Anda di halaman 1dari 3

Etiologi

Virus flu burung atau avian influenza (AI) berdasarkan sequence genetik dan
kemampuannya menimbulkan penyakit pada unggas dikarakterisasi menjadi Highly Pathogenic
Avian influenza (HPAI) dan Low Pathogenic Avian influenza (LPAI) (Senne et al. 1996).
Penyakit Avian Influenza (AI) disebabkan oleh virus influenza tipe A yang tergolong dalam
famili Orthomyxoviridae dan dapat menginfeksi berbagai macam spesies yaitu: unggas, babi,
kuda dan manusia (Hooper et al. 1995). Ciri utama virus AI yaitu memiliki antigen
hemaglutinasi (H) dan antigen neurominidase (N) yang terdapat pada permukaan virus. Virus
Avian influenza mempunyai beberapa subtipe berdasarkan protein Haemaglutinase (H) dan
Neuraminidase (N). Virus Avian influenza subtipe H5 dan H7 bersifat patogen tetapi tidak
semua subtipe H5 dan H7 bersifat patogen. Virus Avian influenza subtipe H5 dan H7 bersifat
patogen apabila mempunyai motif multiple basic asam amino pada daerah cleavage site HA
(OIE, 2015). Berdasarkan hasil kajian secara genomik, dikenal beberapa subtipe dari avian
influenza, hanya subtipe H5, H7 dan H9 yang diketahui mampu menyebar dari unggas ke
manusia (Liu J et al. 2005).
Highly pathogenic avian influenza (HPAI) subtipe A(H5N1), dikenal juga dengan Flu
Burung, adalah penyakit zoonosis dari unggas yang disebabkan oleh virus Influenza tipe A dari
famili Orthomyxoviridae. Virus HPAI A(H5N1) dapat menginfeksi manusia yang
mengakibatkan gangguan pernafasan berat dan sampai pada kematian (Hulse-Post et al. 2005)
Epidemiologi
Epidemi HPAI A (H5N1) dimulai pada akhir 2003 di Cina Selatan, dan dengan cepat
menyebar ke Vietnam, Thailand, Indonesia dan negara Asia Timur (Smith et al. 2005). Wabah
flu burung subtipe H5 pada unggas pertama kali terjadi di Indonesia pada tahun 2003 dan awal
tahun 2004. Angka kesakitan dan kematian pada unggas (ayam ras petelur, ayam ras pedaging,
ayam kampung dan itik) yang ditimbulkan wabah ini adalah 90%. Penyebarannya berlangsung
sangat cepat sehingga virus flu burung menulari hampir di seluruh Indonesia (Dharmayanti et al.
2004). Wabah flu burung subtipe H5 pada unggas pertama kali terjadi di Indonesia pada tahun
2003 dan awal tahun 2004. Angka kesakitan dan kematian pada unggas (ayam ras petelur, ayam
ras pedaging, ayam kampung dan itik) yang ditimbulkan wabah ini adalah 90%. Penyebarannya
berlangsung sangat cepat sehingga virus flu burung menulari hampir di seluruh Indonesia
(Dharmayanti et al. 2004). Sejak ditemukan kasus H5N1 pada unggas pada akhir tahun 2003,
virus HPAI A (H5N1) telah menyebar di 31 provinsi dari total 34 provinsi di Indonesia, dan
jutaan unggas mati akibat virus H5N1. Meskipun secara luas kejadian kasus HPAI A (H5N1)
pada unggas menurun setiap tahun dari 2006 sampai dengan 2011. Infeksi HPAI A (H5N1) pada
manusia pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 2005. Sampai dengan Maret 2012, ada
155 kasus konfirmasi pada manusia, menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah korban
H5N1 tertinggi di dunia (Purnama et al. 2015).
Gejala Klinis
Infeksi virus ini biasanya disertai dengan gejala klinis pada saluran pernafasan, gastrointestinal
dan susunan syaraf (Swayne dan Suarez 2000). gejala klinis penyakit dan sejumlah organ telah
dikoleksi untuk pemeriksaan patologi anatomi (PA) dan histopatologi (HP). Hasil pengamatan
menunjukkan bahwa cyanosis (kebiruan) pada pial dan jengger, petekhi subkutan pada kaki,
eksudat cair dari rongga hidung dan kematian mendadak yang beruntun dalam jumlah besar
merupakan tanda klinis konsisten yang ditemukan (Damayanti et al. 2004). Pada manusia, gejala
klinis yang ditunjukkan yaitu suhu tubuh panas ≥ 38oC, batuk, sesak leukopenia dan
trombositopenia (Endarti dan Djuwita 2006).
Dapus
Hulse-Post DJ, Sturm-Ramirez KM, Humberd J, Seiler P, Govorkova EA, Krauss S, et al. 2005.
Role of domestic ducks in the propagation and biological evolution of highly pathogenic
H5N1 influenza viruses in Asia. Proc Natl Acad Sci U S A. 102(30):10682-7.
Smith GJD, Naipospos TSP, Nguyen TD, DeJong MD, Vijaykrishna D, Usman TB, Hassa SS,
Nguyen TV, Dao TV, Bui NA, Leung YHC, Cheung CL, Rayner JM, Zhang JX, Zhang LJ,
Poon LLM, Li KS, Nguyen VC, Hien TT, Farrar J, Webster RG, Chen H, Peiris JSM,
Guan Y. 2006. Evolution and adaptation of H5N1 influenza virus in avian and human hosts
in Indonesia and Vietnam. Virology. 350: 258-268
Liu J, Xiao H, Lei F, Zhu Q, Qin K. Zhang XW, et.al. 2005. Highly pathogenic H5N1 influenza
virus infection in migratory bird. Science. : 1206
Senne DA, Panigrahy B, Kawaoka Y, Pearson JE, Suss J, Lipkind M, Kida H, Webster RG.
1996. Survey of the hemagglutinin (HA) cleavage site sequence of H5 and H7 Avian
influenza viruses: amino acid sequence at the HA cleavage site as a marker of
pathogenicity potential. Avian Disease. 40: 425-437
Office International des Epizooties (OIE). 2015. Avian influenza (Infection with Avian influenza
viruses). OIE Terrestrial Manual 2015 chapter 2.3.4: 1-21
Dharmayanti NLPI, Damayanti R, Wiyono A, Indriani R, Darminto. 2004. Identifikasi virus
Avian influenza isolat indonesia dengan reverse transcriptase-polyerase chain reaction
(RT-PCR). Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 9: 136-142
Purnama BI, Budiharta S, Wongsathapornchai K. 2015. Kajian Paparan Highly Pathogenic
Avian Influenza A (H5N1) dan Praktek Perdagangan Unggas di antara Pedagang Unggas
di Pasar Tradisional Kabupaten Sukoharjo, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, 2012.
Outbreak, Surveillance, and Investigation Reports. 8 (1): 14-18
HOOPER, P.T., G.W. RUSSELL, P.W. SELLECK and W.L. STANISLAWEK. 1995.
Observation on the relationship in chickens between the virulence of some Avian Influenza
viruses and their pathogenicity for various organs. Avian Dis. 39: 458-464.
Endarti AT dan Djuwita R. 2006. Penyakit Avian Flu di Lima Provinsi di Indonesia. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 1 (1): 42-48
Swayne DE. and Suarez DL. 2000. Highly pathogenic influenza. Rev. Sci. Tech. Int. Epiz. 19:
463-482.
DAMAYANTI, R, NLP. I. DHARMAYANTI, R. INDRIANI, A. WIYONO dan DARMINTO.
2004. Deteksi virus avian influenza subtipe H5N1 pada organ ayam yang terserang flu
burung sangat patogenik di Jawa Timur dan Jawa Barat dengan teknik imunohistokimia.
JITV 9: 202-208.

Anda mungkin juga menyukai