dan menginfeksi organ dan menyebabkan
keadaan fisiologis anjing Cici terganggu.
Terapi yang diberikan pada anjing Cici meliputi pemberian Amoxicillin 10-
20 mg/kg berat badan secara subcutan (SC) kemudian dilanjutkan dengan
pemberian obat resep Clavamox 13.75 mg/kg berat badan secara peroral (PO)
(1/2 tablet dua kali sehari), supporting therapy Inmunair 5 tetes sehari diberikan,
dan Biodin 2 mL secara IM. Obat antivirus tertentu canine distemper virus belum
tersedia dan pengobatan tidak spesifik. Terapi antibiotik diindikasikan untuk
infeksi sekunder bakteri pada organ pernapasan dan saluran pencernaan.
Penggunaan antibiotik golongan penicillin seperti amoxicilin dapat dilakukan
karena memiliki spektrum yang cukup luas. Selain pemberian antibiotik, terapi
lainya yang biasa dilakukan pada anjing yang terkena distemper ialah terapi cairan
dan elektrolit. Umumnya anjing yang terinfeksi distemper mengalami gejala diare
dan dehidrasi, sehingga penting melakukan terapi cairan dan elektrolit.
Pengobatan anjing dengan tanda-tanda neurologis tidak bermanfaat. Sedatif dan
antikonvulsan dapat memperbaiki tanda-tanda klinis, tetapi tidak memiliki efek
kuratif (Creevy 2013).
SIMPULAN
Anjing Cici terinfeksi penyakit distemper berdasarkan hasil dari test kit
CDV. Gejala klinis yang ditunjukkan mengarah pada distemper tipe saraf.
Prognosa anjing Cici dubius-infausta dan telah diberikan terapi antibiotik dan
supportif theraphy.
DAFTAR PUSTAKA
Anamnesis
Pemilik membawa anjing dengan keluhan lemas, diare berdarah, dan
sudah tiga hari tidak mau makan. Anjing sudah diberikan obat cacing sebelumnya.
Berdasarkan info pemilik, anjing telah divaksin oleh breeder.
Signalement
Nama hewan : Max
Jenis hewan : Anjing
Ras/Breed : German Shepherd
Warna rambut : Coklat-hitam
Jenis kelamin : Jantan
Bobot badan : 4.4 kg
Umur : 3 Bulan
Tanda khusus : Tidak ada
Status present
Keadaan Umum
Gizi/Perawatan : Baik/baik
Habitus/tingkah laku : Tulang punggung rata/jinak
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Tegak pada empat kaki
Suhu : 40.5 oC
Frekuensi nafas : 42 kali/menit
Frekuensi jantung :125 kali/menit
1.1.3 Hidung
Discharge : Tidak ada
Cermin hidung : Kering
1.1.5 Telinga
Posisi : Tegak keduanya
Bau : Khas serumen
Krepitasi : Tidak ada
Refleks panggilan : Ada
Permukaan daun telinga : Licin dan tidak ada kelainan
1.1.6 Leher
Perototan : Simetris
Trachea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Eshophagus : Teraba, kosong
Turgor kelainan : >3 detik
1.2 Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax : Simetris
Tipe pernapasan : Costalis
Ritme : Teratur
Intensitas : Dangkal
Frekuensi napas : 42 x/menit
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax : Tidak ada rasa sakit
Palpasi intercostal : Tidak ada rasa sakit
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi : Nyaring
1.2.4 Auskultasi
Suara pernapasan : Inspirasi lebih terdengar dari ekspirasi
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi : Tidak ada
Pemeriksaan Lanjutan
Pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan pemeriksaan natif feses dan test kit
canine parvo virus (CPV). Hasil pemeriksaan natif feses negatif sedangkan test
kit CPV menunjukkan positif yang ditandai munculnya dua garis merah sejajar
(Gambar 2).
Gambar 2 Hasil test kit CPV positif (dua garis merah sejajar).
Diagnosa
Canine Parvo Virus
Prognosa
Dubius - infausta
Terapi
Infus Normal Saline : Pengganti cairan tubuh/SC
Intramox-150 LA : Antibiotik
Kandungan : Tiap mL mengandung 150 mg amoxicillin
Dosis : Anjing 10-20 mg/kg BB/IM atau SC
Interferon : Imunomodulator
Dosis : 2.5 juta unit/kg BB
PEMBAHASAN
Pemilik membawa anjing Max ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
dengan gejala lemas, diare berdarah, dan tidak mau makan selama tiga hari. Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan diduga anjing Max
megalami helmintiasis. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan natif feses namun
hasil menunjukkan negatif. Dari pemeriksaan natif feses yang negatif, anjing Max
diduga terinfeksi CPV sehingga dilakukan pemeriksaan penunjang menggunakan
test kit Canine Parvovirus (CPV). Test kit CPV menggunakan sampel feses dari
anjing Max menunjukkan hasil positif (Gambar 2).
Parvovirus pada anjing disebabkan oleh canine parvo virus (CPV), genus
Parvovirus dari famili Parvoviridae. Virus parvo tersusun oleh materi genetik
DNA beruntai tunggal dengan bentuk virus ikosahedral simetri, memiliki
kapsomer, dan berukuran 18 sampai 26 nm (Buonavoglia et al. 2001). Virus ini
tahan selama 3 hari pada suhu 100 oC, tahan terhadap asam, desinfektan (detergen
dan alkohol), stabil pada pH 3-9, dan suhu 56 oC. Virus dapat bertahan bersama
kotoran anjing selama 1-2 minggu setelah infeksi. Anjing yang sering terinfeksi
virus ini adalah anjing yang berusia muda, yaitu dibawah 6 bulan. Penyakit ini
memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anjing muda.
Patogenesis dari virus ini melalui kontak langsung antara anjing tertular
dengan yang sehat melalui makanan dan minuman yang tercemar virus. Penularan
melalui feses dan bahan muntahan yang paling banyak terjadi. Penularan virus
secara pasif dapat terjadi melalui orang-orang yang pernah berhubungan langsung
dengan anjing sakit, peralatan kandang, dan lingkungan yang terpapar virus ini.
Selain itu, virus dapat masuk melalui oronasal yang kemudian menuju ke
limfoglandula regional, orofaring, dan tonsil. Setelah itu, virus akan mengikuti
aliran darah yang kemudian akan menuju tempat predeleksinya di jaringan
limfonodus mesenterika, kripta intestine, dan sumsum tulang. Virus pada kripta
usus dan limfonodus mesenterika akan menyebabkan kelenjar intestin
mengalamai nekrosa pada epitelnya sehingga terjadi peningkatan permeabilitas
dan menurunnya absorsi. Peningkatan permeabilitas dan menurunnya absorbsi
akan mengakibatkan diare yang bila berlangsung lama dan berat dapat
menyebabkan infeksi sekunder berupa sepsis. Selain itu, virus pada jaringan
limfoid sumsum tulang bereplikasi sehingga menyebabkan defisiensi imunitas,
atrofi kelenjar timus, limpa, dan limfoglandula (Robinson et al. 1980).
Subronto (2010) menyatakan virus yang menginvasi akan segera
menghancurkan sel epitel selaput lendir maupun sumsum tulang yang sedang
membelah. Sel-sel pada pangkal villi intestinal paling banyak yang dihancurkan
sehingga menyebabkan vili-villi usus mengalami kematian dan terjadi perlukaan
pada dinding usus. Karena villi usus ini terdapat pembuluh darah maka terjadilah
perdarahan hebat. Perdarahan ini membuat proses pencernaan makanan terhenti
sama sekali secara cepat. Kehilangan darah dalam jumlah banyak mengakibatkan
terjadi dehidrasi dan anemia. Kerusakan sumsum tulang mengakibatkan proses
pembentukan sel darah dan sel pembentuk kekebalan yaitu limfosit tidak
terbentuk. Terhambatnya pembentukan sel limfosit sebagai pertahanan tubuh
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan. Penularan secara in-utero juga dapat
terjadi, hingga anak yang dilahirkan pada umur kurang dari 8 minggu sudah
menderita miokarditis.
Berdasarkan pemeriksaannn anjing Max menunjukkan kelemahan, demam,
muntah, dan diare. Sendow (2003) mengatakan gejala klinis anjing yang terinfeksi
parvovirus ada dua bentuk yaitu bentuk enterik dan miokarditis. Kedua bentuk ini
disebabkan oleh virus yang sama. Masa inkubasi dari parvovirus tipe enterik 5
sampai 10 hari, dengan gejala awal ditandai dengan demam dengan suhu 39.5 oC
sampai 41.5 oC, mukosa hidung kering, nafsu makan turun, kelemahan dan
muntah berwarna putih keabu-abuan serta encer. Konsistensi feses lunak
kemudian menjadi encer berwarna kuning kehijauan bahkan encer gelap karena
bercampur darah dan baunya sangat amis. Bila tidak segera diambil tindakan
medis kondisi hewan akan semakin menurun berlanjut ke suhu subnormal
menjelang kematian. Kontraksi dari otot anus berkurang sehingga anjing
mengalami diare tidak terkontrol. Muntah yang terus menerus mengakibatkan
anjing mengalami dehidrasi hebat yang dapat terlihat dari turgor kulitnya dan
kematian dapat terjadi 49 sampai 72 jam.
Diagnosa parvo virus dilihat berdasarkan pemeriksaan fisik dan anamnesa
serta dari pemeriksaan penunjang. Pada kasus anjing Max ini dilakukan dengan
menggunakan test kit CPV. Hasil dari test kit CPV anjing Max menunjukkan
positif dengan ditandai terbentuknya 2 garis pada garis Test (T) dan garis Control
(C). Test kit CPV ini memiliki prinsip ELISA dimana pada kit terdapat antibodi
monoklonal spesifik terhadap antigen CPV. Pada saat sampel yang digunakan
pada kit mengandung positif antigen CPV akan terbentuk dua garis merah. Garis
kontrol digunakan sebagai referensi untuk mengindikasikan hasil test dengan
benar.
Terapi yang diberikan untuk anjing Max adalah terapi cairan menggunakan
infus Normal Saline. Cairan pengganti ini berfungsi untuk menggantikan cairan
tubuh dan elektrolit yang hilang akibat muntah dan diare (Criss 2007). Selain itu,
pemberian antibiotik perlu diberikan untuk mencegah infeksi sekunder. Antibiotik
yang diberikan adalah Intramox-150 LA yang tiap mL mengandung Amoxicillin
150 mg. Dosis Amoxicillin untuk anjing adalah 10-20 mg/kg BB diberikan secara
SC. Pemberian antibiotik ini bekerja hingga 48 jam. Plumb (2005) manyatakan
Amoxicillin berfungsi sebagai bakterisidal yang biasa digunakan pada infeksi
saluran pencernaan. Kemudian dilanjutkan pemberian antibiotik untuk dibawa
pulang yaitu Amoxicillin-clavulanat dengan pemberian tab atau setara dengan
62.5 mg (13.75 mg/kg BB) 2 kali sehari secara PO. Amoxicillin-clavulanat
memiliki aktivitas yang lebih baik dibandingkan amoxicillin saja karena
Amoxicillin-clavulanat lebih stabil terhadap asam lambung dan lebih mudah
diabsorpsi. Selain itu, kombinasi obat ini meningkatkan aktivitas amoxicillin
sebagai bakteridal (Plumb 2005).
Pemberian interferon diberikan sebagai imunomodulator (Plumb 2005).
Interferon yang diberikan adalah 2.5 juta unit/kg BB secara intravena 1 kali sehari
selama 3 hari. Plumb (2005) manyatakan bahwa interferon sangat diperlukan
untuk infeksi parvovirus. Semakin cepat interferon diberikan semakin besar
peluang kesembuhan pasien. Pemberian multivitamin sebagai terapi suportif juga
diberikan yaitu Viamin sebanyak 1.3 ml secara SC (volume anjuran yang
diberikan 0.2-0.3 ml/kg BB secara SC, IM, atau IV). Viamin mengandung
multivitamin yang berfungsi sebagai terapi suportif pada pasien yang mengalami
shock, muntah, diare, dehidrasi, elektrolit imbalance, dan hipoproteinemia.
SIMPULAN
Pasien anjing bernama Max terinfeksi parvovirus. Prognosa dari kasus ini
adalah dubius infausta. Terapi yang diberikan kepada pasien Max di antaranya
infus Normal Saline (NS), antibiotik Amoxicillin 22mg/kg BB, amoxicillin
clavulanat 13.75 mg/kg BB, Viamin 0.2-0.3 ml/kg BB.
DAFTAR PUSTAKA
Anamnesis
Hewan dibawa ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet setelah pemilik
melihat hewan seperti kesakitan saat urinasi dan urin yang keluar sedikit, kadang
berwarna merah, lemas, dan tidak mau makan.
Signalement
Nama : Meong
Jenis hewan : Kucing
Ras : Persian
Warna rambut : Abu-abu
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 5 Tahun
Berat badan : 3.25 Kg
Tanda Khusus : Tidak ada
Gambar 3 Kucing Meong Saat di Rawat Inap
Status present
Keadaan Umum
Gizi/Perawatan : Buruk/buruk
Habitus/tingkah laku : Kiposis/jinak
Pertumbuhan badan : Buruk
Sikap berdiri : Tegak pada empat kaki
Suhu : 39.5 oC
Frekuensi nafas : 48 kali/menit
Frekuensi jantung :160 kali/menit
1.1.5 Telinga
Posisi : Tegak keduanya
Bau : Khas serumen
Krepitasi : Tidak ada
Refleks panggilan : Ada
Permukaan daun telinga : Licin dan tidak ada kelainan
1.1.6 Leher
Perototan : Simetris
Trachea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Eshophagus : Teraba, kosong
Turgor kelainan : >3 detik
1.2 Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax : Simetris
Tipe pernapasan : Costalis
Ritme : Teratur
Intensitas : Dangkal
Frekuensi napas : 48 x/menit
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax : Tidak ada rasa sakit
Palpasi intercostal : Tidak ada rasa sakit
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi : Nyaring
1.2.4 Auskultasi
Suara pernapasan : Inspirasi lebih terdengar dari ekspirasi
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi : Tidak ada
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus ini adalah dilakukan
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Pemeriksaan USG menunjukkan banyak
massa yang lebih hiperechoic di dalam vesica urinaria. Seharusnya, pada
pemeriksaan USG daerah vesica urinaria terlihat anechoic. Masa yang
hiperechoic diduga merupakan endapan/batu yang terdapat pada vesica urinaria.
Diagnosa
FLUTD
Diferensial Diagnosa
Cystitis
Urolithiasis
Prostatitis
Prognosa
Dubius
Terapi
Infus Ringer laktat 100 ml (SC)
Catheterisasi
Intramox-150 LA 0.35 mL (IM)
o Bahan aktif : Amoxicillin base 150 mg/ mL
o Dosis : Anjing/kucing 0.1mL/kg BB
Biodin 0.5 mL (IM)
o Dosis : Kucing 0.5-1 mL/ekor
14 12 15 PULANG PAKSA
PEMBAHASAN
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Cannon Ab, Westropp JL, Ruby AL. 2004. A study of environmental and
behavioural factors that may be asscociated with feline idhipaic cystitis. J
Small Pract. 45 :144-147.
Gerber B, Borreti FS, Kley S. 2005. Evaluation of clinical signs and causes of
feline urinary tract disease in European cats. J Small Anim Pract. 46: 571-
577
Kruger JM, Osborne CA, Goyal SM. 1991. Clinical evaluation of cats with lower
urinary tract disease. J Am Vet Med Assoc. 199: 211-216.
Lulich JP, Osborne CA. Felice L. Calcium oxalate urolithiasis: cause, detection
and control. Dalam: August JR (ed). Consultations in Feline Internal
Medicine. Philadelphia (US): WB Saunders. Hal 343-349.
Nash Holly. 2008. Feline lower urinary tract disease. [internet] [diunduh 2016
Februari 22]. Tersedia pada: http://www.peteducation.com/article.cfm?
cls=1&articleid=214.
Osborne CA, Kruger JM, Lulich JP. 1996. Feline lower urinary tract disorders.
Definition of term and concepts. Vet Clin North Am Small Anim Pract. 10:
217-232.
Osborne CA, Kruger JM, Lulich JP. 2000. Feline lower urinary tract disorders.
Dalam: Ettinger SJ, Feldman EC (editor). Textbook of Veterinary Internat
Medicine Ed. ke-5. Philadelphia (US): WB Saunders Co. 1710-1747.
Scott AB. 2013. Urolithiasis in small animals. The Mercks Veterinary Manual.
[internet] [diunduh pada 2016 Oktober 5]. Tersedia pada :
http://www.merckvetmanual.com/mvm/urinary_system/noninfectious_dise
ases_of_the_urinary_system_in_small_animals/urolithiasis_in_small_anim
als.html
Tilley LP, Smith Jr FWK. 2004. The 5 Minute Veterinary Consult. New York
(US): William and Wilkins.
VetCornell. 2014. Feline lower urinary tract disease. New York (US): Cornell
University College of Veterinary Medicine. [internet] [diunduh pada 2016
oktober 5]. Tersedia pada :
http://www.vet.cornell.edu/FHC/health_information/UrinaryConcerns.cfm
Anamnesis
Hewan dibawa ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet karena sudah
dua hari hewan terlihat lemas, tidak nafsu makan, dan terlihat sesak napas.
Terdapat beberapa kucing lain di rumah yang mati dengan gejala yang sama.
Signalement
Nama : Audry
Jenis hewan : Kucing
Ras : Persian
Warna rambut : Tricolor
Jenis kelamin : Betina
Umur : 3.5 Tahun
Berat badan : 2.1 Kg
Tanda Khusus : Tidak ada
1.7.3 Hidung
Discharge : Tidak ada
Cermin hidung : Kering
1.7.5 Telinga
Posisi : Tegak keduanya
Bau : Khas serumen
Krepitasi : Tidak ada
Refleks panggilan : Ada
Permukaan daun telinga : Licin dan tidak ada kelainan
1.7.6 Leher
Perototan : Simetris
Trachea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Eshophagus : Teraba, kosong
Turgor kulit : >3 detik
1.8 Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax : Simetris
Tipe pernapasan : Abdominalis
Ritme : Tidak teratur
Intensitas : Dalam
Frekuensi napas : 48 x/menit
Sesak napas : Ada
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax : Ada respon sakit
Palpasi intercostal : Ada respon sakit
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi : Redup
1.2.4 Auskultasi
Suara pernapasan : Bronchial > vesikular
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi : Tidak ada
1.12Alat gerak
1.12.1 Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris
Perototan kaki belakang : Simetris
Spasmus otot : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Sudut persendian : abductio kaki depan
Cara bergerak-berjalan : Enggan berjalan dan berlari
Cara bergerak-berlari :-
1.12.2 Palpasi
Struktur pertulangan
Kaki kiri depan : Tegas, kompak
Kaki kanan depan : Tegas, kompak
Kaki kiri belakang : Tegas, kompak
Kaki kanan belakang : Tegas, kompak
Konsistensi pertulangan : Keras
Reaksi rasa sakit : Tidak ada
Letak rasa sakit :-
Panjang kaki depan ka/ki : Sama panjang
Panjang kaki belakang ka/ki : Sama panjang
1.13Limfonodus poplitea
Ukuran : Simetris kanan dan kiri
Konsistensi : Kenyal
Lobulasi : Jelas
Perlekatan/pertautan : Tidak ada
Panas : Sama dengan kulit sekitar
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kucing ini adalah
pemeriksaan radiografi regio thoraks dan abdomen. Berikut adalah hasil X-ray
kucing Audry (Gambar 5). Hasil X-ray menunjukkan adanya akumulasi cairan
pada thorax yang ditandai dengan hasil gambaran radiografi yang lebih
radiopaque.
Diferensial Diagnosa
Hidrothorax, pyothorax
Prognosa
Dubius-Infausta
Terapi
Powercillin 0.2 mL (IM)
o Bahan aktif : benzathine penicillin G 100 000 IU, procaine
penicilline 150 000 IU, dihidrostreptomycine sulfate 200 mg
o Dosis : Anjing/kucing 1 ml/10 kg bb q48-72h
Terapi cairan Ringer Laktat 100 mL (SC)
Glucortin 0.2 mg (IM)
o Bahan aktif : Dexamethasone 2mg/ml
o Dosis : Kucing 0.1 mg/kg BB
Lasix 5 mg (IM)
o Bahan aktif : furosemide 10 mg/mL
o Dosis : 1-4 mg/kg BB (IM SC IV PO)
PEMBAHASAN
Seekor kucing persia bernama Audry, berusia 3.5 tahun dengan warna
rambut tricolor dibawa ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet karena
kondisinya yang tidak mau makan, lemas, tidak aktif bergerak, dan sesak napas.
Selain itu, kucing lain di rumah pemilik mati mendadak dengan gejala serupa.
Temuan klinis yang ditemukan saat melakukan pemeriksaan adalah suhu tubuh
kucing Audry 40 OC, sesak napas, sikap berdiri abduksio pada kaki depan, dan
suara jantung lemah. Saat dilakukan penekanan pada thoraks, hewan menjadi
lebih sesak napas.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk peneguhan diagnosa adalah
dengan melakukan radiografi untuk bagian abdomen dan thorax seperti yang
terlihat pada Gambar 5. Hasil X-ray menunjukkan adanya akumulasi cairan pada
thorax yang ditandai dengan hasil gambaran radiografi yang lebih radiopaque.
Feline Infectious Peritonitis (FIP) adalah penyakit viral yang disebabkan
oleh Feline Coronavirus (FCoV). Terdapat berbagai kemungkinan akibat infeksi
dari FCoV antara lain : resiten terhadap FCoV (5-10%), mengalami infeksi
transient (70%), mengalami infeksi persistent/carrier (13%), berkembang menjadi
infeksi FIP (1-3%). Infeksi FIP terjadi akibat adanya mutasi gen FCoV dengan
proses yang belum diketahui (Greene CE 2012). Gejala klinis yang ditimbulkan
jika terinfeksi FcoV mulai dari asimptomatis, diare hingga ascites. Gejala non
spesifik yang timbul dapat berupa demam, anorexia, tidak mau beraktifitas, berat
badan turun, muntah, diare, dehidrasi, dan anemia ( Birchad dan Sherding 2000).
Feline Coronavirus akan masuk ke dalam tubuh melalui ingesti dari feses,
saliva, air mata dan urin hewan terinfeksi. Infeksi transplasental juga dilaporkan
dapat terjadi. Oleh sebab itu, hewan-hewan yang dikandangkan dan dipelihara
dalam populasi besar akan memiliki resiko lebih tinggi untuk terpapar agen
infeksi. Kucing ras dilaporkan memiliki ketahanan tubuh yang lebih lemah terkait
dengan keragaman genetik. Faktor-faktor pemicu stress juga menjadi predisposisi
munculnya infeksi. Virus bisa ditemukan pada feses dua hari post infeksi karena
umumnya replikasi virus terjadi pada sel epitel usus halus. Pada infeksi yang telah
berjalan lama, virus akan menetap di ileocecocolic junction. Sheding virus akan
terjadi 2-3 bulan post infeksi namun pada sebagian kucing sheding bisa terjadi
seumur hidup (infeksi persistent/carrier) (Greene CE 2012).
Viremia akan terjadi diawali ingesti virus kemudian virus akan menempel
dan bereplikasi di epitel sel usus halus. Kemudian, virus akan di fagosit oleh
makrofag . Virus dalam makrofag akan menempel pada pembuluh darah dan
melakukan extravasasi. Makrofag yang diinfeksi virus akan mengeluarkan
interleukin-6 (IL-6), IL-1 metalloproteinase (MMP)-9 dan tumor necrosis factor
(TNF)-. Pada infeksi tahap awal, IL-6 akan menstimulasi hepatosit untuk
mengeluarkan protein fase akut seperti alpha 1 glycoprotein (AGP) dan Limfosit
B yang akan berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma. Kucing yang
terinfeksi biasanya akan mempunyai kadar IL-6 yang tinggi sehingga
menyebabkan hipergammaglobulinemia ( Birchad dan Sherding 2000; Grene CE
2012).
Tumor necrosis factor merupakan penyebab terjadinya limpophenia pada
kasus FIP. Pada percobaan in vitro, apoptosis dari limfosit diinduksi oleh cairan
ascites, plasma dan kultur supernatan dari eksudat kucing penderita FIP
disebabkan oleh TNF. TNF- akan meningkatkan regulasi fAPN (reseptor FCoV
tipe II). Bersama dengan granulocyte-macrophages colony stimulating factor dan
granulocyte-monocyte colony stimulating factor yang diproduksi oleh sel
monosit/makrofag yang terinfeksi virus akan memproduksi neutrophil survival
factors. Produksi TNF secara kronis akan menyebabkan kaheksia. Interleukin-1
akan mengaktivasi sel B dan sel T yang akan merangsang timbulnya pertahanan
spesifik terhadap FCoV. Metalloproterinase (MMP) merupakan zinc-dependent
endopeptidase yang dapat memecah protein matrix extraseluler. Oleh karena itu,
dimungkinkan MMP-9 adalah penyebab bocornya pembuluh darah pada kasus
effusive FIP ( Birchad dan Sherding 2000; Grene CE 2012).
Penurunan imunitas kucing akibat infeksi FCoV akan menyebabkan
timbulnya infeksi sistemik. Tipe dan kekuatan respon sistem imun akan
menentukan jenis FIP yang terjadi. Cell mediated immune (CMI) yang kuat akan
mencegah terjadinya FIP, CMI yang lemah atau tidak ada dan humoral responnya
kuat akan menyebabkan terjadinya FIP tipe basah/ effusive FIP. Sedangkan CMI
sedang akan menyebabkan timbulnya FIP tipe kering / noneffusive FIP. Penamaan
FIP sebenarnya kurang tepat karena tidak semua kucing yang didiagnosa FIP
mengalami peritonitis. Gejala klinis yang timbul dari FIP merupakan manifestasi
dari pyogranulomatous vasculitis. Jadi lebih tepat jika FIP dikatakan penyakit
yang progresif dan fatal karena pada dasarnya baik effusive maupun noneffusive
FIP terbentuk dengan mekanisme yang sama (Greene CE 2012).
Kasus FIP tipe basah ditandai dengan adanya akumulasi cairan pada
abdomen atau thoraks, atau keduanya. Kucing yang terinfeksi FIP tipe basah 85 %
nya mengalami peradangan dan penimbunan cairan di abdomen dan 15 %
mengalami peradangan dan penimbunan cairan di thorak. Akumulasi cairan di
abdomen akan mengakibatkan distensi abdomen dengan tidak disertai rasa sakit,
scrotum kadang membengkak, organ di abdomen akan terlibat seperti saluran
gastrointestinal (muntah, diare), hepatobiliary sistem (jaundice), dan pancreatitis.
Perlekatan omentum dan mesenterium membentuk massa yang ireguler dan
kenyal saat dipalpasi. Penimbunan cairan di abdomen akan mengakibatkan
dyspnoe, exercise intolerance, hewan lebih memilih diam dengan posisi sternal
recumbency, suara jantung dan paru-paru redup. Kasus FIP tipe kering ditandai
dengan peradangan pyogranulomatous multifokal dan vaskulitis nekrotikan pada
berbagai organ abdominal (hati, limpa, ginjal), mata, central nervous system
(CNS), dan paru-paru (Birchad dan Sherding 2000).
Peneguhan diagnosa FIP dilakukan dengan mengamati gejala klinis yang
nampak, radiografi, ultrasonografi, maupun dengan menganalisa cairan dari
abdomen maupun thorak. Sampai saat ini, belum ada terapi yang efektif untuk
menyembuhkan maupun memperpanjang masa hidup kucing yang terinfeksi FIP
(Addie dan Jarret 1998).
Pemberian corticosteroid dan cytotoxic tidak menimbulkan efek terhadap
virus, namun karena efek immunosupresif dan antiinflamasinya, dapat mengontrol
reaksi imune mediated sekunder yang dapat menjadi media penyebaran virus.
Selain itu, drainase akumulasi cairan, terapi cairan, nutrisi yang mendukung, dan
pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder dapat mengurangi rasa
sakit untuk pasien. Pemberian interferon secara peroral secara empiris terbukti
dapat memperlambat perkembangan penyakit dan memperbaiki nafsu makan
terutama pada kucing dengan kasus FIP tipe kering (Weiss RC 1994; Birchad dan
Sherding 2000).
Terapi yang diberikan di Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet adalah
dengan pemberian terapi cairan, antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder dan
pemberian dexamethasone untuk mencegah penyebaran virus sudah tepat, akan
tetapi pemberian Furosemide sebaiknya tidak digunakan pada kondisi kucing
yang dehidrasi. Kondisi dehidrasi bisa dipulihkan dengan terapi cairan. Setelah
rehidrasi, furosemide boleh diberikan. Pemberian furosemide bisa bersama
dengan ACE inhibitor untuk mencegah terjadinya azotemia (Itje et al.2012)
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Adiie DD, Jarret O. 1998. Feline coronavirus infection. Dalam greene CE (ed):
Infectious Diseaseb of Dog and Cat Ed. Ke-2. Philaelphia (US): WB
Saunders co. Hal 58.
Birchad SJ, Sherding RG. 2000. Saunders Manual of Small Animal Practice.
Philadelphia (US): WB Saunders Co.
Greene CE. 2012. Feline Coronavirus in Infectious Disease of the Dog and Cat.
Ed ke-4. London (UK): WB Saunders Company.
Itje W, Lina N, Bayu FP, Rini M. 2012. Penggunaan Obat utuk Hewan Kecil.
Bogor (ID): Technno Medica Press.
Weiss RC. 1994. Feline infectious peritonitis and other coronavirus. Dalam:
Sherding RG (ed): The Cat, Disease, and Clinical Management Ed. Ke-2.
New York (US): Churchill Livingstone.
Anamnesis
Pemilik membawa anjing ke Klinik Hewan dan Akupuntur Gustav Vet
setelah anjingnya terjatuh dari tempat tidur. Kondisi anjing setelah terjatuh kaki
kiri depan tidak dapat menumpu dan mengalami kebengkakan.
Signalement
Nama : Baby
Jenis hewan : Anjing
Ras : Pomeranian
Warna rambut : Putih
Jenis kelamin : Betina
Umur : 1.5 tahun
Berat badan : 2 kg
Tanda Khusus : Tidak ada
Status Present
Keadaan Umum:
Perawatan : Baik/baik
Habitus/tingkah laku : Tulang punggung rata/jinak
Gizi : Baik
Pertumbuhan badan : Baik
Sikap berdiri : Menumpu dengan tiga kaki (kaki kiri depan diangkat)
Suhu tubuh : 38.5C
Frekuensi nadi : 120 kali/menit
Frekuensi nafas : 30 kali/menit
1.13.6 Leher
Perototan : Simetris
Trachea : Teraba, tidak ada refleks batuk
Eshophagus : Teraba, kosong
Turgor kulit : <3 detik
1.14Thorax
1.2.1 Inspeksi
Bentuk rongga thorax : Simetris
Tipe pernapasan : Costalis
Ritme : Tidak teratur
Intensitas : Dalam
Frekuensi napas : 30 x/menit
Sesak napas : Ada
1.2.2 Palpasi
Penekanan rongga thorax : Tidak ada respon sakit
Palpasi intercostal : Tidak ada respon sakit
1.2.3 Perkusi
Gema perkusi : Nyaring
1.2.4 Auskultasi
Suara ikutan antara
inspirasi dan ekspirasi : Tidak ada
1.15Peredaran darah
1.15.1 Inspeksi
Ictus cordis : Tidak terlihat
1.15.2 Auskultasi
Frekuensi : 120 x/menit
Intensitas : Kuat
Ritme : Teratur
Suara sistolik-diastolik : Terdengar jelas
Ekstrasistolik : Tidak ada
Sinkronisasi
Pulsus dan jantung : Sinkron
1.18Alat gerak
1.18.1 Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris
Perototan kaki belakang : Simetris
Spasmus otot : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Cara bergerak-berjalan : Bergerak dengan tiga kaki, kaki kiri depan diangkat
Cara bergerak-berlari :-
1.18.2 Palpasi
Struktur pertulangan
Kaki kiri depan : Deformitas regio radius ulna
Kaki kanan depan : Tegas, kompak
Kaki kiri belakang : Tegas, kompak
Kaki kanan belakang : Tegas, kompak
Konsistensi pertulangan : Keras
Reaksi rasa sakit : Ada
Letak rasa sakit : Kaki kiri depan region radius ulna
Panjang kaki depan ka/ki : Tidak sama panjang
Panjang kaki belakang ka/ki : Sama panjang
1.19Limfonodus poplitea
Ukuran : Simetris kanan dan kiri
Konsistensi : Kenyal
Lobulasi : Jelas
Perlekatan/pertautan : Tidak ada
Panas : Sama dengan kulit sekitar
Diagnosa Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan X-ray.
Pemeriksaan X-ray dilakukan pada lapang pandang mediolateral kaki depan untuk
melihat kelainan. Hasil pemeriksaan radiografi dari arah pandang mediolateral
menunjukkan pada os radius dan os ulnaris (garis merah) mengalami perubahan
marginasi
Os ulna
Os radius
Gambar 6 Hasil pemeriksaan X-ray dengan arah pandang mediolateral kaki kiri
depan
Diagnosa
Fraktura os radius-ulna
Diferensial Diagnosa
Fraktura os humerus
Prognosa
Fausta
Terapi
Terapi yang diberikan pada kasus fraktura ini adalah pemasangan bone
pin. Obat yang digunakan sebelum, selama dan post operasi adalah:
PEMBAHASAN
m.pronator teres
m.ext, carpi radialis
Vena cephalica
m.flex.carpi radialis
m.flex.digitalis superficialis
m.flex.digitalis profundus
Arteri radiale
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Piermattei DL, Flo Gl, DeCamp CE. 2006. Small Animal Orthopedics and
Frakture Repair. Ed. Ke-4. Missouri (AS): Elsevier.