Anda di halaman 1dari 45

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI DAN INTENSITAS NYERI

DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN PASCAOPERASI LAPARATOMI


DI INSTALASI RAWAT INAP BEDAH RUMAH SAKIT ANANDA BLITAR

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun oleh:

ANA KHURNIALILLAH. Amd. Kep


NIM. 202001102

PRODI S1 KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
PARE – KEDIRI
2020

Tugas B. Indonesia Ana


LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI DAN INTENSITAS NYERI


DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN PASCAOPERASI LAPARATOMI
DI INSTALASI RAWAT INAP BEDAH RUMAH SAKIT ANANDA
BLITAR
Oleh :

Ana Khurnialillah. Amd. Kep


Nim. 202001102

Menyetujui untuk diuji :

Pembimbing

Dr. Ratna Hidayati, S.Kp.,M.Kep.Sp.Mat

Mengetahui :
Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperawatan
STIKES Karya Husada Kediri,

Hj. Farida Hayati, SKp.,M.Kep

Tugas B. Indonesia Ana


LEMBAR PENGESAHAN

SKRIPS
HUBUNGAN ANTARA STATUS NUTRISI DAN INTENSITAS NYERI
DENGAN KUALITAS TIDUR PADA PASIEN PASCAOPERASI LAPARATOMI
DI INSTALASI RAWAT INAP BEDAH RUMAH SAKIT ANANDA
BLITAR
Oleh :

Ana Khrurnialillah, Amd. Kep

NIM. 202001102

Telah diuji pada

Hari : Rabu

Tanggal : 21 Oktober 2020

dan dinyatakan lulus oleh:

Tanda Tangan

Penguji 1 : Hj. Farida Hayati, SKp.,M.Kep ( )

Penguji 2 : Dr. Ratna Hidayati, S.Kp.,M.Kep.Sp.Mat ( )

Mengesahkan:

Ketua Program Studi S1 Ilmu Keperawatan

STIKES Karya Husada Kediri,

Hj. Farida Hayati, SKp., M.Kep

Tugas B. Indonesia Ana


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat,

taufik serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal Skripsi yang berjudul

“Hubungan antara status nutrisi dan intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien pasca operarasi

laparatomy di instalasi rawat inap rumah sakit Ananda Blitar”Penyelesaian penelitian ini tidak terlepas

dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya

kepada :

1. Hj. Farida Hayati, S.Kp.,M.Kep, selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan STIKES Karya Husada Pare

Kediri.

2. Dr. Ratna Hidayati,S.Kp.,M.Kep,.Sp.Mat, selaku Pembimbing dalam penyusunan Skripsi.

3. dr.Adri selaku pemimpin Rumah Sakit Ananda yang telah memberikan ijin untuk pengambilan data.

4. keluarga yang telah memberikan dukungan, motivasi serta do’a restunya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi .

5. Teman-teman dan berbagai pihak yang telah berpartisipasi dalam menyelesaikan penyusunan Skripsi.

6. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukugan dalam

penysunan Skripsi.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu

berbagai masukan pembaca, baik dalam bentuk kritik maupun saran yang bersifat membangun penulis

harapkan demi kesempurnaan penyusunan Skripsi ini. Akhirnya penulis berharap apa yang terdapat dalam

Skripsi ini bisa bermanfaat bagi siapapun, khususnya dalam bidang keperawatan

Pare, 15 oktober 2020

Penulis

Tugas B. Indonesia Ana


DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ..........................................................................

ABSTRAK........................................................................................................

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................

KATA PENGANTAR ......................................................................................

DAFTAR TABEL ............................................................................................

DAFTAR GRAFIK dan GAMBAR .................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ..........................................................................

1.2 Rumusan Permasalahan ...........................................................

1.3 Tujuan Penelitian ......................................................................

1.3.1 Tujuan Umum ...............................................................

1.3.2 Tujuan Khusus ...............................................................

1.4 Manfaat ................ ....................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 konsep laparatomi ....................................................................

2.1.1 Pengertian Laparatimi ......................................................

2.1.2 Indikasi Laparatomi .........................................................

Tugas B. Indonesia Ana


2.1.3 Masalah Pada Laparatomi................................................

2.1.4 Komplikasi Pascaoperasi .................................................

2.2 Konsep Tidur ............................................................................

2.2.1 Pengertian Tidur ..............................................................

2.2.2 Fisiologi Tidur .................................................................

2.2.3 Jenis – Jenis Tidur ...........................................................

2.2.4 Masalah Kebutuhan Tidur ...............................................

2.3 Status Nutrisi ............................................................................

2.3.1 Pengertian Nutrisi ............................................................

2..3.2 Keseimbangan Nutrisi.....................................................

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HOPITESIS

3.1 Kerangka konsep ......................................................................

3.2 Definisi operasional ..................................................................

3.3 Hipotesis ...................................................................................

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian ......................................................................

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian … ...............................................

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ….. .........................................

4.4 Pengumpulan Data...............................................................

4.5 Pengolahan Data...................................................................

4.6 Etika Penelitian........................................................................

Tugas B. Indonesia Ana


Bab V PENUTUP ........................................................................Kesimpulan

Saran ........................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Tugas B. Indonesia Ana


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional berupa pemenuhan kebutuhan dasar yang

diberikan kepada individu, baik sehat maupun sakit yang mengalami gangguan fisik, psikis dan sosial agar

dapat mencapai derajat kesehatan yang optimal. Bentuk pemenuhan kebutuhan dasar dapat berupa

meningkatkan kemampuan yang ada pada individu, mencegah, memperbaiki dan melakukan rehabilitasi

dari suatu keadaan yang dipersepsikan sakit oleh individu (Nursalam, 2003).

Salah satu tempat yang memberikan pelayanan keperawatan adalah rumah sakit. Oleh karena itu,

rumah sakit menjadi tempat bagi pasien dan keluarganya menaruh harapan kesembuhan. Akan tetapi, selain

keberhasilan dalam pengobatan dan perawatan kepada pasien yang dirawat di rumah sakit, banyak pula

laporan tentang kegagalan pengobatan dan perawatan pasien tersebut sehingga menyebabkan waktu

perawatan di rumah sakit menjadi lebih lama dan biaya perawatan meningkat (Widianti, 2011).

Salah satu pelayanan kesehatan yang dilakukan di rumah sakit adalah pelayanan tindakan

pembedahan. Sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, prosedur tindakan pembedahan

pun mengalami kemajuan pesat. Sejumlah penyakit merupakan indikasi untuk dilakukannya tindakan

pembedahan. Salah satu tindakan operasi atau pembedahan adalah laparatomi. Tindakan operasi atau

laparatomi merupakan peristiwa kompleks sebagai ancaman potensial atau aktual kepada integritas seorang

baik bio, psiko, maupun sosial, dan spiritual (Razid, 2010).

Hasil penelitian Razid (2010) di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan menunjukkan semakin

tingginya angka terapi pembedahan abdomen (laparatomi) tiap tahunnya, pada tahun 2008 terdapat 172

Tugas B. Indonesia Ana


kasus pembedahan laparatomi, lalu pada tahun 2009 terdapat 182 kasus pembedahan laparatomi.

Selanjutnya pada bulan Januari-April tahun 2010 terdapat 32 kasus pembedahan laparatomi.

Rumah Sakit ... merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki Instalasi Bedah Sentral.

Berdasarkan data dari medical record RS..., diketahui bahwa angka pembedahan abdomen (laparatomi)

meningkat setiap tahunnya, yaitu pada tahun 2009 sebanyak 638 kasus pembedahan, lalu meningkat pada

tahun 2010 menjadi 831 kasus pembedahan, kemudian pada tahun 2011 sebanyak 706 kasus, pada bulan

Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012 sebanyak 354 kasus (RS...., 20..).

Masalah yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah gangguan tidur,

padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan bagi sistem tubuh yang sangat dibutuhkan

oleh pasien, khususnya bagi pasien pascaoperasi. Gangguan tidur yang dialami pasien pascaoperasi

laparatomi biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi (Widianti, 2011).

Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien mencakup karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, meneral dan air. Pasien pascaoperasi laparatomi rentan terhadap kekurangan

nutrisi, karena pasien tersebut mengalami pendarahan eksternal akibat dari komplikasi operasi (Widianti,

2011).

Gangguan tidur yang dialami oleh pasien pascaoperasi laparatomi, selain disebabkan faktor nutrisi,

juga disebabkan oleh rasa nyeri pada luka operasi. Dalam hal ini, sangat dibutuhkan peranan perawat,

karena perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien dibanding tenaga profesional

kesehatan lainnya sehingga perawat mempunyai kesempatan lebih banyak untuk membantu meningkatkan

kualitas tidur pasien pascaoperasi laparatomi dengan meningkatkan status nutrisi dan menghilangkan rasa

nyeri pada pasien pascaoperasi laparatomi. Dalam hal ini, perawat dapat berkolaborasi dengan tenaga

profesional lain, seperti ahli gizi rumah sakit, dalam pemenuhan nutrisi pasien dan dokter, dalam hal

intervensi pereda rasa nyeri pascaoperasi. Manajemen perawatan pada pasien pascaoperasi laparatomi yang

Tugas B. Indonesia Ana


baik akan membantu penyembuhan pascaoperasi secara lebih signifikan sehingga pasien dapat pulang lebih

cepat (Widianti, 2011).

Hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ... pada bulan ...

20.., mendapatkan 8 orang (80%) dari 10 pasien pascaoperasi laparatomi yang mengalami gangguan

tidur.Hasil penelitian Menzeis dalam Razid (2010) di Rumah Sakit ..., menunjukkan bahwa 748 orang

(90%) dari 831 pasien pascaoperasi laparatomi mengalami gangguan tidur akibat faktor nutrisi dan rasa

nyeri pada luka operasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul

“Hubungan antara Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri dengan Kualitas Tidur pada Pasien Pascaoperasi

Laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit ...

1.2 Rumusan Masalah

Presentase pasien Pascaoperasi laparatomi yang mengalami gangguan tidur mengalami peningkatan,

hal ini perlu penanganan atau intervensi terhadap nutrisi dan nyeri yang dialami sehingga tidak menganggu

istirahat tidur pasien pascaoperasi laparatomi Dari uraian diatas, maka dapat dibuat rumus masalah sebagai

berikut. Bagaimanakah aplikasi Intervensi Kebutuhan Nutrisi dan Penanganan Nyeri dengan Kualitas Tidur

Pasien Pascaoperasi Laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah Rumah Sakit.......

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan disusunnya Karya Tulis ini adalah untuk mengetahui efektivitas intervensi teknik relaksasi

Nyeri dengan masalah keperawatan nyeri pada pasien pascaoperasi laparatomi di Rumah sakit......

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi Kebutuhan nutrisi Klien Pascaoperasi Laparatomi.

2. Mengidentifikasi kebutuhan tidur klien Pascaopersi Laparatomi.

Tugas B. Indonesia Ana


3. Mengidentifikasi derajad nyeri klien Pascaoperasi laparatomi.

4. Mengidentifikasi Kebutuhan Instirahat tidur klien Pascaoperasi laparatomi

5. Mengidentifikasi Keefektifan teknik relaksasi nyeri terhadap ganguuan tidur klie

1.4 Manfaat

1. Bagi Profesi Perawat

Ternik penanganan Nyeri yang di terapkan untuk Asuhan Kepeawatan adalah Teknik Distraksi dan

Relaksasi Perawat dapat menentukan rencana keperawatan dengan mandiri tanpa menunggu intruksi

dari dokter dalam pemenuhan kebutuhan dasar klien.

2. Bagi Mahasiswa

Manfaat yang diperoleh mahasiswa yaitu bisa menambah pemahaman tentang penanganan Nyeri pada

klien Pascaoperasi Laparatomi dengan menggunakan teknik Penanganan Nyeri yaitu Distrasi dan

Relaksasi

3. Bagi Pasien

Manfaat bagi pasien adalah klien mampu mengontrol rasa nyeri yang muncul secara mandiri.

4. Bagi Institusi Pendidikan STIKES Karya Husada Pare Kediri

Sebagai masukan/bahan evalusi untuk mempersiapkan calon petugas kesehatan khususnya perawat yang

professional dalam tugas.

Tugas B. Indonesia Ana


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Laparatomi

2.1.1 Pengertian Laparatomi

Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen, bedah laparatomi merupakan

teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan

kandungan (Suzanne, 2002).

2.1.2 Indikasi Laparatomi

Kasus – kasus yang terdapat pada kasus laparatomi yaitu, hernotorni, gasterektomi,

kolesistoduodenostomi, hepaterektomi, splenorafi/splenotomi, apendektomi, kolostomi, dan fistulktomi

atau fistulektomi.

Adapun cara operasi laparatomi, yaitu: midline incision, paramedian : panjang (12,5 cm) lebih

kurang sedikit ke tepi dari garis tengah; transverse upper abdomen incision : sisi di bagian atas, seperti

pembedahan colesistotomy dan splenektomy; transverse lower abdomen incision : 4 cm di atas anterior

spinal iliaka, lebih kurang insisi melintang di bagian bawah, misalnya pada operasi apendiktomy (Ester,

2002).

2.1.3 Masalah pada Laparatomi

Masalah yang sering terjadi pada pasien yang mengalami operasi laparatomi adalah gangguan tidur,

padahal tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan bagi sistem tubuh yang sangat dibutuhkan

Tugas B. Indonesia Ana


oleh pasien, khususnya bagi pasien pascaoperasi. Gangguan tidur yang dialami pasien pascaoperasi

laparatomi biasanya disebabkan oleh faktor nutrisi dan rasa nyeri pada luka operasi. Dalam hal ini, perawat

dapat berkolaborasi dengan ahli gizi dan dokter untuk intervensi pemenuhan nutrisi dan pereda rasa nyeri

pascaoperasi (Potter & Perry, 2005).

2.1.4 Komplikasi Pascaoperasi

a. Perdarahan eksternal

Perdarahan merupakan komplikasi paling dini yang mungkin terjadi setelah operasi.perdarahan

eksternal yang sering tampak adalah daerah drainase. Pipa drainase biasanya keluar dari lubang insisi yang

terpisah dan mungkin terjadi perembesan darah yang terus menerus dari pembuluh darah kulit atau tepat di

bawah kulit.

b. Perdarahan internal

Perdarahan internal sulit terdeteksi karena manifestasi kliniknya lambat. Tanda–tanda klasik dari

perdarahan adalah pucat, menurunnya tekanan darah, nadi yang cepat dan lemah, berkeringat, dan rasa

haus.

2.1.5 Perawatan Pascaoperasi

Perawatan pascaoperasi menurut Brunner & Suddarth (2002) meliputi :

A. Persiapan pasien

a) Memberi tahu pasien tentang prosedur yang akan dilakukan. Pasien diberitahukan bahwa

balutan akan diganti dan penggantian balutan tersebut adalah hanya prosedur sederhana yang

menimbulkan sedikit ketidaknyamanan.

Tugas B. Indonesia Ana


b) Menyiapkan lingkungan pasien. Jika pasien dirawat di unit terbuka, gorden harus dipasang

untuk menjaga privasi dan pasien tidak boleh terpajan.

c) Mengatur posisi tidur pasien

B. Persiapan alat-alat

a. Alat-alat steril

 2 pinset anatomis

 1 pinset sirurgis

 1 gunting jaringan

 Kasa steril

 Handscoen steril

 1 klem

b. Alat-alat nonsteril

 Korentang pada tempatnya

 Bengkok

 Plester

 Gunting perban

 Cotton buds

 Zeal dan alasnya

 Kantong sampah

 Kom berisi alkohol, betadine dan NaCl serta salep

C. Pelaksanaan

1. Perawat mencuci tangan.

2. Memakai masker.

Tugas B. Indonesia Ana


3. Memakai gown.

4. Siapkan dan dekatkan alat-alat untuk mengganti balutan.

5. Ambil kantong sekali pakai dan buat lipatan di atasnya, letakkan kantong dalam jangkauan

area kerja perawat.

6. Bantu klien pada posisi yang nyaman dan tutup bagian tubuh yang tidak diberikan tindakan

dengan selimut.

7. Pasang zeal di bawah bagian tubuh yang luka.

8. Letakkan bengkok di samping bagian tubuh yang luka.

9. Cuci tangan secara menyeluruh.

10. Kenakan sarung tangan bersih sekali pakai dan lepaskan plester atau kasa yang menutup

luka tersebut, lepaskan plester dengan melepaskan ujungnya dan menarik secara perlahan sejajar

dengan kulit ke arah balutan dengan menggunakan pinset anatomis. Jika plester terlalu kuat merekat

ke kulit, maka oleskan alkohol dengan menggunakan cotton buds pada sisi plester untuk mengurangi

rasa sakit karena tarikan kulit dengan tangan. Dengan tangan yang telah menggunakan sarung

tangan bersih angkat balutan dengan pinset. Buang ke kantong plastik yang sudah disiapkan.

11. Buang balutan kotor pada kantong yang telah disiapkan. Hindari kontaminasi permukaan

luar kantong tersebut. Lepaskan sarung tangan bersih sekali pakai dan buang pada tempat yang

disediakan.

12. Siapkan peralatan balutan steril. Tuangkan cairan yang diresepkan (NaCl 0,9%) pada kom

atau mangkok steril, campur dengan sedikit larutan antiseptik (betadine).

13. Kenakan sarung tangan steril

14. Bersihkan luka dengan larutan NaCl 0,9% dan antiseptik

15. Lakukan nekrotomi, jika terdapat banyak jaringan nekrotik pada luka.

16. Berikan kasa yang basah tepat pada permukaan luka.

17. Berikan kasa steril di atas kasa basah.

Tugas B. Indonesia Ana


18. Selanjutnya tutup dengan perban.

19. emudian pasang plester. Cara yang tepat untuk memasang plester adalah dengan meletakkan

plester di tengah balutan dan kemudian menekan plester ke bawah pada ke dua sisinya, sehingga

memberikan tekanan secara merata menjauhi garis tengah.

20. Lepaskan sarung tangan.

21. Lepaskan masker dan gown.

22. Mencuci tangan.

D. Evaluasi

1. Evaluasi dilakukan setiap mengganti balutan;

2. Kaji apakah luka mengalami perbaikan atau tidak;

3. Adakah tanda-tanda infeksi.

E. Penyuluhan kepada Pasien

Sambil mengganti balutan, perawat mempunyai kesempatan untuk mengajarkan pasien tentang cara

merawat insisi dan mengganti balutan di rumah. Perawat mengamati isyarat dari kesiapan pasien untuk

belajar, seperti melihat pada insisi, menunjukkan minat atau membantu dalam mengganti balutan (Brunner

& Suddarth, 2002).

F. Pengobatan

Pengobatan luka dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik profilaktik yang diberikan ketika

diduga terjadi kontaminasi, atau ketika alat prostetik dimasukkan ke dalam luka yang bersih. Luka yang

terinfeksi tidak ditutup sampai segala upaya telah dilakukan untuk membuang semua jaringan devitalis dan

terinfeksi, prosedurnya disebut debridemen. Sering kali drain kecil dipasang sebelum luka dijahit untuk

mencegah penggumpalan limfe dan darah serta memperlambat proses penyembuhan.

Tugas B. Indonesia Ana


2.2 Konsep Tidur

2.2.1 Pengertian Tidur

Istirahat adalah perasaan relaks secara mental, bebas dari kecemasan dan tenang secara fisik.

Istirahat tidak selalu berbaring di tempat tidur, namun dapat berupa membaca buku, melihat televisi. Seusai

istirahat, mental dan fisik menjadi segar. Tidur merupakan perubahan status kesadaran berulang–ulang pada

periode tertentu. Tidur memberikan waktu perbaikan dan penyembuhan sistem tubuh, perawat membantu

klien mengembangkan perilaku kondusif untuk istirahat dan relaksasi. (Widianti, 2011).

Tidur adalah suatu keadaan relatif tanpa sadar yang penuh ketenangan dan upaya kegiatan yang

merupakan urutan siklus yang berulang–ulang dan masing–masing menyatakan fase kegiatan otak dan

badaniyah yang berbeda (Wartonah, 2011).

Tidur merupakan kondisi tidak sadar dimana individu dapat dibangunkan oleh sesuatu atau sensoris yang

sesuai atau juga dapat di katakan sebagai keadaan tidak sadarkan diri yang relatif, bukan hanya keadaan

penuh ketenangan tanpa kegiatan, tetapi lebih merupakan suatu urutan siklus berulang, dengan ciri adanya

dengan aktivitas yang minim, memiliki kesadaran yang bervariasi, terdapat perubahan proses fisiologis dan

terjadi penurunan respon terhadap rangsangan dari luar (Hidayat, 2008).

2.2.2 Fisiologi Tidur

a. Irama Sirkardian

Irama siklus 24 jam siang malam disebut irama sirkadian. Irama sirkardian mempengaruhi perilaku

dan pola fungsi biologis utama seperti suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah, sekresi hormon,

kemampuan sensorik dan suasana hati. Irama sirkardian dipengaruhi cahaya, suhu, dan faktor internal

(aktivitas sosial dan dan rutinitas pekerjaan).

Tugas B. Indonesia Ana


b. Tahapan Tidur

Dua fase normal : NREM (pergerakan mata yang tidak cepat) dan REM (pergerakan mata yang

cepat).

Tahap 1 : NREM

Merupakan tingkatan paling dangkal dari tidur. Tahap ini berakhir beberapa menit sehingga orang

mudah terbangun karena suara.

Tahap 2 : NREM

Merupakan tidur bersuara. Terjadi relaksasi sehingga untuk bangun pun sulit. Tahap ini berakhir

10-20 menit. Fungsi tubuh menjadi lambat.

Tahap : 3 NREM

Menjadi tahap awal tidur yang dalam. Otot – otot menjadi relaks penuh sehingga sulit untuk

dibangunkan dan jarang bergerak. Tanda – tanda vital menurun namun teratur. Berakhir 15 – 3 menit.

Tahap 4 : NREM

Menjadi tahap tidur terdalam. Individu menjadi sulit dibangunkan. Jika kurang tidur, individu akan

menyeimbangkan porsi tidurnya pada tahap ini.

Tanda – tanda vital menurun secara bermakna. Pada tahap ini terjadi tidur sambil berjalan dan enuresis.

Berakhir 15-30 menit.

Tidur REM

Pada tahap ini, individu akan mengalami mimpi. Respon pergerakan mata yang cepat, fluktasi

jantung dan kecepatan respirasi dan peningkatan tekanan darah. Terjadi tonus otot skelet penurunan.

Tugas B. Indonesia Ana


Sekresi lambung meningkat. Berakhir dalam waktu 90 menit. Terjadi peningkatan tidur REM tiap siklus

dalam waktu 20 menit (Wartonah, 2011)

Fisiologi tidur merupakan pengaturan kegiatan tidur oleh adanya hubungan mekanisme serebral

yang secara bergantian untuk mengaktifkan dan menekankan pada pusat otak agar dapat tidur dan bangun.

Salah satu aktivitas tidur ini diatur oleh sistem mengaktivasi retikularis yang merupakan system yang

mengatur seluruh tingkatan kegiatan susunan syaraf pusat termasuk pengaturan kewaspadaan dari tidur.

Pusat pengaturan aktivitas kewaspadaan tidur terletak dalam mesensefalon dan bagian atas pons. Selain itu,

Reticular Activating System (RAS) dapat rangsangan visual, pendengaran, nyeri, perabaaan juga dapat

menerima stimulasi dari kortek serebri termasuk rangsangan emosi dan proses fikir dalam keadaan sadar,

neuron dalam RAS akan melepaskan norepinefrin.

Demikian juga pada saat tidur kemungkinan adanya pelepasan serum serotinin dari sel khusus yang

berada di pons di batang otak tengah, yaitu bulbar synchronizing regional (BSR). Bangun tergantung dari

keseimbangan implus yang diterima di pusat otak dan system limbic, dengan demikian sistem dengan

batang otak yang mengatur atau perubahan dalam tidur adalah RAS dan BSR (Hidayat, 2008).

2.2.3 Jenis – Jenis Tidur

Dalam prosesnya, tidur di bagi ke dalam dua jenis pertama, jenis tidur yang disebabkan oleh

menurunnya kegiatan dalam sistem pengaktivasi retikularis, disebut dengan tidur gelombang lambat karena

gelombang otak bergerak sangat lambat, atau disebut juga tidur Non Rapid Eye Movement (NREM).

Kedua, jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran abnormal dari isyarat – isyarat dalam otak, meskipun

kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara berarti, disebut dengan jenis tidur paradoks atau disebut juga

dengan tidur Rapid Eye Movement (REM) (Hidayat, 2008).

a. Tidur Gelombang Lambat

Tugas B. Indonesia Ana


Jenis tidur ini kenal dengan tidur yang dalam, istirahat yang penuh, atau juga dikenal dengan tidur

nyenyak. Pada tidur jenis ini, gelombang otak bergerak lebih lambat, sehingga menyebabkan tidur tanpa

bermimpi. Tidur gelombang lambat bias juga disebut dengan tidur gelombang delta, dengan ciri –ciri :

betul–betul istirahat, tekanan darah menurun, frekuensi nafas menurun, pergerakan bola mata melambat,

mimpi berkurang dan metabolisme menurun.

Perubahan selama proses tidur gelombang lambat adalah melalui elektroenchepalografi dengan

memperlihatkan gelombang otak berada setiap tahap tidur, yaitu : pertama, kewaspadaan penuh dengan

gelombang beta yang berfrekuensi tinggi dan voltase rendah: ke dua, istirahat tenang yang diperlihatkan

pada gelombang alpa : ke tiga, tidur ringan karena terjadi perlambatan gelombang alpa sejenis teta atau

delta yang bervoltase rendah : dan ke empat tidur nyenyak karena gelombang lambat dengan gelombang

delta bervoltase tinggi dengan kecepatan ½ perdetik. Tahapan tidur jenis lambat sebagai berikut.

Tahap I

Tahap I merupakan tahap transisi antara bangun dan tidur dengan cirri sebagai berikut : rileks, masih sadar

dengan lingkungan, merasa mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi nafas dan

nadi sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini berlangsung selama 5 menit.

Tahap II

Tahap II merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus menurun dengan ciri sebagai berikut : mata

pada umumnya menetap, denyut jantung dan frekuensi nafas menurun, temperatur tubuh menurun,

metabolisme menurun, berlnagsung pendek dan berakhir 10 – 15 menit.

Tahap III

Tahap III merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan frekuensi nafas dan proses tubuh lainnya

lambat, disebabkan oleh adanya dominasi simpatis syaraf parasimpatis dan sulit untuk bangun.

Tugas B. Indonesia Ana


Tahap IV

Tahap IV merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan jantung dan pernafasan turun, jarang bergerak

dan sulit dibangunkan, gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun dan tonus otot menurun.

Fungsi dan Tujuan Tidur

Fungsi dan tujuan tidur secara jelas tidak diketahui, akan tetapi diyakini bahwa tidur dapat

digunakan untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, kesehatan, mengurangi stress pada paru,

kardiovaskuler, endokrin, dan lain – lain. Energi disimpan selama tidur, sehingga dapat diarahkan kembali

pada fungsi seluler yang penting. Secara umum terdapat efek fisiologis dari tidur : pertama, efek pada

system syaraf yang diperkirakan dapat memulihkan kepekaan normal dan keseimbangan diantara berbagai

susunan syaraf, dan ke dua, efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi dalam organ

tubuh karena selama tidur mengalami penurunan.

Tabel 2.1

Kebutuhan Tidur Manusia Berdasarkan Usia

Tugas B. Indonesia Ana


Sumber : Hidayat (2008)

2.3.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur

Menurut Widianti (2011), kualitas dan kuantitas tidur dipengaruhi oleh beberapa faktor kualitas

tersebut dapat menunjukkan adanya kemampuan individu untuk tidur dan memperoleh jumlah istirahat

sesuai dengan kebutuhannya. Di antara faktor yang dapat mempengaruhinya :

a. Penyakit

Banyak penyakit yang dapat memperbesar kebutuhan tidur, seperti penyakit yang disebabkan oleh

infeksi, terutama infeksi limpa. Infeksi limpa berkaitan dengan keletihan, sehingga penderitanya

membutuhkan lebih banyak waktu tidur untuk mengatasinya.

b. Latihan dan kelelahan

Keletihan akibat aktivitas yang tinggi dapat memerlukan lebih banyak tidur untuk menjaga

keseimbangan energi yang telah dikeluarkan hal tersebut terlihat pada seseorang yang telah melakukan

aktivitas dan mencapai kelelahan, maka orang tersebut akan lebih cepat untuk dapat tidur karena tahap tidur

gelombang lambatnya diperpendek.

c. Stres psikologis

Kondisi psikologis dapat terjadi pada seeorang akibat ketegangan jiwa. Hal tersebut terlihat ketika

seseorang yang memiliki masalah psikologis mengalami kegelisahan sehingga sulit untuk tidur.

d. Obat

Beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi proses tidur adalah jenis golongan obat diuretik

menyebabkan seseorang insomnia, antidepresan dapat menekan ren, kafein dapat meningkatkan syaraf

Tugas B. Indonesia Ana


simpatis yang menyebabkan kesulitan untuk tidur, golongan beta bloker dapat berefek pada timbulnya

insomnia dan golongan narkotik dapat menekan rem sehingga mudah mengantuk.

e. Nutrisi

Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi

dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari

protein yang dicerna dapat membantu mudah tidur.

f. Lingkungan

Keadaan lingkungan yang aman dan nyaman bagi seseorang dapat mempercepat terjadinya proses

tidur. Sebaliknya, lingkungan yang tidak nyaman dan nyaman bagi seseorang dapat menyebabkan

hilangnya ketenangan sehingga mempengaruhi proses tidur.

g. Motivasi

Merupakan suatu dorongan atau keingan seseorang untuk tidur, yang dapat mempengaruhi proses

tidur. Selain itu, adanya keinginan untuk menahan tidak tidur dapat menimbulkan gangguan proses tidur.

h. Nyeri

Sensasi tidak menyenangkan dan sangat individual dan tidak bisa berbagi dengan orang lain. Nyeri

bersifat universal, berbeda persepsi dan bersifat individual.

2.2.4 Masalah Kebutuhan Tidur

a. Insomnia

Merupakan suatu keadaan ketidakmampuan mendapatkan tidur yang adekuat, baik kualitas maupun

kuantitas dengan keadaan tidur yang hanya sebentar atau susah tidur insomnia terbagi menjadi tiga jenis

Tugas B. Indonesia Ana


yaitu : initial insomnia, merupakan ketidakmampuan tetap tidur karena selalu terbangun pada malam hari

dan terminal insomnia merupakan ketidakmampuan untuk tidur kembali setelah bangun tidur pada malam

hari.

b. Hipersomnia

Merupakan gangguan tidur dengan kriteria tidur berlebihan pada umumnya lebih dari sembilan jam

pada malam hari, disebabkan kemungkinan adanya masalah psikologis, depresi, kecemasan, gangguan

syaraf pusat, ginjal, hati dan gangguan metabolisme.

c. Parasomnia

Merupakan kumpulan beberapa penyakit yang dapat menggagu pola tidur seperti somnambulisme

(berjalan–jalan dalam tidur) yang banyak terjadi pada anak–anak, yaitu pada tahap III dan IV dari tidur

NREM. Sonnambulisme dapat menyebabkan cidera.

d. Enuresa

Merupakan BAK yang tidak sengaja pada waktu tidur atau biasa di sebut dengan mengompol.

e. Apnea tidur dan mendengkur

Mendengkur pada umumnya tidak termasuk dalam gangguan tidur tetapi mendengkur yang disertai

dengan keadaan apnea dapat menjadi masalah. Terjadinya apnea dapat mengacaunya jalannya pernafasan

sehingga dapat mengakibatkan henti napas.

f. Narcolepsi

Merupakan keadaan tidak dapat mengendalikan diri untuk tidur, misalnya tertidur dalam keadaan

berdiri, mengemudikan kendaraan, atau di saat membicarakan sesuatu. Hal ini merupakan neurologis.

g. Mengigau

Tugas B. Indonesia Ana


Dikategorikan dalam gangguan tidur bila terlalu sering dan di luar kebiasaan dari hasil pengamatan

ditemukan bahwa hampir semua orang pernah mengigau dan terjadi sebelum tidur REM.

Selama kita tidur, maka kita mengalami beberapa siklus tidur. Satu siklus terdiri dari beberapa REM

dan non REM, dan bagi suatu usia tertentu maka setiap tahap akan berbeda dalam lama berlangsungnya.

Golongan remaja amat cepat terlelap sejak mulai membaringkan badannya. Setelah 60 sampai 90 menit, ia

memasuki tahap ke dua pada non REM dan segera diikuti oleh tahap REM yang pertama pada malam itu.

Siklus pertama biasanya hanya berlangsung sekitar 70 sampai 80 menit.

Semakin larut malam, maka waktu siklus menjadi lebih lama dan akhirnya mencapai 100 menit.

Tahap ke tiga dan ke empat merupakan bagian yang menonjol pada siklus pertama. Bagian ini seringkali

dianggap sebagai tidur yang paling nyenyak, sebab pada saat ini orang yang paling sulit untuk dibangunkan

dan sangat kebal terhadap setiap gangguan suara. Dengan bertambah larutnya malam, maka periode REM

semakin panjang, sedangkan tahap ke tiga dan ke empat menghilang. Menjelang dini hari, maka sedikit

suara saja dapat membangunkan kita.

Haruslah diingat bahwa semua ini merupakan satu kali tidur dalam suatu malam, jadi sebenarnya

dapat dianggap satu rata-rata saja. Mungkin sekali tidur anda malam ini berbeda dengan kemarin atau

dengan esok hari, dan mungkin pula tidur yang anda alami akan sangat berbeda dengan tidur tetangga anda.

2.3 Status Nutrisi

2.3.1 Pengertian Status Nutrisi

Nutrisi merupakan elemen penting dalam proses dan fungsi tubuh. Nutrien mencakup karbohidrat,

protein, lemak, vitamin, meneral dan air (Widianti, 2011). Nutrisi merupakan proses pemasukan dan

pengelolaan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energi dan digunakan dalam aktivitas

tubuh. Terpenuhinya kebutuhan nutrisi yang cukup dapat mempercepat proses tidur. Protein yang tinggi

dapat mempercepat terjadinya proses tidur, karena adanya tryptophan yang merupakan asam amino dari

Tugas B. Indonesia Ana


protein yang dicerna. Demikian sebaliknya, kebutuhan gizi yang kurang dapat juga mempengaruhi proses

tidur, bahkan terkadang sulit untuk tidur (Hidayat, 2008).

Macam–Macam Nutrisi

a. Karbohidrat

Karbohidrat merupakan zat gizi yang terdapat dalam makanan, pada umumnya dalam bentuk

amilum pembentukan amilum terjadi dalam mulut melalui enzim ptialin yang ada dalam ludah.

b. Lemak

Pencernaan lemak dimulai dalam lambung (walaupun hanya sedikit) karena dalam mulut tidak ada

enzim pemecah lemak lambung mengeluarkan enzim lifase untuk mengubah sebagian kecil lemak dan

gliserin, kemudian diangkut melalui getah bening dan selanjutnya masuk melalui peredaran darah untuk

kemudian tiba di hati.

c. Protein

Kelenjar ludah dalam mulut tidak membuat enzim protease. Enzim preatase baru terdapat dalam

lambung, yang mengubah protein menjadi albuminosa dan pepton.

d. Mineral

Mineral tidak membutuhkan pencernaan. Meneral hadir dalam bentuk tertentu sehingga tubuh

mudah untuk memprosesnya. Umumnya, meneral diserap dengan mudah melalui dinding usus halus secara

difusi pasif maupun transportasi aktif.

e. Vitamin

Tugas B. Indonesia Ana


Pencernaan vitamin melibatkan penguraiannya menjadi molekul– molekul yang lebih kecil

sehingga dapat diserap dengan efektif. Beberapa penyerapan vitamin dilakukan dengan difusi sederhana,

tetapi sistem transfortasi aktif sangat penting untuk memastikan pemasukan yang cukup.

f. Air

Air merupakan zat makanan yang paling mendasar dibutuhkan oleh tubuh manusia. Terdiri atas 50

% - 70% air. Asupan air secara teratur sangat penting bagi makhluk hidup untuk bertahan hidup

dibandingkan dengan pemasukan nutrisi lain.

2.3.2 Keseimbangan Energi

Energi merupakan kapasitas untuk melakukan sebuah aktivitas, dapat diukur melalui pembentuakan

panas. Energi pada manusia dapat diperoleh dari berbagai masuakan zat gizi diantaranya protein,

karbohidrat, lemak, maupun bahan makanan yang disimpan di dalam tubuh.

Metabolisme basal merupakan energi yang dibutuhkan seseorang dalam keadaan istirahat dan

nilainya disebut dengan Basal Metabolisme Rate (BMR). Nilai metabolisme basal setiap orang berbeda–

beda, dipengaruhi oleh faktor usia, kehamilan, mal nutrisi, komposisi, jenis kelamin, hormonal dan suhu

tubuh.

Jenis–Jenis Metabolisme

a. Metabolisme karbohidrat

Metabolisme karbohidrat yang berbentuk monosakarida dan disakarida diserap melalui mokasa

usus. Setelah proses penyerapan (di dalam pembuluh darah) semua berbentuk monosakarida bersama–sama

dengan darah, karbohidrat ini dibawa ke hati.

b. Metabolisme lemak

Tugas B. Indonesia Ana


Lemak diserap dalam bentuk gliserol asam lemak. Gliserol larut dalam air sehingga dapat diserap

secara pasif, langsung memasuki pembuluh darah dan dibawa ke hati. Melalui proses kimiawi, gliserol

diubah menjadi glikogen, selanjutnya mengikuti metobolisme arang sampai menghasilkan tenaga. Jadi,

gliserol diubah menjadi tenaga melewati proses yang dilakukan oleh karbohidrat.

c. Metabolisme protein

Pada umumnya protein diserap dalam bentuk asam amino dan bersama-sama dengan darah dibawa

ke hati, kemudian dibersihkan dari toksin. Proses masuknya asam amino dapat dikatakan tidak dinamis dan

selalu diperbaharuhi. Asam amino yang masuk tidak sebanding dengan jumlah asam amino yang diperlukan

untuk menutupi kekurangan amino yang dipakai oleh tubuh.

Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Tahap Perkembangan

a. Ibu hamil dan menyusui

Ibu hamil lebih banyak membutuhkan kalori, kalsium, folat, zat besi, dan ASI pada ibu hamil.

b. Bayi

Mengalami tumbuh kembang pesat pada 1 tahun pertama. Usia 6 bulan diberikan susu dan makanan

tambahan pada usia 6 bulan.

c. Todler dan prasekolah

Usia ini, nafsu makan anak dan kecepatan pertumbuhan mulai menurun sehingga perlu intake nutrisi

yang penting untuk tumbuh kembang anak (menu gizi seimbang).

d. Sekolah dan dewasa tengah

Pertumbuhan meningkat pada usia ini. Gigi permanen sudah tumbuh dan sistem pencernaan sudah

matur.

Tugas B. Indonesia Ana


e. Lansia

Pertumbuhan dan metabolisme berhenti sehingga butuh kalori sedikit. Defesiensi kalsium dan

ostioporosis terjadi, khususnya pada wanita menopause (Widianti, 2011)

2.4 Konsep Nyeri

2.5.1 Pengertian Nyeri

Nyeri merupakan mekanisme fisiologis bertujuan untuk melindungi diri dan disebabkan oleh

stimulus tertentu (Wartonah, 2011). Nyeri merupakan sensasi ketidaknyamanan yang bersifat individual.

Klien merespon terhadap nyeri yang dialaminya dengan beragam cara, misalnya berteriak, meringis dan

lain-lain. Oleh karena nyeri bersifat subyektif, maka perawat mesti peka terhadap sensasi nyeri yang dialami

klien. Untuk itu, diperlukan kemampuan perawat dalam mengidentifikasi dan mengatasi rasa nyeri

(Asmadi, 2004).

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan

jaringan yang actual atau potensial (Suzanne, 2002).

Dua kategori dasar nyeri yang secara umum diketahui nyeri akut dan nyeri umum.

a. Nyeri akut

Nyeri akut biasanya tiba–tiba dan umumnya berkaitan dengan cidera spesifik, nyeri akut

mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah terjadi. Hal ini menarik perhaatian pada kenyataan

bahwa nyeri ini benar terjadi dan mengajarkan kepada kita untuk menghindari situasi serupa yang secara

potensial menimbulkan nyeri. Jika kerusakan tidak lama terjadi dan tidak ada penyakit sistemik, nyeri akut

biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan ; nyeri ini umumnya terjadi kurang dari enam

bulan dan biasanya kurang dari satu bulan. Untuk tujuan definisi nyeri, nyeri akut dapat dijelaskan sebagai

Tugas B. Indonesia Ana


nyeri yang berlangsung dari beberapa detik hingga enam bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan

nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan. Sebagai contoh, jari yang

tertusuk biasanya sembuh dengan cepat, barangkali dalam beberapa detik atau beberapa menit. Pada kasus

yang lebih berat, seperti fraktur ekstrimitas, pengobatan dibutuhkan dengan nyeri menurun dengan sejalan

dengan penyembuhan tulang.

b. Nyeri kronis

Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang sesuatu periode waktu.

Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan

dengan penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis dapat tidak mempunyai awitan yang ditetapkan dengan

tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan

yang diarahkan pada penyebabnya. Meski nyeri akut dapat menjadi signal yang sangat penting bahwa

sesuatu tidak berjalan sebagaimana mestinya, nyeri kronis biasanya menjadi masalah dengan sendirinya.

Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih, meskipun

enam bulan merupakan suatu periode yang dapat berubah untuk membedakan antara nyeri akut dan nyeri

kronis. Suatu episode nyeri dapat mempunyai karakteristik nyeri kronis sebelum enam bulan telah berlalu,

atau beberapa jenis nyeri dapat tetap bersifat akut secara primer aselama lebih dari 6 bulan.

Meskipun tidak diketahui mengapa banyak orang mengalami nyeri kronis setelah suatu cidera atau

proses penyakit, hal ini juga duga bahwa ujung–ujung syaraf yang normalnya tidak mentransmisikan

stimulus yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang

sangat nyeri.perawat dapat berhubungan dengan pasien yang mengalami nyeri kronis saat mereka masuk

rumah sakit untuk berobat atau saat mengunjungi mereka dirumah untuk perawatan rumah. Seringkali

perawat diperlukan dalam lingkungan komunitas untuk membantu dalam menangani nyeri pasien.

c. Fisiologi Nyeri

Tugas B. Indonesia Ana


Fisiologi nyeri dapat meliputi resepsi, persepsi dan reaksi. Impuls syaraf yang dihasilkan stimulus

nyeri menyebar di sepanjang serabut syaraf aferen. Syaraf ini menonduksi 2 stimulus nyeri : serabut A-

delta bermielinasi dan cepat dan serabut C lambat.

Saat individu sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi kompleks. Menurut McCaffery, 3 sistem

interaksi persepsi nyeri, yaitu efektif, kognitif, evaluatif. Bentuk reaksi fisiologis, stimulasi cabang simpatis

menghasilkan respon fisiologis. Jika nyeri terus menerus, maka saraf parasimpatis akan menghasilkan aksi.

Fase pengalaman nyeri sebagai respon perilaku nyeri :

a. Antisipasi : memungkinkan individu belajar tentang nyeri

b. Sensasi : ketika merasakan nyeri, gerakan khas, ekspresi wajah mengindikasikan nyeri

seperti menggerakkan gigi, membungkuk, menyeringai memegang bagian tubuh yang nyeri.

c. Akibat : nyeri atau berhenti. Namun masih tetap butuh perhatian perawat mesti sumber nyeri dapat

terkontrol (Widianti, 2011).

2.4.2 Faktor Yang Mempengaruhi Respon Nyeri

1. Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak.

Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan

fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri

adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau

meninggal jika nyeri diperiksakan.

2. Jenis kelamin

Gill (2007) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon

nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (misal : tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri,

wanita boleh mengeluh nyeri)

Tugas B. Indonesia Ana


3. Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri. (misal :

suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka

melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri)

4. Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana

mengatasinya.

Tugas B. Indonesia Ana


5. Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri.

Menurut Gill (2007), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat,

sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi,

guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

6. Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.

7. Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama

timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri

tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

8. Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping

yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

9. Support keluarga dan social

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat

untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.

10. Skala nyeri berdasarkan ekspresi wajah

Penilaian Skala nyeri dari kiri ke kanan :

- Wajah Pertama: Sangat senang, tidak merasa sakit sama sekali.

- Wajah Kedua: Sakit hanya sedikit.

- Wajah ketiga : Sedikit lebih sakit.

Tugas B. Indonesia Ana


- Wajah Keempat: Jauh lebih sakit.

- Wajah Kelima: Jauh lebih sakit sekali.

- Wajah Keenam: Sangat sakit luar biasa sampai-sampai menangis

Penilaian skala nyeri ini dianjurkan untuk usia 3 tahun ke atas.

Skala Nyeri Numerik 0-10 (Comparative Pain Scale)

0 : Tidak ada rasa sakit, merasa normal.

1 : Nyeri hampir tak terasa (sangat ringan)

2 : Nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.

3 : Nyeri sangat terasa, bisa ditoleransi.

4 : Kuat, nyeri yang dalam

5 Kuat, dalam, nyeri yang menusuk, sangat menyedihkan. Seperti pergelangan kaki terkilir

6 (intens) : Kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya sebagian

mempengaruhi sebagian indra Anda, menyebabkan tidak fokus, komunikasi terganggu.

7 (sangat intens) : Sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar-benar mendominasi indra Anda

menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik dan tak mampu melakukan perawatan diri.

8 (benar-benar mengerikan) : Nyeri begitu kuat sehingga Anda tidak lagi dapat berpikir jernih, dan

sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika sakit datang dan berlangsung lama.

9 (menyiksa tak tertahankan) : Nyeri begitu kuat sehingga tidak bisa mentolerirnya dan sampai-

sampai menuntut untuk segera menghilangkan rasa sakit apapun caranya, tidak peduli apa efek

samping atau risikonya.

10 (sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) : Nyeri begitu kuat tak sadarkan diri.

11. Skala nyeri menurut bourbanis

Tugas B. Indonesia Ana


Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan

baik.

4-6 : Nyeri sedang, Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan

baik.

7-9 : Nyeri berat, secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri berat tidak terkontrol, Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi

2.4.3 Penanganan Nyeri

1. Terapi farmakologis

Yang dapat diberikan adalah analgesic yang dapat diberikan melalui rute parenteral, rute oral,

rektal, transdermal, dan intraspinal.

Ada tiga jenis analgesik yaitu :

a) Non narkotik dan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (NSAID)

b) Analgesik narkotik atau Opiat

c) Obat tambahan (adjuvant) atau koanalgesik yang diberikan dengan tujuan untuk meredakan

nyeri dan memperbaiki kualitas hidup pasien.

2. Tindakan non farmakologis

Mencakup intervensi prilaku kognitif seperti :

a) Imajinasi terbimbing

b) Distraksi

c) Relaksasi

Tugas B. Indonesia Ana


d) Penggunaan agen fisik meliputi stimulasi kutaneus, massase, mandi air hangat, kompres panas,

kompres dingin serta stimulasi saraf electric transkutan (TENS).

(Potter dan Perry, 2010).

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konsep dalam penelitian ini merujuk pada teori kualitas tidur yang dinyatakan Widianti

(2011) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur antara lain adalah status

nutrisi dan intensitas nyeri, sehingga kerangka konsep penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :

Skema 3.1

Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

Status Nutrisi Kuwalitas Tidur Klien Pascaoperasi

Intensitas Nyeri Laparatomi

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1

Tugas B. Indonesia Ana


Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

1 Variabel Mutu kemampuan Kuesioner Wawancara 1.Tergang Nominal

Dependen responden untuk gu, bila

tidur dan nilai ≥

memperoleh jumlah 5

istirahat sesuai 2.Tidak

dengan terganggu,

kebutuhannya bila nilai

<5

2 Variabel Keadaan gizi Timbangan Menimbang 1. Tidak Nominal

Independen responden yang dan berat badan normal,

Status diukur dengan Meteran dan bila IMT

nutrisi menghitung Indeks serta mengukur ≤ 18,4

Massa Tubuh (IMT) kuesioner tinggi atau > 25

responden badan dan 2.

wawancara Normal,

bila IMT

18,5 – 25,0

Intensitas Persepsi responden Kuisener Wawancara 1. Nyeri Ordinal

nyeri terhadap rasa nyeri berat, bila

akibat luka

Tugas B. Indonesia Ana


pascaoperasi skala 7

laparatomi yang – 10

dialaminya 2. Nyeri

sedang,

bila skala 4

–6

3. Nyeri

ringan,

bila skala 0

-3

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara status nutrisi dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi di

Instalasi Rawat Inap Bedah RS...

2. Ada hubungan antara intensitas nyeri dengan kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi di

Instalasi Rawat Inap Bedah RS...

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Tugas B. Indonesia Ana


Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan menggunakan metode survei analitik melalui
pendekatan cross sectional. Rancangan penelitian cross sectional adalah suatu penelitian yang semua
variabelnya, baik variabel independen (Status Nutrisi dan Intensitas Nyeri) maupun variabel dependen
(Kualitas Tidur) diobservasi atau dikumpulkan sekaligus dalam waktu yang sama (Notoatmodjo, 2010).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian.

Penelitian ini akan dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap Bedah RS...

2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan ... selama 1 minggu.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan dari subjek penelitian (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien pascaoperasi laparatomi di Instalasi Rawat Inap Bedah RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang pada bulan Januari sampai dengan bulan Juni tahun 2012
sebanyak 354 kasus.

2. Sampel penelitian

Sampel adalah sebagian atau keseluruhan subjek yang akan diteliti dan dianggap
mewakili populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara
accidental sampling, yaitu mengambil sampel sesuai dengan jumlah sampel yang ada pada
saat penelitian dilakukan.

Adapun kriteria inklusi sampel sebagai berikut.

a. Pasien dewasa berusia ≥ 17 tahun

b. Pasien dengan keadaan umum komposmentis

c. Pasien 24 jam pertama pascaoperasi laparatomi

Tugas B. Indonesia Ana


d. Pasien yang bersedia menjadi responden

4.4 Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Pengumpulan data primer diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada responden melalui
kuesioner untuk mengetahui status nutrisi dan intensitas nyeri serta kualitas tidur pada pasien
pascaoperasi laparatomi.

b. Data sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari profil RS... dan buku status pasien.

2. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Kuesioner merupakan


alat ukur berupa angket atau daftar pertanyaan. Pembuatan kuesioner ini mengacu pada parameter
yang sudah dibuat oleh peneliti sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan. Adapun data yang
terkumpul dikelompokkan menurut variabel masing-masing dengan hasil ukur sebagai berikut.

3. Kualitas tidur dinilai dari jawaban responden pada kuesioner, dengan penilaian

jawaban :

- Ya = 1

- Tidak = 0

Lalu jawaban responden diakumulasikan dan dikategorikan menjadi :

1. Kurang, bila nilai < mean

2. Baik, bila nilai ≥ mean

b) Status nutrisi

Untuk menentukan status nutrisi digunakan rumus sebagai berikut :

Indeks Massa Tubuh (IMT) = Berat Badan (Kg)

Tugas B. Indonesia Ana


Tinggi Badan2 (M)

Batas Ambang IMT untuk Indonesia, yaitu :

1. Tidak normal, bila IMT ≤ 18,4 atau > 25

2. Normal, bila IMT 18,5 – 25,0

4. Intensitas nyeri dinilai dari persepsi pasien terhadap rasa nyeri akibat luka pascaoperasi laparatomi yang
dialaminya

Lalu jawaban responden dikategorikan menjadi:

1. Nyeri berat, bila skala 7 – 10

2. Nyeri sedang, bila skala 4 – 6

3. Nyeri ringan, bila skala 0 – 3

4.5 Pengolahan Data

Menurut Hastono (2009) pengolahan data meliputi hal-hal berikut.

1. Editing.
Merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut.
2. Coding.
Proses mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
3. Entry data.
Jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam
program software komputer.
4. Cleaning.
Proses pengecekan ulang dan pembersihan data dari kesalahan.
5. Analisis Data.
Setelah melalui tahapan pengolahan data, data kemudian dianalisis secara univariat dan bivariat.
1. Analisis Univariat

Tugas B. Indonesia Ana


Analisis ini digunakan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dan persentase dari
semua variabel penelitian yang meliputi status nutrisi dan intensitas nyeri (variabel independen)
serta kualitas tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi (variabel dependen).

2. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen, sehingga dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas
tidur pada pasien pascaoperasi laparatomi. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Uji Chi Square, karena baik variabel independen maupun variabel dependen merupakan
variabel kategorik. Batas kemaknaan yang digunakan adalah 0,05. Pengambilan keputusan
statistik dilakukan dengan membandingkan nilai p (p value) dengan nilai α (0,05), dengan
ketentuan :

a. Bila p value ≤ nilai α (0,05), maka ada hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen

b. Bila p value > nilai α (0,05), maka tidak ada hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen.

6 . Jadwal Pelaksanaan

Untuk menunjang keberhasilan dalam penulisan proposal ini, penulis menyusun jadwal
pelaksanaan penelitian, antara lain penulis melakukan penyusunan proposal, pengajuan seminar dan
melakukan perbaikan, uji coba melakukan pengumpulan informasi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
jadwal pelaksanaan sebagai berikut.

Tugas B. Indonesia Ana


No Kegiatan Oktober Nopember Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Penyususn
proposal
2. Pengajuan
Seminardan
Perbaikan
Proposal
3. Pengumpulan
Data
4. Analisa dan
interpretasi
data
5. Pengajuan
Usul Skripsi

4.6 Etika Penelitian

Responden mengisi informed consent yang sebelumnya sudah diberikan penjelasan oleh peneliti tentang
maksud dan tujuan penelitian serta cara mengisi instrumen, dan peneliti juga menjelaskan kerahasiaan mengenai
nama responden untuk disimpan oleh peneliti dan tidak dipublikasikan.

Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain sebagai berikut:

1. Informed consent (Lembar persetujuan)

Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian
dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent ini diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.

2. Anonimity (Tanpa nama)

Masalah etik keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek
penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan
hanya menuliskan nama inisial pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Tugas B. Indonesia Ana


Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik
informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua informasi yang dikumpulkan dijamin kerahasiaannya
oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan.

4. Protection from discomfort (Perlindungan dari ketidaknyamanan)

Untuk melindungi pasien dari ketidaknyamanan, baik fisik maupun psikologis.

Tugas B. Indonesia Ana


DAFTAR PUSTAKA

1. Sugiono. 2010. Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta


2. Arikunto. Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta
3. Haryanto. Awan. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 1 dengan Diagnisis
NANDA International. Jogjakarta: Ar-ruzz Media

Tugas B. Indonesia Ana

Anda mungkin juga menyukai