Anda di halaman 1dari 67

ACARA I UJI KUALITAS SUSU

TINJAUAN PUSTAKA Susu segar adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun kecuali (Standar proses Nasional pendinginan Indonesia, tanpa 1995).

mempengaruhi

kemurniannya

Komponen karakteristik dalam susu terdiri dari laktosa, kasein, dan lemak susu. Secara umum komposisi susu segar terdiri atas: Lemak 3,9%, Protein 3,4%, Laktosa (glukosa dan galaktosa) 4,8%, Abu 0,72%, dan Air 87,10% (Ekaswati, 2006). Suhu sangat berpengaruh terhadap kecepatan kerusakan susu segar (Husnawati, 2002). Oleh karena itu, pemeriksaan kesegaran susu dimaksudkan agar dapat mencegah dan mengurangi kerusakan serta memperbaiki daya simpan susu dan mempertahankan warna, konsistensi maupun cita rasa susu segar (Deptan, 2004).

Uji Keadaan Susu Warna, Bau, Rasa, dan Kekentalan. Uji organoleptik susu meliputi uji warna, bau, rasa, dan kekentalan. Warna susu yang baik putih bersih sedikit kekuningan dan tidak tembus cahaya. Warna ini tergantung dari bangsa, pakan, lemak dala susu, dan bahan padat. Apabila diberikan pakan hijauan segar lebih banyak, maka lemak dalam susu tinggi karena kandungan karoten lebih banyak sehingga warna susu akan lebih kuning (Soeparno et al., 2001). Warna putih ini diakibatkan dari penyebaran butir lemak, potein, kalsium kaseinat dan kalsium fosfat (Ekaswati, 2006), Susu segar memiliki variasi rasa yaitu agak manis dan asin. Hal ini disebabkan adanya laktosa dan lemak, serta garam mineral yang mampu
1

menimbulkan rasa asin pada susu (Ekaswati, 2006). Susu yang baik berbau khas susu segar, sedikit berbau sapi, bebas dari bau asing misalnya asam, pahit, atau berbau obat-obatan. Bau susu, material asing, dan perubahan reaksi kimia. Konsistensi susu yang baik adalah normal, tidak encer. Tidak pekat, dan tidak ada pemisahan dalam bentuk apapun. Susu berlendir, bergumpal gumpal menunjukkan susu tersebut rusak (Soeparno et al., 2001). Kebersihan Susu. Kebersihan susu dapat diamati dengan mata, mikroskop, atau dengan kaca pembesar. Pengamatan dengan mata atau kaca pembesar dapat melihat adanya kotoran atau benda asing dalam susu. Pengamatan dengan mikroskop dapat melihat mikroorganisme pada susu. Susu yang baik harus tidak mengandung benda asing, baik yang mengembang, melayang maupun mengendap. Penentuan kebersihan atau derajat dinilai bersih sekali, bersih, sedang atau kotor. Angka kebersihan dibagi menjadi bersih dengan nilai 8. Kurang bersih dengan nilai 4, dan kotor dengan nilai 0 (Soparno et al., 2001). Derajat Keasaman. Susu segar mempunyai pH antara 6,5 sampai 6,7 dan jika banyak terjadi pengasaman karena kativitas bakteri terjadi karena penurunan pH atau susu kolostrum, sedangkan pH naik biasanya karena mastitis (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). Tinggi rendah angka keasaman susu antara lain disebabkan oleh banyak sedikit asam laktat yang merupakan penguraian laktosa dari bakteri dan aktivitas enzim dalam susu. Bila jumlah bakteri di dalam susu meningkat, produksi asam laktat juga semakn meningkat sehingga menyebabkan keasaman susu menjadi lebih tinggi (Umiyasih dan Wiyono, 1990). Menetapkan derajat keasaman dengan titrasi ditetapkan kadar asam yang terbentuk dalam susu. Tujuan penetapan derajat keasaman untuk mengukur derajat keasamna susu (titrable acidity) dan dinyatakan dalam jumlah asam laktat dalam susu. Derajat keasaman susu menunjukkan dua
2

hal, yaitu keasaman yang memang ada dalam susu, dan keasaman yang disebabkan oleh susu yang terkontaminasi bakteri. Bakteri merubah laktosa menjadi asam laktat. Indicator phenolphthalein (PP) tidak berwarna pada suasanan asam dan akan berubah warna merah pada suasanan basa (Ekaswati, 2006). Alkohol. Uji alkohol merupakan uji yang umumnya digunakan untuk memeriksa kesegaran susu pada awal penerimaan susu. Uji alkohol yang tidak baik susu akan pecah atau menggumpal jika ditambah alkohol 70%. Uji alkohol bertujuan untuk menentukan kualitas susu segar layak untuk didistribusikan. Bakteri yang ada dalam susu akan mengubah komposisi susu sampai tahap penggumpalan bila diberi alkohol 70%. Bila terjadi koagulasi hasilnya positif yang artinya susu ditolak untuk diproses lebih lanjut atau tidak layak untuk dipasarkan (Ekaswati, 2006). Cara penentuan uji alkohol adalah dengan menggunakan alkohol 70%. Alkohol yang digunakan sejumlah sama dengan sampel susu dengan perbandingan 1:1 (Soeparno et al., 2001). Uji Reduktase dengan Metilen Biru. Uji berdasarkan aktivitas bakteri dalam susu sehingga menghasilkan senyawa pereduksi yang dapat merubah warna biru (Metilen Biru) menjadi putih. Uji reduktase dapat untuk memperkirakan jumlah bakteri dalam susu. Ketegori uji MBRT susu ada empat, yaitu 1) Mutu susu sangat baik dengan lama reduksi lebih dari 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri < 500 ribu/ml, 2) Mutu susu baik dengan lama reduksi 6 sampai 8 jam dengan perkiraan jumlah bakteri 1 sampai 4 juta/ml, 3) Mutu susu cukup baik dengan lama reduksi 2 sampai 6 jam dengan perkiraan jumlah bakteri 4 sampai 20 juta/ml, 4) susu bermutu rendah apabila lama reduksi kurang dari 2 jam dengan perkiraan jumlah bakteri . 20 juta/ml (Soeparno et al., 2001). Pembuktian Penambahan Pati. Pengujian hidrolisis amilum dapat menggunakan uji iodine. Amilum dengan iodine membentuk kompleks biru.
3

Uji iod warna berturut-turut yang muncul adalah biru, ungu, merah hati, merah orange, dan warna serupa dengan yod. Warna tersebut menandakan tahapan proses hidrolisis sempurna amilum menjadi glukosa. Hidrolisis amilum berwarna biru adalah amilum. Warna ungu merupakan amilodekstrin. Hidrolisis bertahap dengan hasil antara lain berupa dekstrin. Dekstrin yang penting adalah amilodekstri, eritrodekstrin berwarna merah dan akrodekstrin tidak berwarna (Sumardjo, 2009). Cara mengetahui pemalsuan penambahan pati dapat dilakukan dengan menambahkan susu dengan iod 0,1 N. Pemeriksaan ini dapat menentuka adanya pemalsua susu dengan tepung sampai kadar tepung 0,001% (Saleh, 2004).

Susunan Susu Berat Jenis. Penentuan BJ dengan alat disebut laktodensimeter. Laktodensimeter ada dua macam, yaitu quevenne dan The New York Board of Health (NBH). Hubungan tersebut adalah NBH (Q = 100 S 1000), dimana S adalah bobot spesifik (Soeparno et al., 2001). Air susu memiliki berat jenis lebih tinggi dibandingkan dengan air. Berat jenis ditetapkan 3 jam setelah pemerahan. Penetapan lebih awal akan menunjukkan hasil berat jenis lebih kecil karena perubahan lemak dan adanya gas dalam susu (Saleh, 2004). Kadar Lemak dan Penentuan Bahan Kering tanpa Lemak. Penentuan kadar lemak dengan dua metode, yaitu metode Gerber dan Babcock. Metode Babcock dasarnya melarutkan bahan padat bukan lemak dan melepaskan lemak bebas, apabila ditambahkan asam sulfat ke dalam susu dan dicampur maka akan timbul reaksi panas yang dapat mencairkan lemak susu yang akan terpisah ke atas. Analisis lemak dengan metode ini digunakan botol babcock dengan skala 0 sampai 8 dengan ketelitian 0,1. Angka tersebut menunjukkan presentase kadar lemak pada waktu dianalisis, setiap skala menunjukkan volume 0,2 ml. Metode Gerber berdasarkan
4

penambahan asam sulfat yang memisahkan lmak susu. Botol yang digunakan disebut butyrometer (Soeparno et al., 2001).
Menurut Hadiwiyoto (1994), semua komponen penyusun susu selain air disebut total bahan kering. Total bahan kering susu secara spesifik terdiri dari lemak, protein, hidrat arang, vitamin dan mineral. Sedangkan bahan kering tanpa lemak terdiri dari protein, hidrat arang, vitamin dan mineral Sedangkan bahan kering tanpa lemak adalah semua komponen penyusun susu dikurangi lemak dan air. Bahan kering tanpa lemak ini dikenal banyak orang dengan sebutan susu skim (Sheareret al., 2006).

MATERI DAN METODE Materi Alat. Alat yang digunakan meliputi gelas beker, gelas ukur, erlemeyer, tabung reaksi, tabung buret, pipet, corong, laktodensimeter, butirometer (botol babcock), alat sentrifus babcock, termometer, pH meter, vortex, dan waterbath. Bahan. Bahan yang digunakan meliputi susu segar, susu basi, susu ditambah pati, NaOH 0,25 N, H2so4 pekat, larutan iod 0,1 N, indikator phenolphthalein (PP), larutan metilen biru pekat, alkohol 70%, kapas. Metode Uji Keadaan Susu Uji warna, bau, rasa, dan kekentalan. Pengamatan yang dilakukan pada warna, bau, dan rasa susu. Pengujian kekentalan dengan mengambil sampel susu sekitar 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Tabung digoyangkan perlahan, diamati sisa dalam tabung reaksi apakah sisa perlakuan tersebut hilang cepat atau lambat. Uji kebersihan. Pengujian dilakukan dengan mengambil 10 ml sampel susu kemudai disaring menggunakan kaps dan corong dan dituangkan pada Erlenmeyer. Kertas saring atau kapas dikeringkan dan diamati ada tidaknya kotoran. Uji derajat keasaman. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter. Sampel susu diambil sebanyak 9 g dimasukkan ke Erlenmeyer kemudian ditambahkan indikator PP 3 sampai 4 tetes. Larutan tersebut dititrasi dengan 0,25 N NaOH sampai berwarna pink. Amati banyak volume NaOH yang dibutuhkan.
Derajat keasaman = ml NaOH x N NaOH x 0,09 berat sampel x 100%

Uji alkohol. Pengujian alkohol dengan menyiapkan 5 ml susu kemudian ditambahkan 5 ml alkohol 70%, kedua larutan digoyangkan dan diamati perubahan adanya gumpalan atau tidak pada sisi tabung reaksi. Uji reduktase metilen biru. Sampel susu sebanyak 10 ml pada tabung reaksi steril ditambahkan 0,25 ml metilen biru, disumbat dan dihomogenkan kemudian dinkubasi 370 C, diamati perubahan warna setiap 30 menit sampai arna biru menghilang menjadi putih. Uji penambahan pati. Sampel susu sebanyak beberapa tetes diletakkan beker glass dan ditambah 2 tetes larutan yod 0,1 N kemudian dilihat perubahan arna, tidak ada penambahan pati jika berarna orange dan ada penambahan pati berwarna biru. Uji Susunan Susu Uji berat jenis. Sampel susu dimasukkan ke dalam tabung secara sempurna kemudian laktodensimeter dimasukkan perlahan dan juga termometer, diamati skalan lakto dan suhu.
Berat jenis = 1 + skala + (27,5 T) x 0,0002 1000 Keterangan : T = suhu susu

Uji kadar lemak dan penentuan bahan kering. Sampel susu diambil 17,5 ml menggunakan pipet dan dimasukkan ke dalam tabun babcock, ditambahkan asam sulfat pekat 17,5 ml melalui dinding tabung. Larutan dicampur sampai kehitaman, dan dimasukkan ke dalam sentrifus babcock selama 5 menit, setelah babcock berhenti ditambah aquaes suhu 600 C sampai dasar leher tabung babcock, sentrifus kembali selama 2 menit kemudian ditambahkan aques 600 C sampai skala leher babcock terbaca dan sentrifus kembali selama 1 menit. Amati skala yang menunjukkan kadar lemak sampel.

BK =

Keterangan: BJ = Berat jenis BK = Bahan kering L = Kadar lemak

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Keadaan Susu Uji wana, bau, rasa, dan kekentalan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut : No 1 2 3 4 Tabel. 1.1. warna, bau, rasa, dan kekentalan susu Sampel Warna bau kekentalan rasa A putih keruh Segar Cair Susu segar B putih keruh Segar Cair gurih C putih keruh Segar Cair sekali gurih D putih keruh Segar Kental gurih Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa sampel A, B, C dan D mempunyai warna dan bau yang sama, yaitu berwarna putih keruh dan memiliki bau yang segar. Uji rasa yang dilakukan menunjukkan sampel B, C, dan D memiliki rasa yang sama yaitu rasa yang gurih, sedangkan sampel A menunjukkan rasa susu segar. Uji kekentalan yang dilakukan menunjukkan sampel A dan B memiliki sifat yang cair, sedangkan sampel C cair sekali dan sampel D bersifat cukup kental. Warna susu yang baik berwana putih

bersih sedikit kekuningan dan tidak tembus cahaya. Warna susu tergantung dari bangsa, pakan yang diberikan, lemak susu, dan bahan padat. Susu yang murni memiliki rasa sedikit manis atau gurih. Susu yang baik berbau khas segar, sedikit berbau sapi (Soeparno et al., 2001). Menurut Ekaswati (2006), rasa susu segar beravariasi yaitu agak manis dan asin. Hal ini disebabkan adanya laktosa dan lemak, serta adanya kandungan garam. Menurut Saleh (2004), rasa gurih susu dapat disebabkan karena adanya kontaminasi lingkungan saat pemerahan. Susu mudah menyerap bau. Rasa asin berasal dari klorida, garam garam yang terkandung di dalam susu.

Uji kebersihan. Berdasarkan praktikum yang tealh dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut : No 1 2 3 4 Tabel 1.2. Kebersihan susu Sampel Tingkat kebersihan A Bersih B Bersih C Bersih D Agak Bersih Skor 8 8 8 6

Data yang diperoleh diatas menunjukkan sampel dengan kebersihan susu yang baik, kecuali sampel D yang agak bersih dan mendapat skor 6. Sampel susu yang lainnya cukup bersih dan mendapatkan skor 8. Angka kebersihan dibagi menjadi tiga skor. Tingkat kebersihan dengan nilai 8 berarti sudah bersih, nilai 4 menunjukkan susu yang kurang bersih, dan 0 menunjukkan susu yang kotor (Soeparno et al., 2001). Uji kebersihan dapat dilakukan dengan pengamatan visual dan dengan bantuan kaca pembesar, selain itu dapat dilakukan dengan penyaringan susu menggunakan kapas, hal ini dapat memperhatikan kotoran yang ada pada susu, biasanya kotoran yang terdapat pada susu adalah dedak, ampas kelapa, kotoran kandang, bulu, pasir dan lain lain. Susu yang baik tidak mengandung benda benda asing, baik yang mengambang, melayang, maupun mengendap. Uji derajat keasaman. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diperoleh hasil sebagai berikut, No 1 2 3 4 Tabel. 1.3. derajat keasaman susu Sampel pH ml NaOH A 6,63 2 B 6,44 1,5 C 6,12 1,5 D 6,38 1,3 % keasaman 0,196 0,15 0,15 0,128

Data yang diperoleh pada saat praktikum menunjukkan sampel A mempunyai derjat keasaman 0,196 %, sampel B 0,15%, sampel C 0,15%

10

dan sampe D 0,128%. Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003), susu sifatnya agak asam, susu segar memiliki keasaman sekitar 0,18 sampai 0,24% dihitung sebagai persen setara asam laktat. Berdasarkan literatur yang ada sampel B, C dan D memiliki derajat keasaman yang tidak normal, sedangkan sampel D berada tidak berada di normal. Derajat keasaman tersebut adalah angka yang menunjukkan jumlah milliliter larutan NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan 100 ml susu dengan 2 ml. Susu yang dipanaskan akan mengurangi titrasi keasaman dibandingkan dengan susu yang tidak dipanaskan, apalagi pemanasan dengan tekanan akan

mengurangi kehilangan CO2 sehingga perubahan asam tidak cepat. Susu yang akan dipanasi atau mengalami pasteurisasi, pengurangan angka titrasi keasaman sebesar 0,01%. Perubahan asam atau terjadinya keasaman disebabkan oleh terbentuknya asam laktat dari laktosa oleh bakteri asam laktat (Soeparno et al., 2001). Nilai pH sampel A sebesar 6,63, sampel B 6,44 , sampel C 6,12, dan sampel D 6,38. Hal ini menunjukkan nilai pH pada sampel B, C,dan D menunjukkan ketidakcocokan dengan literatur, sedangkan nilai pH pada sampel A sesuai dengan literatur. Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003), susu segar mempunyai pH sekitar 6,5 sampai 6,7 dan jika banyak terjadi pengasaman karena aktivitas bakteri akan terjadi penurunan pH atau susu kolostrum sedangkan pH naik biasanya karena adanya mastitis karena akan menyebabkan perubahan keseimbangan mineral dalam susu. Uji Alkohol. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat diperoleh hasil sebagai berikut : No 1 2 3 4 Tabel 1.4. Alkohol susu Sampel Keterangan A Menggumpal B Menggumpal C Menggumpal kecil D Menggumpal

11

Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa sampel A, B, C dan D menggumpal dengan menambahkan alkohol 70%. Gumpalan yang terbentuk menandakkan susu tersebut telah rusak. Susu segar yang ditambahkan alkohol dengan perbandingan 1:1 tidak akan menggumpal jika dalam kondisi yang baik. Menurut Soeparno et al., (2001), keasaman susu akan menyebabkan rusaknya susu, bila dengan uji alkohol 70% terjadi penggumapalan berarti uji tersebut positif atau susu telah rusak. Apabila uji alkohol tidak terjadi penggumpalan maka uji alkohol negatif atau susu dalam keadaan baik. Alkohol memiliki daya dehidrasi yang akan menarik H+ dari ikatan mantel air protein sehingga protein dapat melekat satu dengan yang lain akibatnya kestabilan protein berkurang yang dinamakan susu pecah. Susu bercampur degan alkohol yang berdaya dehidrasi maka protein susu akan terkoagulasi. Semakin tinggi derajat asam, semakin berkurang kepekaan alkohol yang dibutuhkan untuk memecah susu dalam jumlah yang sama. Tingginya asam yang dihasilkan oleh aktivitas mikrobia penghasil asam dapat melemahkan seleubung air yang menyelimuti protein susu tidak stabil atau tidak stabilnya sifat koloidal tersebut akibatnya protein akan terkoagulasi membentuk gumpalan dan uji alkohol dinyatakan positif (Ekaswati, 2006). Uji reduktase dengan metilen biru. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut : No 1 2 3 4 Tabel 1.5 Reduktase metilen biru Sampel 30' 60' A Putih seluruhnya B 3% putih C 1/16% putih D 75% putih 90' -

Tabel diatas menunjukkan sampel A berubah warna putih pada menit ke 30, sedangkan sampe B, C, dan D baru menunjukkan perubahan warna
12

putih pada menit ke 60. Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003), uji reduktase dapat memperkirakan jumlah bakteri dalam susu, uji MBRT dapat mengubah warna metilen biru menjadi putih jernih. Semakin lama perubahan warna dari biru menjadi putih jernih akibat aktivitas bakteri yang kecil atau jumlah bakteri sedikit mutu susu semakin baik. Berdasarkan literatur yang ada, sampel A menunjukkan kualitas susu yang kurang baik karena mengalami reduktase yang cukup cepat, sedangkan sampel B, C, dan D sudah cukup baik karena proses reduktase dapat dikatakan berjalan dengan lambat yang menandakan bahwa aktivitas bakteri belum begitu cepat. Uji pembuktian penambahan pati. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut, Tabel 1.6. Penambahan pati No Sampel Perubahan warna Keterangan 1 A Kuning negatif 2 B Kuning negatif 3 C Kuning negatif 4 D Kebiruan Positif Menurut Wardoyo (2012), penambahan iodine pada susu yang menghasilkan warna biru menunjukkan adanya kandungan tepung pada susu. Hasil praktikum yang diperoleh menunjukkan sampel D mengandung tepung didalamnya. Hal ini sering dilakukan oleh penjual susu murni yang curang. Proses hidrolisis amilum mengalami beberapa tahapan dengan penambahan laritan iodine. Tahap awal hidrolisis amilum berwarna biru yaitu amilum, tahap amilodekstrin akan berwarna ungu dengan penambahan iodine. Hodrolisis amilum bertahap dengan hasil berupa dekstrin. dan

Amilodekstrin

berwarna

ungu,

eritridekstrin

berwarna

merah,

akrodekstrin tidak berwarna (Sumardjo, 2009).

13

Uji Susunan Susu Uji berat jenis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut: No 1 2 3 4 Tabel 1.7. Berat jenis susu Sampel Skala lacto Suhu (T) Berat jenis A 23 28 1,022 B 25 28 1,023 C 16 24 1,0167 D 28 28,5 1,0278 Data yang tersaji di atas menunjukkan berat jenis sampel A yaitu

1,022, sampel B yaitu 2,023, sampel C sebesar 1,0167 dan sampel D menunjukkan berat jenis 1,0278. Menurut Soeparno et al., (2001), variasi bobot spesifik susu berkisar antara 1,027 sampai 1,035 atau dengan rata rata 1,032. Hal ini menunjukkan sampl A, B, dan C berada di bawah kisaran normal dan sampel D sudah sesuai dengan literatur. Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003), faktor yang mempengaruhi berat jenis susu adalah suhu, waktu, dan komposisi. Pengukuran berat jenis menggunakan alat laktodensimeter,

pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kekentalan susu. Susu memiliki berat jenis lebih dari berat jenis air karena susu merupakan suatu sistem koloidal kompleks yaitu air sebagai medium dispersi antara lain mengandung garam dan gula dalam larutan. Berat jenis ditetapkan paling lama 3 jam sesudah pemerahan akan dijumpai berat jenis berbeda atau berubah. Hal ini dapat disebabkan karena adanya perubahan kadar lemak yang keluar dari susu (Nurwantoro dan Muyani, 2003). Uji kadar lemak dan penentuan bahan kering tanpa lemak. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut :

14

No 1 2 3 4

Tabel 1.8. Kadar lemak dan BKTL susu Sampel Kadar lemak BK BKTL A 0,8 6,80 6 B 3,5 9,795 6,29 C 2,5 7,5 4,85 D 2 2,57 0,57

Air 93,2 90,2 92,65 97,43

Hasil tabel diatas menunjukkan sampel A memiliki kadar lemak sekitar 0,8%, sampel B mempunyai kadar lemak 3,5%, sampel C 2,5% dan D memiliki kadar lemak 2%. Menurut SNI (1998), kadar lemak maksimal 3%. Berdasarkan perbandingan dengan literatur, sampel A, C dan D tidak melebihi batas maksimal kadar lemak, namun sampel B melebihi kadar lemak maksimal dengan nilai 3,5%. Menurut Soeparno et al., (2001), penentuan kadar lemak dapat diuji dengan metode gerber dan babcock. Pengujian kadar lemak dengan metode babcock berdasarkan melarutkan bahan padat bukan lemak dan melepaskan lemak bebas. Penambahan asam sulfat pada susu akan menghancurkan bahan organik selain lemak, maka akan timbul reaksi panas yang dapat mencairkan lemak susu yang akan memisahkan dibagian atas. Asam lemak juga menaikkan perbedaan antara berat pada lemak dan larutan sehingga ketika disentrifus akan memisah dengan mudah. Lemak akan terletak dibagian atas, sebab berat jenis lebih kecil dari konstituen konstituen lain didalam susu. Penentuan bahan kering tanpa lemak menggunakan metode Fleischman. Faktor yang menentukan bahan kering tanpa lemak (BKTL) antara lain kadar lemak dan berat jenis. Butiran lemak cenderung memisah dan timbul pada permukaan yang merupakan suatu lapisan. Bagian lemak ini disebut krim dan cairan susu yang terdapat di bawahnya disebut skim. Bagian lemak tersebut dapat terpisah dengan mudah karena berat jenisnya kecil. Karena mempunyai luas permukaan yang sangat besar, maka reaksi-reaksi kimia mudah sekali terjadi

15

dipermukaan

perbatasan

lemak

dengan

mediumnya

(Rachmawan,

2001).Kadar lemak dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan sapi, makanan yang tinggi atau rendahnya lemak dan susunan makanan yang diberikan bahan kering melebihi 1 sampai 3% (Ensminger, 2001).

16

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa susu yang diamati memiliki warna putih keruh, berbau segar dan rasa yang gurih, sedangkan uji kekentalan susu didapatkan hasil kondisi cair sampai kental. Kebersihan susu yang diuji berada pada kisaran skor 6 sampai 8 yang menandakan susu cukup bersih. Derajat keasaman susu sekitar 0,12 sampai 0,19 %. Uji penambahan pati memperoleh hasil sampel A, B, dan C tidak ada penambahan pati dan sampel D terdapat penambahan pati. Berat jenis keempat sampel berkisar antara 1,01 sampai 1,02. Kadar lemak susu antara 0,8% sampai 3,5% dengan BKTL susu antara 0,57% sampai 6,29%.

17

DAFTAR PUSTAKA

Ekaswati, F. 2006. Penggunaan Uji Aklkohol untuk Penentuan Kesegaran Susu. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ensminger. 2001.Dairy Cattle and Milk Production.The Macmillan Company: New Zealand.Nurwantoro dan Mulyani. 2003. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Rachmawan, Obin. 2001. Penanganan Susu Segar. Modul Program Keahlian THP. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan: Jakarta. Standar Nasional Indonsia. 1998. Badan Standar Nasional. SNI 012782.1998. Departemen Pertanian. Soeparno, Rihastuti, Indratiningsih, S. Triatmojo. 2001. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Jurusan Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sumardjo, D. 2009. Kimia Kedokteran dan Biomolekul Organik. Penerbit Buku Kdokteran, EGC. Jakarta. Umiyasih, U dan D. B. Wijono. 1990. Pengaruh Sterilisasi Sederhana terhadap Kualitas dan Daya Tahan Susu. Sub Balai Pemelitian Ternak Grati. Pasuruan. Wardana, A. S. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Slamet Riyadi. Surakarta.

18

ACARA II UJI KUALITAS TELUR

TINJAUAN PUSTAKA

Uji Kualitas Telur Eksterior Bentuk Telur. Bentuk telur dibedakan menjadi lima macam, yaitu biconical (telur yang kedua ujungnya runcing seperti kerucut), conical (salah satu ujungnya runcing seperti kerucut), elliptical (bentuk menyerupai elips), oval (menyerupai oval, dan merupakan bentuk baik), dan spherical (bentuk hamper bulat). Faktor yang mempengaruhi bentuk telur yaitu genetik dan umur induk. Induk yang baru mulai bertelur bentuk telur yang dihasilkan cenderung runcing, memanjang sedangkan induk yang semakin tua menghasilkan telur yang semakin kearah bulat (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). Warna Kerabang. Warna kerabang telur tergantung pada jenis ayam dan jenis warna yang disekresikan. Warna kerabang diukur dengan reflektomter berbasis pada warna magnesium karbonat atau kromameter. Warna kerabang putih memberikan angka refleksi lima dan cokelat memberikan refleksi 45 (Yuwanta, 2004). Warna kerabang telur dibedakan mejadi dua warna utama, putih dan cokelat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari protoporpirin, kopropoporin, uropropirin, dan beberapa jenis purpoprin lain. warna kerabang selain dipengaruhi oleh jenis pigmen juga dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen dan struktur kerabang telur (Jazil et al., 2012). Kebersihan Kerabang. Kebersihan kerabang merupakan salah satu kriteria untuk menentukan kualitas telur. Kebersihan kerabang tanpa adanya kotoran tetapi juga bukan merupakan telur yang dicuci, tetapi adanya kerabang asli dari oviduct unggas (Yuwanta. 2004). Tingkat kebersihan
19

menurut SNI (2008) adalah bersih (mutu 1), sedikit noda kotor (mutu 2), banyak noda dan sedikit kotor (mutu 3). Menurut Sudaryani (2010), kategori bersih pada kerabang telur yaitu kerabang bebas dari material asing dan noda atau perubahan warna yang dengan mudah atau segera terlihat. Telur masih bisa dikatakan bersih bila hanya ditemukan sedikit noda atau bila noda tersebut tidak terlalu banyak untuk dapat mengurangi kebersihan kerabang telur secara keseluruhan. Kategori kotor pada kerabang telur yaitu kerabang yang mempunyai kotoran atau material asing yang melekat dipermukaannya memiliki noda yang menyolok atau menutupi lebih dari seperempat permukaan kerabang. Keutuhan Kerabang. Keutuhan kerabang berhubungan dengan soliditas kerabang telur. Soliditas kerabang bergantung pada material penyusun kerabang telur. Soliditas kerabang menentukan keretakan telur terhadap kekuatan yang menindihnya. Beberapa kriteria menentukan soliditas kerabang meliputi densitas, deformasi, resistensi pecah, dan ketebalan kerabang (Yuwanta, 2004). Berat Jenis. Berat jenis telur keseluruhan dihitung dari beratnya dan berat air pada volume sama. Berat jenis rata-rata telur ayam segar adalah 1,095. Berat jenis cangkang telur hampir dua kali berat isi telur. Berat jenis telur keseluruhan dipengaruhi oleh jumlah proposional atau ketebalan cangkang (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). Menurut Sarwono (1997), berat jenis telur dipengaruhi oleh tebal kerabang, dimana dengan semakin meningkatnya ketebalan kerabang telur maka berat jenis akan meningkat pula, dan semakin besar telur semakin kecil nilai berat jenisnya. Indeks Telur. Indeks telur merupakan perbandingan antara sumbu, lebar/panjang dikalikan 100%. Indeks telur bervariasi antara 65 sampai 82. Apabila telur oval memanjang maka indeks telur berkisar 65, sedangkan telur oval mencapai indeks 82. Indeks telur akan menurun secara progresif dengan umur, pada awal peneluran berkisar 77 dan pada akhir peneluran 74
20

(Yuwanta, 2004). Jika terjadi penyimpangan nilai indeks, telur akan memiliki penampilan yang kurang menarik dan menjadi rentan terhadap kerusakan kemasan dan pengiriman. Bentuk dan indeks telur dikendalikan oleh faktor genetik (Bell dan Weaver, 2002).

Uji Kualitas Interior Ketebalan Kerabang. Kerabang telur dengan permukaan agak berbintik-bintik. Kerabang telur merupakan pembungkus telur paling tebal dan bersifat keras dan kaku. Kerabang terdapat pori pori sebagai pertukaran gas. Lapisan kerabang bagian luar terdapat kutikula yang merupakan pembungkus telur terluar (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). Tebal tipisnya kerabang dipengaruhi oleh strain ayam, umur induk, pakan, stress, dan penyakit pada induk. Semakin tua umur ayam semakin tipis kerabang telurnya (Jazil et al., 2012). Warna Yolk. Karakteristik yang menetukan kualitas yolk adalah warna dari yolk, bentuk yolk dan kekuatan selaput yolk. Warna kuning yolk dapat ditentukan menggunakan standar warna kuning telur dari Roche (Soeparno et al., 2001). Pigmen yolk adalah xanthophilm lutein, zeasantin, caroten, dan kriptoxantin (Winarno, 2002). Indeks Yolk. Indeks yolk merupakan perbandingan antara tinggi kuning telur dengan diameter kuning telur. Tekanan osmotik yolk jauh lebih besar dari albumen sehingga air dari albumen berpindah ke yolk dan menyebabkan viskositas. Pemindahan air ini bergantung pada kekentalan albumen. Yolk akan semakin lembek sehingga indeks yolk menurun. Membrane vitelin akan rusak menyebabkan yolk pecah. Indeks yolk menurun dari 0,45 menjadi 0,30 apabila disimpan pada suhu 25oC selama 25 hari (Yuwanta, 2004).

21

Indeks Albumen. Indeks putih telur merupakan perbandingan antara tinggi putih telur dengan diameter rata-rata albumen kental. Indeks albumen segar berkisar 0,050 sampai 0,174. Semakin tua umur telur maka diameter albumen akan semakin lebar sehingga indeks albumen akan semakin kecil. Perubahan albumen disebabkan pertukaran gas antara udara luar dengan isi telur melalui pori pori kerabang telur dan penguapan air akibat lama simpan, suhu, kelembaban, dan porositas kerabang telur (Yuwanta, 2004). Nilai Haugh Unit. Kondisi albumen dapat diketahui dengan mengukur nilai haugh unit. Penentuan kualitas telur dengan mengukur tinggi albumen kental. Haugh unit merupakan hubungan antara berat telur dan tinggi albumen kental. Haugh unit merupakan hubungan antara berat telur dan tinggi albumen kental. Kualitas albumen akan baik apabila nilai HU inggi. Besarnya HU dalam klasifikasi yaitu grade AA (HU > 72), grade A (HU 60 sampai 72). Grade B (HU 31 sampai 60), grade C (HU < 61). Penurunan kualitas HU (grade AA menjadi C) dapat disebabkan faktor waktu penyimpanan (Soeparno et al., 2001). pH Yolk dan pH Albumen Nilai pH Yolk akan meningkat dari 6.0 menjadi 6,8 secara perlahan seiring dengan meningkatnya pH albumen telur segar 7,6 kemudian akan meningkat menjadi 9,0 atau9,7 setelah satu mimggu. Perubahan pH karena hilangnya CO2 dari telur. Kenaikan pH dapat ditekan dengan pengawetan telur. Nilai pH mengalami penurunan karena disebabkan mikroorganisme yang tumbuh selama penyimpanan menghasilkan asam (Wulandari, 2004). Kenaikan pH albumen dapat membawa keuntungan untuk pengolahan telur yang memerlukan pengocokan, karena menurut Celly (1996), mengatakan bahwa beberapa protein putih telur dapat membentuk busa paling baik pada pH sekitar 6,5 sampai 9,5.

22

MATERI DAN METODE

Materi Alat. Alat yang digunakan antara lain gelas ukur, timbangan, jangka sorong, depth micrometer, kipas Roche, shell thickness, kertas pH atau pH meter. Bahan. Bahan yang digunakan adalah telur.

Metode Kualitas Telur Eksterior Bentuk Telur. Bentuk telur diukur dengan melihat bentuk telur secara kasat mata. Variasi bentuk telur antara lain spherical, elliptical, biconical, dan conical. Warna Kerabang. Warna kerabang diukur dengan melihat warna kerabang secara kasat mata. Warna kerabang telur ayam antara lain white, tinted intermediet, dark, very dark. Kebersihan Kerabang. Kebersihan kerabang telur diukur dengan melihat kerabang telur dalam kondisi bersih atau kotor. Keutuhan Kerabang. Soliditas telur menetukan keretakan telur terhadap kekuatan yang menindihinya. Keutuhan kerabang telur dengan melihat keadaan kerabang (masih utuh atau terdapat keretakan). Berat jenis telur. Berta jenis telur yaitu hasil bagi antara berat telur dengan volume telur. Berat telur didapatkan dengancara menimbang telur, sedangkan volume telur dengan memasukkan telur ke dalam gelas ukur yang telah diisi air sehingga volume telur menempati volume air dalam gelas ukur sesuai hokum Archimedes. Perpindahan air dalam gelas ukur sama dengan volume tlur.

23

Indeks Telur. Indeks telur adalah perbandingan antara sumbu lebar dengan panjang dikalikan 100%, sehingga indeks telur dapat dilakukan dengan mengukur panjang dan lebar telur.

Kualitas Telur Interior Indeks Albumen. Indeks albumen adalah perbandingan antara tinggi albumen kental dengan albumen encer. Tinggi albumen diukur pada albumen kental posisi tertinggi, dengan menggunakan depth micrometer, sedangkan lebar albumen yaitu lebar rata rata posisi terpanjang dan posisi terpendek dengan menggunakan jangka sorong. Indeks Yolk. Indeks yolk dinyatakan dengan perbandingan antara tinggi dan lebar yolk. Pengukuran yolk dengan memisahkan yolk dan albumen terlebih dahulu. Diameter yolk dengan memisahkan dua kali dengan jangka sorong, sedangkan tinggi yolk diukur menggunakan depth micrometer pada posisi yolk paling tinggi. Warna Yolk. Warna yolk diukur dari sampel yolk dengan

menggunakan kipas Rache. Nilai Haugh Unit (HU). Haugh Unit merupakan satuan nilai dari putih telur yang dikemukakan oleh Haugh tahun 1939 dengan menghitung secara logaritma terhadap tinggi albumen kental dan kemudian ditransformasikan ke dalam nilai korejsi dari fungsi berat telur. Nilai HU dalam klasifikasi kualitas telur yaitu grade AA, A, B, atau C. Ketebalan Kerabang. Pengukuran ketebalan kerabang dilakukan dengan shell thickness 3 kali pada bagian yang berbeda setelah kerabang telur dipisahkan dengan selaput kerabang. Nilai pH Albumen dan Yolk. Pengukuran pH albumen dan yolk dengan memisahkan keduanya terlebuh dahulu, kemudian ambil albumen atau yolk diaduk sampai homogen dan diukur menggunakan kertas pH.

24

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Kualitas Eksterior Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : No 1 2 3 4 5 6 Tabel 2.1. Kualitas eksterior telur Parameter Telur 1 Telur 2 biconical spherical Berat telur intermediet intermediet warna kerabang Kebersihan kerabang bersih bersih Keutuhan kerabang utuh utuh Berat jenis 1,0648 g/ml 1,09 g/ml Indeks telur 80,35% 78,94% Bentuk Telur. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, bentuk

telur pada telur 1 dan 2 adalah spherical. Bentuk telur biconical adalah telur yang kedua ujungnya runcing seperti kerucut dan spherical adalah bentuk yang hampir bulat. Faktor yang mempengaruhi bentuk luar telur yaitu genetik dan umur induk. Induk yang baru mulai bertelur biasanya memiliki telur yang berbentuk biconical atau cenderung runcing dan memanjang., sedangkan induk yang semakin tua menghasilkan telur ke arah bulat (spherical) (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). Hasil yang diperoleh saat praktikum menunjukkan telur 1 dihasilkan dari induk yang baru mulai bertelur dan telur 2 dihasilkan oleh induk yang sudah tua. Pengamatan bentuk telur dilakukan dengan kasat mata. Bentuk telur memiliki variasi. Warna Kerabang. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil warna kerabang kedua telur adalah intermediet. Warna kerabang telur ditentukan oleh beberapa zat, antara lain melanin, karotenoid, dan phorpirin. Warna kerabang telur tergantung pada jenis ayam dan jenis warna yang disekresikan. Warna kerabang diukur dengan fepflektometer berbasis pada warna magnesium karbonat atau krometer (Yuwanta, 2004). Menurut Jazil et al., (2012), warna kerabang telur dibedakan mejadi dua
25

utama, putih dan cokelat. Perbedaan warna ini dipengaruhi oleh porpirin yang tersusun dari protoporpirin, kopropoporin, uropropirin, dan beberapa jenis purpoprin lain. Kebersihan kerabang. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil yang menunjukkan telur 1 dan 2 dalam keadaan bersih. Menurut SNI (2008), persyaratan tingkat mutu telur dapat dilihat dari kebersihan kerabang adalah mutu 1 dengan bersih bebas dari kotoran atau noda, mutu 2 adalah bebas dari kotoran menempel dan boleh ada sedikit noda, dan mutu 3 adalah bersih bebas dari kotoran menempel dan boleh ada noda. Keutuhan Kerabang. Berdasarkan praktikum yang dilakukan dapat diperoleh, diperoleh hasil keutuhan kerabang telur 1 dan telur 2 masih dalam keadaan utuh. Keutuhan kerabang tergantung pada soliditas kerabang telur. Beberapa kriteria untuk menentukan soliditas kerabang telur yang telah dikembangkan saat ini densitias deformasi, resistensi pecah, dan ketebalan kerabang (Yuwanta, 2004). Berat Jenis telur. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil berat jenis telur 1 adalah 1,0648 g/ml dan berat jenis telur 2 adalh 1,09 g/ml. Berat jenis telur yang bentuknya menyimpang baik memanjang, elliptical, conical, atau bulat lebih rendah yaitu 1,088 sampai 1,090. Berat jenis telur dipengaruhi oleh berat telur dan berat air pada volume sama (Nurwantoro dan Mulyani, 2003). Berdasarkan hasil praktikum, berat jenis telur 1 belum sesuai dengan kisaran normal, namun berat jenis telur 2 sudah sesuai dengan kisaran normal yang dinyatakan oleh Nurwantoro dan Mulyani. Indeks Telur. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil indeks telur yang diamati yaitu telur 1 adalah 80,75% dan telur 2 adalah 78,94%. Semakin tinggi nilai indeks telur maka bentuk telur akan semakin bulat. Bentuk oval atau bulat dipengaruhi oleh dinding saluran telur selama
26

pembentukan. Indeks telur diperoleh dari hasil pengukuran panjang dan lebar telur. Kisaran indeks telur yang normal adalah 0,70 sampai 0,74 (Septiawan, 2007). Berdasarkan literatur, hasil indeks telur yang diperoleh dari praktikum sudah sesuai, bentuk telur 1 terbukti berbentuk conical dan telur 2 berbentuk hampir bulat menurut dengan indeks telur yang lebih tinggi. Menurut Bell dan Weaver (2002), bentuk dan indeks telur dikendalikan oleh faktor genetik.

Uji Kualitas Interior Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut, No 1 2 3 4 5 6 7 Tabel. 2.2. Kualitas interior telur Parameter Telur 1 Ketebalan kerabang 0,32 warna yolk 8 indeks albumen 0,16% indeks yolk 30,76% Nilai HU 13,03 pH yolk 5,25 pH albumen 9,25 Telur 2 0,40 9 0,15% 0,28% 72,91 5,75 7,5

Ketebalan Kerabang. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh nilai kerabang telur 1 sebesar 0,32 mm dan telur 2 sebesar 0,42 mm. Pengukuran ketebalan kerabang dilakukan dengan memisahkan kerabang dari selaput kerabang kemudian tebal kerabang diukur dengan shell thickness. Kerabang telur merupakan pembungkus telur paling tebal, bersifat keras dan kaku. Kerabang mempunyai pori pori yang berfungsi untuk pertukaran gas. Permukaan luar kerabang terdapat lapisan kutikula sebagai pembungkus terluar. Selaput kerabang dalam lebih tipis dari selaput kerabang luar dan keduanya mempunyai ketebalan 0,01 sampai 0,02 mm (Nurwantoro dan Mulyani, 2007).

27

Kualitas kerabang telur ditentukan oleh tebal dan struktur kulitnya. Tebal kerabang telur normal adalah 0,31 mm. Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, nilai ketebalan kerabang sudah mendekati dengan literatur. Kerabang telur sebagian besar dibangun atas kalsium karbonat (CaCO3) sehingga kandungan kalsium dalam ransum perlu diperhatikan untuk mendapatkan ketebalan kerabang telur yang optimum (Yamamoto, et al. 2007). Warna Yolk. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil warna yolk telur 1 adalah 8 dan telur 2 adalah 9. Warna yolk ditentukan dengan membandingkan warna yolk telur dengan kipas Rosche. Warna kuning telur dapat ditentukan menggunakan standar warna telur dari Rosche yang memiliki 15 seri warna yolk. Menurut karakteristik yang menentukan kualitas yolk adalah warna yolk, bentuk yolk, dan kekuatan selaput pembungkus yolk (Soeparno et al., 2001). Kuning telur mengandung zat warna (pigmen) yang umum dalam dalam golongan karotenoid yaitu xanthophile, lutein, dan zeaxanthin serta sedikit - karoten dan kriptosantin. Warna atau pigmen yang terdapat dalam kuning telur dipengaruhi oleh jenis pigmen yang terdapat dalam ransum (Winarno, 2002). Indeks Albumen. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil indeks albumen telur 1 adalah 0,16% dan indeks albumen telur 2 adalah 0,15%. Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003), nilai indeks telur albumen yang segar bervariasi 0,050 sampai 0.174, walaupun kisaran normal albumen adalah 0,090 sampai 0,120. Bedasarkan hasil praktikum yang dibandingkan dengan literatur, hasil praktikum belum sesuai dengan litaratur. Faktor yang mempengaruhi nilai indeks albumen adalah tinggi putih telur kental dan rerata diameter putih telur. Persentase putih telur (albumen) antara 58 sampai 60% dari berat telur itu. Putih telur terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan kental dan lapisan encer. Lapisan kental terdiri atas lapisan
28

kental dalam dan lapisan kental luar. Lapisan kental dalam hanya 3% dari total volume albumen. Lapisan kental luar 57% dari volume total albumen. Lapisan encer terdiri atas lapisan encer dalam luar yang masing masing 17 dan 23% dari jumlah volume albumen (Bell dan Weaver, 2002). Nilai Haugh Unit. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, diperoleh hasil nilai HU telur 1 adalah 13,03 dan HU telur 2 adalah 72,91. Tingkatan nilai HU digunakan untuk mengukur kualitas putih telur. Nilai HU yang baik menunjukkan nilai HU 100, sedangkan untuk telur dengan mutu terbaik nilainya 75. Telur busuk biasanya nilai HU dibawah 50. Nilai HU dipengaruhi umur ayam dan genotipnya, musim, pakan, lama dan suhu penyimpanan. Suhu ideal yang mampu mempertahankan nilai HU lebih lama adalah penyimpanan telur dalam suhu freezer 0 sampai 0,5 0C, dan pada refrigerator penyimpanan dipertahankan suhu 10 sampai 80C. Umur ayam yang meningkat dan suhu lingkungan diatas 30 0C menyebabkan penurunan nilai HU (Bell dan Weaver, 2002). pH Yolk. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil pH yolk telur 1 sebesar 5,25 dan telur 2 adalah 5,75. Nilai pH yolk akan meningkat 6,6 sampai 6,8, seiring meningkatnya pH albumen telur segar 7,6 kemudian akan meningkat hingga 9,0 atau 7,7 setelah satu minggu. Data yang diperoleh dari praktikum menunjukkan penurunan nilai pH pada kedua telur. Hal ini dapat disebabkan mikroorganisme yang tumbuh selama penyimpanan yang menghasilkan asam (Wulandari, 2004) pH Albumen. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil pH albumen telur 1 adalah 9,25 dan pH albumen telur 2 adalah 7,5. Menurut Nurwantoro dan Mulyani (2003), pH albumen meningkat sampai nilai maksimum kira - kira 9,7. Telur 1 sudah hampir mencapai nilai pH maksimum. Peningkatan pH albumen dapat disebabkan oleh melepasnya CO2 dari telur melalui pori pori kerabang. pH albumen tergantung pada keseimbangan antara CO2, ion bikarbonat, ion karbonat dan protein terlarut.
29

KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, data yang diperoleh antara lain uji kualitas eksterior yang meliputi bentuk telur yang berbentuk conical dan spherical, warna kerabang yaitu intermediet, kebersihan

kerabang menunjukkan sudah cukup baik, keadaan kedua telur yang diamati sudah menujukkan telur yang utuh, berat jenis telur yang diperoleh menunjukkan 1,0648 dan 1,09, indeks telur yang diperoleh sebesar 80,35 dan 78,94. Uji kualitas telur interior yang diperoleh saat praktikum meliputi indeks albumen sebesar 0,16 pada telur 1 dan 0,15 pada telur 2, indeks yolk yang diperoleh adalah telur 1 sebesar 30,76 dan telur 2 sebesar 0,28, warna yolk menujukkan nilai 8 dan 9 menurut kipas Rosche , nilau HU menunjukkan telur 1 sebesar 13,03 dan telur 2 sebesar 72,91, nilai pH albumen dan yolk berturut 5,25 dan 9,25 pada telur 1 sedangkan telur 2 5,75 dan 7,5. Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas telur adalah faktor genetik, umur induk ayam, faktor kandungan nutrisi pakan, penyakit, suhu lingkungan, dan pengemasan.

30

DAFTAR PUSTAKA

Bell. D dan Weaver. 2002. Commerrcial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publisher. United States of America. Celly H. Sirait. 1996. Telur dan Pengolahannya. Puslitbang Peternakan: Bogor. Jazil, N., A. Hintoro, dan S. Mulyani. 2012. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras dengan Warna Cokelat Kerabang Berbeda Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknolohi Pangan. Semarang. Nurwantoro dan Mulyani, S. 2003. Dasar Teknologi Hasil Terna. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Sarwono, B. 1997. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Cetakan ke-6. Penebar Swadaya: Jakarta. Septiawan, R. 2007. Respon Produktivitas dan Reproduktivitas Ayam Kampung dengan Umur Induk yang Berbeda. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sidadolog, J. 2001. Manajemen Ternak Unggas. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta. Standar Nasional Indonesia. 2008. Badan Standar Nasional. SNI 01-39262008. BSN. Jakarta. Soeparno, Rihashtuti, Indratiningsih, S. Triatmojo. 2001. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya: Jakarta.Winanrno, F. G. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan Pengolahannya. M-Brio Press. Bogor. Wulandari, Z. 2004. Sifat Fisiokimia dan Total Mikrobia Telur Itik Asin Hasil Teknik Penggaraman dan Lama Penyimpaan yang Berbeda. Med. Pet 27(2): 38 45. Yamamoto, T., L. R Juneja, H. Hatta, dan M. Kim. 2007. Hen Eggs: Basic and Applied Science. University of Alberta. Canada. Yuwanta, Tri. 2004. Dasar Ternak Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
31

32

ACARA III PEMBUATAN ICE CREAM

TINJAUAN PUSTAKA Pembuatan Ice Cream. Ice cream merupakan makanan yang terbuat dari campuran produk susu yang dibekukan. Persentase lemak susu yang berukuran tertentu, dicampur telur, bahan cita rasa (gula), dan perwarna tertentu. Ice cream memiliki nilai protein tinggi selain vitamin dan mineral. Kandungan kalori yang tinggi dalam ice cream berasal dari penambahan gula (Saleh, 2004). Komposisi ice cream terdiri dari susu, pemanis, penstabil, pengemulsi, dan perasa. Bahan bahan tersebut dicampur, dipasteurisasi, dan dihomogenisasi sebelum dibekukan (Andrianto, 2004). Menurut SNI (1995), syarat mutu ice cream di Indonesia minimal 5,0% gula yang digitung sebagai sukrosa minimal 8%, protein minimal 2,70%, dan padatan minimal 3,4%. Menurut Nisandini (2004), ice cream yang berkarakteristik lemak susu rendah dengan atau tanpa penambahan telur, agitasi selama pendinginan termasuk dalam proses es susu kadar lemak akan mempengaruhi tekstur dalam proses es susu. Kadar lemak akan mempengaruhi tekstur ice cream, rasa, membentuk body, dan melembutkan tekstur. Padatan susu tanpa lemak mengandung protein, laktosa dan mineral. Padatan susu tanpa lemak menurunkan titik beku, meningkatkan viskositas dan ketahanan leleh. Kandungan total solid dan gula pada ice cream menentukan overrun dan suhu pembekuan. Emulsifier digunakan untuk menghasikan ice cream yang bertekstur baik dan kaku yang meleleh perlahan dan seragam. Emulsifier digunakan untuk menurunkan waktu pembekuan, memperbaiki mutu whipping, dan juga mempengaruhi

pelepasan lemak susu bebas pada globular lemak selama pembekuan dan juga pengontrol pengeringan. Stabilizer berfungsi utama untuk mengikat air dan menghasilkan kekentalan untuk membatasi pembentukan kristal es dan
33

kristal laktosa selama penyimpanan berfluktuasi selain itu, stabilizer juga berperan dalam pemberian udara kepada adonan selama pembekuan meningkatkan kekuatan body. Menurut Masykuri et al., (2012), ice cream merupakan produk pembekuan yang terbuat dari kombinasi susu dengan prosentase lemak susu 10 sampai 20% dan dicampur dengan telur, ditambah dengan bahan penegas cita rasa manis dan pewarna. Ice cream yang diproduksi oleh industri modern komersial dibuat dari campuran bahan-bahan yaitu 10 sampai 16% lemak susu, 9 sampai 12% solid non fat, 12 sampai 16% gula (kombinasi dari sukrosa, dan atau pemanis sirup jagung berdasarkan glukosa), 0,2 sampai 0,5% stabilizerdan emulsifier (misalnya agar ata carragenan dari rumput laut), 55 sampai 64% air yang berasal dari susu padat atau bahan lain (Hartatie, 2011). Pengujian Ice Cream Organoleptik ice cream. Uji organoleptik dilakukan dengan

menggunakan indera manusia. Tujuan uji ini agar mengetahui tanggapan oanelis terhadap semua produk yang dihasilkan dan tingkat kesukaannya. Menurut Mikasari dan Lina (2013), penilaian mutu bahan makanan pada umumnya bergantung pada cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya tetapi faktor faktor tersebut dipertimbangkan secara visual, faktor warna terkadang sangat menentukan. warna dalam suatu makanan umumnya dipengaruhi oleh bahan baku. Kadar lemak ice cream. Kadar lemak mempengaruhi tekstur pada es krim, dan membentuk rasa lemak pada ice cream. Pemberian lemak lebih banyak pada ice cream memberikan hasil lebih lembut dan lebih lama meleleh (Nuswandini, 2004). Menurut Standar Nasional Indonesia (1995), komposisi ice cream yang memenuhi syarat adalah memiliki kandungan lemak minimum 5%. Penambahan lebih banyak MSNF kering dari pada adonan dapat mengoreksi kekurangan tersebut. Ice cream dengan
34

kandungan lemak 4,5% dan total padatan 33% kira kira memenuhi 155 kalori per 100 gram (Soeparno, 2007). Titik leleh ice cream. Menurut Niswandini (2004), waktu leleh adalah waktu yang dibutuhkan ice cream untuk meleleh sempurna pada suhu ruang. waktu leleh ice cream akan semakin cepat pada kadar lemak ice cream rendah. Kecepatan meleleh pada ice cream yang semakin meningkat disebabkan oleh susunan trigliserida lemak whipping cream . Titik leleh dipengaruhi oleh rantai asam lemak, dimana semakin pendek rantai asam lemak, maka semakin rendah titik cair lemak tersebut (Masyukri, 2004). Overrun. Overrun ditentukan melalui perhitungan pengembangan volume ice cream dari volume adonan. Overrun akan meningkatan volume adonan, penambahan volume ice cream terjadi saat proses pencampuran dan pembekuan pada ICM, udara terperangkap di dalam ice cream mengakibatkan penambahan volume (Niswandini, 2004).

35

MATERI DAN METODE Materi Alat. Alat yang digunakan pada praktikum adalah ice cream maker, freezer, refrigerator, panci stainless steel, kompor, timbangan, termometer, dan pengaduk. Bahan. Bahan yang digunakan antara lain 1 L susu segar, kuning telur 1 butir,150 g whipped cream, 100 g susu skim, 150 g gula pasir, 3 sampai 5 g agar agar. Metode Proses pembuatan ice cream. Pencampuran meliputi susu, gula, agar agar, dan yolk diaduk rata sambil dipanaskan suhu 400 C, kemudian ditambahkan skim bubuk dan whipped cream yang telah dilarutkan, diaduk hingga tercampur sempurna. Pemanasan meliputi campuran ice cream tersebut dipanaskan pada suhu 850 C selama 30 menit kemudian suhu diturunkan sampai suhu kamar. Uap panas dalam larutan dihilangkan dengan mixer selama 15 menit. ICM disimpan di dalam wadah tertutup pada suhu refrigerator selama 24 jam untuk proses aging. ICM diputar dengan ice cream maker hingga terbentuk ice cream halus dan kokoh kemudian ditempatkan dalam wadah ice cream, lalu disimpan dalam freezer. Pengujian ice cream Uji organoleptik. Pengujian dengan mengamati warna, bau, rasa, dan tekstur. Pengujian organoleptik dilakukan oleh beberapa panelis terhadap pengujian dengan menyiapkan sampel untuk pengujian dan pengamatn secara indera berdasar pengujian yang dilakukan. Uji kadar lemak metode babcock. Sampel ice cream diambil 5 g kemudian diencerkan 5 kali dengan penambahan aquaes dalam botol pengenceran 25 ml. Hasil pengenceran tersebut diambil sampel sebanyak 17,5 ml menggunakan pipet gondok dimasukkan ke dalam tabung babcock,
36

ditambah asam sulfat pekat sebanyak 17,5 ml melalui dinding tabung. Campur hingga berubah warna menjadi kehitam-hitaman, dan dimasukkan dalam babcock sentrufugi selama 2 menit, setelah itu ditambah aqudes pada suhu 600 C sampai skala pada leher babcock terbaca dan disentrifuge lagi selama 1 menit. Angka skala menunjukkan kadar lemak sampel dikalikan dengan jumlah pengenceran. Uji titik leleh ice cream. Sampel sebanyak 50 g ditempatkan dalam adah yang disiapkan kemudian dimasukkan ke dalam freezer sampai membeku. Sampel dikeluarkan dan didiamkan pada suhu kamar. waktu pelelehan merupakan waktu pengeluaran sampel dari freezer sampai ice cream mencair seluruhnya. Uji overrun pada ice cream. Pengujian ini merupakan pengujian pada ice cream untuk mengetahui tingkat pengembangan volume ice cream setelah dilakukan proses penangkapan udara oleh globula lemak sehingga terjadi penambahan volume ice cream dari volume awal (1) Ukur volume awal campuran ice cream sebelum dilakukan pemutaran dan pembekuan dalam ice cream maker (2) ukur volume akhir ice cream setelah dilakukan pemutaran dan pembekuan (3) pengukuran overrun ditentukan dengan rumus:

37

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Ice Cream. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat, diperoleh data bahan bahan yang diperlukan dalam pembuatan ice cream, data tersebut antara lain : Tabel 3.1. Pembuatan ice cream No 1 2 3 4 5 6 Bahan Jumlah susu segar 649,81 whipped cream 210,13 susu skim 46,1 Pemanis 90 Stabilizer 2 emulsifier 2 Data yang ada diatas menunjukkan bahan Persentase 64,98 21,01 4,61 9 0,2 0,2 bahan yang diperlukan

dalam pembuatan ice cream, antara lain susu segar dengan presentase 64,98%, whipped cream sebanyak 21,01%, susu skim sebanyak 4,61%, pemanis sebanyak 9%, stabilizer sebanyak 0,2% dan emulsifier sebanyak 0,2% dari jumlah bahan total. Proses pembuatan ice cream memiliki beberapa tahapan, tahapan tersebut adalah pencampuran, pasteurisasi, mixing, aging, pembekuan, freezer. Pencampuran terdiri atas susu, gula, agar agar, dan emulsifier. Pemanasan pada suhu 850 C selama 30 menit atau pasteurisasi. Aging dengan menghilangkan uap panas dengan mixer selama 15 menit. Pembekuan dengan menepatkan adonan ke dalam freezer. Menurut Soeparno (1992), tahapan pembuatan ice cream adalah pencampuran, pasteurisasi, homogenisasi, pendinginan, aging, dan pembekuan (freezing). Pencampuran pada pembuatan ice cream dilakukan dengan

mengguncangkan adonan. Proses pengguncagan ini mempunyai dua tujuan. Tujuan yang pertama untuk mengecilkan ukuran kristal es yang terbentuk. Tujuan yang kedua dari proses ini supaya terjadi pencampuran udara ke dalam adonan es krim. Gelembung-gelembung udara yang tercampur ke

38

dalam adonan es menghasilkan busa yang seragam atau homogen. Bahan emulsifier dipakai untuk memperbaiki tekstur es krim yang merupakan campuran air dan lemak (Didinkaem, 2006). Pasteurisasi dilakukan pada suhu 155 F selama 30 menit. Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri patogen, inaktif enzim lipase untuk mencegah kerusakan lemak, melarutkan komponen, menaikkan ketahanan oksidasi. Homogenisasi untuk mencegah globula lemak berukuran besar sehingga menghasilkan adonan stabilan lebih lembut dengan ketahanan tingi. Adonan homogenisasi pada suhu 63 sampai 770 C, selain meningkatkan pembentukan gumpalan lemak meningkatkan viskositas, dan waktu pembekuan. Adonan segera didinginkan hingga suhu 40 C agar tekstur es lebih halus, mencegah pertumbuhan mikrobia dan reaksi kimia dapat terjadi (Marshall dan Arbuckle, 2000). Menurut Saleh (2004), unsur pokok pembentuk ice cream adalah lemak susu, Milk Solids Non Fat (MSNF) seperti susu skim, susu skim manis kondensisa dan whey padat, bahan pemanis (gula, sirup, madu, dextrosa, laktosa, fruktosa, dan lain lain). Bahan penstabil (stabilizer) seperti agar agar, sodium atau propylene glycol alginate, sodium carboxymethylcelulose, carrageenan (ekstraksi rumput laut), gelatin, pectin. Bahan pengemulsi (mono dan digliserida, lecitin, pulyoxyethylene, turunan alcohol hexahydric, glycol, dan glycol ester), garam mineral, (Ca atau Mg oksida, sodium sitrate, disodium phosphanate, sodium tetra pyrophosphate dan sodium

hexametaphosphate). Menurut Soeparno (2007), stabilizer dengan air dalam adonan akan membentuk gel yang memperbaiki tekstur dan menghambat pembentukan kristal es yang besar. Bahan stabilizer diberikan dalam jumlah kurang dari 0,5%. Bahan penstabil yang umum digunakan dalam pembuatan es krim adalah CMC (carboxymethyl cellulose), gelatin, Naalginat, karagenan, gum arab, dan pectin. Menurut Susrini (2003), penggunaan stabilizer memiliki beberapa fungsi, yaitu mempertahankan stabilitas emulsi, mencegah
39

pembentukan kristal es yang besar, menurunkan kecepatan meleleh, memperbaiki sifat produk, dan memperbaiki tekstur. Tekstur ice cream juga dapat diperoleh dari proses pembekuan cepat yang akan menghasilkan tekstur es berukuran kecil dan halus, serta lambut. Jumlah yang berlebihan akan menyebabkan produk lebih kental (viskus). Emulsifier akan memperbaiki tekstur ice cream, terutama untuk produk kering dan tegang serta dapat mereduksi waktu membusa. Area permukaan sel udara yang lebih luas menyebabkan air dalam ice cream menyebar ke permukaan yang lebih luas, sehingga produk terlihat lebih kering. Molekul-molekul emulsifier akan menggantikan membrane protein, satu ujung molekul akan melarut di lemak. Lesitin, molekul yang terdapat dalam kuning telur, adalah contoh emulsifier alami. Selain itu, dapat digunakan mono atau di-gliserida atau polisorbat yang akan mendispersikan globula lemak dengan lebih efektif. Menurut Hakim et al. (2012), bahan pengemulsi berfungsi mengurangi tegangan permukaan antara fase air dan fase lemak pada ice cream.

Pengujian Ice Cream Uji organoleptik. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel. 3.2. Organoleptik ice cream No 1 2 3 4 5 Tabel diatas panelis tekstur rasa daya terima Gangga lembut manis Diterima Era lembut manis Diterima Dwi Nur lembut manis Diterima Citra lembut manis Diterima Ganick lembut manis Diterima menunjukkan uji organoleptik yang dilakukan oleh

anggota kelompok sebagai panelis. Ice cream yang dibuat memiliki tekstur yang lembut, rasa ice cream manis dan dapat diterima oleh konsumen

40

(panelis). Menurut Andrianto (2008), ice cream yang memiliki tekstur ice cream lembut disebabkan karena susu skim yang digunakan. Total laktosa yang tinggi dalam ice cream dapat menyebabkan tekstur ice cream sandness karena laktosa dapat mengkristal pada suhu rendah. Lemak ice cream yang berasal dari susu, cream akan memberikan flavor yang kaya dan memperbaiki tekstur. Padatan susu tanpa lemak (MSNF) dari susu, susu skim mempunyai kontribusi terhadap flavor dan memperbaiki tekstur. Adanya penambah gula menambah rasa manis pada ice cream, dan menurunkan titk beku sehingga ice cream akan memadat dalam pembekuan. Kombinasi stabilizer dengan air dalam adonan akan membentuk gel yang memperbaiki tekstur dan menghambat pembentukan kristal kristal es yang besar (Soeparno et al., 2007). Uji kadar lemak. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil sebagai berikut, Tabel 3.3. Kadar lemak, overrun, dan titik lemah ice cream No 1 2 3 Penguji kadar lemak Overrun Titik Leleh Hasil 1,3% 1 25 menit

Hasil tabel diatas menunjukkan jika ice cream memiliki kadar lemak 1,3%. Hasil ini tidak sesuai dengan literatur. SNI (1995) menyatakan bahwa kadar lemak ice cream minimal 5%. Kadar lemak ice cream juga mempengaruhi kemampuan ketahan ice cream untuk mengembang. Faktor yang mempengaruhi kadar lemak seperti bahan padat tanpa lemak. Kadar bahan padat tanpa lemak dalam kosentrasi benar akan menambah overrun. Menurut Masykuri (2002), fungsi lemak susu untuk menambah aroma,

menghasilkan tekstur halus, dan memperbaiki bentuk ice cream.

41

Uji overrun. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil uji overrun Ice cream adalah 1. Menurut Marshall dan Arbuckle (2000), overrun produk ice cream berkisar antara 28 sampai 30%. Nilai overrun terlalu rendah mengakibatkan tekstur ice cream menjadi keras sehingga mengakibatkan penurunan palatabilitas. Data overrun ice cream pada praktikum menunjukkan ketidaksesuaian pada literatur, terbukti ice cream yang dibuat dapat dikatakan terlalu keras. Overrun yang meningkat dapat disebabkan adanya proses penuan (aging) disebabkan proses penuaan (aging) yang menyebabkan terbukanya rantai pendek dalam adonan ice cream sehingga membentuk matriks gel kompak. Pengujian overrun dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembangan volume ice cream setelah proses pembekuan karena adanya penangkapan udara oleh globula lemak sehingga terjadi penambahan volume udara (overrun). Menurut Soeparno (2007), udara termasuk ingredien ice cream yang diperlukan, karena tanpa udara maka campuran akan membeku keras. Overrun yang baik adalah antar 2 sampai 3 kali kandungan padatan total campuran. Kisaran sebesar besarnya ice cream mencapai 80 sampai 100%. Pengaduk agitator biasanya dibiarkan berputar agar dapat menggabungkan udara ke dalam ice cream. Pembusaan sebaiknya sesudah campuran sempurna dalam aktu 2 sampai 3 menit untuk mencegah ice cream meleleh. Uji titik leleh ice cream. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil uji titik leleh ice cream adalah 25 menit. Menurut Pandaga dan Sawitri (2005), ice cream yang baik memiliki rata rata waktu meleleh sekitar 15 sampai 20 menit pada suhu ruang. Penambahan stabilizer membantu menghasilkan ice cream dengan badan dan tekstur yang lebih baik serta meningkatkan ketahanan terhadap pelelehan yang cepat. Titik leleh ice cream berada lebih dari kisaran normal. Kecepatan meleleh secara umum dipengaruhi oleh bahan penstabil, bahan penemulsi, keseimbangan garam, dan bahan bahan serta proses pengolahan dan penyimpanan. Ice
42

cream diharapkan tidak cepat meleleh pada suhu ruang tetapi cepat meleleh pada suhu tubuh. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk meleleh pada suhu ruang menandakan produk semakin stabil (Marshal dan Arbuckle, 2000). Semakin tinggi jumlah kadar lemak, ketahanan terhadap pelelehan ice cream semakin tinggi. Kecepatan meleleh ice cream dipengaruhi oleh jumlah udara yang terperangkap dalam bahan campuran ice cream, kristal es yang terbentuk, serta kandungan lemak di dalamnya. Kandungan lemak yang ada dalam ice cream berpengaruh terhadap waktu leleh karena kristal lemak yang ada dalam ice cream memiliki titik cair -7,9 sampai 69,70 C tergantung asam lemak dan posisi asam lemak yang menyusun trigliserida (Hakim et al., 2013).

43

KESIMPULAN Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa ice cream dapat dibuat dengan menggunakan bahan susu segar, whipped cream, susu skim, gula, agar agar (stabilizer), yolk (emulsifier). Proses pembuatan ice cream memiliki beberapa tahapan, tahapan tersebut adalah pencampuran, pasteurisasi, mixing, aging, pembekuan, freezer. Overrun ice cream yang diperoleh dari praktikum adalah 1, kadar lemak 1,3% dan titik leleh 25 menit . Tekstur ice cream yang dibuat menurut panelis cukup lembut,mempunyai rasa yang manis, dan layak untuk diterima konsumen.

44

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, S. 2008. Pembuatan Es Krim Probiotik dengan Substitusi Susu Fermentasi Lactobacillus casei subsp. rhamnosus dan Lactobacillus F1 terhadap Susu Skim. SKRIPSI. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. BSN. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3713-1995. BSN. Jakarta. Hakim, L., Purwadi, dan M. C. H. Padaga. 2013. Penambahan Gum Guar Pada Pembuatan Es Krim Instan ditinjau dari Viskositas, Overrun, dan Kecepatan Meleleh. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang. Masykuri. 2002. Teknologi Pembuatan Es Krim. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang. Marshall, R. T., dan .S. Arbuckle. 2000. Ice Cream 5th Ed. Aspen Pub, Inc. Gaithersburg. Maryland. Niswandini, R. S. 2004. Divertisifikasi Es Krim Susu Kambing dengan Penambahan Yogurt Probiotik. SKRIPSI. Fakultas Peternakan. IPB Bogor. Padaga, M. C. H dan M. E. Saitri. 2005. Membuat Es Krim yang Sehat. Tribus. Agrisarana. Surabaya. Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Fakultas Pertanian. USU. Medan. Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta. Soeparno. 2007. Pengolahan Hasil Ternak. Penerbit Universitas Terbuka. Jakarta. Susrini. 2003. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya: Malang.

45

ACARA IV PEMBUATAN YOGHURT TINJAUAN PUSTAKA Yoghurt merupakan hasil fermentasi susu oleh bakteri asam laktat. Bakteri yang sering digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah

Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Setiap 100 gram yogirt mengandung energi 79 kkal, protein 5,7 g, lemak 3 g, karbohidrat 7,8 g, kalsium 200 mg, fosfor 170 mg, dan zat besi 0,7 mg (Harianto et al., 2013). Menurut WIdodo (2003), bahan dasar yoghurt dapat dibuat dari susu segar atau susu skim, susu full cream, susu kedelai. Protein, karbohidrat, lemak, dan kalsium dalam yoghurt lebih mudah tercerna dan diserap daripava susu segar, karena 1) pada proses fermentasi susu oleh bakteri asam laktat, protein susu terdekomposisi sebagian menjadi berbagai monopeptida dan asam asam amino tersedia sedangkan laktosa dipecah menjadi glukosa dan galaktosa, 2) asam laktat yang dihasilkan oleh fermentasi mampu menggumpalkan protein sehingga memungkinkan untuk lebih mudah dipecah oleh enzim enzim dalam saluran pencernaan. Bakteri asam laktat yang dominan dalam pembuatan yoghurt ada yang bersifat homofermentatif diantaranya adalah Streptococcus

thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus. Kedua bakteri tersebut tumbuh bersama secara mutualisme. Streptococcus thermophillus tumbuh secara distimulir adanya lisin dan histidin hasil degradasi protein oleh Lactobacillus bulgaricus, sedangkan Lactobacillus bulgaricus tumbuh dengan cepat setelah Streptococcus thermophillus mencapai fase stasioner. Lactobacillus bulgaricus bersifat lebih tahan terhadap keasaman tinggi. Pertumbuhan bakteri homofermentatif secara bersama- sama menyebabkan asam lebih cepat diproduksi diikuti dengan penurunan pH, sehingga dapat mencegah pertumbuhan berbagai bakteri pembusuk dalam susu seperti Clostridium, Staphylococcus, dan Pseudomonas (Widodo, 2003)
46

Proses pembuatan yoghurt meliputi homogeisasi, pasteurisasi, inokulasi, dan inkubasi. Pasteurisasi adalah pemanasan pada suhu 850 C. Tujuan pasteurisasi untuk membunuh bakteri patogen. Inokulasi adalah penambahan bakteri sekitar 0,5 sampai 5%. Inkubasi dilakukan untuk pertumbuhan optimum bakteri pada suhu 40 sampai 450 C (Chandan dan Shahani, 1993). Organoleptik Yoghurt. Yoghurt merupakan produk pangan hasil fermentasi susu yang mempunyai cita rasa khas. Kandungan asam pada yoghurt cukup tinggi, sedikit atau tidak mengandung alkohol sama sekali. Yoghurt mempunyai tekstur semi padat dengan cita rasa segar sebagai akibat dihasilkannya berbagai komponen volatil peentu flavor seperti diasetil, asetaldehid, karbondioksidadan sedikit alkohol (Widodo, 2003). Pengukuran pH. Proses fermentasi yoghurt dilakukan sampai diperoleh pH akhir berkisar antara 4,4 sampai 4,5 diikuti dengan terbentuknya flavor yang khas karena terbentuknya asam laktat, asam asetat, asetaldehid, diasetil, dan senyawa volatil yang lain. Protein susu akan mengalami koagulasi pada pH asam sehingga terbentuknya koagulan/ gumpalan semakin lama semakin banyak. Yoghurt yang menggumpal kemudian disimpan pada suhu 4 sampai 50 C (Widodo, 2013). Menurut Stanley (1998), Streptococcus thermophillus tumbuh pada suuhu optimum 40 sampai 450 C, pH optimum 6,8 dan mampu hidup pada keasaman 0,85 sampai 0,89%. Bakteri Lactobacillus bulgaricus memiliki suhu optimum 45 sampai 500C, pH optimum 6 serta sebagai penghasil asam laktat yang tinggi dan mampu hdup di keasaman 2,5 sampai 3%. Uji Keasaman Yoghurt. Keasaman menunjukkan jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk mentralkan dengan penambahan indikator PP. Penentuan persen keasaman ditentukan oleh kerusakan mikrobiologi sehingga

menyebabkan yoghurt menjadi asam (Soperano et al., 2001). Keasaman dapat diuji dengan menghitung kadar asam setara asam laktat dengan
47

metode titrasi. Keasaman tinggi menunjukkan banyak laktosa yang diubah menjadi asam laktat. Faktor faktor yang mempengaruhi keasaman yoghurt oleh starter dalam membentuk asam laktat (Hadiwiyoto, 1994).

48

MATERI DAN METODE Materi Alat. Alat yang diperlukan antara lain incubator, LAF (Laminar Air Flow), autoklaf, kompor, panci, termometer, dan pengatur. Bahan. Bahan yang digunakan meliputi susu segar, susu skim, starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Metode Pembuatan Yoghurt Pembuatan yoghurt dengan mencampur 100 ml susu segar dengan susu skim 4% kemudian pasteurisasi suhu 850 C selama 30 menit, suhu diturunkan sampai 450 C. Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus sebanyak 5% dengan perbandingan 1:1. Inkubasi pada suhu 420 C selama 5 sampai 6 jam dan dicapai pH 4 sampai 4,5 kemudian uji

organoleptik, pH, dan keasaman. Pengujian Yoghurt Uji organoleptik. Pengujian organoleptik meliputi pengamatan indera yang meliputi warna, bau, rasa, tekstur. Pengujian dilakukan oleh beberapa panelis untuk memberikan keputusan menyiapkan sampel untuk terhadap pengujian dengan cara pengamatan secara indera

pengujian,

berdasarkan macam pengujian yang dilakukan. Pengukuran pH. Sampel disiapkan sebanyak 10 ml atau sampai batang potensimeter pH meter tercelup ke dalam tabung. pH meter disiapkan dan buffer pH 4 diatur nilai pH meter sampai angka 4. pH sampel mulai diukur dengan memasukkan potensimeter ke dalam sampel. Nilai pH susu dilihat pada layar pH meter. Uji keasaman setara asam laktat. Sampel yoghurt diambil sebanyak 9 gram kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Indikator pp ditambahkan sebanyak 3 sampai 4 tetes kemudian dititrasi dengan larutan

49

NaOh 0,25 N sehingga timbul arna merah muda yang tetap apabila dikocok. Tingkat keasaman yoghurt yang diperoleh adalah:

50

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Yoghurt Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.1. Pembuatan yoghurt No 1 2 3 Bahan susu segar susu skim starter Jumlah 100 5 5 Persentase (%) 100 5 5

Tabel diatas menunjukkan pembuatan yoghurt menggunakan bahan bahan susu segar, susu skim, dan starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Yoghurt merupakan produk pangan hasil fermentasi penambahan bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Adanya fermentasi akan membuat yoghurt menjadi asam karena perubahan laktosa menjadi asam laktat oleh bakteri asam laktat (Saleh, 2004). Menurut Buckle (2009), pembuatan yoghurt yang dipanaskan sampai 900 C akan membunuh bakteri tercemar, menurunkan redoks campuran tersebut dan juga dapat denaturasi protein whey dan perubahan protein susu berkonsistensi lebih baik pada produksi akhir. Penambahan bakteri asam laktat saat inokulan akan memecah laktosa menjadi asam laktat. proses ini dinamakan fermentasi. Ingredien lain bisa sebagian atau semua dari produk susu yang lain termasuk susu skim konsentrasi, susu kering non lemak, laktosa, whey. Produk ini sering digunakan untuk meningkatkan kandungan padatan non lemak, bahan pemanis termasuk glukosa atau sukrosa, pemanis intensitas tinggi, bahan penstabil. Bermacam macam ingridien dicampur untuk homogenisasi (pencampuran) menyeluruh stabilizer dan ingridien lain, homogenisasi meningkatkan stabilitas, konsistensi, dan body yoghurt.

51

Homogenisasi juga untuk mencegah kriming serta lepasnya hey selama inkubasi dan penyimpanan Pasteurisasi suhu 85 0C selama 30 menit dan diturunkan 450C bertujuan untuk mensteril dan lingkungan kondusif untuk kultur starter. Rasio bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus ad alah 1 : 1, inokulasi d itambahkan ke dalan fermentasi. Temperatur dipertahankan selama 4 samapi 6 jam tanpa agitasi. temperatur ini adalah temperatur optimum kedua bakteri tersebut (Soeparno, 2007). Inkubasi yoghurt bisa dilakukan pada suhu kamar ataupun 450C. Pada suhu tinggi aktivitas mikrobia akan semakin tinggi juga. Inkubasi menyebabkan penggumpalan susu yang disebabkan menurunnya pH akibat aktivitas kultur atau bibit. Pada mulanya, Streptococcus thermophillus menyebabkan penurunan oH hingga 5,0 sampai 5,5, selajutnya pH menurun hingga 3,8 sampai 4,5 karena aktivitas Lacobacillus bulgariccus. Selain itu, selama inkubasi akan terbentuk flavor karena terbentuknya asam laktat. asetaldehid, asam asetat dan diasetil (Soeparno, 2007). Pengujian Yoghurt Uji organoleptik. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.2. Organoleptik yoghurt No 1 2 3 4 5 Panelis Greg Gangga Dwi Nur Eshan Ganicka Tekstur Lembut Lembut Lembut Lembut Lembut Rasa Asam Asam Asam Asam Asam Daya terima Diterima Diterima Diterima Diterima Diterima

Berdasarkan praktikum yang dilakuka, diketahui hasil uji oraganoleptik dengan tekstur lembut, rasa yang asam dan dapat diterima oelh konsumen. Menurut Widodo (2003), yoghurt yang normal tekstur semi padat / kental dengan citarasa segar, flavor khas asam. Keasaman inilah yang berperan

52

dalam menggumpalkan protein susu menjadi curd dan menghasilkan tekstur yoghurt semi padat. Substansi yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat seperti asam laktat dan komponen volatil memberik karakter dan aroma asam. Uji pH. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut, Tabel 3. pH dan derajat keasaman yoghurt No 1 2 Uji pH Keasaman Hasil 3,64 1,4

Uji pH. Hasil tabel diatas menunjukkan pH yoghurt saat praktikum adalah 3,64. Proses fermentasi yoghurt sampai pH akhir yang diperoleh antara 4,4 sampai 4,5 dan terbentuk asam laktat, asetaldehid, dan senyawa volatil lain. pH asam maka protein susu akan mengalami koagulasi sehingga terbentuk koagulan/gumpalan semakin lama semakin banyak (Widodo, 2003). Perubahan pH juga karena adanya sisten buffer yang dihasilkan oleh asam asam amino yang terbentuk pada saat fermentasi oleh bakteri asam laktat. Faktor lain yang mempengaruhi nilai pH adalah ketidakseragaman komposisi asam asam organik yang dihasilkan antara yang terdisosiasi sedangkan asam laktat yang terbentuk dari laktosa ada yang terdisosiasi dan ada yang tidak (Nurjanah, 2001). Uji keasaman. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil uji derajat keasaman yoghurt adalah 1,4%. Hasil ini tidak sesuai dengan pendapat Harijiyanti et al., (2013), yang menyatakan jika keasaman yoghurt yang dihasilkan 0,7539 sampai 0,7970%. Pengujian keasaman yoghurt dilakukan dengan menghitung kadar asam laktat dengan metode titrasi. Keasaman susu tinggi menunjukkan banyak laktosa yang diubah menjadi asam laktat. Keasaman dapat dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam membenruk asam laktat (Hadiwiyoto, 1994). Faktor yang
53

mempengaruhi adalah jumlah padatan total, semakin banyak padatan totalnya terutama dalam bentuk padatan bukan lemak sampai jumlah tertentu akan semakin meningkatkan keasaman yoghurt karena banyaknya produksi asam yang dihasilkan (Widodo, 2003).

54

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil yang telah dilakukan, dapat disimpulkan yoghurt dapat dibuat dengan bahan baku susu segar, susu skim dan bakteri asam laktat Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Pembuatan yoghurt dilakukan melalui tahap pencampuran bahan, pasteurisasi, penurunan suhu sampai 450C dan penambahan bakteri Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus, kemudian diinkubasi. pH yoghurt yang diperoleh saat praktikum adalah 3,64 dan keasaman 1,4. Adanya asam laktat menyebabkan flavor khas citarasa asam, dan kondisi asam menyebabkan protein terkoagulasi membentuk gumpalan semi padat/ kental.

55

DAFTAR PUSTAKA Backle, K. A. 2009. Ilmu Pangan. Penerbit UI Press. Jakarta. Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Libery. Yogyakarta. Harianto, H., I. Thohari, dan Purwadi. 2013. Adding Porang Flour (Amorphopphallos oncophyllus)) In Ypgurt Ice cream in Termof Physical Characteristic and Total of Lactic Acid Bacteria. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang. Nurjanah, S. 2001. Pengaruh Konsentrasi Bibit Terhadap Laktosa Yoghurt. SKRIPSI. Fakultas MIPA. IPB. Bogor. Saleh, E. 2004. 1998. Technology Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Produksi Ternak. Fakultas Pertanian. USU. Medan. Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

56

ACARA V PEMBUATAN TEPUNG TELUR TINJAUAN PUSTAKA Pembuatan tepung telur. Pembuatan tepung telur bertujuan dapat meningkatkan daya simpan (shelf life) tanpa mengurangi nilai gizi, volume bahan menjadi kecil sehingga lebih hemat biaya penyimpanan dan ruang, tepung telur memungkinkan jangkauan pemasaran lebih luas dan

penggunaan lebih beragam dibandingkan telur segar (Winarno dan Kasara, 2002). Pembuatan tepung telur dapat dilakukan dengan pengeringan telur, pengeringan merupakan suatu metode pengaetan dengan cara

menghilangkan kadar air bahan pangan. Metode pengeringan diantaranya pan drying dengan menggunakan oven. kelemahan pengeringan adalah menyebabkan reaksi maillard (Romantica et al., 2007). Reaksi maillard adalah urutan peristiwa yang dimulai dengan reaksi gugus amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula. Urutan proses ini diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna cokelat atau melanidin (Deman, 1997). Tepung telur yang dihasilkan harus memiliki sifatsifat fungsional dan sifat fisikokimia seperti telur segar. Sifat fungsional sangat penting untuk dipertahankan karena akan menentukan kemampuan tepung telur untuk digunakan dalam pembuatan makanan olahan. Sifat-sifat yang harus dipertahankan antara lain, daya busa, sifat emulsi, sifat koagulasi (kemampuan menggumpal dan membentuk gel), dan warna (Sarwono, 1994). Uji daya buih tepung telur. Uji daya buih digunakan untuk mengetahui baik dan buruknya telur, berhubungan dengan kualitas telur itu sendiri (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996). Buih adalah dispersi koloid, yaitu fase terdispersi dalam fase cair. Buih yang baik memiliki daya sebesar 6 sampai 8 kali volume putih telur, daya buih tertinggi tercapai pada pH 4,8 dan

57

daya buih terendah pada pH 10,7 (Haershoj dan Larsen, 1999). Putih telur dikocok gelembung udara terperangkap di dalam putih telur dan terbentuk buih. Selama pengocokan ukuran gelembung udara menurun jumlah gelembung udara meningkat. Seiring peningkatan pengikatan udara, buih menjadi stabil dan kehilangan kemampuan mencair. Pengocokan yang cukup lama mengakibatkan buih mudah rusak, kehilangan kelembaban serta tampak mengkilat. daya buih merupakan ukuran kemampuan putih telur untuk membentuk buih jika dikocok dan biasanya dinyatakan dalam persen terhadap bobot putih telur (Stadelman dan Citterill, 1995). Stabilitas buih telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu lamanya telur disimpan, suhu telur, pH telur, lama pengocokan, perlakuan, pendahuluan dan penambahan bahan kimia atau stabilisator. Proses fermentasi dan adanya pengeringan dalam pembuatan tepung telur menyebabkan terjadinya peningkatan kadar air, pH, dan kerusakan protein telur. Proses pemanasan yang lama akan mengubah viskositas protein pembentuk buih terutama ovomucin yang berperan dalam kestabilan buih (Romantica et al., 2007). Semakin banyak ovomucin maka kestabilan buih akan semakin tinggi. peningkatan suhu juga mengakibatkan transformasi ovalbumin menjadi s-ovalbumin. Kandungan sovalbumin yang tinggi akan menyebabkan meningkatya tirisan buih yang menimbulkan kestabilan buih yang rendah (Alleoni dan Atunes, 2004). pH tepung telur. Peningkatan pH putih telur sampai 10,7 selama dilakukan penyimpanan membentuk ikatan kompleks ovomucin-lysozyme yang menyebabkan kondisi putih telur menjadi encer, sehingga daya buih putih telur rendah. Peningkatan pH putih telur hingga mencapai 9,0 akan memecah protein globulin putih telur sehingga akan menurunkan

kemampuan putih telur untuk mengikat udara dalam pembentukan buih (Standelman dan Cotterill, 1995). Kadar air yang tinggi menyebabkan nilai pH akan meningkat sehingga daya bui rendah. Tingginya kandungan pH ini disebabkan proses fermentasi akan menghasilkan karbondioksida yang
58

semakin tinggi sehingga pada saat pemanasan, penguapan karbondioksida semakin banyak (Romantica et al., 2007). Kelarutan tepung telur. Pengukuran kelarutan tepung bertujuan untuk melihat pengaruh penambahan fermipan dan maltodekstrin terhadap kelarutan tepung putih telur menentukan daya terima tepung telur tersebut (Lahmudin, 2006). Tepung telur dengan proses spray dryied memiliki sifat kelarutan lebih tinggi dibandingkan dengan pan dryied. Kelarutan dengan spray dryied sekitar 90%, sedangkan dengan proses pan dryied sekitar 60% (Sutaryo dan Mulyani, 2004).

59

MATERI DAN METODE

Materi Alat. Alat yang digunakan dalam pembuata tepung telur antara lain oven, mixer, loyang, blender, waterbath sentrifuge, tabung reaksi, corong, kertas saring, dan kantong plastik. Bahan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung telur adalah telur, ragi roti (Saccharomyces cereviseae), dan aquades.

Metode Pembuatan Tepung Telur Telur dicuci air hangat 320 C sampai 350 C, kemudian dikeluarkan isinya, dicampur merata dan jangan sampai berbuih. Ragi roti

(Saccharomyces cereviseae) ditambahkan sebanyak 0,2 sampai 0,4% (W/V) dan diaduk hingga merata. Fermentasi pada suhu ruang selama 2 sampai 3 jam. Cairan dituangkan pada loyang dengan ketinggian sekitar 6 mm. Oven pada suhu 600 C selama kurang lebih 20 jam, tepungkan dengan blender kering. Kemas dengan kantung plastik dilakuka pengujian kualitas.

Pengujian Tepung Telur Uji daya buih tepung telur. Larutakan tepung telur dalam aquades dengan perbandingan berat tepung telur dengan aquades perbandingan 1:3, didiamkan selama 30 menit kemudian diukur volume (Vi) dalam beker gelas. Kocok dengan mixer kecepatan tinggi selama 3 menit sampai membuih seluruhnya. Hasilnya dihitung dengan beker glas (V2), dan nilainya dicatat. Pengukuran pH tepung telur. Sampel sebanyak 5 gram dilarutkan dalam aquades netral dengan perbandingan antara berat tepung dengan aquades netral perbandingan 1:3. didiamkan selama 30 menit dan diukur pH

60

menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi dalam larutan buffer pH 7 dan pH 4. Uji kelarutan tepung telur. Sampel sebanyak 1 gram (Z) ditambah 10 ml aquades dan didiamkan selama 30 menit, dimasukkan ke dalam waterbath suhu 500 C selama 20 menit, disentrifus 3000 rpm selama 10 menit. Superatan dibuang dan endapan ditambah dengan 10 ml aquades dan disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Kertas saring dan endapan yang tertinggal dimasukkan ke dalam oven suhu 105 0 C selama 12 jam, didinginkan dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang beratny (Y), sedimen yang tertinggal merupakan bahan yang tidak terlarut.

61

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Telur Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 5.1. Pembuatan tepung telur No Bahan Jumlah Persentase 1 Telur segar 148,82 99,8 Yeast 2 0,29 0,19 Tabel diatas menunjukkan bahwa dalam pembuatan tepung telur membutuhkan telur segar sebanyak 148,82 g dengan persentase 99,8% dan yeast (ragi) sebanyak 0,29 g dengan presentase 0,19%. Pembuatan telur dengan fermentasi. Berdasarkan literatur yang ada, persentase jumlah yeast yang digunakan dalam praktikum sudah sesuai dengan literatur. Fermentasi dengan ragi roti bertujuan untuk memecah glukosa menjadi asam laktat. Pencelupan / pencucian telur dengan air hangat menyebabkan permukaan dalam kulit akan menggumpal dan menutupi pori pori kulit telur dari dalam. Penambahan Saccharomyces cereviseae berfungsi untuk proses fermentasi tepung telur. Romantica et al., (2007) menyatakan bahwa proses fermentasi menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik dan fungsional akibat adanya pemecahan glukosa telur terutama putih telur sehingga mencegah terjadinya reaksi maillard. Reaksi utama yang terjadi dari glukosa dalam pengeringan telur adalah reaksi glukosa-protein (maillard reaction). Glukosa dalam reaksi maillard menyebabkan penyimpangan bau, cita rasa, penuruan pH, dan warna yang lebih tua. Fermentasi adalah proses penghilangan glukosa dalam telur dengan mengubah Saccharomyces cereviseae sebelum proses pengeringan. Salah satu faktor yang mempengaruhi fisik dan fungsional tepung telur adalah lama fermentasi. Pengeringan oven suhu 600C selama 20 jam akan menghasilkan produk berupa tepung telur. Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh

62

beberapa faktor, seperti suhucairan, luas permukaan cairan, suhu udara pengering dan tekanan uap diudara.Perambatan panas dapat berlangsung secara konduksi, konveksi atau radiasi.Kecepatan perambatan panas dipengaruhi oleh sifat-sifat tertentu dari cairan teluryang dikeringkan, seperti panas spesifik, kekentalan, densitas (berat jenis) dantegangan permukaan (Koswara, 2009). Proses pengeringan air yang dikeluarkan dari cairan telur dengan cara penguapan sampai tinggal bagian sedikit air. Kadar air bahan dikurangi sampai batas dimana mikroorganisme tidak tumbuh didalamnya. Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh suhu, luas permukaan, suhu udara pengering dan tekanan uap diudara (Sutaryo dan Mulyani, 2004). Pengujian Tepung Telur . Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: No 1 2 3 Tabel 5.2. Kelarutan tepung telur Pengujian Tepung telur Kelarutan 99,55 % Daya buih 34,62 pH 9 Uji kelarutan tepung telur. Kelarutan tepung telur yang diperoleh

adalah 99,55%. Semakin tinggi level yang digunakan maka kelarutan dari tepung telur semakin tinggi pula. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi aktivitas dari enzim yang terdapat dalam Saccharomyces cereviseae semakin tinggi pula untuk lebih aktif memecah glukosa menjadi CO2 dan air sehingga kadar glukosa berkurang. Proses maillard yang menghasilkan senyaa cokelat dan berbau dapat dicegah karena glukosa telah berkurang sehingga menyebabkan kelarutan meningkat. Kelarutan yang dihasilkan berkaitan dengan nilai pH tepung telur yang semakin tinggi nilai pH maka kelarutan juga meningkat. Kelarutan tepung telur sekitar 90 sampai 98%. Tepung telur dengan proses spray dryied memiliki sifat kelarutan lebih tinggi
63

dibandingkan dengan pan dryied. Kelarutan dengan spray dryied sekitar 90%, sedangkan dengan proses pan dryied sekitar 60% (Sutaryo dan Mulyani, 2004). Menurut Hartono (2008), faktor yang paling mempengaruhi kelarutan tepung telur adalah proses pengeringan dengan oven. Uji daya buih tepung telur. Hasil daya buih tepung yang diperoleh sebesar 34,62%. Menurut Romantica et al., (2007), daya buih tepung telur mencapai 374,33 2,52% pada perlakuan fermentasi selama 90 menit. Proses fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap daya buih tepung telur. Penurunan daya buih disebabkan aktu fermentasi yang lama. Fermentasi terjadi perombakan glukosa menjadi CO2 dan H2O sehingga mengakibatkan kadar air pada bahan kering dan mempengaruhi daya buih tepung telur. Kadar air tinggi menyulitkan pembentuka buih. Proses fermentasi menyebabkan penurunan stabilitas buih tepung telur sebesar 2,7% pada lama fermentasi 90 menit dari daya buih tepung telur dengan lama fermentasi 0 menit. Penurunan ini dapat disebabkan karena semakin lama fermentasi maka kadar air yang dihasilkan semakin banyak. Rendahnya daya buih terjadi akibatnilai pH yang tinggi menyebabkan kondisiprotein putih telur terutama globulin akanpecah, sehingga akan menurunkankemampuan untuk mengikat udara dalamproses pembentukan buih (Feed and Nagodawithana, 1991). Menurut Lahmudin (2006), daya buih telur segar sekitar 350%. Faktorfaktor lain yang dapat mempengaruhi penurunan daya buih karena ovomucin yang menstabilka struktur buih dan ovalbumin pembentuk buih mengalami kerusakan karena pengeringan dan penyimpanan. Uji pH tepung telur. Hasil yang diperoleh saat praktikum

menunjukkan tepung telur yang dibuat memiliki pH 9. Menurut (Fidianty et al., 2010), nilai pH tertinggi yaitu 8,73 dan pH terendah tepung telur 7,88. Hail yang diperoleh jika dibandingkan dengan literatur berada di atas kisaran normal. Adanya perbedaan nilai pH tepung telur dapat disebabkan karena
64

terjadi

aktivitas

dari

Saccharomyces

cereviseae.

Aktivitas

sel

mikroorganisme akan diimbangi dengan penurunan pH atau peningkatan akumulasi asam. Waktu inkubasi terjadi penurunan nilai rata-rata pH tepung telur. Penurunan pH juga disebabkan oleh pembentukan CO2 yang merupakan produk fermentasi. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan maka hidrokarbon yang terbentuk juga semaki tinggi dan membentuk asam bikarbonat yang melepas ion H+, tingginya ion H+ yang dihasilkan dapat mempengaruhi keasaman selama proses fermentasi yang ditandai dengan penurunan pH (Fidianty et al., 2010)

65

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa tepung telur dapat dibuatan menggunakan bahan bahan yaitu, telur segar dan yeast (ragi). Pembuatan tepung telur dapat dilakukan dengan cara fermentasi dengan menambahkan ragi, pengeringan dan dihaluskan dengan blender. Tepung telur yang dibuat memiliki daya buih 34,62%, pH 9, dan kelarutan 99,55%. Faktor faktor yang mempengaruhi kualitas tepung telur adalah penyimpanan, suhu telur, lama fermentasi, pH, lama perlakuan dan pembuatan.

66

DAFTAR PUSTAKA

Alleoni, A. C. C dan A. J. Atunes. 2004. Albumen Foam Stability and Sovalbumen Conten in Egg Coated with hey Protein Concetrate. Rev. Brat. Cienc. Avic. Compinas. Deman, J.M 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Fidianty, A. A., I. Thohari., dan L. E. Radiati. Fermentation Time Effect On The Quality of Poder hole Egg Pan drying Method of Revieed pH, Reuvtion of Sugar, FFA, and Color. Fakultas Peternakan. Universitas Braijaya. Malang. Koswara, Sutrisno. 2009. Teknologi Pengolahan Telur (Teori dan Praktek). eBookPangan.com. Lahmudin, A. 2006. Proses Pembuatan Tepung Putih Telur dengan Pengeringan Semprot. SKRIPSI. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Romantica, E., I. Thohari, dan E. R. Lilil. 2007. Effect on Fermentation Time to water. Content, Rendement, Foaming Capacity and Foaming Stability of Pan drying Egg Poder. Fakultas Peternakan. Universitas Braijaya. Malang. Stadelman, J., dan O. J. Coterill. 1995. Egg Science Technology. Food Product Press an Imprint of The Haorth Press, Inc. New York. Sutaryo dan S. Mulyani. 2004. Pengetahuan Bahan Olahan Ternak dan Standar Nasional Indonesia. Komplek Taru Budaya. Ungaran. Winarno, F. G., dan S. Kosara. 2002. Telur, Penanganan dan

Pengolahannya. M-Brio Press. Bogor.

67

Anda mungkin juga menyukai