Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum ke 10 Hari,tanggal : Jumat , 24 November 2017

Higiene dan keamanan produksi


Dosen Praktikum : Prof Drh Winny Sanjaya Msi
hewan
Dr Drh Erni Sulistiawati sp1
Drh Heryudianto Vibowo
Asisten : Aysha Mardhatilah, AMd
Catwarendah Maya, AMd

UJI KUALITAS SUSU SAPI SEGAR


Kelompok 6 P1
1. Aulia Fildzah Ramadhita J3P116012 1.
2. Cut Aldila Febiana J3P116014 2.
3. Ferhat Nadian Saputra Rahmat J3P116019 3.
4. Azalia Devara J3P216075 4.
5. Edi Sugiarto J3P216101 5.

PROGRAM KEAHLIAN PARAMEDIK VETERINER


PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang dibutuhkan untuk
kesehatan dan pertumbuhan manusia, karena susu mengandung nilai gizi berkualitas
tinggi. Hampir semua zat yang dibutuhkan manusia ada di dalamnya yaitu protein,
lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin. Semua zat-zat tersebut dapat dicerna dan
diabsorbsi secara sempurna oleh tubuh (Ressang dan Nasution, 1982).
Susu yang populer dan banyak dikonsumsi adalah susu sapi karena populasi
sapi perah relatif tinggi dan setiap individu sapi dapat menghasilkan susu 7-20
liter/hari. Susu dapat juga diperoleh dari ternak kambing, domba dan kerbau. Namun,
susu selain dari ternak sapi belum banyak dikenal. Hal ini disebabkan terbatasnya
populasi ternak yang dapat diperah dan produksi susunya hanya sekitar ½ - 1
liter/individu. Susu sapi yang masih segar (mentah) pada umumnya terdiri dari
sebagian besar air (87,6%), protein (3,3%), lemak (3,8%) laktosa (4,7%).
Bakteri penyebab meningkatnya keasaman susu bisa berasal dari sapi penderita
mastitis, serta susu tercemar bakteri setelah pemerahan atau bakteri normal yang
mampu memfermentasi laktosa menjadi asam laktat (Ressang dan Nasution, 1982).
Tingkat keasaman susu dapat menurun yang berarti menurun juga kualitasnya akibat
aktifitas bakteri dalam memanfaatkan laktosa menjadi asam laktat. Untuk itu susu
dapat diberi perlakuan untuk mempertahankan kualitasnya seperti dengan melakukan
pendinginan, pasteurisasi, kombinasi pemanasan dan pendinginan yang bertujuan
untuk menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri tersebut (Dasuki, et all.,
1981).
Kualitas atau mutu susu merupakan bagian penting dalam produksi dan
perdagangan susu. Derajat mutu susu hanya dapat dipertahankan selama waktu
tertentu, yang selanjutnya akan mengalami penurunan dan berakhir dengan kerusakan
susu. Untuk mengukur derajat mutu susu dapat dilakukan dengan uji organoleptik, uji
kebersihan atau uji penyaringan, uji mastitis, uji kesegaran susu yang meliputi uji
alkohol, uji didih dan uji pengendapan kasein. Uji-uji tersebut dilakukan dengan
tujuan untuk memeriksa keadaan dan kualitas susu yang aman dan layak untuk
dikonsumsi.

Tujuan
Agar dapat mengetahui kualitas fisik dan kimia susu apakah dalam keadaan baik
atau tidak sehingga dapat menyimpulkan kondisi dan mutu susu yang baik untuk
dikonsumsi.
2. METODOLOGI
Waktu dan Tempat
Praktikum dilakukan pada hari Jumat, 24 November 2017 pada pukul 07.00 s/d
11.00 WIB di Laboratorium CB Mikro Kampus Gunung Gede Diploma Institut
Pertanian Bogor, membahas tentang berbagai uji kualitas susu sapi segar.

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam praktikum Higiene dan Keamanan Produk Hewan
kali ini adalah tabung reaksi, penjepit tabung reaksi, gelas beker, pembakar spirtus,
korek gas, paddle, kain dan gelas pengaduk. Sedangkan bahan yang digunakan adalah
susu sapi segar, alkohol, 96%, alkohol 70%, HCL, dan pereaksi reagen IPB 1.

Metode kerja
1. Uji Organoleptik / Uji Sensorik
Pertama alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan, kemudian susu
segar sapi dimasukkan kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml. Amati warna, bau
dan konsistensi dan dilanjutkan pemanasan sampai didih, kemudian amati bau dan
rasa.
2. Uji Kesegaran susu

2.1 Uji didih

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan. Susu segar sapi dimasukkan
kedalam tabung reaksi sebanyak 3 ml, kemudian didihkan sampai susu terlihat
mendidih. Kemudian di dinginkan dan Amati ada atau tidaknya
endapan/gumpalan/butiran halus di dinding tabung.
2.2 Uji Alkohol
Dua tabung reaksi bersih disiapkan. Susu segar dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak sama rata, + 3 ml. Tabung 1 ditambahkan alkohol 70% dengan
perbandingan alkohol : susu yaitu 1:1 dan tabung 2 ditambahkan alkohol 70%
dengan perbandingan alkohol : susu yaitu 2:1. Kemudian amati kedua tabung
tersebut apakah susu terlihat pecah atau tidak.
2.3 Uji Pengendapan Kasein
Dua tabung reaksi bersih disiapkan. Susu segar dimasukkan ke dalam tabung
reaksi sebanyak sama rata, + 3 ml. Tabung 1 ditambahkan HCL dan dilihat berapa
tetes HCL sampai susu menggumpal atau pecah. Tabung 2 ditambahkan alkokol
pekat atau alkohol 96% dan dilihat berapa tetes sampai susu mengendap atau
pecah.
3. Uji Mastitis
Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan, kemudian 2 ml susu
dimasukan kedalam paddle dengan sama rata. Tambahkan jumlah yang sama
pereaksi IPB-I, kemudian Homogenkan dengan cara diputar atau horizontal selama
15-20 detik. Amati perubahan yang terjadi. Hasil positif ditandai dengan
kekentalan dan warna yang berbeda.

4. Uji Kebersihan

Alat dan bahan yang akan digunakan disiapkan, kemudian gelas beker dan kain
penyaring disiapkan. Susu segar sebanyak 500ml kemudian di saring dan diaduk
dengan gelas pengaduk agar proses penyaringan lebih cepat. Setelah proses
penyaringan selesai, amati kain tersebut apakah terdapat endapan /gumpalan.

2. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

UJI HASIL GAMBAR

Warna : Putih

Bau : Khas susu normal


Uji Organoleptik
Konsistensi : Cair

Rasa : Tawar, agak manis


Susu tidak pecah, tidak
Uji Didih terdapat butir butir susu di
dinding tabung.

Kiri = alkohol : susu (2:1),


terdapat sedikit butiran susu
di dinding tabung, susu pecah
Uji Alkohol
Kanan = alkohol : susu (1:1)
terdapat sedikit butiran susu
di dinding tabung, susu pecah

Uji pengendapan kasein Susu mengental dan terdapat


endapan putih di dasar
(HCl pekat) tabung
Uji pengendapan kasein Susu berubah menjadi sedikit
kental, namun tidak ada
(Alkohol 96%) pengendapan

Kiri depan : ++

Uji mastitis Kanan depan :-

(pereaksi IPB 1) Kiri belakang : +++

Kanan belakang : -

Uji kebersihan susu Tidak terdapat kotoran di


(penyaringan) hasil penyaringan susu
PEMBAHASAN
Uji organoleptik merupakan pengamatan fisik susu yaitu warna, bau,
konsistensi dan rasa. Ciri khas susu yang baik dan normal adalah susu tersebut terdiri
dari konversi warna kolostrum yang berwarna kuning dengan warna air susu yaitu
putih, jadi susu normal itu berwarna putih kekuning-kuningan(Yusuf 2010). Menurut
Maheswari (2004) Warna putih pada susu disebabkan karena refleksi sinar matahari
dengan adanya butiran-butiran lemak, protein dan garam-garam didalam susu. Warna
kekuningan merupakan cerminan warna karoten dalam susu. Diluar batas warna
normal tersebut, kadang dijumpai susu berwarna kebiruan, kemerahan, atau
kehijauan. Warna kebiruan kemungkinan diakibatkan berkembangnya bakteri
Bacillus cyanogenes atau kemungkinan susu ditambahi air. Warna kemerahan sering
disebabkan adanya butir eritrosit atau hemoglobin akibat ternak yang diperah
mengalami sakit, khususnya mastitis. Adapun warna kehijauan kemungkinan
merupakan refleksi kandungan vitamin B kompleks yang relatif tinggi. Pengujian
warna susu didapatkan warna putih normal hal ini mengindikasikan bahwa susu baik
untuk dikonsumsi.
Pengamatan dengan indra pembau mendapatkan hasil uji bau berupa bau susu
normal sehingga dapat dikatakan bahwa kualitas susu baik. Menurut Lukman (2009)
susu segar yang normal mempunyai bau yang khas terutama karena adanya asam-
asam lemak. Bau tersebut dapat mengalami perubahan, misalnya menjadi asam
karena adanya pertumbuhan mikroba didalam susu, atau bau lain yang menyimpang
akibat terserapnya senyawa bau dari sekeliling oleh lemak susu. Bau pakan dan
kotoran yang ada didekat wadah susu juga akan mudah mempengaruhi bau susu
tersebut. Setelah susu dipanaskan dalam tabung reaksi, maka susu mengeluarkan
aroma yang spesifik dimana bau susu yang dipanaskan lebih tajam daripada susu
yang tidak dipanaskan. Dari hasil pengamatan susu tidak telalu kental namun juga
tidak terlalu encer serta tidak terdapat butiran. Susu yang baik akan membasahi
dinding dengan tidak memperlihatkan bekas berupa lendir ataupun butiran butiran
yang bekasnya akan menghilang.
Susu agak manis diakibatkan karena kandungan karbohidratnya yang cukup
tinggi, khususnya untuk golongan laktosa. (Yusuf 2010). Dari hasil dan pengamatan
yang di lakukan bahwa pada sampel susu yang telah dicicipi terasa tawar dan agak
manis yang menandakan bahwa susu tersebut dalam keadaan baik . Diyert (1997),
menyatakan bahwa susu yang bagus dan layak dikuonsumsi sedikit ada rasa
manisnya selain untuk rasa juga dapat meningkatkan selera untuk minum susu.
Untuk menguji kesegaran susu dilakukan uji didih, uji alkohol dan uji
pengendapan protein. Prinsip pada uji didih yaitu, susu yang memiliki kualitas yang
tidak bagus akan pecah ataupun menggumpal bila melalui proses didih. Bila susu
dalam keadaan asam menjadikan kestabilan kasein menurun, koagulasi kasein ini
yang akan mengakibatkan pecahnya susu, tetapi apabila susu dalam keadaan baik
maka hasil yang dapat dilihat dari uji didih adalah susu masih dalam keadaan
homogen atau tidak pecah. Uji didih menunjukkan hasil yang positif (kualitas susu
tidak baik) bila terdapat gumpalan yang menempel pada dinding tabung reaksi,
sedangkan hasil yang negatif tidak terlihatnya gumpalan susu pada dinding tabung
reaksi. Dari pengamatan yang dilakukan pada uji rebus ialah tidak terdapat gumpalan
gumpalan pada dinding tabung reaksi yang menandakan bahwa susu tersebut dalam
keadaan baik atau segar.
Uji alkohol adalah uji yang cepat dan sederhana yang merupakan dasar dalam
kestabilan protein ketika jumlah asam bertambah dalam susu, menurut Buckle et al.,
(1987) uji alkohol bertujuan untuk memeriksa dengan tepat tingkat keasaman susu.
Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu
tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein
terutama kasein. Pada uji alkohol susu yang tidak baik (misalnya susu asam) akan
pecah atau menggumpal jika ditambahkan alkohol 70%. Alkohol memiliki daya
dehidrasi yang akan menarik gugus H+ dari ikatan mantel air protein , sehingga
protein dapat melekat satu dengan yang lain akibatnya kestabilan protein yang
dinamakan susu pecah (Sudarwanto 2005). Stabilitas mantel air protein menurun
pada kedaan susu mulai asam sehingga susu memiliki mutu yang rendah. Pada hasil
pengamatan alkohol 70% dan susu dengan perbandingan 1:1 dan 1:2, terdapat sedikit
butiran susu di dinding tabung yang menandakan susu pecah. Prinsip ini juga sama
dengan uji pengendapan kasein menggunakan alkohol 96% yang menujukkan hasil
susu tidak mengalami penggumpalan tetapi berubah menjadi sedikit kental. Hal ini
juga dapat disebabkan karena konsentrasi alkohol yang semakin tinggi. Karena
semakin tinggi konsentrasi alkohol maka kemampuan menarik air semakin
meningkat.
Uji pengendapan kasein menggunakan HCl pekat. Susu terdiri dari tiga
komponen utama: air, lemak, dan protein. Protein yang terdapat dalam susu terdiri
dari dua jenis, yakni kasein dan whey (Abizar 2006). Protein bersifat mengendap
dalam asam mineral pekat seperti asam klorida (HCl), natrium hidroksida (NaOH),
dan asam asetat glasial (CH3COOH). Berdasarkan hasil pengamatan susu yang
ditambahkan HCl pekat mengalami pengendapan. Hal ini disebabkan karena
penambahan asam perubahan pH sehingga ikatan-ikatan ionik menjadi terputus.
Putusnya ikatan-ikatan ionik tersebut menjadikan kasein kehilangan daya larutnya.
Selain itu, putusnya ikatan ionik juga mengakibatkan hilangnya daya ikat air (Water
Holding Capacity) protein. Dari akibat-akibat tersebut maka protein akan terpisah
dari pelarutnya (mengendap).
Metode uji mastitis IPB-1 yang digunakan mengacu pada Lukman et al.
(2012). Sampel susu dimasukan ke dalam paddle, kemudian ditambahkan pereaksi
IPB-1. Campuran sampel susu dan pereaksi IPB-1 dihomogenkan secara horisontal
selama 15-30 detik. Pereaksi IPB-1 bereaksi dengan DNA dari inti sel somatis,
sehingga terbentuk massa kental seperti gelatin. Hasil dibaca berdasarkan reaksi yang
terjadi, yaitu terbentuknya lendir atau perubahan kekentalan dengan nilai negatif (-)
apabila tetap homogen dan positif (+, ++, +++) apabila terbentuk lendir atau
mengental. Sel somatis merupakan kumpulan sel yang terdiri dari sel limfosit,
neutrofil, monosit, makrofag, reruntuhan sel epitel, sel plasma, dan colostrum
corpuscle (Souza et al., 2012). Sel somatis normal berada di dalam susu segar dalam
jumlah tertentu. Peningkatan jumlah sel somatis dapat menandakan terjadinya infeksi
pada ambing. Jumlah sel somatis yang tinggi mengakibatkan turunnya kualitas susu
akibat aktivitas enzimatis, yaitu protease dan lipase. Aktivitas enzimatis
menyebabkan penurunan kualitas produk keju, menurunnya daya tahan susu
pasteurisasi, perubahan produksi asam pada produk-produk susu fermentasi, produk
mentega menjadi cepat tengik, dan adanya perubahan rasa pada sebagian produk
olahan (Lukman et al., 2009). Hewan penderita mastitis subklinis menghasilkan susu
yang mengandung jumlah sel somatis lebih dari 400 000 sel/mL, ditemukan bakteri
patogen, dan berada pada periode laktasi normal (IDF, 1999). Hasil percobaan pada
susu sapi menghasilkan hasil positif dua (++) pada ambing kiri depan dan positif 3
(+++) pada ambing kiri belakang. Sedangkan pada ambing lainnya menunjukan hasil
negative (-).
Dari pengamatan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa susu dalam
keadaan bersih karena tidak terdapat kotoran yang tertinggal pada permukaan kain
setelah dilakukan proses penyaringan. Menurut Soeparno et al. (2011) menyatakan
bahwa susu yang dalam keadaan bersih yaitu susu yang apabila dilakukan
penyaringan tidak terdapat kotoran seperti dedak, ampas kelapa, kotoran kandang,
pasir, dan bulu.

3. PENUTUP
Simpulan
Uji kualitas susu secara makroskopis atau dengan uji organoleptik
mengindikasikan bahwa susu normal tetapi setelah dilakukan uji alkohol dan uji didih
terdapat butiran susu pada dinding tabung. Uji pengendapan kasein dengan HCL
menunjukan susu yang ditambahkan HCl pekat mengalami pengendapan, karena
Protein bersifat mengendap dalam asam mineral pekat seperti asam klorida (HCl),
Sedangkan pengendapan kasein menggunakan alkohol 96% menujukkan hasil susu
tidak mengalami penggumpalan tetapi berubah menjadi sedikit kental. Uji mastitis
dengan pereaksi IPB 1 menunjukan hasil positif, dilihat dari terbentuknya lendir atau
mengental. Uji Kebersihan setelah dilakukan proses penyaringan tidak terdapat
kotoran di hasil penyaringan susu.
DAFTAR PUSTAKA
Abizar. M. 2006. Studi Analisa Casein Pada Susu Bubuk. Jurnal Ilmu Pangan, 4(1) :
56-62. Online. (i-lib.ugm.ac.id/jurnal/detail/php.dataid) Diakses 1 November
2014.
Buckle, KA., TA.E DWARDS, G.H. Gleet Dan M. Wolton. 1987. Ilmu Pangan.
Terjemahan Hari Purnomo Dan Adiono . Universitas –Indonesia Press,
Jakarta
Dasuki, U., A. Lengkey, dan E. Setiadi. (1981). Pengaruh Perbedaan Metode
Pasteurisasi Secara Sederhana dan Pabrik Terhadap Daya Awet, Jenis dan
Jumlah Bakteri Susu (Kasus Susu Sapi Rakyat Pengalengan ). Dari Kumpulan
Makalah Kongres Nasional Mikrobiologi ke-3, Perhimpunan Mikrobiologi
Indonesia. Jakarta.
[IDF] International Dairy Federation. 1999. Suggested interpretation of mastitis
terminology. Bull Int Dairy Fed 33: 3-36.
Lukman DW, Sudarwanto M, Sanjaya AW, Purnawarman T, Latif H, Soejoedono
RR. 2009. Pemerahan dan Penanganan. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Lukman, DW, Sudarwanto, M, Sanjaya, AW, Purnawarman, T, Latif, H,
Soejoedono, RR. 2012. Pemeriksaan Mastitis Subklinis. Di dalam: Pisestyani,
H. (Ed). Higiene Pangan Asal Hewan. Bogor: Kesmavet FKH IPB. Hlm 35-38.
Maheswari RRA. 2004. Penanganan dan Pengolahan Hasil Ternak Perah. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Ressang, A. A, dan A. M. Nasution. (1982). Ilmu Kesehatan Susu (Milk Hygiene).
Edisi ke-2 Institut Pertanian Bogor.
Robert. L. Diyert 1997. Mikrobiologi Pangan. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Souza FN, Blagitz MG, Penna CFAM, Della LAMMP, Heinemann MB, Cerqueira
MMOP. 2012. Somatic cell count in small ruminants: friend or foe?. J Small
Rum Res 107: 65-75.
Sudarwanto M. 2005. Bahan kuliah hygiene makanan. Bahan ajar. Bagian Penyakit
Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor.
Yusuf R.2010. Kandungan protein susu sapi perah friesian holstein akibat pemberian
pakan yang mengandung tepung katu (sauropus androgynus (l.) merr) yang
berbeda. Jurnal. Jurnal Teknologi Pertanian volume 6 nomor 1 halaman 1-6.

Anda mungkin juga menyukai