Anda di halaman 1dari 11

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peternakan merupakan salah satu usaha yang menjadi penopang hidup


sebagian besar masyarakat di Indonesia. Hal ini terlihat dari banyaknya
masyarakat Indonesia yang bermata pencaharian sebagai peternak.
Proses budidaya peternakan yang ideal adalah yang mampu
menerapkan praktek manajemen peternakan yang integral. Seringkali
dijumpai di lapangan para peternak hanya memelihara ala kadarnya
sehingga peternakan belum mampu menjadikan para pelakunya menjadi
sejahtera.
Salah satu bagian dari manajemen peternakan adalah aspek kesehatan
hewan. Lebih kecil lagi tulisan ini akan berusaha membahas gangguan
ternak yang merupakan bagian dari ektoparasit yang masih sedikit sekali
diperhatikan oleh para pelaku peternakan pada umumnya. Salah satu
ektoparasit yang memberikan dampak kerugian tetapi belum
diperhatikan adalah tungau, caplak, kutu dan pinjal.
Masyarakat Seringkali rancu untuk menyebut binatang kecil yang
mengganggu ternak dengan satu sebutan tunggal yaitu kutu. Padahal
terdapat kemungkinan bahwa binatang pengganggu tersebut dari
kelompok yang berbeda. Kelompok hewan yang sering menimbulkan
kerancuan dalam penyebutan adalah tungau (mite), caplak (tick), kutu
(lice) dan pinjal (flea). Disini akan dibahas mengenai keempat
ektoparasit tersebut sehingga dapat memahami dan membedakannya
beserta dampak kerugiannya.

1
Tujuan

Tulisan ini akan mengulas tentang tungau (mite), caplak (tick), kutu (lice)
dan pinjal (flea) beserta perbedaannya. Selain itu tulisan ini akan
berusaha menggali potensi kerugian dari beberapa ektoparasit tersebut
pada peternakan.

Metodologi Penulisan

Karya tulis ilmiah ini ditulis dengan menggunakan metode studi pustaka.
Sumber informasi diperoleh dari berbagai sumber, seperti buku, jurnal,
majalah dan atau artikel internet.

2
PEMBAHASAN

Klasifikasi
Tungau, caplak, kutu dan pinjal tergabung dalam satu filum yang sama
yaitu Arthropoda. Tungau dan caplak berada dibawah satu kelas
(Arachnida) dan anak kelas yang sama yaitu Acari, namun keduanya
tergolong dalam suku yang berbeda.  Caplak termasuk dalam golongan
suku Ixodidae dan Argasidae sedangkan suku yang lain disebut tungau
saja (Krantz, 1978).

Bagaimana dengan posisi kutu dan pinjal dalam klasifikasi?  Menurut


Borror dkk. (1996) kutu dan pinjal termasuk dalam kelas Insekta
(serangga) namun berbeda bangsa. Kutu seringkali dibagi menjadi dua
bangsa yang terpisah yaitu Mallophaga (kutu penggigit) dan Anoplura
(kutu penghisap). Kutu penghisap sering pula disebut “tuma” oleh
masyarakat Indonesia. Ahli entomologi dari Inggris, Jerman dan
Australia hanya mengenali satu bangsa tunggal yaitu Phthiráptera,
dengan empat anak bangsa (salah satunya Anoplura).

Pinjal termasuk dalam bangsa Siphonaptera. Beberapa suku yang


terdapat di Indonesia antara lain Pulicidae, Ischnopsyllidae,
Hystrichopsyllidae, Pygiopsyllidae, Ceratophyllidae dan Leptosyllidae.
Pinjal tikus dan kucing yang umum ditemukan termasuk dalam Pulicidae.

Morfologi
Sama seperti anggota arachnida lainnya (laba-laba, kalajengking dll.),
tubuh tungau dan caplak terbagi menjadi dua bagian, yaitu: bagian
depan disebut cephalothorax (prosoma) dan bagian belakang tubuh
disebut abdomen (ophistosoma).Meskipun demikian, tidak terdapat
batas yang jelas diantara dua bagian tubuh tersebut. Tungau dan caplak
dewasa mempunyai alat-alat tubuh pada arachnida seperti khelisera dan

3
palpus (alat sensori) yang terdapat di bagian , dan
enathosoma/capitulum, dan empat pasang kaki (Kendall, 2008).

Sebagian besar tungau berukuran sangat kecil, memiliki panjang kurang


dari 1 mm. Namun ada pula tungau besar yang dapat mencapai panjang
7.000 µm. Pada gnathosoma tungau terdapat epistoma, tritosternum
(berfungsi dalam transport cairan tubuh), palpus yang beruas- ruas,
khelisera, corniculi, hipostoma berseta yang  masing-masing sangat
beragam dalam hal bentuk dan jumlah ruasnya tergantung pada
kelompoknya.

 Khelisera pada tungau teradaptasi untuk menusuk, menghisap atau


mengunyah. Tubuh dilindungi oleh dorsal shield/scutum. Tungau
memiliki stigma (alat pertukaran O2 dan CO2) yang letaknya bervariasi
yaitu di punggung dorsal, antara pangkal kaki/ coxa 2 dan 3, di sebelah
coxa ke tiga atau diantara khelisera.

Letak stigma menjadi kunci penting untuk membedakan bangsa tungau.


Caplak memiliki ukuran lebih besar dari pada tungau. Panjang tubuh
dapat mencapai 2.000-30.000 µm. Selain ukurannya, caplak dibedakan
dari tungau berdasarkan letak stigma yang berada di bawah coxa
(pangkal kaki) ke empat. Caplak juga memiliki karakter-karakter khas
tersendiri pada hipostoma memiliki ocelli/mata, tetapi tidak memiliki
epistoma, corniculi dan tritosternum. Caplak dibedakan menjadi 2
kelompok yaitu caplak berkulit keras/ hard tick (Ixodidae) dan caplak
berkulit lunak/soft tick (Argasidae) karena tidak memiliki scutum (Krantz,
1978; Evans, 1992).

Hipostoma pada caplak merupakan suatu struktur yang terdiri dari gigi-
gigi yang tersusun teratur dan menonjol. Struktur inilah yang digunakan
untuk menusuk tubuh induk semang ketika caplak menghisap darah.
Hipostoma dilindumgi oleh khelisera (Vredevoe, 1997).  Kutu termasuk

4
anggota kelompok serangga yang mempunyai tiga pasang kaki dan
sayap yang mereduksi. Dua kelompok kutu yaitu kutu penghisap/ tuma
dan kutu penggigit memiliki ciri-ciri morfologiyang berbeda

Ukuran tubuh kutu penghisap mencapai 0,4-6,5 mm; kepala kutu


penghisap biasanya lebih sempit daripada protoraksnya; sungut beruas-
ruas; mata mereduksi dan bagian-bagian mulut haustellat. Tuma
memiliki tiga stilet penusuk (dorsal, tengah dan ventral) pada bagian
mulutnya dan satu rostrum pendek pada ujung anterior kepala.

Dari tempat itu tiga stilet penusuk dijulurkan. Stilet tersebut kira-kira
panjangnya sama dengan kepala dan apabila tidak dipakai dapat ditarik
masuk ke dalam satu struktur seperti kantung panjang di bawah saluran
pencernaan.

Stilet dorsal berfungsi sebagai saluran makanan. Stilet tengah


mengandung air liur dan berfungsi sebagai hipofaring, sedangkan stilet
ventral sebagai penusuk utama diperkirakan berfungsi sebagai labium.
Kaki-kaki kutu penghisap pendek dan memiliki cakar pengait yang
termodifikasi untuk melekat pada induk semang. Kutu penggigit bertubuh
pipih; berukuran tubuh 2-6 mm; bagian mulut mandibulat; mata majemuk
mereduksi; lebar kepala sama atau lebih dengan protoraksnya; tarsi
beruas 2-5 dan tidak memiliki cerci (Borror dkk., 1996; Elzinga, 1978).

Pinjal berbentuk tubuh menyerupai biji lamtoro pipih kesamping;


berukuran + 3 mm; seluruh tubuh tertutup bulu-bulu; mulut berupa mulut
penusuk dan penghisap. Kaki ke tiga dari pinjal berukuran lebih besar
dan lebih panjang daripada dua pasang kaki lainnya sehingga
memungkinkannya untuk melompat. Lompatannya sangat jauh dan
tinggi dibandingkan ukuran tubuhnya (Kadarsan dkk., 1983).

5
Habitat
Tungau terdapat pada hampir semua habitat. Beberapa tungau tidak
membahayakan, hidup pada bahan organik yang mati atau membusuk
atau sebagai predator invertebrata kecil lainnya. Sebagian lagi bersifat
membahayakan karena hidup sebagai parasit pada tumbuhan, hewan
dan bahkan pada manusia.

Caplak adalah ektoparasit penghisap darah pada hewan vertebrata.


Contoh caplak berkulit keras di Indonesia adalah caplak sapi (Boophilus
microplus), caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus), caplak babi
(Dermacentor auratus). Contoh tungau ektoparasit antara lain gurem
atau sieur (Dermanyssus gallinae) yang menyerang ayam, tungau ajing
(Demodex canis) dll. Tungau yang paling sering menimbulkan masalah
pada peternakan yaitu Sarcoptes scabiei, selain itu juga termasuk
zoonosis (Ahmad, 1999)

 Selain itu adapula yang bersifat endoparasit, misalnya tungau dari suku
Rhinonyssidae yang ditemukan pada saluran pernafasan burung
(Krantz, 1978 & Kadarsan, 1983).

 Kutu merupakan serangga ektoparasit yang dapat ditemukan pada


burung, mamalia dan bahkan manusia. Kutu seringkali ditemukan hanya
pada bagian tubuh tertentu induk semangnya. Tuma memakan cairan
tubuh termasuk darah.induk semang Contoh tuma antara lain tuma
kepala (Pediculus humanus capitis) (dan tuma kerbau (Haematopinus
tuberculatus).

Kutu penggigit pada umumnya memakan bulu dan serpihan kulit induk
semang. Kutu ini biasanya berkumpul di bagian dada, paha dan sayap
unggas. Contoh kutu penggigit adalah Menopon gallinae (Harvey & Yen,
1989; Kadarsan dkk., 1983).

6
Pinjal ditemukan dekat dengan induk semangnya, baik di rambut, bulu-
bulu atau di sarangnya. Pinjal dewasa menghisap darah induk semang.
Contoh pinjal adalah pinjal kucing (Ctenophalides felis) dan pinjal tikus
Xenopsylla cheopis).

Siklus hidup
Proses reproduksi pada tungau dan caplak bervariasi. Siklus hidup yang
dijalaninya berupa: telur-larva-nimpha-tungau/caplak dewasa. Larva
tungau dan caplak hanya memiliki 3 pasang kaki. Larva caplak, setelah
makan darah induk semang, akan tumbuh menjadi nimpha yang memiliki
4 pasang kaki.

Nimpha makan darah dan akan tumbuh menjadi caplak dewasa. Setelah
makan satu kali sampai kenyang, caplak dewasa betina akan bertelur
kemudian ia mati. Caplak betina setelah kenyang menghisap darah
dapat membengkak sampai 20-30 kali ukuran semula. Caplak
memerlukan + 1 tahun untuk menyelesaikan satu siklus hidup di daerah
tropis dan lebih dari satu tahun di daerah lebih dingin.

Caplak dapat bertahan hidup selama berbulan- bulan tanpa makan jika
belum mendapatkan induk semangnya. Caplak dapat hidup pada 1-3
induk semang berbeda selama fase pertumbuhannya sehingga dikenal
dengan sebutan caplak berinduk semang satu, berinduk semang dua
dan berinduk semang tiga (Vredevoe, 1997).

Kutu menjalani proses metamorfosa yang tidak sempurna, yaitu telur-


nimpha-individu dewasa. Seluruh siklus hidup terjadi di tubuh induk
semang. Telur kutu akan menempel pada rambut induk semang dengan
bantuan zat perekat yang dihasilkannya. Sedangkan siklus hidup yang
dijalani pinjal merupakan metamorfosa sempurna yaitu telur-larva-pupa-

7
dewasa. Larva yang baru menetas tidak memiliki kaki. Fase pupa adalah
fase yang tidak memerlukan makanan (Kadarsan dkk., 1983).

Potensi Kerugian
Sebagai binatang parasit, tungau, caplak dan pinjal dapat menularkan
berbagi macam organisme penyebab penyakit Misalnya Ornithodoros
(caplak kulit lunak) dapat menularkan larva filaria pada ular phyton dan
gerbil. Beberapa organisme dapat bersifat zoonosis yaitu dapat menular
dari binatang ke manusia. Organisme pathogen dapat ditularkan melalui
air liur, serpihan kulit akibat garukan dan feses (Evans, 1992).

Beberapa penyakit yang ditimbulkan akibat infestasi caplak dan tungau


antara lain: scrub thypus, rocky mountain spotted fever, tularemia, Lyme
disease (Krantz, 1978). Infestasi pinjal bahkan pernah menyebabkan
epidemi pes di daerah Boyolali, Jawa Tengah pada akhir 1960an. Hal ini
disebabkan karena pinjal dapat menularkan bakteri Yersinia pestis,
penyebab penyakit pes, dari tikus ke manusia (Kadarsan dkk., 1983).

Infestasi kutu pada hewan ternak dan binatang peliharaan dapat


menyebabkan iritasi dan menurunnya kesehatan. Luka garukan (akibat
rasa gatal yang ditimbulkan) dapat menyebabkan infeksi sekunder.
Serangan gurem pada unggas dapat menyebabkan ayam gelisah karena
gatal dan mengakibatkan merosotnya produksi daging dan telur.

Tindakan Pencegahan dan Pengobatan


Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan antara lain meningkatkan
kedisiplinan dalam menjaga sanitasi baik ternak dan kandang. Seringkali
banyaknya infestasi ektoparasit ini berkorelasi lurus dengan buruknya
sanitasi dan hygiene peternak. Usaha pencegahan ini akan lebih efektif
karena akan memerlukan biaya lebih minim dibandingkan pengobatan.
Pencegahan juga termasuk meminimalisir dampak kerugian sebelum
benar-benar terjadi. Tindakan pencegahan lainya yang dapat dilakukan

8
misalnya isolasi terhadap ternak baru sampai benar-benar dipastikan
ternak telah bebas ektoparasit sehingga tidak menjadi ternak pembawa
(carrier).
Sedangkan pilihan pengobatan yang dapat dilakukan yaitu dengan
beberapa insektisida seperti organopospat (chlorfenvinphos,
chlorpyrifos, coumaphos, diazinon), amitraz atau sintetik pyrethroid
(deltamethrin, cypermethrin, flumethrin) amitraz, coumaphos atau
permethrin. Obat injeksi yang dapat juga dipilih misalnya ivermectin.
Beberapa teknologi baru juga dapat dilakukan misalnya dengan
pengendalian populasi atau pemutusan siklus hidup ektoparasit.
Beberapa tindakan pengobatan dapat dilakukan dengan metode dipping
atau spraying (Aston, 2012).

9
KESIMPULAN DAN SARAN

Beberapa kesimpulan yang diperoleh antara lain seringkali masyarakat


atau peternak tidak mampu membedakan antara tungau, caplak, kutu
dan pinjal. Ektoparasit ternyata dapat memberikan dampak yang
signifikan yang seringkali tidak disadari oleh peternak.

Saran yang dapat diberikan antara lain pentingnya menjaga sanitasi dan
hygiene peternakan dalam usaha meningkatkan pencegahan infestasi
ektoparasit. Sebaiknya para peternak lebih memiliki pengetahuan
terhadap ekoparasit ini sehingga dapat melakukan pencegahan.
Pengobatan juga dapat dilakukan jika memang infestasi parasit ini telah
terjadi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z. 2004. Cendawan Metarhizium Anisopliae Sebagai


Pengendali Hayati Ektoparasit Caplak Dan Tungau Pada Ternak.
Balai Penelitian Ternak Bogor.
Borror, D. J., C. A. Triplehorn & N. F. Johnson. 1996. Pengenalan
Pelajaran Serangga. Ed. 6. Penerjemah:S. Partosoedjono.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Elzinga, R. J. 1978. Fundamentals of Entomology. Prentice Hall of India
Private Ltd. New Delhi.
Evans, G. O. 1992. Principles of Acarology. Cambridge University Press,
UK.
Harvey, M. S & A. L. Yen. 1989. Worms to Wasps, an Illustrated Guide
to Australia’s Terrestrial Invertebrates. Oxford University Press.
Kadarsan, S., A. Saim, E. Purwaningsih, H. B. Munaf, I. Budiarti & S.
Hartini. 1983. Binatang Parasit. Lembaga Biologi Nasional-LIPI.
Bogor.
Kendall, D. A. 2008. Mites & Ticks in Insect & Other arthropod.
www.kendall-bioresearch.co.uk/mite. htm.
Krantz, G. W. 1978. A Manual of Acarology. 2nd ed. Oregon State
University Book Store, Inc.Corvalis
Aston, P.O. 2012. Livestoock Veterinary Entomologi.
http://livestockvetento.tamu.edu/insectspests/mites/
Vredevoe, L. 1997. Background Information on the Biology of Ticks..
http://entomology.ucdavis.edu/ faculty/rbkimsey/tickbio.html.

11

Anda mungkin juga menyukai