KOMPLEKS HISTOKOMPABILITAS
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
1. FRISCA YEMIMA SIRAIT (2101126)
2. LARAS MAHARANI (2101131)
3. MELLA MERIZA PUTRI (2101137)
4. REVINA TASYA A (2101151)
5. VONNY AYU DESTI (2101161)
DOSEN PENGAMPU :
Dr. apt. Meiriza Djohari M.Kes
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang berjudul
“Komplek Histokompatibilitas”. Diharapkan Makalah ini nantinya dapat
memberikan informasi serta bahan pembelajaran kepada kita semua.
Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal hingga selesai. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan Makalah ini, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Makalah ini.
Halaman
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
Latar Belakang...............................................................................................................1
Rumusan Masalah..........................................................................................................2
Tujuan Penelitian..................................................................................................2
BAB II ISI...........................................................................................................3
Penyakit Autoimun........................................................................................................14
Respn Imun....................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan....................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penulisan
2
BAB II
ISI
3
Molekul Komplek Histokompatibilitas
Gen MHC berhubungan dengan gen imunoglobulin dan gen reseptor sel T
(TCR = T-cell receptors) yang tergabung dalam keluarga supergen
imunoglobulin, tetapi pada perkembangannya tidak mengalami penataan kembali
gen seperti halnya gen imunoglobulin dan TCR. Daerah MHC sangat luas, sekitar
3500 kb di lengan pendek kromosom 6, meliputi regio yang mengkode MHC
kelas I, II, III, dan protein lain, serta gen lain yang belum dikenal, yang
mempunyai peran penting pada fungsi sistem imun.
4
Ekspresi gen MHC bersifat kodominan, artinya gen orang tua akan tampak
ekspresinya pada anak mereka. Selain itu jelas terlihat beberapa gen yang terkait
erat dengan gen MHC dan mengkode berbagai molekul MHC yang berbeda,
karena itu gen MHC disebut sebagai gen multigenik. Pada populasi terlihat bahwa
setiap gen tersebut mempunyai banyak macam alel sehingga MHC bersifat sangat
polimorfik. Untuk memudahkan maka semua alel pada gen MHC yang berada
pada satu kromosom disebut sebagai haplotip MHC. Setiap individu mempunyai
dua haplotip, masing-masing satu dari ayah dan ibu yang akan terlihat ekspresinya
pada individu tersebut.
Pada bagian gen terdapat 2 kelas MHC, yaitu MHC kelas I dan MHC kelas
II dimana MHC kelas I dan MHC kelas II digunakan untuk mengenali antigen.
Molekul MHC kelas I berfungsi membawa antigen kepada sel-sel limfosit T
pembunuh dan molekul MHC kelas II berfungsi membawa antigen ke sel-sel
limfosit T penolong.
5
nonpolimorfik β2-mikroglobulin yang bukan dikode oleh gen
MHC. Rantai α yang mengandung 338 asam amino terdiri dari 3 bagian,
yaitu regio hidrofilik ekstraselular, regio hidrofobik transmembran, dan
regio hidrofilik intraselular. Regio ekstraselular membentuk tiga domain
αl, α2, dan α3. Domain α3 dan β2-mikroglobulin membentuk struktur yang
mirip dengan imunoglobulin tetapi kemampuannya untuk mengikat
antigen sangat terbatas.
Molekul MHC kelas II terdapat pada sel makrofag dan monosit, sel
B, sel T aktif, sel dendrit, sel Langerhans kulit, dan sel epitel, yang
umumnya timbul setelah rangsangan sitokin. Fungsi molekul MHC kelas
II adalah untuk presentasi antigen pada sel CD4 (umumnya Th) yang
merupakan sentral respons imun, karena itu sel yang mempunyai molekul
MHC kelas II umumnya disebut sel APC (antigen presenting cells).
MHC kelas II terdiri dari 2 rrantai, rantai berat alfa (heavy alfa
chain), dengan perkiraan berat molekul 35 KD dan rantai ringan beta (light
beta chain) dengan perkiraan berat molekul 28 KD. Pada kedua ujungnya
diakhiri dengan NH2 dan COOH.
Tiap rantai terbagi 4 segmen, 2 globus ekstra seluler, alfa-1, alfa-2,
7
dan beta-1, beta-2 membentuk suatu celah yang polimorfik merupakan
tempat dimana antigen terikat, kemampuan celah ini lebih terbatas
dibandingkan MHC kelas I, mengindikasi bahwa spesifitas dari MHC II
didominasi oleh rantai beta.
Molekul MHC kelas II perlu terdapat dalam timus untuk
maturasi sel T CD4
Tersusun dari 2 rantai yaitu: rantai Tersusun dari 2 rantai yaitu rantai α :
α: α1,α2,α3 dan rantai β2- α1,α2, dan rantai : β1 , β2
mikroglobulin.
8
MHC I berikatan dengan sel T CD MHC II berikatan dengan sel T CD 4
8
Terdapat beberapa molekul lain yang dikode pula dan daerah MHC tetapi
mempunyai fungsi yang berbeda dengan molekul MHC kelas I dan II. Suatu
daerah dalam MHC yang dikenal sebagai regio MHC kelas III mengkode
sejumlah protein komplemen (C2, B, C4A, C4) dan enzim sitokrom p450 2l-
wafaahidroksilase. Selain itu terdapat pula gen sitokin TNF a dan b, atau gen lain
yang mengkode molekul yang berfungsi untuk pembentukan dan transport
molekul MHC dalam sel. βα
Gen respons imun (Ir) semula diterangkan pada hewan percobaan sebagai
gen yang menentukan respons imun individu terhadap antigen asing tertentu.
Dengan pemetaan genetika klasik terlihat bahwa gen Ir mirip dengan gen MHC
kelas II, sehingga diangap bahwa molekul MHC keIas II adalah produk gen Ir.
9
Studi tentang struktur molekul kelas I dan II, serta tempat ikatan antigen
pada molekul kelas II, memperkuat anggapan bahwa molekul kelas II merupakan
mediator gen Ir.
Keragaman tempat ikatan antigen dalam berbagai molekul kelas II, serta
perbedaan kemampuan molekul kelas II tertentu untuk mengikat antigen spesifik,
menimbulkan dugaan bahwa hanya molekul keIas II tertentu saja yang dapat
mempresentasikan suatu antigen tertentu pula. Hal ini terlihat pada pemetaan
bahwa hanya individu yang mempunyai gen kelas II tertentu saja yang dapat
bereaksi terhadap suatu antigen khusus.
Contoh tentang efek gen Ir pada manusia adalah respons antibodi IgE
terhadap antigenragweed Ra5 yang sangat berhubungan dengan HLA-DR2, serta
respons IgE terhadap antigen ragweed Ra6 yang sangat berhubungan dengan
HLA-DR5. Walaupun belum jelas terbukti, antigen ragweed dipercaya terikat
pada molekul MHC kelas II.
Protein MHC pada manusia pertama kali ditemukan pada tahun 1950,
yaitu ketika dilakukan transfusi darah ditemukan antibodi yang bereaksi dengan
suatu glikoprotein baru pada permukaan sel leukosit dari orang lain dalam suatu
populasi. Protein pada membran leukosit ini disebut human leukocyte antigens
atau HLA. Istilah ini digunakan sebagai sinonim dari protein MHC. Kemudian
molekul HLA diketahui dapat menjadi target dari imunitas seluler. Apabila
leukosit dari dua individu yang berbeda dan tidak ada hubungan keturunan
diinkubasi bersama, maka sel T dari masing-masing individu akan bereaksi
melawan protein HLA yang diekspresikan oleh sel T yang lain (aktifasi dan
proliferasi). Hal ini juga terjadi apabila dilakukan transplantasi jaringan/organ dari
suatu individu kepada individu yang lain. Dalam hal ini protein HLA bertindak
sebagai penanda (marker) yang dapat membedakan masing-masing sel individu
dalam suatu populasi. Dalam hal ini protein MHC bertindak sebagai penghalang
(barier) untuk terjadinya histokompatabilitas, yaitu kemampuan jaringan dari satu
10
individu yang ditransplantasikan untuk dapat diterima oleh individu lain,
dari terjadinya penolakan secara imunologis. Disamping kepentingan klinis
tersebut, fungsi normal dari molekul MHC adalah untuk menyajikan antigen
kepada sel T.
Protein MHC terdiri dari dua kelas struktur, yaitu protein MHC kelas I dan
kelas II.
Protein MHC kelas I ditemukan pada semua permukaan sel berinti. Protein
ini bertugas mempresentasikan antigen peptida ke sel T sitotoksik (Tc) yang
secara langsung akan menghancurkan sel yang mengandung antigen asing
tersebut. Protein MHC kelas I terdiri dari dua polipeptida, yaitu
rantai membrane integrated alfa (α) yang disandikan oleh gen MHC pada
kromosom nomor 6, dan non-covalently associated beta-2 mikroglobulin
(β2m). Rantai α akan melipat dan membentuk alur besar antara domain α1 dan
α2 yang menjadi tempat penempelan molekul MHC dengan antigen protein.
Alur tersebut tertutup pada pada kedua ujungnya dan peptida yang terikat
sekitar 8-10 asam amino. MHC kelas satu juga memiliki dua α heliks yang
menyebar di rantai beta sehingga dapat berikatan dan berinteraksi dengan
reseptor sel T.
11
Pada manusia, gen yang mengkodekan MHC terletak pada kromosom
nomor 6 dan terbagi menjadi dua kelas gen, yaitu kelas I untuk MHC I dan kelas
II untuk MHC II[4]. Kelompok gen yang termasuk kelas I terdiri dari tiga lokus
mayor yang disebut B, C, dan A, serta beberapa lokus minor yang belum
diketahui. Setiap lokus mayor menyandikan satu polipeptida tertentu. Pada gen
pengkode rantai alfa, terdapat banyak alel atau dengan kata lain bersifat
polimorfik. Rantai beta-2-mikroglobulin dikodekan oleh gen yang terletak di luar
kompleks gen MHC, namun apabila terjadi kecacatan pada gen tersebut maka
antigen kelas I tidak bisa dihasilkan dan dapat terjadi defisiensi sel T sitotoksik.
Kompleks gen kelas II terdiri dari tiga lokus yaitu DP, DQ, dan DR yang masing-
masing mengkodekan satu rantai alfa atau beta. Rantai polipetida yang dihasilkan
akan saling berikatan dan membentuk antigen kelas II. Seperti halnya antigen
kelas II, antigen kelas II juga bersifat polimorfik (unik) karena lokus DR dapat
terdiri atas lebih dari satu macam gen penyandi rantai beta.
RR=P+× C− ¿ ¿
P−×C+ ¿ ¿
Semakin tinggi nilai RR, makin sering HLA tertentu ditemukan dan makin
nyata asosiasi antara HLA tersebut dengan kejadian suatu penyakit. Di bawah ini
adalah daftar penyakit yang dapat disosiasikan dengan HLA.
12
Selain peran dalam rejeksi transplan, beberapa alel spesifik mempunyai
hubungan dengan penyakit tertentu yang umumnya mempunyai kelainan dasar
imunologik. Mayoritas penyakit tersebut berhubungan dengan HLA kelas II, dan
ini menunjukkan peran penting molekul kelas II untuk presentasi antigen pada sel
T CD4. Hubungan itu dinyatakan dengan nilai risiko relatif. Semakin besar nilai
tersebut untuk alel HLA tertentu maka semakin meningkat pula risiko seseorang
untuk mendapat penyakit tersebut.
Terdapat beberapa hipotesis untuk menerangkan asosiasi penyakit dengan
HLA ini, yaitu:
a. Molekul HLA berperan sebagai reseptor etiologi penyakit (misalnya
virus dan toksin), seperti molekul CD4 yang berperan sebagai reseptor
HIV.
b. HLA bersifat selektif terhadap antigen, yaitu hanya pada lekukan tertentu
saja yang mengikat antigen tertentu dan menyebabkan individu yang
memilikinya menderita sakit.
Hanya tempat ikatan antigen pada lekukan molekul HLA tertentu saja yang
dapat mengikat suatu antigen penyebab penyakit. Jadi hanya individu yang
mempunyai molekul HLA seperti itu saja yang dapat menderita penyakit tersebut.
13
TCR (T-cell receptors) sebagai penentu predisposisi penyakit
Diduga bahwa induksi ekspresi kelas II pada permukaan sel yang tidak biasa
mengekspresikan molekul tersebut dapat menimbulkan penyakit. Dalam keadaan
normal, molekul spesifik pada permukaan sel selalu mengalami pergantian dan
degradasi. Bila sel tersebut tidak mempunyai ekspresi molekul kelas II maka
degradasi molekul spesifik itu tidak membawa akibat bila terpajan antigen. Tetapi
bila pada sel tersebut timbul ekspresi molekul kelas II, maka degradasi molekul
spesifik tersebut akan memulai pemrosesan antigen. Fragmen peptida molekul
spesifik yang mengalami degradasi tadi akan terikat pada tempat ikatan antigen
molekul kelas II, sehingga terbentuk kompleks imun yang merangsang respons
imun terhadap molekul spesifik tersebut. Bila hanya molekul kelas II tertentu saja
(misalnya HLA-DR3) yang dapat mengikat fragmen molekul spesifik, barulah
terlihat asosiasi antara HLA dengan penyakit tertentu.
Penyakit Autoimun
15
A. Pemaparan sequestered antigen
Pembentukan Ag dalam organ tertutup kemudian Ag terisolasi sehingga
tidak kontak dengan jaringan limforetikuler dan tidak terjadi respon
imun. Tetapi jika Ag keluar dari organ dan terpapar Limforetikuler (Sistim
imun) pembentukan Antibodi (misalnya terhadap sperma, terhadap lensa
mata). Pemaparan saja tidak cukup, tapi harus melalui ekspresi antigen
melalui APC dan berbagai mediator yang terlibat dalam respons imun.
Dalam keadaan normal sel T dan sel B autoreaktif selalu ada; Tubuh
mempunyai mekanisme homeostatik yang melindunginya terhadap
rangsangan dari jaringan tubuh yang tidak dikendaki, melalui :
16
5. Penggabungan autoantigen dengan substansi dari luar (virus) .
17
sel T atau mekrofag untuk mensekresi faktor non spesifik, sehingga sel B
terangsang untuk membentuk autoantibodi.
F. Genetik
18
Karena daerah MHC sangat luas maka dapat saja terjadi rekombinasi genetik
pada berbagai lokus individu. Rekombinasi ini tidak seluruhnya terjadi secara
acak karena terbukti bahwa beberapa alel memperlihatkan kecenderungan tinggi
untuk merangkai dengan alel lain, yang disebut sebagai rangkaian yang tidak
seimbang (linkage disequilibrium). Jadi dapat saja suatu penyakit yang selama ini
kita kenal sebagai berhubungan dengan alel MHC tertentu, sebetulnya
dipengaruhi alel lain yang terangkai dengan alel terdahulu. Contohnya adalah
sindrom Sjogren yang dikenal berhungan dengan HLA-B8, sebetulnya
dipengaruhi oleh HLA-DR3 yang terangkai dengan HLA-B8. Yang sangat
menarik adalah bahwa ternyata hubungan antara penyakit autoimun dengan HLA-
DR3 cukup sering terlihat.
Respons imun
19
berdiferensiasi menjadi sel yang mensekresi antibodi yang akan masuk ke
dalam sirkulasi dan cairan mukosa, berikatan dengan antigen, kemudian
menetralisasi dan mengeliminasinya. Reseptor pengenal antigen di sel B dan
antibodi umumnya bisa mengenali antigen dalam bentuk aslinya. Folikel limfoid
di kelenjar getah bening dan limfa banyak mengandung follicular dendritic cells
(FDC) yang berfungsi mempresentasikan antigen kepada sel B yang teraktivasi.
Sel FDC berikatan dengan antibodi yang menyelubungi antigen dengan
mempergunakan reseptor Fc. Reseptor terhadap komplemen C3d dipergunakan
untuk berikatan dengan komplek komplemen antigen. Pada respon imun humoral
antigen tersebut dikenali limfosit B spesifik dan berfungsi menyeleksi sel B yang
afinitasnya tinggi.
20
Reseptor kemokin yang dihasilkan kelenjar getah bening yang penuh sel T
akan mengarahkan sel dendrit menuju pembuluh limfe, kemudian bergerak ke
kelenjar getah bening regional, dan selama migrasi tersebut sel dendrit akan
mengalami maturasi dari semula sel yang menangkap antigen menjadi sel APC
yang menstimulasi limfosit T. Pada proses maturasi terjadi sintesis molekul MHC
dan kostimulatornya, selanjutnya diekspresikan di permukaan APC.
Sel APC dapat memulai respon sel T CD8 terhadap antigen mikroba seluler
dengan cara memakan sel yang terinfeksi dan mempresentasikan antigen kepada
limfosit T CD8. Selanjutnya sel T naif akan teraktivasi menjadi spesifik terhadap
antigen tersebut. Presentasi oleh sel T yang memakan sel terinfeksi bisa juga
dilakukan terhadap sel T CD4.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pada bagian gen terdapat 2 kelas MHC, yaitu MHC kelas I dan MHC kelas
II dimana MHC kelas I dan MHC kelas II digunakan untuk mengenali antigen.
Molekul MHC kelas I berfungsi membawa antigen kepada sel-sel limfosit T
pembunuh dan molekul MHC kelas II berfungsi membawa antigen ke sel-sel
limfosit T penolong.
22
DAFTAR PUSTAKA
23