Anda di halaman 1dari 11

Keluarga Echinostomatidae

Sejarah
Cacing genus Echinostoma yang ditemukan pada manusia kira-kira 11 spesies atau
lebih. Garrison (1907) adalah sarjana yang pertama kali menemukan telur Echinostoma
ilocanum pada narapidana pribumi di Filipina. Tubangui (1931), menemukan bahwa Rattus
rattus norvegicus, merupakan hospes reservoar cacing tersebut. Chen (1934) melaporkan
bahwa anjing-anjing setempat di Canton, RRC, dihinggapi cacing tersebut. Brug dan Tesch
(1937), melaporkan spesies Echinostoma lindoense pada manusia di Palu, Sulawesi Tengah,
Bonne, Bras dan Lie Kian Joe (1948), menemukan Echinostoma ilocanum pada penderita
sakit jiwa di Jawa.
Berbagai sarjana telah melaporkan, bahwa di Indonesia ditemukan lima spesies cacing
Echinostoma, yaitu: Echinostoma ilocanum, Echinostoma malayamum, Echinostoma
lindoense, Echinostoma recurvatum dan Echinostoma revolutum.
Cacing Echinostoma Loos, 1902
Echinostoma berasal dari bahasa Latin yang artinya mulut berduri (echinatus =
berduri atau dengan duri, dan stoma = mulut atau pintu bulat). Echinostoma adalah anggota
famili Echinostomatidae yang beranggotakan 40 genus dengan 400 spesies. Parasit ini
biasanya menyerang burung dan mamalia serta sudah ada sekitar 20-an spesies dari delapan
genus (Echinostoma, Echinochasmus, Acanthoparyphium, Artyfechinostomum, Episthmium,
Himasthla, Hypoderaeum, dan Ishmiophora) yang menginfeksi manusia di seluruh dunia.
(Tabel 1)

Hospes dan Nama Penyakit


Hospes cacing keluarga Echinostomatidae sangat beraneka ragam, yaitu manusia,
tikus, anjing, burung, ikan dan lain-lain (poliksen). Penyakitnya disebut ekinostomiasis
(echinostomiasis).

Distribusi Geografik
Diperkirakan, infeksi pada manusia terbatas di daerah-daerah yang penduduknya
sering makan daging keong air tawar mentah. Infeksinya terutama ditemukan di Timur Jauh,
tetapi kasus-kasus sporadis ditemukan di Amerika Serikat pada imigran yang datang dari
wilayah itu. Echinostoma malayanum ditemukan di India, Indonesia (Sumatera), Malaysia,
Filippina, Thailand, dan Singapura menginfeksi anjing, kucing, babi, mongoose, tikus, dan
meskipun jarang, juga manusia. Echinostomailocanum tersebar di Filippina, Indonesia (Jawa
dan Sulawesi), Cina Selatan, India, dan Thailand.
Tabel 1. Spesies, Distribusi Geografis, dan Hospes Perantara Famili Echinostomatidae yang
Menginfeksi Manusia
Spesies Distribusi geografis Hospes perantara I Hospes perantara II
Acanthoparyhtu Korea - Moluska Bivalvia:
m Tyosenense Mactra, veneriformis,
Solen grandis;
gastropoda Neverita
bicolor
Artyiechinostom India, Indonesia, Indoplanorbis, Keong Digonios
um Laos, Malaysia, Lymnaea leuteola pulchella, Pila scutata,
(Echinostomal) Filippina, Singapura, Lymnang (Bullastral
malayanum Thailand cuming Indoplanorbis
planorbis exustus,
Gyraulus
convexiusculus, dan
Viviparus javanica,
ikan Barbus stigma;
katak.
Artyiechinostom India Lymnaea sp. Kemungkinan keong
um oraoni air tawar
Centrocestus Thailand Melanoides Ikan air tawar
caninus tuberculata Carrassius auratus,
Cyprinus carpio,
Hampala dispar,
Puntius sp.,
Cyclocheilichthys sp.
dan Tilapia nilotica.
Echinochasmus Cina - Ikan air tawar
fujianensis Pseudorasbora parva,
Cyprinus carpio.
Echinochasmus Cina, Korea, Jepang Parafossarulus Ikan air tawar
japonicus (infeksi eksperimen), manchouricus Pseudorasbora parva,
Laos Hypomesus olidus,
Gnathopogon strigatus.
Echinochasmus Cina - Kemungkinan keong
jiufoensis air tawar.
Echinochasmus Cina - Ikan air tawar
liliputanus Pseudorasbora parva,
ikan emas
Echinochasmus Cina, Jepang Keong air tawar Para- Ikan air tawar
perfoliatus fossarulus Carassius sp., Zacco
manchouricus, platypus, Zacco
Bithynia leachi, dan teminckii, dan
Lymnaea stagnalis Pseudorasbora parva.
Fehinoparyphiu Mesir, Indonesia, Physa alexandrina, P. Ikan air tawar
m recurvatum Taiwan fontinalis, Planorbis Planorbis planorbis,
planorbis, Lymnaea Lymnaea stagnalis;
pervia, Lymnaea katak Rana temporaria
peregra, Valvata
piscinalis, dan Radix
auricularia coreana
Echinostoma Cina - Ikan air tawar
angustitestis
Echinostoma - Biomphalaria Remis, katak, ikan
Caproni glabrata, B.
alexandrina
Echinostoma Jepang, Korea, Keong air tawar Ikan Misgurnus
cinetorchis Taiwan Hippeutis cantori dan anguillicaudatus;
Segmentina keong Radix
hemisphaerula auricularia coreanus,
Physa acuta,
Cipangopaludina
chinensis malleata
Hippeutis cantori dan
Segmentina
hemisphaerula; Katak
Rana nigromaculata,
R. rugosa, dan R.
japonica
Echinostoma Indonesia, Brasil Lymnaea, Moluska bivalvia:
echinatum (E. Planorbarius, Corbicula lindoensis,
lindoense) Planorbis, Anisus, C.scuplanta, Idiopoma
Biomphalaria, javanica; keong
Viviparus, Bellamyia Biomphalaria glabrata.
javanica, C.
convexiusculus.
Echinostoma Cina, Jepang, Korea Lymnaea, Radix Ikan air tawar
hortense Misgurnus
anguillicaudatus,
Misgurnus mizo-lepis,
Odontobutis obscura
interrupta, Morocooxy
cephalus, Coreoperca
kawamebari, Squalidus
coreanus; katak.
Echinostoma Kamboja, India, Radix japonicus, Keong besar: Pila
ilocanum Indonesia, Malaysia, Hyppeutis umbilicalis, conica, P. luzonica,
(Eupharyphium Filippina, Cina, Gyraulus Viviparus javanicus,
ilocanum) Thailand, Jepang convexiusculus, G. Vivipara angularis,
prashadi, Bellamya Lymnaea cumingiana
javanica. dan ikan.
Echinastoma Eropa: Bulgaria, Keong genus Keong Viviparus
jurini Rusia, Ukraina, Viviparus (V. viviparus, V. contectus,
Italia, Jerman, contectus dan V. Lymnaea stagnalis, L.
Lithuania, mungkin viviparus). tomentosa, L.
Asia. truncatula, L.
palustris, L peregra, L.
auricularia,
Planorbarius corneus,
Planorbis planorbis,
Biomphalaria
glabrata, B.
alexandrina, Physa
acuta, P. fontinalis,
Bithynia tentaculata.
B. leachi; remis Unio
crassus dan Dreissena
polymorpha; katak
Rana temporaria dan
R. ridibunda; kura-kura
Emys orbicularis.
Echinastoma Indonesia, Malaysia, Planorbis Keong Bellamyia
lindoense (E. Brazil, India javanica,
echinatum) Biomphalaria
glabrata, Cyraulus
convexiusculus; remis
Corbicula lindoensis,
C. subplanata
Echinostoma Jepang Planorbis compressus Keong besar
macrorchis japonicus. Cipangopaludina
malleata, C japonica,
Segmentina nitiella,
Viviparus malleatus,
Planorbis compressus
japonicus; katak Rana
sp.
Echinostoma - Biomphalaria Biomphalaria glabrata
paraensei glabrata, Physa (kembali menginfeksi
rivalis spesies keong yang
sama)
Echinostoma Kamboja, Cina, Gyraulus, Hyppeutis, Keong, remis
revolutum (E. Mesir, Indonesia, Lymnaea sp., Physa Corbicula producta,
audyi) Laos, Rusia, sp., Paludina sp., katak
Thailand, Eropa Segmentina sp. dan
Heliosoma sp.
Echingstomatriv Amerika Utara Heliosoma sp. Keong, remis, katak,
olvis ikan
Himasthla Amerika Serikat - Moluska bivalvia:
muehlensi (infeksi impor) Mytilus, Mya
Hypoderaeum Thailand Lymnaea, Planorbis Katak
conoideum
Isthmiophora Cina, Rumania, - Moluska bivalvia:
melis Taiwan Corbicuła fluminea dan
Unis spinfoei; Keong
besar Cipangopaludina
chinensis, C.
miyazakii, dan Sinotia
quadrata; ikan.

Selain menginfeksi manusia, parasit itu juga menginfeksi hewan pengerat, anjing dan
kucing. Echinostoma hortense ditemukan di Jepang dan Korea Selatan. Echinostoma
revolutum ditemukan di wilayah Timur Jauh dan Eropa menginfel bebek, angsa dan unggas
lain. Infeksi pada manusia ditemukan di Indonesia (Jawa dan Sulawesi), Thailand dan
Taiwan. Echinostoma trivolvis ditemukan di Amerika Utara menginfeksi 26 jenis unggas dan
13 jenis mamalia. Echinostoma wo adalah parasit golongan angsa di Brazil, India, Indonesia
(Jawa), Malaysia dan Filippina. Hypoderaeum conoideum adalah parasit unggas yang
prevalen di Thailand sebelah Utara.

Morfologi
Cacing ini termasuk kecil, tetapi ukuranya beragam, sekitar 5-15 mm panjang dan 1-3
mm lebar, tinggal di usus halus mamalia (umumnya karnivora, babi atau tikus), unggas. dan
kadang-kadang manusia. Cacing trematoda dari keluarga Echinostomatidae, dapat dibedakan
dari cacing trematoda lain, karakreristik yang paling khas pada Echinostoma adalah adanya
kerah (leher) yang mengelilingi batil isap mulut yang ditumbuhi duri-duri di bagian dorsal
dan lateralnya. Jumlahnya antara 27-51 duri yang tersusun dalam 1-2 baris. Letaknya dalam
dua baris berupa tapal kuda, melingkari bagian belakang serta samping batil isap kepala.
Jumlah, ukuran, dan posisi duri-duri tersebut penting sebagai dasar identifikasi spesies (Gbr.
3.18). Kerah dengan duri tersebut telah ada sejak stadium larva.
Selain perbedaan pada duri leher, morfologi spesies juga berbeda dalam hal: ukuran
cacing dewasa, percabangan dan posisi kedua testis, panjang glandula vitelina, dan
sebagainya. Tampilan beberapa spesies cacing dewasa Echinostoma diperlihatkan pada Gbr.
3.19. Cacing tersebut umumnya berbentuk lonjong, berukuran panjang dari 2,5 mm hingga
13-15 mm dan lebar 0,4-0,7 mm hingga 2,5-3,5 mm. Testis berbentuk agak bulat, berlekuk-
lekuk, letaknya bersusun tandem pada bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya sebelah
lateral, meliputi 2/3 badan cacing dan melanjut hingga bagian posterior. Cacing dewasa hidup
dalam usus halus, mempunyai wama agak merah ke abu-abuan.
Telur Echinostoma banyak kemiripan satu sama lain. Telurnya berukuran besar (85-
125 µm x 55-70 µm), dindingnya tipis dan beroperkulum, sewaktu dikeluarkan bersama feses
belum berembrio (Gbr. 3.20). Telur mempunyai operkulum, besamya berkisar antara 103-137
x 59-75 mikron. Sama seperti telur yang sulit dibedakan menurut spesiesnya, demikian juga
dengan serkarianya.

Gambar 1 Bagian struktur tubuh Echinostoma

Gambar 2. Morfologi Echinostoma


Gambar 3. Morfologi cacing dewasa beberapa spesies Echinostoma
Gambar 4. Morfologi Telur dan Serkaria Echinostoma sp.

Siklus Hidup
Hospes perantara pertama Echinostoma adalah keong air tawar yang meliputi
Lymnaea, Parafossarulus, Bithynia, Physa, Planorbis, Indoplanorbis, Biomphalaris ,
Hyppeutis, Gyraulus dan sebagainya. Sumber infeksi ke manusia dan hospes definitif lain
adalah hospes perantara kedua yang mengandung metaserkaria di dalam tubuhnya. Hospes
perantara kedua meliputi keong, remis moluska bivalvia, krustasea, ikan, katak, dan kura-
kura. Sebagian keong hospes perantara kedua Echinostoma sama spesiesnya dengan hospes
perantara pertama karena serkaria dapat masuk kembali ke keong spesies yang sama setelah
keluar dari keong hospes perantara pertama tersebut.
Mirasidium memasuki tubuh keong hospes perantara pertama setelah menetas dari
telur. Lalu, di sel-sel germinal, keong mirasidium berkembang menjadi sporokista. Dari
sporokista ini kemudian terbentuk redia induk, dari redia induk terbentuk redia anak, dan
terakhir terbentuk serkaria. Serkaria keluar dari tubuh keong, mencari hospes perantara kedua
yang cocok dan memasuki tubuh hospes tersebut untuk berkembang menjadi metaserkaria
yang efektif. Hospes perantara II adalah jenis keong yang besar. Pada kejadian yang tertentu,
hospes perantara kedua tidak diperlukan dan metaserkaria berkembang pada tanaman air atau
serpihannya dan bahkan kembali masuk ke hospes perantara pertama. Itulah sebabnya, pada
Echinostoma, sebagian spesies hospes perantara pertama sama dengan hospes perantara
kedua, seperti Gyraulus, Lymnaea, Physa, Biomphalaria, dan sebagainya.
Manusia mendapat infeksi dengan cara menelan daging hospes perantara kedua yang
mentah atau kurang matang. Di antara beberapa jenis keong yang yang mengandung
metaserkaria, yang paling utama adalah genus Pila dan Viviparus. Di antara moluska
bivalvia, yang terpenting adalah remis Corbicula. Beragam spesies ikan air tawar yang telah
diketahui cocok sebagai hospes perantara kedua, antara lain Pseudorasbora, Cyprinus,
Hypomesus, Carassius, Misgurus, Barbus, dan sebagainya. Katak yang berperan sebagai
hospes perantara kedua terutama adalah Rana sp. Dari segi lingkungan, ekinostomiasis
timbul di daerah-daerah yang banyak batang airnya karena cocok bagi kehidupan hospes
perantaranya.
Gambar 5 siklus hidup Echinostoma ilocanum Gambar 6 siklus hidup cacing Echinostoma

Patogenesis, Patologi, dan Gejala Klinis


Pada manusia, gejala klinis ekinostomiasis bisa lebih parah dibandingkan dengan
yang disebabkan oleh trematoda usus lainnya, meskipun gambaran klinis bergantung pada
beban cacing itu sendiri. Morbiditas dan mortalitas ekinostomiasis bergantung pada beberapa
faktor, seperti memanjangnya fase laten penyakit, memendeknya fase akut, dan adanya
kesamaan simtomatologi dan patologi dengan penyakit usus lain, bahkan ada pula yang tanpa
gejala sama sekali.
Cacing ini menancapkan lehernya dengan duri yang tajam ke dalam mukosa usus
sehingga terjadi peradangan kataral. Apabila jumlah cacing cukup banyak, bisa terjadi mual,
muntah, nyeri perut, diare, dan juga demam. Gejala yang biasanya muncul adalah nyeri
epigastrium dan abdominal, mudah lelah, diare, dan penurunan berat badan. Pada infeksi E.
hortense, ada gejala sendawa, anoreksia, sakit kepala, mual dan muntah, serta inkontinensia
urine. Juga bisa terjadi cosinofilia perifer, namun tingkatannya bergantung pada beban
cacing. Pada anak dapat menimbulkan gejala diare, sakit perut, anemia dan edema.
Patologi yang terjadi belum banyak diketahui dan kebanyakan merupakan hasil
pengamatan endoskopi gastroduodenal pada infeksi E. hortense. Secara umum, terlihat erosi
mukosa dan ulserasi, pendarahan pada lambung dan duodenum, gejala gastritis kronis, dan
infiltrasi sel-sel yang mengandung neutrofil. Infeksi berat menyebabkan timbulnya radang
kataral pada dinding usus, atau ulserasi. Pada hewan percobaan roden, efeknya bergantung
pada keragaman faktor spesies Echinostoma, spesies hospes, dan intensitas penyakit.
Kehadiran cacing dapat menyebabkan peradangan di sisi perlekatan cacing. Daerah sekitar
perlekatan cacing tampak mengalami dilatasi, erosi vili usus, dan infiltrasi limfositik.

Diagnosis, Pengobatan, dan Pencegahan


Diagnosis ekinostomiasis didasarkan atas penemuan telur cacing pada feses atau tinja.
Umumnya, telur Echinostoma berukuran besar. Bentuk, warna, dan kandungannya sangat
mirip dengan telur F. hepatica dan F. Buski sehingga perlu dilakukan nengukuran dengan
saksama. Keberadaan telur juga bergantung pada spesies yang menginfeksi, sebab produksi
telur Echinostoma ada yang banyak dan ada yang sedikit. Produksi telur E. hortense dan E.
cinetorchis cukup banyak, tetapi E. japonicus dan E. tyosenense sedikit. Agar diagnosis lebih
pasti, dianjurkan untuk menemukan cacing dewasa untuk identifikasi.
Pengobatan ekinostomiasis adalah dengan pemberian 20 mg/kg BB prazikuantel dosis
tunggal. Albendazol juga cukup efektif. Tetrakloroetilen adalah obat yang dianjurkan tetapi
ada juga yang menganjurkan timol, karbon tetraklorida, kamala dan bitionol.
Untuk pencegahan, sebaiknya menghindari makan daging keong atau ikan mentah
atau yang dimasak kurang matang.

Epidemiologi, Prognosis dan Pengendalian


Keong sawah yang digunakan untuk konsumsi sebaiknya dimasak sampai matang,
sebab bila tidak, metaserkaria dapat hidup dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Di daerah
endemis, dianjurkan untuk melakukan penyuluhan tentang risiko dan bahaya mengonsumsi
daging moluska atau ikan mentah atau kurang matang.
Satu contoh keberhasilan yang patut ditiru adalah upaya pengendalian ekinostomiasis
melalui pendekatan ekologis di Danau Lindu, Sulawesi Tengah. Setelah pengenalan ikan
Tilapia mossambica ke danau tersebut untuk mengendalikan remis Corbicula, kasus
ekinostomiasis oleh E. Echinatum dari 24% dan 96% di dua tempat menjadi hilang karena
remisnya sendiri juga hilang. Tetapi siklus antara tikus sebagai hospes definitif dan keong air
tawar sebagai hospes perantara masih tetap berlangsung.
Prognosis pada penderita biasanya tidak menunjukkan gejala yang berat, dapat
sembuh setelah pengobatan.

Sumber :
Buku parasitology kedokteran ui
Buku parasitology yang baruu (sama kayak ella)
Gambar :
Buku parasitology yang baruu (sama kayak ella)
https://medlab.id/echinostoma-ilocanum/
http://phantomzvet.blogspot.com/2013/04/echinostoma-1.html
http://www.biology.ualberta.ca/parasites/ParPub/diagram/comp/echin02a.htm
https://www.cdc.gov/dpdx/echinostomiasis/index.html
https://en.wikipedia.org/wiki/Echinostoma

Anda mungkin juga menyukai