Nurul Amira1, Alpian Sanjaya Bahtiar1, Ni Wayan Nur Sidi Murti1, I Wayan
Mudiana1, Leny Veronica Sinabariba1, I Made Sukada2
1Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan
2Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi Veteriner,
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234,
Telp/Fax: (0361) 223791
E-mail: amiranurul318@gmail.com
Abstrak
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kualitas susu segar, susu UHT, dan
susu yang dibiarkan selama 24 jam ditinjau dari uji organoleptik (warna, bau, rasa, dan
kekentalan), uji didih, uji alkohol, uji tingkat keasaman (pH), uji reduktase, dan uji berat jenis
(BJ). Pemeriksaan ini untuk melihat apakah susu tersebut sudah memenuhi syarat sebagai
susu yang layak untuk dikonsumsi atau tidak. Sampel yang digunakan yaitu susu sapi segar,
susu UHT, dan susu sapi yang dibiarkan selama 24 jam. Pengujian dilakukan di
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi Veteriner, Fakultas
Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa susu sapi
segar dan susu UHT layak untuk dikonsumsi, sedangkan susu yang dibiarkan selama 24 jam
tidak layak untuk dikonsumsi.
Abstract
The purpose of this practicum is to determine the quality of fresh milk, UHT milk,
and milk that is left for 24 hours in terms of organoleptic tests (color, smell, taste, and
viscosity), boiling test, alcohol test, acidity test (pH), test reductase, and specific gravity test.
This examination is to see whether the milk has met the requirements as milk that is suitable
for consumption or not. The samples used were fresh cow's milk, UHT milk, and cow's milk
which were left for 24 hours. The test was carried out at the Laboratory of Veterinary Public
Health and Veterinary Epidemiology, Faculty of Veterinary Medicine, Udayana University.
The results show that fresh cow's milk and UHT milk are suitable for consumption, while
milk that is left for 24 hours is not suitable for consumption.
PENDAHULUAN
Susu adalah suatu cairan yang merupakan hasil pemerahan dari sapi atau hewan
menyusui lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan makanan yang sehat (Hadiwiyoto,
1994). Susu mengandung zat gizi yang tinggi seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan
mineral, yang menjadikannya baik untuk manusia. Nilai gizi yang tinggi juga menyebabkan
air susu mudah rusak karena merupakan media yang disukai oleh mikroorganisme untuk
pertumbuhan dan perkembangannya sehingga dalam waktu yang sangat singkat air susu
sangat tidak layak untuk dikonsumsi apabila tidak ditangani secara benar (Sudono et al.,
2003).
Secara kimiawi susu normal mempunyai komposisi air (87,20%), lemak (3,70%),
protein (3,50%), laktosa (4,90%), dan mineral (0,07%) (Sanam et al., 2014) Berdasarkan data
SNI 01-3141-2011, susu didefinisikan sebagai cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan
bersih, dengan cara perolehannya berupa diperah dengan benar dan kandungan alaminya
tidak dikurangi atau ditambah atau diproses terlebih dahulu kecuali proses pendinginan.
Dipandang dari segi gizi, susu termasuk makanan yang hampir sempurna dan makanan
alamiah untuk binatang yang baru lahir. Susu adalah cairan berwarna putih yang disekresi
oleh kelenjar mammae (ambing) pada binatang mamalia betina, untuk bahan makanan dan
sumber gizi bagi anaknya. Sebagian besar susu yang dikonsumsi manusia khususnya
masyarakat Indonesia adalah susu sapi.
Masyarakat pada umumnya menggunakan susu sapi sebagai bahan pangan untuk
pemenuhan gizi. Oleh karena itu, kualitas susu sapi yang dihasilkan harus dalam keadaan
yang terjamin mutunya. Pada proses pengolahan banyak permasalahan yang terjadi,
penyimpanan dan penggunaan susu karena stabilitas akan kualitas susu dapat dengan mudah
menurun. Penurunan kualitas susu dapat diakibatkan oleh cemaran mikroba yang dipengaruhi
oleh keadaan saat produksi, penyimpanan, transportasi dan distribusinya, sehingga harus
mendapatkan pengawasan dan perhatian tentang kesehatan dan kualitas susu.
MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Pemeriksaan
Pemeriksaan kualitas susu dilakukan di Laboratorium Kesehatan Masyarakat
Veteriner (Kesmavet) Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, pada hari Senin, 3
Oktober 2022.
Pembahasan
Uji Organoleptik
Uji organoleptik bertujuan untuk mengetahui kelainan-kelainan pada susu secara
organoleptik. Dimana susu dapat berubah warna, bau, rasa, dan kekentalannya oleh sebab-
sebab tertentu. Warna susu yang normal adalah putih, sedangkan warna susu yang
menyimpang yaitu apabila susu berwarna kebirua-biruan yang diakibatkan oleh banyaknya
campuran air/dikuranginya kadar lemak pada susu, dan apabila susu berwarna kemerah-
merahan maka susu tersebut berasal dari sapi perah penderita mastitis. Pada pemeriksaan kali
ini didapati ketiga sampel susu (susu segar, susu UHT, dan susu basi) memiliki warna yang
normal yaitu warna putih. Menurut Sine (2021) warna merupakan komponen yang sangat
penting untuk menentukan kualitas atau derajat penerimaan suatu bahan pangan. Warna air
susu disebabkan karena warna kasein. Warna kasein yang murni berwarna putih seperti salju.
Di dalam susu, kasein ini merupakan disfersi koloid sehingga tidak tembus cahaya yang
mengakibatkan air susu tersebut berwarna putih (Buda, et al., 1980). Kadang-kadang susu
berwarna agak kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karoten. Karoten adalah pigmen
kuning utama dari lemak susu, yang apabila dimetabolisme di dalam tubuh manusia akan
membentuk dua molekul vitamin A. Karotenoid disintesa hanya oleh tumbuhan, oleh
karenanya harus ada dalam pakan ternak perah. Menurut Asmaq et al (2020) banyaknya
karoten dalam susu (warna kuning) tergantung dari bangsa, spesies, individu, umur, masa
laktasi dan pakan hijauan yang dimakan oleh sapi.
Pemeriksaan aroma pada susu segar dan susu UHT menunujukkan hasil aroma yang
normal (khas susu sapi). Hasil pemeriksaan aroma pada susu segar dan susu UHT sesuai
dengan SNI (2011) yang menyatakan bahwa aroma normal susu adalah khas jenis ternak itu
sendiri. Apabila ditemukan perubahan atau penyimpangan aroma susu, menunjukkan bahwa
susu sudah terkontaminasi oleh lingkungan atau mengalami pemalsuan. Hal tersebut dialami
oleh susu basi yang menunjukkan hasil aroma yang tengik. Diastari dan Agutina (2013)
menyatakan jika terjadi penyimpangan terhadap bau susu maka dapat terjadi perubahan
seperti : bau asam, tengik dan busuk serta rasa susu akan berubah seperti : rasa tengik
disebabkan oleh kuman asam mentega, rasa sabun disebabkan oleh Bacillus lactic saponacei,
rasa lobak disebabkan oleh bakteri E. coli. Bau susu yang mudah berubah disebabkan oleh
sifat lemak susu yang mudah menyerap bau di sekitarnya (Sukmawati, 2014).
Uji rasa pada susu segar dan UHT didapatkan hasil normal yaitu susu segar ada
sedikit rasa manis dan pada susu UHT terdapat sedikit rasa manis dan sedikit rasa asin. Hasil
ini sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (2011) yang menyatakan bahwa rasa normal
susu adalah gurih dan sedikit berlemak. Sedangkan pada susu basi didapati rasa yang
menyimpang yaitu asam. Apabila ditemukan perubahan atau penyimpangan rasa susu,
menunjukkan bahwa susu sudah mengalami pemalsuan atau susu sudah dalam kondisi tidak
segar (Asmaq et al, 2020).
Pemeriksaan konsistensi (kekentalan) pada susu segar menunjukkan hasil encer,
kemudian susu UHT menunjukkan hasil sedikit encer, dan susu basi menunjukan hasil kental.
Ismanto dkk (2013), menyatakan bahwa suhu rendah akan menyebabkan kenaikan viskositas
susu karena terjadi clumping (gumpalan) dari globula-globula lemak. Penggumpalan
merupakan sifat khas susu yang disebabkan oleh kegiatan enzim atau penambahan asam
(Buckle et al., 2007). Kegiatan enzim atau penambahan asam dapat mengakibatkan
penggumpalan pada susu, salah satunya adalah enzim proteolitik. Enzim ini terjadi dalam tiga
tahap yaitu penyerapan partikel kasein, perubahan keadaan partikel kasein akibat kerja enzim
dan mengendapnya kasein yang berubah sebagai garam kalsium. Ion kalsium dalam susu
dibutuhkan pada masa pengendapan (Aini dkk, 2021).
Uji Kebersihan
Pada uji kebersihan susu didapatkan hasil bahwa sampel susu segar dan susu UHT
setelah disaring menunjukkan hasil yang bersih, sedangkan hasil berbeda ditunjukkan pada
susu basi yaitu setelah disaring menunjukkan adanya sisa-sisa butiran susu pada kain
saringan. Namun, secara keseluruhan semua sampel masih terlihat bersih karena tidak
ditemukan adanya kotoran ataupun benda asing yang nampak pada susu. Uji kebersihan susu
pada dasarnya berhubungan dengan kebersihan dalam penanganan susu pada tempat produksi
maupun perusahaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Navyanti dan Adriyani (2015),
bahwa kebersihan susu erat kaitannya dengan kebersihan pemerah, kebersihan peralatan,
kebersihan kandang, kebersihan dari sapi, dan kebersihan dalam pengolahan susu yang
nantinya akan mempengaruhi kualitas susu. Berdasarkan hasil diatas dapat dikatakan bahwa
sampel susu yang diuji adalah bersih, hal ini menandakan bahwa dalam proses penanganan
dan pengolahan susu mulai dari pemerahan hingga susu siap dikonsumsi dilakukan dengan
sanitasi peralatan, kandang, dan sapi yang bersih serta personal higiene yang baik dari
pekerja.
Uji Didih Susu
Pada uji didih susu diperoleh hasil bahwa sampel susu segar dan UHT setelah
dipanaskan hingga mendidih menunjukkan susu masih tetap homogen, berbanding terbalik
dengan susu basi. Pada susu basi setelah dipanaskan menunjukkan susu menggumpal dan ada
butiran-butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi. Hal ini sesuai dengan
pendapat Dwitania dan Swacita (2013), menyatakan bahwa jika susu masih dalam keadaan
homogen dan tidak pecah maka susu tersebut masih baik dan dinyatakan negatif, tetapi jika
susu pecah ataupun menggumpal saat dilakukan pendidihan maka kualitas susu tersebut
dalam keadaan tidak baik dan susu dinyatakan positif. Susu yang tidak baik (susu asam) akan
menggumpal atau pecah bila dimasak sampai mendidih karena kestabilan koagulasi
kaseinnya berkurang sehingga menyebabkan pecahnya susu. Susu yang pecah pada saat
didihkan dapat disebabkan oleh derajat keasaman dan suhu yang tinggi, susu tercampur
kolostrum, dan keadaan fisiologi dari sapi yang menyimpang sehingga menyebabkan susu
tidak stabil (Tefa et al., 2019). Pada susu yang baik memiliki derajat asam yang masih dalam
rentang normal sehingga koagulasi kaseinnya stabil yang menyebabkan susu tetap homogen
meski dipanaskan (Rizqan et al., 2019). Berdasarkan hasil diatas sampel susu yang diuji didih
menunjukkan susu yang baik atau negatif pada susu segar dan UHT, sedangkan susu yang
sudah tidak baik atau positif pada susu basi.
Uji Alkohol
Hasil yang didapat dari pengujian alkohol pada susu UHT dan susu segar yang
diberikan alkohol 50% (3 ml), alkohol 70% (3 ml), alkohol 70% (3 ml), dan alkohol 96% (3
ml) diperoleh susu tetap dalam keadaan homogen artinya susu tidak mengandung alkohol dan
susu dapat dikonsumsi. Pada susu basi yang diberikan alkohol 50% (3ml) tidak terdapat
butiran atau susu masih homogen. Sedangkan saat susu ditambahkan alkohol 70% (3 ml),
alkohol 70% (6 ml), dan alkohol 96% (3 ml) didapat butiran-butiran halus yang artinya susu
sudah dalam keadaan tidak baik yaitu mengandung alkohol dan sebaiknya tidak untuk
dikonsumsi.
Prinsip dasar pada uji alkohol merupakan kestabilan sifat koloidal protein susu
tergantung pada selubung atau mantel air yang menyelimuti butir-butir protein terutama
kasein. Apabila susu dicampur dengan alkohol yang memiliki daya dehidratasi, maka protein
akan berkoagulasi. Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin berkurang jumlah alkohol
dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu yang sama banyaknya. Uji
alkohol positif ditandai dengan adanya butiran susu yang melekat pada dinding tabung reaksi,
sedangkan tidak terdapatnya butiran menandakan uji alkohol negatif (Suardana dan Swacita.,
2004) Pecahnya susu disebabkan oleh berkembang biaknya bakteri asam susu, dalam hal ini
laktosa diubah menjadi asam laktat. Semakin tinggi derajat keasaman susu, semakin
berkurang jumlah alkohol dengan kepekatan yang sama dibutuhkan untuk memecahkan susu
yang sama banyaknya (Suardana dan Swacita, 2004). Pecahnya susu menyebabkan kualitas
susu rendah sehingga tidak layak dikonsumsi karena adanya kemungkinan bahwa kadar asam
yang terkandung dalam susu tinggi (Sutrisna et al., 2014). Bila keasaman susu lebih tinggi
dari 0,21% atau bila kadar senyawa kalsium dan magnesium lebih besar dari keadaan normal,
maka pemberian alkohol 70% dengan jumlah yang sama dengan susu segar akan dapat
mengendapkan protein yang terdapat dalam susu. (Nababan et al., 2015)
Uji Tingkat Keasaman (pH)
Hasil uji pH yang didapatkan dengan menggunakan pH meter dimana pH susu segar
adalah 6,2 lalu pH susu UHT adalah 6,2 dan pH susu basi adalah 5,3. Pada prinsipnya Susu
segar mempunyai pH netral. Tingkat keasaman susu menurun karena fermentasi laktose
menjadi asam laktat oleh mikroba (Suardana dan Swacita, 2009). Standar kualitas susu yang
ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI, 2011 yaitu antara 6,3-6,8. Menurut
(Sasongko et al., 2012) jumlah bakteri dalam susu akan berpengaruh terhadap pH susu,
semakin banyak bakteri yang mencemari susu maka kualitas susu akan menurun dan hal ini
ditunjukkan dengan kecenderungan nilai pH susu cenderung asam. Beberapa faktor yang
mempengaruhi jumlah bakteri dan pH dalam susu antara lain, lingkungan tempat pemerahan,
sanitasi kendang, peralatan pemerahan, lama pemerahan, dan penyakit yang disebabkan oleh
bakteri susu maupun obat-obatan. (Mirdhayati et al., 2008) menyatakan bahwa terjadinya
kenaikan dan penurunan pH susu disebabkan oleh hasil konversi dari laktosa menjadi asam
laktat oleh mikroorganisme dan aktivitas enzimatik. Bila nilai pH air susu lebih tinggi dari
6,7 biasanya diartikan terkena mastitis dan bila pH dibawah 6,5 menunjukkan adanya
kolostrum (Saleh, 2004).
DAFTAR PUSTAKA
Adriani. 2010. Penggunaan somatik cell count (SCC), jumlah bakteri dan california mastitis
test (CMT) untuk deteksi mastitis pada kambing. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan.
13(5): 229-234.
Aini DWN, Widyawati R, Rahmaniar RP, Mardjianto A. 2021. Kajian organoleptik, nilai pH,
kadar protein serta kadar lemak susu sapi yang diproduksi di dataran tinggi dan rendah
di Kabupaten Jombang. Doctoral dissertation, Wijaya Kusuma Surabaya University
Anggorodi, R. 1994. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Cetakan Kelima. Penerbit : PT.
Gramedia, Pustaka Utama. Jakarta.
Arjadi, Lamin., Nurwantoro., Harjanti, D W. 2017. Evaluasi Cemaran Bakteri Susu yang
Ditinjau melalui Rantai Distribusi Susu dari Peternak Hingga Kud di Kabupaten
Boyolali. Mediagro. Vol. 13. No. 1. 2017. Hal 1-10.
Asmaq N, Marisa J. 2020. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Susu Segar di Medan
Sunggal. Jurnal Peternakan Indonesia. 22(2): 168-175
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar nasional Indonesia susu segar. Bagian 1-Sapi
SNI-3141.1-2011.. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. www.bsn.go.id. Diunduh
pada tanggal 03 Oktober 2022.
Buckle KA, Edwards RA, Fleet GH, Wooton M. 2007. Ilmu Pangan. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
Buda, I K, I.B. Arka, I K. Sulandra, I G P. Jamasuta, dan I K Arnawa. (1980). Susu dan Hasil
Pengolahanya. Bagian Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Kedokteran Hewan dan
Peternakan. Universiyas Udayana. Denpasar.
Diastari, I. G. A. F. dan K. K. Agustina. 2013. Uji Organoleptik dan Tingkat Keasaman Susu
Sapi Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus
Veterinus. 2(4) : 453 – 460.
Dwitania DC dan Swacita IBN. 2013. Uji didih, Alkohol dan Derajat Asam Susu Sapi
Kemasan yang Dijual di Pasar Tradisional Kota Denpasar. Indonesia Medicus
Veterinus. 2(4):437-444.
Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty.
Yogyakarta.
Legowo, A. M., Kusrahayu, dan S. Mulyani. 2009. Ilmu dan Teknologi Susu.
Balai Pustaka Undip. Semarang.
Mahardika, H.A., Trisunuwati, P., Surjowardojo,P., 2016. Pengaruh suhu air pencucian
ambing dan teat dipping terhadap jumlah produksi, kualitas dan jumlah sel somatik
susu pada sapi peranakan friesian holstein. Buletin Peternakan. 40(1): 11-20.
Mirdhayanti I, Handoko J, Putra KU. 2008. Mutu susu segar di UPT Ruminansia Besar.
Dinas Peternakan Kabupaten Kampar Provinsi Riau. Fakultas Pertanian dan Peternakan
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim. Jurnal Peternakan. 5(1) 14-21
Nababan M, Suada IK, Swacita IBN. 2015. Kualitas Susu Segar pada Penyimpanan Suhu
Ruang Ditinjau dari Uji Alkohol, Derajat Keasaman dan Angka Katalase. Indonesia
Medicus Veterinus
Navyanti F, dan Adriyani R. 2015. Higiene Sanitasi, Kualitas Fisik dan Bakteriologi Susu
Sapi Segar Perusahaan Susu x di Surabaya. Jurnal kesehatan lingkungan. 81) : 36-47.
Nurdin, E. 2007. Pengaruh pemberian tongkol bunga matahari (Helianthus annuus l.) dan
probiotik terhadap penurunan derajat mastitis pada sapi perah Fries Holland penderita
mastitis sub-klinis. Jurnal Indonesia Tropical Animal Science. 32(2): 76-79.
Ramadhan, B.G., Suprayogi, T.H., Sustiyah, A., 2013. Tampilan produksi dan kadar lemak
susu kambing ettawa akibat pemberian pakan dengan imbangan hijauan dan konsentrat
yang berbeda. J. Anim. Agric.2(1): 353-361.
Reugg, P.L. and D.J. Reinemann. 2002. Milk quality and mastitis test. Scientific Paper.
University of Wisconsin. Madison.
Riyanto, J., Sunarto., Hertanto, B.S., Cahyadi, M., Hidayah, R., Sejati, W., 2016. Produksi
dan kualitas susu sapi perah penderita mastitis yang mendapat pengobatan antibiotik. J.
Sains Peternakan. 14(2): 30-41.
Rizqan R, Arief A, dan Roza E. 2019. Uji Didih, Uji Alkohol dan Total Plate Count Susu
Kambing Peranakan Etawa (PE) di Peternakan Ranting Mas. Jurnal Peternakan
Indonesia (Indonesian Journal of Animal Science). 21(2) : 122-129.
Saleh E .2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak.Program Studi Produksi
Ternak. Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara: USU digital library
Sanam, AB, Swacita IBN, Agustina KK. 2014. Ketahanan Susu Kambing Peranakan Ettawah
Post-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari Uji Didih dan Alkohol. J
Veteriner 3(1) : 1-8
Sasongko DA, Suprayogi TH, Sayuti SM. 2012. Pengaruh Berbagai Konsentrasi Larutan
Kaporit (CaHOCI) untuk Dipping Puting Susu Kambing Perah Terhadap Total Bakteri
dan pH Susu. Journal of Animal Agriculture. 1 (2): 93-99
Sine JGL. 2021. Uji Organoleptik dan Kandungan Gizi pada Susu dengan Bahan Dasar
Jagung Manis (Zea Mays Saccharata) dan Kacang Hijau (Vigna Radiate L). Nutriology
Jurnal, 2(1): 72-76.
Suardana IW dan Swacita IBN. 2009. Higiene Makanan. Kajian Teori Dan Prinsip Dasar.
Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana. Denpasar.
Sudono, A., F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif.
Agromedia Pustaka, Depok
Suhendra, D., Nugraha, W. T., Nugraheni, Y. L., & Hartati, L. (2020). Korelasi kadar lemak
dan laktosa dengan berat jenis susu sapi friesian holstein di kecamatan Ngablak
kabupaten Magelang. Agrinimal Jurnal Ilmu Ternak Dan Tanaman, 8(2), 88-91.
Sukmawati, N. M. S., 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Susunan Dan Keadaan Air
Susu. Pusat penerbitan dan percetaan Udayana.
Surjowardojo, P., 2012. Penampilan kandungan protein dan kadar lemak susu pada sapi perah
mastitis friesian holstein. J. Exp. Life Sci. 2(1): 42-48.
Sutrisna DY, Suada IK, Sampurna IP. 2014. Kualitas Susu Kambing Selama Penyimpanan
pada Suhu Ruang Berdasarkan Berat Jenis, Uji Didih, dan Kekentalan. J Veteriner 3
(1): 60-67.
Syafri, A., Harjanti, D.W., Santoso, S.A.B., 2014. Hubungan antara konsumsi protein pakan
dengan produksi, kandungan protein dan laktosa susu sapi perah di Kota Salatiga. J.
Anim. Agric. 3(3): 450-456
Tefa M., Sio S, dan Purwantiningsih TI. 2019. Uji Kualitas Fisik Susu Sapi Friesh Holland
(Studi Kasus Peternakan Claretian Novisiat Benlutu Kabupaten TTS). Journal of
Animal Science. 4(3) : 37-39.
Utami, Kartika Budi. 2014. Kajian kualitas susu sapi perah PFH (studi kasus pada anggota
Koperasi Agro Niaga di Kecamatan Jabung Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-Ilmu
Peternakan 24 (2): 58 – 66. ISSN: 0852-3581.
Utami, Sri and , Dr.Ir. Tridjoko Wisnu Murti. 1998. Kajian kualitas susu segar pada jalur
susu di Daerah Istimewa Yogyakarta. Thesis. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Van Der Berg., J.C.T. 1988. Dairy Technology in the Tropics and Subtropics.
PUDOC. Wageningen.