Anda di halaman 1dari 7

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN

KEGIATAN INTRAMURAL BAGIAN LABORATORIUM


DIAGNOSTIK
SUB-BAGIAN : DIAGNOSA INFEKSI ENDOPARASIT

TUGAS TERSTRUKTUR 1

NAMA : RAHMALIA DINI HANIFA


NIM : B0901201005
KELOMPOK : D1 PPDH PERIODE 1 TAHUN 2020/2021

1. Buatlah esai singkat (1-2 halaman) tentang kepentingan pengujian laboratorium dalam
diagnosis penyakit yang disebabkan oleh infeksi endoparasit. Jelaskan juga berbagai
pendekatan untuk mengetahui keberadaan parasit di dalam tubuh hewan/manusia
yang diperiksa.

Manusia dalam kehidupannya banyak sekali melakukan berbagai aktivitas,


yang tidak dipungkiri dalam melaksanakan kegiatan tersebut manusia sering
bersinggungan dengan hewan. dilihat sekarang banyak manusia yang memelihara
hewan baik itu sebagai hewan kesayangan ataupun hewan ternak. Dalam
pemeliharaannya, kesehatan hewan harus sangat diperhatikan. Mengingat banyak
adanya penularan penyakit yang ditularkan melalui hewan ke manusia yang biasa kita
sebut dengan zoonosis. Sehingga kesehatan hewan ini menjadi penting untuk
diperhatikan oleh manusia yang memeliharanya. Apabila kesehatannya ini dihiraukan
akan menyebabkan berbagai masalah, salah satunya yaitu penyakit akan mudah
terjadi. Salah satu penyakit yang dapat mengganggu kesehatan hewan yaitu penyakit
yang disebabkan oleh parasit. Parasit merupakan organisme yang hidup dalam
organisme lain dan atas beban organisme yang ditumpangi.
Parasit dapat dibedakan, menjadi : endoparasit (Helminth (cacing), yang terdiri
dari cacing : Nematoda (cacing gilik), Cestoda (cacing pita) dan Trematoda (cacing
daun). Selain cacing juga terinfeksi oleh Protozoa darah dan protozoa saluran cerna,
serta ektoparasit artropoda kelas Insekta, (kutu, pinjal, lalat dan nyamuk), dan kelas
arachnida (caplak dan tungau). Penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit salah
satunya endoparasit umumnya berjalan secara akut namun tidak menunjukkan adanya
gejala secara patognomonis, walaupun biasanya menimbulkan kerugian yang cukup
besar. Sehingga pengujian laboratorium sangat penting dilakukan untuk
mengidentifikasi dan mendiagnosa penyakit penyakit yang disebabkan oleh
endoparasit ini.
Identifikasi parasit yang tepat memerlukan pengetahuan terkait endoparasit
serta pengalaman dalam membedakan sifat dari spesies parasit, kista, telur serta larva.
Siklus hidup dari endoparasit ini juga harus dikuasai agar dalam pengobatan dan
pengedaliannya dapat dilakukan secara maksimal dan tepat sasaran. Pemeriksaan
laboratorium juga berkepentingan untuk peneguhan diagnosa dari infeksi endoparasit,
mengetahui hubungan antara parasit dan inangnya serta sebagai kepentingan zoonosis.
Pemeriksaan parasit dapat diidentifikasi melalui pengecekan feses dapat berupa telur
maupun larva cacing. Contoh pemeriksaan feses endoparasit yaitu cacing
Haemonchus, Toxocara, Ascaris dan Strongylus. Sedangkan pemeriksaan darah dapat
dilakukan dengan menggunakan pewarna Giemsa. Contohnya yaitu pada jenis
endoparasit; Anaplasma, Theilleria, Dirofilaria immitis, dan Plasmodium.

2. Tata cara pengambilan sampel feses dan darah;

Ruminansia
a. Feses: Pengambilan feses dilakukan dengan menggunakan gloves kemudian
dimasukkan dalam plastik atau tabung. Kemudian plastik/tabung ditutup agar
terhindar dari kontaminasi. Pemberian identitas pada sampel dengan
menggunakan label atau spidol permanen agar mudah identifikasi dan tidak
tertukar. Sampel dalam plastik atau tabung tersebut disimpan dalam coolbox
apabila tempat pemeriksaan sampel tersebut jauh atau membutuhkan waktu
lama.
b. Darah: Pengambilan darah melalui v. jugularis (umumnya), v. coccigea
(sapi), dan v. femoralis (domba/kambing). Sampel darah tersebut kemudian
dimasukkan dalam vacutainer yang sesuai dan disimpan dalam coolbox untuk
dibawa ke tempat pemerikaan.
Kuda
a. Feses: Pengambilan feses dilakukan dengan menggunakan gloves kemudian
dimasukkan dalam plastik atau tabung. Kemudian plastik/tabung ditutup agar
terhindar dari kontaminasi. Pemberian identitas pada sampel dengan
menggunakan label atau spidol permanen agar mudah identifikasi dan tidak
tertukar. Sampel dalam plastik atau tabung tersebut disimpan dalam coolbox
apabila tempat pemeriksaan sampel tersebut jauh atau membutuhkan waktu
lama.
b. Darah: Pengambilan darah pada v. jugularis kemudian sampel darah
dimasukkan dalam vacutainer yang sesuai dan disimpan dalam coolbox untuk
dibawa ke tempat pemeriksaan.
Babi
a. Feses: Pengambilan feses dilakukan dengan menggunakan gloves kemudian
dimasukkan dalam plastik atau tabung. Kemudian plastik/tabung ditutup agar
terhindar dari kontaminasi. Pemberian identitas pada sampel dengan
menggunakan label atau spidol permanen agar mudah identifikasi dan tidak
tertukar. Sampel dalam plastik atau tabung tersebut disimpan dalam coolbox
apabila tempat pemeriksaan sampel tersebut jauh atau membutuhkan waktu
lama.
b. Darah: Pengambilan darah pada v. jugularis atau v. auscularis kemudian
sampel darah dimasukkan dalam vacutainer yang sesuai dan disimpan dalam
coolbox untuk dibawa ke tempat pemeriksaan.
Unggas
a. Feses: Pengambilan sampel pada unggas yang berada pada kandang betray
feses dapat diambil langsung pada alas kandang, sedangkan pada unggas yang
berada pada kandang litter feses diambil dengan melalui swab kloaka. Feses
diambil dengan menggunakan cotton swab/ stick kemudian dimasukkan dalam
plastik atau tabung. Pemberian identitas pada sampel dengan menggunakan
label atau spidol permanen agar mudah identifikasi dan tidak tertukar. Sampel
dalam plastik atau tabung tersebut disimpan dalam coolbox apabila tempat
pemeriksaan sampel tersebut jauh atau membutuhkan waktu lama.
b. Darah: Pengambilan sampel darah dapat dilakukan melalui v. pectoralis dan
v. brachialis kemudian dimasukkan dalam vacutainer yang sesuai dan
disimpan pada coolbox untuk dibawa ke tempat pemeriksaan.
Anjing/ kucing
a. Feses: Pengambilan feses dilakukan dengan menggunakan gloves kemudian
dimasukkan dalam plastik atau tabung. Kemudian plastik/tabung ditutup agar
terhindar dari kontaminasi. Pemberian identitas pada sampel dengan
menggunakan label atau spidol permanen agar mudah identifikasi dan tidak
tertukar. Sampel dalam plastik atau tabung tersebut disimpan dalam coolbox
apabila tempat pemeriksaan sampel tersebut jauh atau membutuhkan waktu
lama.
b. Darah: Pengambilan darah dapat dilakukan melalui v. saphena magna atau v.
cephalica antebrachii dorsalis. Sampel kemudian dimasukkan dalam
vacutainer yang sesuai dan disimpan pada coolbox untuk dibawa ke tempat
pemeriksaan.
Hewan Laboratorium
a. Feses: Pengambilan feses dilakukan dengan menggunakan gloves kemudian
dimasukkan dalam plastik atau tabung. Kemudian plastik/tabung ditutup agar
terhindar dari kontaminasi. Pemberian identitas pada sampel dengan
menggunakan label atau spidol permanen agar mudah identifikasi dan tidak
tertukar. Sampel dalam plastik atau tabung tersebut disimpan dalam coolbox
apabila tempat pemeriksaan sampel tersebut jauh atau membutuhkan waktu
lama.
b. Darah: Pengambilan darah untuk mencit/ tikus dilakukan melalui v. coccigea,
intracardialis atau sinus orbitalis, sedangkan kelinci melalui v. auriculalis.
Kemudian sampel darah dimasukkan dalam vacutainer yang sesuai dan
disimpan dalam coolbox untuk dibawa ke tempat pemeriksaan sampel.
-
3. Tata cara pengawetan dan penyimpanan sampel feses sebelum dilakukan pemeriksaan
laboratorium, serta kelebihan dan kekurangan masing-masing metode pengawetan;

a. 10% formalin untuk feses sediaan basah (biasanya 5% untuk pengawetan


protozoa, 10% untuk telur dan larva cacing)
Kelebihan:
 Tidak merubah morfologi telur, larva, kista dari cacing dan protozoa
 Mudah untuk disiapkan
 Dapat digunakan untuk metode fiksasi
 Dapat digunakan untuk mikroskop UV floresens
 Pewarnaan acid-fast, safranin dan kromotof
Kekurangan:
 Tidak cocok untuk preparat ulas permanen dengan trikrom
 Unruk pengawetan morfologi tropozoit protozoa kurang baik
 Dapat mengganggu apabila uji yang dilakukan yaitu uji PCR
b. SAF (sadion acetrate-acetic acid-formalin) untuk digunakan pada teknik
konsentrasi dan sediaan ulas permanen (HE). Digunakan pengawet tunggal di
laboratorium karena telur, larva, cacing, kista dan trofozoit dapat diawetkan.
Kelebihan:
 Mudah disiapkan
 Cocok untuk pewarnaan safranin, acid-fast, dan kromotrof
 Cocok untuk immunoassay
Kekurangan:
 Membutuhkan bahan tambahan seperti albumin-gliserin untuk adesi
specimen ke gelas objek
 Untuk pewarnaan permanen hasilnya tidak sebagus dengan menggunakan
metode Schaudinn atau PVA.
c. Schaudinn untuk pemeriksaan specimen tinja segar atau sampel dari permukaan
mukosa usus yang dibuat sediaan hapusan permanen.
Kelebihan:
 Baik untuk mengawetkan morfologi kista dan trofozoit protozoa
 Persiapannya mudah untuk preparat ulas permanen.
Kekurangan:
 Kurang cocok untuk teknik konsentrasi
 Mengandung merkuri klorida
 Kurang menempel pada slide apabila specimen cair atau mucoid
 Kurang cocok untuk morfologi telur dan larva cacing, koksidia dan
mirospiridia
d. PVA (polyvinyl-alcohol) biasa digunakan bersama dengan metode Schaudinn
Kelebihan:
 Pengaetan untuk morfologi kista dan trofozoit protozoa bagus
 Mudah disiapkan dengan pewarnaan permanen seperti trikrom
 Sampel yang diawetkan akan stabil selama beberapa bulan
Kekurangan:
 Kurang cocok untuk morfologi telur dan larva cacing, koksidia, dan
microsporidia
 Mengandung merkuri klorida
 Mahal dan sulit untuk dicuci
 Tidak cocok untuk teknik kosntrasi
 Tidak dapat digunakan dengan uji immunoassay
 Tidak cocok dengan pewarnaan acid-fast, kromotrof dan safranin
e. MIF (merthiolate-iodine formaldehid) untuk berbagai stadium dan semua jenis
sampel.
Kelebihan:
 Mudah untuk disiapkan
 Cocok digunakan dilapangan
 Sesuai untuk prosedur konsentrasi
Kekurangan:
 Tidak cocok untuk preparat ulas permanen dengan trikrom
 Unruk pengawetan morfologi tropozoit protozoa kurang baik
 Dapat mengganggu apabila uji yang dilakukan yaitu uji PCR
 Pewarnaan iodine akan mengganggu kerja pewarnaan yang lain dan
floresen. Iodin juga dapat mendistorsi protozoa.

4. Jenis sampel dan teknik pemeriksaan laboratorium yang dapat digunakan untuk
mendiagnosa penyakit parasitik (Dapat lebih dari satu jenis teknik untuk setiap
penyakit) di bawah ini:

No Penyakit Agen (hewan Jenis Teknik Indikator


terinfeksi) sampel yang Pemeriksaan keberadaan
diambil parasit
Con- Toxocarosis Toxocara Feses Pemeriksaan Ditemukannya
toh canis canis (anjing) mikroskopik: telur cacing
- Fecal
smear/natif
- Pengapungan
1 Surra Trypanosomaa Darah, Preparat ulas Ditemukan
evansi (sapi, biopsi darah parasit motil
kerbau, kuda) limfonodus ELISA (pada ulas
Card- darah segar)
agglutination
test for
trypanosome
(CATT)
Teknik
konsentrasi
endapan
2 Strongylosis Stronylus sp. Feses Uji natif feses Terdapat telur
(kuda) ELISA cacing dewasa
PCR ditemukan
pada saat
dilakukan
deteksi cacing
dewasa pada
uji PCR dan
ELISA
3 Schistosomiasis Schistosoma Feses Uji natif Diemukan
(Schistosomosi japonicum Urin Uji serologis telur cacing
s japonicum) (manusia, Darah pada feses
hewan ternak, atau sampel
mamalia) urin, dan
ditemukan
cacing dewasa
pada feses
4 Canine Dirofilari Darah Uji serologis Ditemukan
Heartworm immitis mikrofilaria
Diseases (anjing) pada darah
(CHD)
5 Coccidiosis Eimeria sp. Feses Nekropsi Ditemukan
(unggas) Mukosa Uji natif feses ookista pada
Usus Preparat ulas feses atau
mukosa usus mukosa usus
6 Haemonchosis Haemonchus Feses Uji McMasker Ditemukan
contortus Uji Apung telur cacing
(kambing, Pewarnaan yang tinggi
domba) Eosin dan
Lugol
7 Babesiosis Babesia sp. Darah (dari Ulas darah Ditemukan
(sapi, kuda, pembuluh dengan Babesia sel
kambing, kapiler) pewarnaan darah merah
domba, anjing, Fese giemsa
babi) Uji natif
8 Porcine Taenia solium Otot, ELISA Ditemukan
cysticercosis (babi) jantung, hati, Nekropsi larva cacing
dan otak pada organ
otak, otot,
jantung, dan
hati
9 Ascariosis Ascaris suum Feses Uji apung Ditemukan
(babi), Ascaris Nekropsi telur cacing
lumbricuides pada uji apung
(manusia) feses,
ditemukan
cacing dewasa
pada mukosa
usus halus
10 Fasciolosis Fasciola Darah Uji serologis Ditemukan
gigantica Feses USG telur cacing
(sapi, domba) Uji Natif pada preparat
natif

Anda mungkin juga menyukai