Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM

PEMERIKSAAN
CROSSMATCH METODE
GEL

Nama :
Hera Khairunnisa (1811304017) Hikmahthul Aini (1811304019)
Nabila W.R. Potutu (1811304022) Ayu Dwi Pangestika (1811304020)
Anggita Miswa K. (1811304014) Erli D. Imran (1811304021)
Rizkholifah A. P. (1811304015) Diah Ayu. S (1811304023)
Isnadia Syahra. R (1811304016) Mega Viona (1811304024)
Henia Rahman (1811304018) Dinda Putri (1811304025)
Kelompok : A2
Instruktur : Rizky Akbar Assalamy, S.Tr.Kes

PRODI SARJANA TERAPAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2019
i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan
tugas ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga dengan
adanya tugas ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun
pedoman bagi pembaca
Harapan saya semoga tugas ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun
isi dari tugas ini sehingga kedepannya dapat lebih baik. Isi dari tugas ini saya akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh
kerena itu saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan tugas ini.

Yogyakarta, Januari 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................i
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Tujuan 2
C. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 3
A. Metode Aglutinasi ........................................................................................ 3
B. Metode Presipitasi ........................................................................................ 4
C. Metode Imunokromatografi ......................................................................... 5
D. Metode Imunodifusi ..................................................................................... 7
E. Metode ELISA ............................................................................................. 8
F. Metode IMBI ............................................................................................. 12
BAB III PENUTUP ............................................................................................... 16
A. Kesimpulan ................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam bidang ilmu kesehatan, cabang ilmu biomedis yang mempelajari tentang
sistem imun atau kekebalan tubuh terhadap zat asing yaitu imunologi. Pada
awalnya, imunologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang respon
tubuh terhadap penyakit infeksi dan mencangkupstudi tentang semua aspek dari
sistem kekebalan tubuh dalam semua organisme. Imunologi mempelajari tentang
peranan fisiologis sistem imum baik dalam keadaan sehat maupun sakit; malfungsi
sistem imun pada gangguan imunologi karakteristik fisik, kimiawi, dan fisiologis
komponen-komponen sistem imun.
Imunologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sel dan molekul
yang terlibat dalam mekanisme pertahanan inang serta proses terganggunya
mekanisme tersebut hingga menyebabkan penyakit (Nankervis et al, 2012).
Sebelum memahami berbagai metode pemeriksaan yang berbasis imunologi
diperlukan pemahaman mengenai antigen dan antibodi. Antigen merupakan
substansi yang dapat menginduksi respon imun. Substansi tersebut dapat berupa
lipopolisakarida (LPS) yang dimiliki oleh bakteri Gram negatif, lipoteichoic acid
(LTA) yang dimiliki oleh bakteri Gram positif, flagella, DNA, toksin, dan lain-lain
(Madigan et al, 2009). Bagian antigen yang dapat berinteraksi dengan antibodi
disebut epitop atau antigen determinant. Berikut bahan yang dapat dianalisis
sebagai antigen dalam immunoassay (Murphy, 2012):
• Mikroba patogen dan toksin mikroba
• Toksin tanaman dan hewan
• Protein spesifik atau senyawa lain yang berstruktur spesifik
• Senyawa obat (narkotik, psikotropik)
• Senyawa pestisida
Antibodi atau imunoglobulin adalah protein terlarut yang diproduksi oleh sel B
sebagai respon terhadap antigen (Madigan et al, 2009). Setiap antibodi dapat terikat
secara spesifik pada antigen tunggal. Di dalam tubuh antibodi memiliki tiga fungsi,
yaitu netralisasi, opsonisasi, dan aktivasi komplemen (Murphy, 2012). Antibodi
dapat melakukan netralisasi dengan cara mengenali antigen pada patogen secara

1
spesifik sehingga mencegah patogen berikatan atau menempel pada sel inang
(Murphy, 2012).
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum pemeriksaan imunologi yaitu untuk mendeteksi adanya
virus dan diagnosis infeksi dengan berbagai metode
C. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini adalah sebagai bahan informasi bagi pembaca agar
dapat mengetahui dan memahami tentang pemeriksaan imunologi dengan berbagai
metode.

2
BAB II
PEMBAHASAN

Ilmu tentang imun dijadikan dasar berbagai pemeriksaan di laboratorium.


Immunoassay berasal dari dua suku kata, yaitu immuno dan assay. Kata immuno
memiliki arti respon imun yang menyebabkan tubuh menghasilkan antibodi
sedangkan kata assay artinya metode pengujian. Berdasarkan gabungan dua kata
tersebut maka immunoassay diartikan sebagai metode pengujian keberadaan
antigen atau antibodi yang memanfaatkan interaksi antara antibodi dengan antigen
(Murphy, 2012).
Pada pemeriksaan imunologi terdiri dari beberapa metode pemeriksaan
seperti aglutinasi, presipitasi, imunokromatografi, imunodifusi, ELISA dan IMBI.
A. Metode Aglutinasi
- Pengertian
Aglutinasi adalah agregat sel atau partikel karena pembentukan yang saling
terkait. Dasar aglutinasi adalah reaksi imunokimia yang menghasilkan gumpalan
partikel atau sel yang dilapisi dengan antigen atau antibodi.
- Prinsip
Reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspense
antigen. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi antara antigen
dan antibodi (agglutinin).
Reaksi aglutinasi dapat terjadi antara antigen yang terlarut (soluble) dengan
antibodi yang tidak terlarut (insoluble) atau sebaliknya. Antigen atau antibodi dapat
dibuat menjadi tidak terlarut dengan cara mengikatkannya pada permukaan carier
seperti partikel latex (Koivunen and Krogsrud, 2006). Penggumpalan terjadi jika
molekul antigen memiliki berbagai macam epitop yang menyebabkan ikatan silang.
- Jenis Aglutinasi
a. Aglutinasi Langsung (direct agglutination)
Pada aglutinasi langsung antigen yang digunakan merupakan bentuk aslinya
seperti suspense bakteri. Contoh aglutinasi langsung yaitu tes widal untuk
demam tipoid dan Weil felix. Pada pemeriksaan widal digunakan antigen
suspense dari bakteri Salmonella enterica var typhosa yang telah dilemahkan.

3
Pada tes widal, menghasilkan titer aglutinasi. Titer aglutinasi adalah
pengenceran tertinggi dari serum yang masih memberikan reaksi aglutinasi.
Jika reaksi aglutinasi melibatkan sel darah merah, dinamakan
hemaglutinasi. Contoh dari hemaglutinasi adalah penentuan golongan darah
ABO.
b. Aglutinasi Pasif (passive agglutination)
Aglutinasi pasif atau yang diebut juga aglutinasi tidak langsung. Pada
Teknik aglutinasi pasif, cara aglutinasi dapat juga dipakai untuk menentukan
antibody terhadap antigen yang larut, dengan terlebih dahulu melekatkan antigen
ini pada suatu partikel yang disebut carrier. Beberapa jenis partikel yang dapat
digunakan diantaranya eritrosit, lateks, bentonit, carbon (Charcoal).
Aglutinasi pasif banyak digunakan untuk pemeriksaan : factor rheumatoid,
antibody anti nuclear, antibody terhadap antigen Streptococcus grup A, antibody
terhadap Trichinella spiralis dan terhadap berbagai virus seperti : CMV,Rubella,
HIV-1, dan HIV-2.
- Interpretasi Hasil
(+) Hasil positif bila terjadi aglutinasi (gumpalan )
(-) Hasil negatif bila tidak ada aglutinasi (gumpalan)
Pada reaksi aglutinasi diperlukan perbandingan yang sesuai antara antigen
dengan antibodi agar terjadi kompleks antigen-antibodi yang besar dan terlihat
sebagai aglutinasi. Bila antigen berlebihan disebut dengan prozone yang
memperlihatkan hasil anyaman menjadi negatif karena kompleks yang terbentuk
kecil. Demikian juga bila antibodi berlebih maka akan timbul reaksi postzone yang
memperlihatkan reaksi negatif ( kompleks kecil) (Marlina, et.al, 2018).

B. Metode Presipitasi
- Pengertian
Presipitasi adalah salah satu metode yang paling sederhana untuk
mendeteksi adanya reaksi antigen-antibodi, karena sebagian besar antigen adalah
multivalent sehingga memiliki kemampuan untuk membentuk agregat jika
ditambahkan suatu antibody yang sesuai

4
Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi reaksi presipitasi, antara
lain :
1. Sifat antigen
2. Elektrolit dan pH
3. Waktu dan suhu
4. Rasio antigen-antibodi
- Prinsip
Reaksi presipitasi dapat terjadi antara antigen yang terlarut dengan antibodi
yang terlarut juga. Ketika sejumlah antibodi terlarut dicampurkan dengan antigen
terlarut maka akan terjadi interaksi antibodiantigen yang menyebabkan
pengendapan (Koivunen and Krogsrud, 2006). Reaksi presipitat dipengaruhi oleh
jumlah epitop yang dimiliki antigen dan jumlah antibodi yang dapat terikat pada
antigen tersebut.
- Pemeriksaan yang menggunakan metode presipitasi
1. Imunoeletroforesis
Jika terdapat sejumlah Ag dalam serum, komponen serum dipisahkan
dengan elektroforesis dalam agar gel dan antiserum dibiarkan berdifusi
melalui komponen yang dihasilkan pada pita-pita yang terbentuk.
2. Uji presipitasi gel agar
Pada uji ini terjadinya reaksi positif ditunjukkan dengan adanya pita
presipitasi di antara sumur antigen dan serum (Fusvita,2015).
- Interpretasi hasil
(+) positive = adanya presipitant
(-) negative = tidak adanya presipitant

C. Metode Imunokromatografi
- Pengertian
Imunokromatografi ASSAY (ICA) atau disebut juga aliran samping (lateral
flow test) atau dengan singkat disebut uji strip (strip test) tergolong dalam
kelompok imuno ASSAY berlabel sampel seperti imunofluerens (IF) dan imuno
enzim (EIA).

5
Imunokromatografi ada yang berbentuk kaset atau strip. Imunokromatografi
dapat menghasilkan produk akhir berwarna yang diinterpretasikan sebagai hasil
positif atau negatif.
Imunokromatografi terdiri dari beberapa bagian (Gambar 1.8), yaitu sebagai
berikut (Mori et al., 2012):
 Sample drop section (bantalan sampel) merupakan tempat sampel akan
meresap, biasanya tersusun dari membran fiber glass.
 Conjugate pad (bantalan konjugat) merupakan tempat diendapkannya antibodi
deteksi (monoklonal) yang terkonjugasi dengan koloid emas atau mikropartikel
berwarna. Bantalan ini biasanya tersusun dari membran nitroselulosa.
 Detection Line (garis deteksi / garis tes) merupakan tempat diikatkannya
antibodi capture (monoklonal) yang berfungsi menangkap kompleks antigen-
antibodi.
 Control Line (garis kontrol) merupakan tempat diikatkannya antibodi
poliklonal yang dapat menangkap kompleks antigen-antibodi yang tidak terikat
pada detection line atau antibodi konjugat bebas.
 Absorber berfungsi sebagai penyerap

Gambar 1. Bagian Imunokromatografi (Mori et al., 2012)


- Prinsip
Sampel cair dijatuhkan pada sampel, kemudian antigen dalam sampel
membentuk imunokompleks dengan antibody berlabel emas koloid. Senyawa
kompleks tersebut bergerak bersama dengan cairan sampel, dan ketika terjadi
kontak dengan antibody yang menempel pada membran selanjutnya akan
membentuk senyawa imunokompleks dengan antibody bergerak menghasilkan
garis berwarna merah
- Pemeriksaan yang dilakukan dengan metode imunokromatografi

6
1. Pemeriksaan HBsAg
Pemeriksaan HBsAg menggunakan metode imunokromatografi dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui adanya virus hepatitis B dalam serum
penderita. Pemeriksaan ini dilakukan dengan prinsip imunokromatografi
dengan prinsip serum yang diteteskan pada bantalan sampel bereaksi dengan
partikel yeng telah dilapisi dengan anti HBs (antibodi). Campuran ini
selanjutnya akan bergerak sepanjang strip membran untuk berikatan dengan
antibody spesifik. Pada daerah tes, sehingga akan menghasilkan garis warna.
2. Pemeriksaan HIV
Pemeriksaan HIV menggunakan metode imunokromatografi dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui adanya Human Imuno Defisiensi Virus pada serum
pasien. Pemeriksaan ini dilakukan dengan prinsip ultra rapid test device
(serum/plasma) adalah bersifat kualitatif selaputnya memiliki kekebalan
dengan system antigen ganda untuk mendeteksi antibody terhadap antibody
HIV dalam serum atau plasma.
- Interpretasi hasil
(+) positif = Jika terbentuk dua garis berwarna pada daerah T dan daerah C
(-) negatif = Jika hanya ada satu garis berwarna yang terbentuk pada daerah C
Invalid = Jika hanya ada satu garis berwarna yang terbentuk, yaitu pada daerah T

D. Metode Imunodifusi
- Pengertian
Difusi adalah peristiwa mengalirnya/berpindahnya suatu zat dalam pelarut
dari bagian berkonsentrasi tinggi ke bagian yang berkonsentrasi rendah. Sedangkan
yang dimaksud imunodifusi yaitu teknik presipitasi antigen-antibodi dengan
berdifusi dalam medium zyel, menghasilkan di tempat di mana konsentrasi antigen
dan antibodi optimal terbentuk kompleks yang tidak larut.
- Prinsip
Antibody dalam metode ini disebut precipitins. Reaksi yang terjadi jika
antigen yang terlarut dan akan menimbulkan suatu precipitasi. Antigen yang
dimasukkan di dalam lubang akan berdifusi dan bereaksi dengan antibodi
membentuk lingkaran presipitasi putih. Diameter lingkaran dapat dipakai sebagai

7
ukuran konsentrasi antigen, bila dibandingkan dengan larutan antigen yang
diketahui konsentrasinya
- Macam-macam metode imunodifusi
Jenis yang umum dikenal adalah
1. Difusi tunggal dalam satu dimensi (prosedur Oudin)
2. Difusi ganda dalam satu dimensi (prosedur Oakley Fulthorpe)
3. Difusi tunggal dalam dua dimensi ( metode radiodimodomi atau Mancini)
4. Difusi ganda dalam dua dimensi ( Imunodifusi ganda Ouchterlony ).
- Interpretasi hasil
(+) : adanya presipitasi
(-) : tidak adanya presipitasi

E. Metode ELISA
- Pengertian
ELISA merupakan salah satu metode yang selama ini banyak digunakan untuk
deteksi antibody berdasarkan prinsip ikatan antigen-antibodi spesifik. Aplikasi
metode ini digunakan untuk skrining maupun konfirmasi diagnosa suatu penyakit
(Wibowo et.al,2015).
Antibodi Immunosorbent Enzyme-linked (ELISA) adalah teknik yang
menggabungkan spesifisitas antibodi dengan sensitivitas uji enzim secara
sederhana, dengan menggunakan antibodi atau antigen yang digabungkan ke suatu
enzim yang mudah diuji. ELISA memberikan pengukuran antigen atau antibodi
yang baik secara relatif maupun kuantitatif. ELISA dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya antigen yang dikenali oleh antibodi atau dapat digunakan untuk
menguji antibodi yang mengenali antigen.
- Prinsip
Antigen atau antibodi yang diuji ditempelkan pada suatu permukaan yang
berupa microtiter. Penempelan tersebut dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu
penempelan secara non spesifik dengan adsorbs ke permukaan microtiter, dan
penempelan secara spesifik dengan menggunakan antibody atau antigen lain yang
bersifat spesifik dengan antigen atau antibodi yang diuji
- Macam-macam metode ELISA

8
1. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) DIRECT
Teknik ELISA ini merupakan teknik ELISA yang paling sederhana. Teknik ini
seringkali digunakan untuk mendeteksi dan mengukur konsentrasi antigen
pada sampel ELISA direct menggunakan suatu antibody spesifik (monoklonal)
untuk mendetaksi keberadaan antigen yang diinginkan pada sampel yang diuji.
2. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) INDIRECT
ELISA Indirect merupakan teknik ELISA yang paling sederhana, hanya saja
dalam teknik ELISA indirect yang dideteksi dan diukur konsentrasinya
merupakan antibody. ELISA indirect menggunakan suatu antigen spesifik
(monoklonal) serta antibody sekunder spesifik tertaut enzim signal untuk
mendeteksi keberadaan antibody yang diinginkan.
3. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) SANDWICH
Teknik ELISA jenis ini menggunakan antibody primer spesifik untuk
menangkap antigen yang diinginkan dan antibody sekunder tertaut enzim
signal untuk mendeteksi keberadaan antigen yang diinginkan.
4. ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent Assay) KOMPETITIF
Pada ELISA jenis ini, antigen yang berlabel akan berkompetisi dengan antigen
yang tidak berlabel untuk berikatan dengan antibodi primer. Pengukuran sinyal
pada ELISA jenis ini berbeda dengan ketiga jenis sebelumnya. Jika pada ketiga
jenis lain semakin banyak antigen dalam sampel maka sinyalnya akan semakin
kuat. Namun, pada ELISA ini semakin banyak 22 antigen dalam sampel,
semakin sedikit antigen berlabel yang terikat pada sumur dan sinyalnya akan
semakin lemah (Thompson, 2010)
- Tahapan dan komponen ELISA
1. Coating atau Capture
Pada tahap ini antigen atau antibodi target diimobilisasi pada permukaan sumur
microplate. Pada proses imobilisasi secara langsung (coating), antigen atau
antibodi target langsung terikat pada permukaan sumur
microplate (Thermo Scientifc, 2010). Pada proses imobilisasi secara tidak
langsung (capture), antigen atau antibodi target dapat terikat pada permukaan
sumur microplate dengan bantuan antigen atau antibodi lain (Thermo Scientifc,
2010). Reagen yang dibutuhkan pada tahap ini adalah coating buffer.

9
Diperlukan waktu inkubasi yang cukup lama sekitar dua jam pada suhu ruang
hingga semalaman pada suhu 4oC untuk memastikan protein target terikat pada
permukaan sumur microplate. Setelah proses coating selesai maka perlu
dilakukan pencucian menggunakan wash buffer. Pencucian ini berfungsi untuk
membuang kelebihan protein atau molekul lain dari sumur microplate (Naully
et.al,2018).
2. Plate blocking
Tahap ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah penempelan protein non
target pada permukaan sumur microplate. Reagen yang biasa digunakan pada
tahap ini adalah blocking buffer. Blocking buffer yang digunakan tidak boleh
mengandung komponen yang dapat bereaksi dengan antibodi atau antigen
target. Diperlukan waktu inkubasi sekitar satu jam pada suhu ruang atau
semalaman pada suhu 4oC untuk memastikan semua permukaan microplate
tertutup (Naully et.al,2018).
3. Probing atau Detection
Pada tahap ini dilakukan penambahan antigen atau antibodi spesifik yang telah
terkonjugasi dengan enzim sehingga dapat mengenali antigen atau antibodi
dalam sampel.
4. Signal Measurement
Tahap ini diawali dengan penambahan susbtrat ke dalam sumur microplate.
Subtrat yang digunakan berupa senyawa kromogenik. Penggunaan senyawa
kromogenik sebagai substrat memiliki keunggulan antara lain: perubahan
warna yang kuat; pengikatan antara enzim dan susbtrat kuat; dan memiliki
hubungan linier antara intensitas dan enzim (Koivunen and Krogsrud, 2006).
Ketika substrat ditambahkan akan terjadi reaksi enzimatik yang
menyebabkan perubahan warna. Sebelum sinyal diukur, reaksi enzimatik perlu
dihetikan terlebih dahulu menggunakan stop solution yang mengandung 1M
H3PO4 atau 2N H2SO4 (Thermo Scientifc, 2010). Perubahan warna tersebut
diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 450 nm
(Naully et.al,2018).
- Pemeriksaan imunologi yang menggunakan metode ELISA
1. Pemeriksaan HIV

10
Tes HIV menggunkan ELISA yang umumnya digunakan sebagai langkah
awal untuk mendeteksi antibodi HIV. Sampel darah yang telah diambil akan
dibawa ke laboratorium dan dimasukkan ke dalam wadah yang telah diberi
antigen HIV. Selanjutnya, enzim akan dimasukkan ke dalam wadah tersebut
untuk mempercepat reaksi kimia antara darah dan antigen. Jika darah
mengandung antibodi HIV, maka darah akan mengikat antigen tersebut di
dalam wadah.
2. Pemeriksaan HBsAg
Metode tes screening HbsAg yang paling banyak digunakan adalah ELISA
(Enzyme Linked Immunosorbent Assay) karena ELISA dianggap memiliki
tingkat sensitivity dan spesifikasi yang tinggi.
- Interpretasi hasil
 Metode Indirect ELISA (Pemeriksaan antibodi Ig G / Ig M Rubella)
 Bila IgG (-) dan IgM (+)
Kasus ini jarang terjadi, kemungkinan merupakan awal infeksi. Harus
diperiksa kembali 3 minggu kemudian untuk melihat apakah IgG berubah
menjadi (+). Bila tidak berubah, maka IgM tidak spesifik, yang bersangkutan
tidak terinfeksi Toxoplasma.
 Bila IgG (-) dan IgM (-)
Belum pernah terinfeksi dan beresiko untuk terinfeksi.
 Bila IgG (+) dan IgM (+)
Kemungkinan mengalami infeksi primer baru atau mungkin juga infeksi
lampau tapi IgM nya masih terdeteksi (persisten=lambat hilang). Oleh sebab
itu perlu dilakukan tes IgG affinity langsung pada serum yang sama untuk
memperkirakan kapan infeksinya terjadi, apakah sebelum atau sesudah hamil.
Keadaan ini perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan Aviditas IgG. Bila aviditas
IgG tinggi, menunjukkan infeksi didapat lebih dari empat bulan yang lalu
 Bila IgG (+) dan IgM (-)
Pernah terinfeksi sebelumnya. Bila pemeriksaan dilakukan pada awal
kehamilan, berarti infeksinya terjadi sebelum kehamilan dan saat ini telah
memiliki kekebalan. Bagi penderita yang sudah pernah terpapar, nilai IgG tidak
akan kembali ke angka negatif atau nol (Marliana et al, 2018).

11
 Metode Indirect ELISA (Pemeriksaan HIV)
- Menunjukkan titik bagian atas (kontrol internal) mengidentifikasikan bahwa
sampel tidak memiliki antibodi dari HIV 1 dan HIV 2.
- Titik bagian tengah terwarnai mengindikasikan terdapat antibodi dari HIV 2.
- Titik bagian bawah terwarnai, mengindikasikan terdapat antibodi dari HIV 1.
- Dalam kasus HIV I dan 2, dua titik akan ditemukan (titik atas sebagai kontrol
internal). Kadang-kadang konsentrasi tinggi dari antibodi anti HIV 1 atau
antibodi anti HIV 2 akan dihasilkan 2 titik.

F. Metode IMBI
- Pengertian
IMBI (Inhibition Magnetic Binding Immunoassay) merupakan uji
semikuantitatif kolorimetrik dengan prinsip mendeteksi adanya antibodi IgM
terhadap antigen lipopolisakarida O9 pada human s.typhi. pemeriksaan ini
bertujuan untuk mendeteksi demam tifoid akut yang disebabkan oleh S.typhi,
melalui deteksi spesifik adanya serum antibodi IgM terhadap antigen S.typhi O9
LPS, dengan cara menghambat ikatan antara IgM anti O9 yang terkonjugasi pada
partikel latex yang berwarna dengan lipopolisakarida S.typhi yang terkonjugasi
pada partikel magnetik latex, selanjutnya ikatan inhibisi tersebut dipisahkan oleh
suatu daya magnetik.
Pemeriksaan IMBI dilakukan menggunakan dengan 3 macam komponen,
meliputi : (1) tabung berbentuk V yang juga berfungsi untuk meningkatkan
sensitivitas; (2) Reagen A (Brown Reagent) yang mengandung partikel magnetic
yang diselubungi dengan antigen S. Typhi O9; (3) Reagen B (Blue Reagent) yang
mengandung partikel latex berwarna biru diselubungi dengan antibody monoclonal
spesifik untuk antigen O9.
- Prinsip
Reagen brown ditambah kontrol (+) yang berisi Antibody Salmonella typhi O
yang spesifik dengan Antigen Salmonella typhi O pada reagen brown maka akan
terjadi reaksi. Kemudian saat ditambah reagen blue yang tidak mengandung magnet
dan disensitasi oleh antibody monoclonal tidak terjadi reaksi. Sehingga saat ditaruh

12
diatas magnet maka partikel hasil reagen brown dengan kontrol positif akan tertarik
kebawah sehingga dasar berwarna merah dan permukaan biru
- Pemeriksaan Imunologi yang menggunakan metode IMBI
1. Pemeriksaan Ig M Salmonella typhi O9
Penyakit Salmonella typhi dapat di deteksi dengan melakukan pemeriksaan
antibodi jenis Ig M menggunakan metode Immunoassay Magnetic Binding
Inhibition (IMBI) Salmonella typhi dapat dideteksi melalui antigen somatik (O),
antigen flagella (H), dan antigen envelope (Vi), sedangkan faktor antigen O spesifik
pada Salmonella typhi dan paratyphi. Informasi produk Tubex Typhoid Fever
(Tubex TF) edisi III tahun 2016,merupakan pemeriksaan diagnostik in vitro
semikuantitatif untuk deteksi demam tifoid, dengan adanya antibodi IgM terhadap
antigen Salmonella typhi O9 lipopolisakarida (LPS) dalam serum menggunakan
metode IMBI (Immunoassay Magnetic Binding Inhibition).
- Interpretasi hasil
Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan warna larutan campuran yang dapat
bervariasi dari kemerahan hingga kebiruan. Berdasar warna inilah ditentukan skor,
dan diinterpretasikan hasilnya (Widodo, D, 2006).

Gambar 2.Skala warna IgM anti-Salmonella Tubex TF (patologiklinik.com)


≤2 : Negatif (tidak menunjukkan indikasi demam tifoid)
3 : Border line skor (tidak meyakinkan, analisis perlu diulang)
4 : Positif lemah (indikasi demam tifoid)
6-10 : Positif kuat (indikasi kuat demam tifoid)

PERTANYAAN :
1. Apa perbedaan aglutinasi dan presipitasi dengan imunokromatografi
dan imunodifusi ?
Pada aglutinasi terjadi penggumpalan akibat adanya reaksi antara antigen
dan antibody yang tidak sesuai dimana eritrosit akan rusak dan menggumpal

13
dan pada presipitasi yaitu reaksi ikatan antara antigen dan antibodi yang
terlarut dan menghasilkan pengendapan atau presipitat seperti terbentuknya
cincin.
Sedangkan imunokromatografi yaitu antigen dalam sampel membentuk
imunokompleks dengan antibody berlabel emas koloid yang dapat
menghasilkan garis merah jika positif dan imunodifusi yaitu terjadinya
ikatan antara antigen dan antibodi karena adanya proses difusi pada media
agar dengan kertas cakram sehingga membentuk lingkaran presipitasi putih.

2. Bagaimana penjelasan dari video 1 (video imunokromatografi)


mengenai antigen terkonjugasi, dan gambaran konjugat (pada
presentasi) ?
Jawaban : Bila sampel ditambahkan pada bantalan sampel, maka sampel
tersebut secara cepatakan membasahi dan melewati bantalan konjugat serta
melarutkan konjugat. Pada saat tersebut terjadi reaksi antara antigen dengan
antibody konjugat. Selanjutnya kompleks antigen-antibodi tersebut akan
bergerak mengikuti aliran dari sampel sepanjang strip membran, sampai
mencapai daerah tes. Pada daerah ini, kompleks antigen-antibodi akan
terikat dengan antibod penangkap dan akan membentuk garis berwarna.
Kompleks antigen-antibodi yang berlebih dan tidak terikat pada daerah tes
akan terus bergerak sampai mencapai daerah kontrol. Pada daerah ini
kompleks antigen-antibodi atau antibodi konjugat akan terikat dengan
antibodi poliklonal dan membentuk garis berwarna.

3. Bagaimana penjelasan dari single diffusion ?

14
Pada single diffusion terdapat media agar yang berisi antibody dimana
adanya penambahan antigen sehingga bereaksi dengan antibody yang dapat
menghasilkan presipitin berbentuk cincin putih.

4. Apa perbedaan pemeriksaan imunokromatografi dan pemeriksaan


imunodifusi ?
Untuk teknik imunodifusi, Salmonella yang telah diperbanyak dalam media
tetratihonate brilliant broth selama 24 jam dimasukkan ke dalam ruang
inokulasi dan akan bergerak keluar dari ruang inokulasi masuk ke ruang
mobilitas yang terdapat antibodi sehingga membentuk kompleks antigen-
antibodi berupa pita imunodifusi 3 dimensi setelah diinkubasi selama 14
jam. Sedangkan pada teknik imunokromatografi mengunakan antigen atau
antibodi yang yang terikat dalam membran nitroselulosa. Sampel yang
mengandung antibodi atau antigen S. thyphi akan berikatan dan membentuk
kompleks berwarna merah muda sampai ungu yang dapat dilihat oleh mata.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari praktikum imunologi yang dilakukan dengan presentasi, dapat
disimpulkan bahwa pemeriksaan imunologi dapat dilakukan dengan berbagai
metode seperti aglutinasi, presipitasi, imunokromatografi, imunodifusi, ELISA dan
IMBI

16
DAFTAR PUSTAKA

Fusfita, Angriani. 2015. Sintesis Antigen Aflatoksin M1-Ova Albumin (Ova)


Sebagai Pereaksi Agar Gel Precipitation Test (Agpt). Biowallacea, Vol. 2
(1) : Hal : 162-167, April, 2015
Koivunen, M. E and Krogsrud, R. L. 2006. Principles of Immunochemical
Techniques Used in Clinical Laboratories. Lab Medicine 37 (8): 490-497.
Madigan, M., Martinko, J., Stahl, D., Clark, D. 2009. Biology of Microorganisms,
13th ed. San Francisco: Benjamin Cummings.
Marlina, Nina., W. Martini, Retno. 2018. Imunoserologi. KEMENKES RI
Mori, M., Katada, J., Chiku, H., Nakamura, K., Oyamada, T. 2012. Development of
highly sensitive immunochromatographic detection seasonal influenza virus
silver amplification. Fujifilm Research and Development 57: 5-10.
Murphy, K. P. 2012. Janeway’s Immunobiology. Ed 8. Garland Science, Taylor &
Francis Group: New York.
Nankervis, S., Meredith, G., Vamplew, P., & Fotinatos, N. (2012). Taming The
Devil: A Game-based Approach to Teaching Immunology. Proceedings
Ascilite Wellington: Future Challenges, Sustainable Futures. Wellington,
25-28 November 2012.
Naully, Patricia G., Khairinisa, Gina. 2018. Panduan Analisis Laboratorium
Imunoserologi untuk D3 Teknologi Laboratorium Medis.Cimahi : Stikes
Achmad Yani
Thermo Scientific. 2010. ELISA technical guide and protocols: USA. p 1-4.
Thompson, M. 2010. Immunoanalysis – Part 2: Basic Principle of ELISA. Amc
technical briefs 45: 1-2.
Wibowo, Heri; Mufidah, Tatik; dan Subekti, Didik T. 2015. Pengembangan
Metode Elisa Dan Teknik Deteksi Cepat Dengan Imunostik Terhadap
Antibodi Anti Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Mas (Cyprinid Carpio).
Jurnal Riset Akuakultur Volume 10 Nomor 4, 2015
Widodo, D. Demam tifoid. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Ed 4.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

17

Anda mungkin juga menyukai