Anda di halaman 1dari 5

PENYAKIT PENCERNAAN

Laporan Aspek Klinis dari Canine Distemper di Labrador Retriever berusia 1,5 tahun

Oleh :

Baiq Indah Pratiwi

NIM. 2009611060

Kelompok. 17J

PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

LABORATORIUM PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2020
PENDAHULUAN

Canine distemper virus (CDV) adalah salah satu penyakit menular yang menyerang
anjing. Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dalam genus morbillivirus dari famili
paramyxoviridae dan mempunyai hubungan dekat dengan virusmeasles dan rinderpest (Frisk et
al., 1999; Mochizuki et al., 1999; Rudd et al., 2006). Penyakit ini dapat menyerang hewan yang
divaksinasi (Appel, 1987; Lan et al., 2005). Penyakit ini menyebar melalui sekresi oro-nasal
(Krakowka et al., 1980) dan memasuki saluran pernapasan melalui penghirupan.
Teknik diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi penyakit CDV termasuk ELISA,
teknik antibodi fluoresen, uji netralisasi (SN) dan reaksi berantai real time-polymerase (RT-PCR)
(Elia et al., 2006). Vaksinasi secara berkala merupakan alat dasar untuk mencegah penyakit
(Moritz et al., 2000).
REKAM MEDIK
Sinyalemen dan Anamnesis
Seekor anjing Labrador Retriever betina, berusia 1,5 tahun, dengan berat badan 19 Kg
dirujuk ke Clinical Medicine and Surgey Dapartment (CMS), Faculty of Veterinary Sciences
(FVS), University of Agriculture, Faisalabad (UAF). Memiliki riwayat diare, muntah, anoreksia,
menunjukkan sikap waspada, hidung mengeluarkan sedikit cairan (Gambar 1) dan gerakan
rahang yang tidak disengaja yang biasa disebut mioklonus distemper (Gambar 2) diamati sejak 2
hari terakhir. Sebelumnya anjing tersebut telah melahirkan 1 bulan dan melahirkan 5 anak.
Berdasarkan laporan anamnesa dari pemiliknya, anjing tersebut sudah ditabrak sepeda motor
seminggu yang lalu tetapi tidak mengalami cedera serius. Anjing tersebut belum pernah
divaksinasi dan diberi obat cacing.

Gambar 1. hidung dengan sedikit Gambar 2. Gerakan rahang yang tidak disengaja
cairan
Pemeriksaan Klinis
Pada pemeriksaan jarak jauh, hewan menunjukkan prilaku yang tenang dan waspada.
Terlihat sesekali gerakan mengunyah atau chewing gum. Pemeriksaan klinis, didapat suhu tinggi
yaitu 104°F, terjadi peningkatan detak jantung 140 kali/menit tanpa aritmia, peningkatan
frekuensi pernapasan 54 kali/menit dan CRT < 3 detik. Diamati adanya blepharitis dan
kekeruhan mata (Gambar 3). Terdapat bantalan yang keras pada kaki anjing karena hiper
keratinisasi (Gambar 4). Berdasarkan tanda dan gejala klinis terutama mioklonus distemper dan
pengerasan bantalan kaki akibat hiper keratinisasi, penyakit ini didiagnosis sebagai canine
distemper.

Gambar 3. Blepharitis disertai dengan Gambar 4. Bantalan yang keras pada


kekeruhan pada mata. kaki anjing karena hiper keratinase.

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan analisis kimia darah dan hitung darah lengkap.
Hitung darah lengkap menunjukkan adanya limfopenia, penurunan nilai rata-rata Packed cell
volume (PCV) 30%, jumlah eritrositi total (TEC) 4,4x10 6 / µ L dan Hemoglobin (Hb) 10.2 g /
dL, hal tersebut mungkin disebabkan oleh efek pada sistem hematopoietik oleh CDV dan
peningkatan nilai rata-rata dari mean corpuscular volume (MCV) 80.7f L. Mean corpuscular
hemoglobin (MCH) 30.2 g/dL dan konsentrasi mean corpuscular hemoglobin (MCHC) 39,3 g /
dL. Karena adanya leukemia yang mendukung dilakukan diagnosis lebih lanjut.
Metode diagnosis lain termasuk ELISA, tes antibodi fluoresen (FAT) dan tes sero-
neutralization (SN). Konfirmasi penyakit dapat dilakukan melalui isolasi virus dari sampel klinis,
PCR dan metode spesifik untuk diagnosis penyakit.
Treatment
Tidak ada obat antivirus khusus untuk penyakit ini. Pengobatan pada anjing tersebut
dengan pemberian anti piretik (inj. Ketoprofen 2mg / kg) untuk menurunkan demam, antibiotik
spektrum luas (inj. Ceftriaxone sodium 25mg / kg bb) untuk menghindari infeksi bakteri
sekunder. Untuk diare dan dehidrasi. (inj. Metronidazol 10mg / kg bb dan inf. ringer laktat
15ml / kg. Terapi cairan tiap hari diberikan ketoprofen 2mg / kg bb sekali sehari, Cephalexin
15mg / kg 2 kali sehari dan gravinat 3mg / kg bb dianjurkan setelah makan. Dalam pakan
ditambahkan multi-vitamin bubuk (bubuk Bendoz) 10g / hari. Perawatan yang sama diulangi
pada hari ke 3, 4 dan 5.Vitamin A juga berperan penting untuk perawatan canine distemper tetapi
mekanismenya masih belum diketahui.
PEMBAHASAN
Morbillivirus dari famili Paramyxoviradae adalah agen penyebab penyakit infeksi pada
anjing yang dikenal sebagai Canine distemper. Anjing yang divaksinasi tetapi tidak lengkap
berisiko menderita distemper dibandingkan anjing yang divaksin secara lengkap (Erawan at al.,
2009). Bahkan Patronek et al., (1995) melaporkan bahwa risiko penyakit distemper meningkat
350 kali pada anjing yang tidak divaksinasi. Walaupun dilaporkan penyakit distemper dapat
terjadi pada anjing yang telah divaksinasi (Ek-Kommonen et al., 1997), vaksinasi sebaiknya
dilakukan saat antibodi maternal menurun dan diikuti dengan booster secara periodik hingga
anjing mendapat vaksinasi secara lengkap
Anak anjing yang baru saja disapih seringkali terkena infeksi CDV karena pada tahap ini
kekebalan (antibody) yang didapat dari induk berada pada tingkat yang paling rendah atau
mengalami penurunan (Shabbir et al., 2010). Oleh karena itu dianjurkan untuk memvaksinasi
anjing pada umur 3 bulan. Masa inkubasi dari virus ini bervariasi antara 1-4 minggu dari jenis
hewan yang berbeda tergantung pada usia dan status kekebalan.
Kematian 50% terlihat pada penyakit ini tanpa tanda klinis hingga tanda klinis yang
parah (Appel, 1970, 1987; Krakowka et al., 1980; Moritz et al., 2000). Virus ini menyukai
lingkungan yang dingin, sehingga penyakit ini kebanyakan terjadi pada musim dingin. Angka
kematian yang tinggi yaitu 63% terlihat di bawah usia 1,5 tahun pada kasus ensefalitis distemper
(Swango, 1989). Dalam kasus akut, semua sekresi atau ekskresi tubuh akan mengandung virus.
Dalam kasus ini, demam, ruam kulit, anoreksia, diare, lecet pada daerah perut, okular dan
nasal discharge yang bersifat serosa disertai dengan konjungtivitis, blepharitis dan kekeruhan
mata paling terlihat. Tanda gastrointestinal menjadi susah ditangani ketika terjadi infeksi
sekunder. Tanda-tanda neurologis progresif juga terlihat (Greene dan Appel, 1998). Mioklonus,
ataksia, plegia, dan nistagmus termasuk dalam tanda-tanda saraf (Amude et al., 2007).
Sasaran utama CDV adalah selaput lendir dan jaringan limfoid (Appel, 1987). Virus ini
masuk ke dalam tubuh melalui udara ke URT dan di dalam kelenjar getah bening virus ini
bereplikasi dan menyebabkan imunosupresi kemudian menyebar ke epitel dan SSP sekitar 10
hari setelah penularan (Krakowka et al., 1980). Viurs ini terutama menyebabkan limfopenia pada
tahap awal. Ketika mencapai saluran pernapasan bawah (LRT), saluran pencernaan dan SSP
menyebabkan lesi terbentuk pada organ-organ ini, sehingga menimbulkan tanda-tanda sistemik,
kulit dan saraf (Greene dan Appel, 1998). Dari semua peradangan SSP, 15% kematian anjing
yang disebabkan oleh encephalomyelitis dikarenakan oleh Canine distemper (Appel dan
Summers, 1995). CDV menghasilkan lesi ensefalitik dan demielinasi multifokal di SSP,
perubahan inflamasi bukan penyebab kematian anjing setelah melewati fase sistemik (Beineke et
al., 2009).

DAFTAR PUSTAKA
Ek-Kommonen C, Sihvonen L, Pekkanen K,Rikula U, Noutio L. 1997. Outbreak ofcanine
distemper in vaccinates dogs in Finland. Vet Rec. 141: 380-383.
Erawan, 1. G. M., Suartha, I. N., Budiari, E. S., Mustikawati, D., Batan, I. W. 2009. Analisis
Faktor Risiko Penyakit Distemperpada Anjing di Denpasar. Jurnal Veteriner. Vol. 10
No.3: 173-177.
Frisk, A. L, Konig, M., Moritz, A., Baumgartner, W. 1999. Detection of canine distemper
virusnucleoprotein RNA by reverse transcription-PCR using serum, whole blood, and
cerebrospinal fluid from dogs with distemper. J Clin Micro. 37: 3634-3643.
Mochizuki M, Hashimoto M, Hagiwara S,Ishiguro S. 1999. Genotypes of caninedistemper virus
determined by anhemagglutinin genes of recent isolates fromdogs in Japan. J Clin
Microbiol. 37: 2936-2942.
Patronek GJ, Glickman LT, Johnson R, EmerickTJ. 1995. Canine distemper infection inpet dogs:
II. A case-control study of riskfactors during a suspected outbreak in Indian. J Am Anim
Hospital Ass. 31: 230-235.
Rudd PA, Cattanco R, Messling VV. 2006. Canine distemper virus uses both theanterograde and
the hematogenous pathwayfor neuroinvasion. J Virol. 80:9361-9370.
Tariq, A., Shahzad, A., Tahira, S. 2013. Clinical Aspects of Canine Distemper in 1.5 Year Old
Labrador retriever. Research Journal for Veterinary Practitioners. Vol 1(2): 20-22.

Anda mungkin juga menyukai