Latar Belakang
1
Tujuan
Tulisan ini akan mengulas tentang tungau (mite), caplak (tick), kutu (lice)
dan pinjal (flea) beserta perbedaannya. Selain itu tulisan ini akan
berusaha menggali potensi kerugian dari beberapa ektoparasit tersebut
pada peternakan.
Metodologi Penulisan
Karya tulis ilmiah ini ditulis dengan menggunakan metode studi pustaka.
Sumber informasi diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal,
majalah dan atau artikel internet.
2
PEMBAHASAN
Klasifikasi
Tungau, caplak, kutu dan pinjal tergabung dalam satu filum yang sama
yaitu Arthropoda. Tungau dan caplak berada dibawah satu kelas
(Arachnida) dan anak kelas yang sama yaitu Acari, namun keduanya
tergolong dalam suku yang berbeda. Caplak termasuk dalam golongan
suku Ixodidae dan Argasidae sedangkan suku yang lain disebut tungau
saja (Krantz, 1978).
Morfologi
Sama seperti anggota arachnida lainnya (laba-laba, kalajengking dll.),
tubuh tungau dan caplak terbagi menjadi dua bagian, yaitu: bagian
depan disebut cephalothorax (prosoma) dan bagian belakang tubuh
disebut abdomen (ophistosoma).Meskipun demikian, tidak terdapat
batas yang jelas diantara dua bagian tubuh tersebut. Tungau dan caplak
dewasa mempunyai alat-alat tubuh pada arachnida seperti khelisera dan
3
palpus (alat sensori) yang terdapat di bagian , dan
enathosoma/capitulum, dan empat pasang kaki (Kendall, 2008).
Hipostoma pada caplak merupakan suatu struktur yang terdiri dari gigi-
gigi yang tersusun teratur dan menonjol. Struktur inilah yang digunakan
untuk menusuk tubuh induk semang ketika caplak menghisap darah.
Hipostoma dilindumgi oleh khelisera (Vredevoe, 1997). Kutu termasuk
4
anggota kelompok serangga yang mempunyai tiga pasang kaki dan
sayap yang mereduksi. Dua kelompok kutu yaitu kutu penghisap/ tuma
dan kutu penggigit memiliki ciri-ciri morfologiyang berbeda
Dari tempat itu tiga stilet penusuk dijulurkan. Stilet tersebut kira-kira
panjangnya sama dengan kepala dan apabila tidak dipakai dapat ditarik
masuk ke dalam satu struktur seperti kantung panjang di bawah saluran
pencernaan.
5
Habitat
Tungau terdapat pada hampir semua habitat. Beberapa tungau tidak
membahayakan, hidup pada bahan organik yang mati atau membusuk
atau sebagai predator invertebrata kecil lainnya. Sebagian lagi bersifat
membahayakan karena hidup sebagai parasit pada tumbuhan, hewan
dan bahkan pada manusia.
Selain itu adapula yang bersifat endoparasit, misalnya tungau dari suku
Rhinonyssidae yang ditemukan pada saluran pernafasan burung
(Krantz, 1978 & Kadarsan, 1983).
Kutu penggigit pada umumnya memakan bulu dan serpihan kulit induk
semang. Kutu ini biasanya berkumpul di bagian dada, paha dan sayap
unggas. Contoh kutu penggigit adalah Menopon gallinae (Harvey & Yen,
1989; Kadarsan dkk., 1983).
6
Pinjal ditemukan dekat dengan induk semangnya, baik di rambut, bulu-
bulu atau di sarangnya. Pinjal dewasa menghisap darah induk semang.
Contoh pinjal adalah pinjal kucing (Ctenophalides felis) dan pinjal tikus
Xenopsylla cheopis).
Siklus hidup
Proses reproduksi pada tungau dan caplak bervariasi. Siklus hidup yang
dijalaninya berupa: telur-larva-nimpha-tungau/caplak dewasa. Larva
tungau dan caplak hanya memiliki 3 pasang kaki. Larva caplak, setelah
makan darah induk semang, akan tumbuh menjadi nimpha yang memiliki
4 pasang kaki.
Nimpha makan darah dan akan tumbuh menjadi caplak dewasa. Setelah
makan satu kali sampai kenyang, caplak dewasa betina akan bertelur
kemudian ia mati. Caplak betina setelah kenyang menghisap darah
dapat membengkak sampai 20-30 kali ukuran semula. Caplak
memerlukan + 1 tahun untuk menyelesaikan satu siklus hidup di daerah
tropis dan lebih dari satu tahun di daerah lebih dingin.
Caplak dapat bertahan hidup selama berbulan- bulan tanpa makan jika
belum mendapatkan induk semangnya. Caplak dapat hidup pada 1-3
induk semang berbeda selama fase pertumbuhannya sehingga dikenal
dengan sebutan caplak berinduk semang satu, berinduk semang dua
dan berinduk semang tiga (Vredevoe, 1997).
7
dewasa. Larva yang baru menetas tidak memiliki kaki. Fase pupa adalah
fase yang tidak memerlukan makanan (Kadarsan dkk., 1983).
Potensi Kerugian
Sebagai binatang parasit, tungau, caplak dan pinjal dapat menularkan
berbagi macam organisme penyebab penyakit Misalnya Ornithodoros
(caplak kulit lunak) dapat menularkan larva filaria pada ular phyton dan
gerbil. Beberapa organisme dapat bersifat zoonosis yaitu dapat menular
dari binatang ke manusia. Organisme pathogen dapat ditularkan melalui
air liur, serpihan kulit akibat garukan dan feses (Evans, 1992).
8
misalnya isolasi terhadap ternak baru sampai benar-benar dipastikan
ternak telah bebas ektoparasit sehingga tidak menjadi ternak pembawa
(carrier).
Sedangkan pilihan pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan
beberapa insektisida seperti organopospat (chlorfenvinphos,
chlorpyrifos, coumaphos, diazinon), amitraz atau sintetik pyrethroid
(deltamethrin, cypermethrin, flumethrin) amitraz, coumaphos atau
permethrin. Obat injeksi yang dapat juga dipilih misalnya ivermectin.
Beberapa teknologi baru juga dapat dilakukan misalnya dengan
pengendalian populasi atau pemutusan siklus hidup ektoparasit.
Beberapa tindakan pengobatan dapat dilakukan dengan metode dipping
atau spraying (Aston, 2012).
9
KESIMPULAN DAN SARAN
Saran yang dapat diberikan antara lain pentingnya menjaga sanitasi dan
hygiene peternakan dalam usaha meningkatkan pencegahan infestasi
ektoparasit. Sebaiknya para peternak lebih memiliki pengetahuan
terhadap ekoparasit ini sehingga dapat melakukan pencegahan.
Pengobatan juga dapat dilakukan jika memang infestasi parasit ini telah
terjadi.
10
DAFTAR PUSTAKA
11