Anda di halaman 1dari 7

Di susun oleh

1. Abdurrahman Sudes (Nim : 200603046)


2. M. Ali Khuzaifi (Nim: 200603035)
Kelas : Pemikiran Politik Islam

IBNU KHALDUN
Abstrak
Ibnu Khaldun (1332-1406) adalah seorang cendekiawan muslim, reputasi keilmuannya diakui di
berbagai belahan dunia, bahkan teori dan pemikiran yang ia gagas masih teruji dan banyak dikaji
oleh para imuan baik Timur ataupun Barat.
Menurut Ibn Khaldun, paradigma perubahan sosial dimulai dari masyarakat yang telah ditempa
dengan kehidupan keras, kemiskinan dan penuh perjuangan. Masyarakat nomadik (badawah, badui,
pengembara, rural, desa) adalah organisasi sosial awal. Keinginan hidup dengan makmur dan
terbebas dari kesusahan hidup ditambah dengan ‘Ashabiyyah di antara mereka membuat mereka
berusaha keras untuk mewujudkan cita-cita mereka dengan perjuangan yang keras. Impian yang
tercapai kemudian memunculkan sebuah peradaban baru.
Pemikiran ulama tentang ekonomi Islam di masa klasik sangat maju dan cemerlang, jauh
mendahului pemikir Barat modern seperti Adam Smith, Keynes, Ricardo, dan Malthus. Ibnu
Khaldunmerupakan salah satu dari banyak tokoh Ekonomi Islam, yang mempunyai peran yang
sangat vital terhadap perkembangan ekonomi Islam hingga saat ini.
Sebagai ilmuwan yang diakui baik di Barat maupun di Timur, sepatutnya kita mengambil butir-butir
hikmah pemikirannya di bidang pendidikan. Ibnu Khaldun menetapkan tujuan-tujuan pendidikan
yang terbebas dari unsur materialistik, kurikulum yang terintegrasi bahkan metode mengajar dan
belajar yang holistik.

A. Paradigma Perubahan Sosial Menurut Ibnu Khaldun


1. Teori Masyarakat Badui Versus Masyarakat Kota
Dalam Muqaddimah-nya, Ibn khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang pada
dasarnya diciptakan sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang selalu membutuhkan orang
lain dalam mempertahankan kehidupannya, baik dalam hal memperoleh makanan,
pekerjaan, sampai dengan kebutuhan untuk melindungi dirinya dari bahaya, sehingga
kehidupannya dengan masyarakat dan organisasi sosial merupakan sebuah keharusan.
Klasifikasi dan iteraksi masyarakat seperti yang diungkapkan Ibnu Khaldun tersebut
dipengaruhi oleh perubahan perubahan penting yang terjadi dalam sejarah hidup Ibnu
Khaldun dan sedikit banyak memberi warna bagi karyanya ini.
Untuk lebih memahami bagaimana konteks perubahan sosial yang dirasakan oleh Ibnu
Khaldun yang juga berpengaruh pada karyanya, dapat ditelusuri dalam fase kehidupan
dirinya, setidaknya masa hidup Ibnu Khaldun dapat dibagi kedalam tiga episode; pertama,
masa di Tunis, yang merupakan masa pendidikan dan permulaan karir di bidang
pemerintahan (1332-1350).
2. Teori Ashabiyah dan Siklus Perubahan Sosial
Menurut Ibnu Khaldun terminologi ashabiyah bersandar pada cerita Al-Qur’an tentang kisah
saudara Nabi Yusuf ketika berkata kepada ayahnya: Menurutnya makna yang terkandung
dalam ungkapan ayat ini adalah “Tiada akan ada kekhawatiran yang muncul berupa agresi
atau permusuhan yang mengancam terhadap individu maupun kelompok sosial jika mereka
memiliki ashabiyah.” Ibnu Khaldun membagi istilah ashabiyah menjadi dua macam
pengertian. Pertama, Pengertian ashabiyah bermakna positif dengan menunjuk pada konsep
persaudaraan (brotherhood). Kedua, Pengertian ashabiyah bermakna negatif, yaitu
menimbulkan kesetiaan dan fanatisme membuta yang tidak didasarkan pada aspek
kebenaran.
Gagasan Ibn Khaldun tentang bermasyarakat yang dikaji melalui pendekatan sosiologis
diilustrasikan dengan sifat alamiah manusia yang senantiasa hidup berkelompok, saling
menggantungkan diri, dan tidak mampu hidup sendiri tanpa membutuhkan bantuan orang
lain (zoon politicon).
Ibn Khaldun membuat teori tentang tahapan timbul tenggelamnya suatu Negara atau sebuah
peradaban menjadi lima tahap yaitu: tahap sukses, tahap tirani, tahap sejahtera, tahap
tentram dan damai, dan tahap kemewahan.
Ibnu Khaldun mendeskripsikan perubahan sosial dimualai sebuah Peradaban besar
dimulai dari masyarakat yang telah ditempa dengan kehidupan keras, kemiskinan dan penuh
perjuangan. Keinginan hidup dengan makmur dan terbebas dari kesusahan hidup ditambah
dengan ‘Ashabiyyah di antara mereka membuat mereka berusaha keras untuk mewujudkan cita-
cita mereka dengan perjuangan yang keras. Impian yang tercapai kemudian memunculkan
sebuah peradaban baru. Dan kemunculan peradaban baru ini pula biasanya diikuti dengan
kemunduran suatu peradaban lain. Tahapan-tahapan di atas kemudian terulang lagi, dan
begitulah seterusnya hingga teori ini dikenal dengan Teori Siklus.
B. Kontribusi Ibnu Khaldun Terhadap Perkembangan Ekonomi Islam
1. Teori Produksi
Menurut Ibnu Khaldun, produksi adalah aktivitas manusia yang diorganisasikan secara
sosial dan internasional.
a. Tabiat Manusia dari Produksi
Menurutnya, pada satu sisi, manusia adalah binatang ekonomi. Menurutnya, pada satu
sisi, manusia adalah binatang ekonomi.
b. Organisasi Sosial dan Produksi
Hanya melalui spesialisasi dan pengulangan operasi-operasi sederhanalah orang menjadi
terampil dan dapat memproduksi barang dan jasa yang bermutu baik dengan kecepatan
yang baik pula
c. Organisasi Internasional dari Produksi
Teori Ibnu Khaldun yang menunjukkan interaksi antara permintaan dan penawaran.
Permintaan akan menciptakan penawarannya sendiri yang pada gilirannyaakan
menciptakanpermintaan yang bertambah. Toeri Ibnu Khaldun yang lain tentang
organisasi internasional, merupakan embrio teori perdagangan internasional, dengan
analisis tentang syarat-syarat pertukaran antara negara-negara kaya dengan negara-
negara miskin, tentang kecenderungan untuk mengekspor dan mengimpor, tentang
pengaruh struktur ekonomi terhadap perkembangan dan tentang pentingnya modal
intelektual dalam proses pertumbuhan.
2. Teori Nilai, Uang dan Harga
a. Teori Nilai
Bagi Ibnu Khaldun, nilai suatu produk sama dengan jumlah tenaga kerja yang
dikandungnya.
b. Teori Uang
Di mata Ibnu Khaldun, dua logam yang dalam hal ini emas dan perak adalah ukuran
nilai. Logam-logam ini diterima secara alamiah sebagai uang di mana nilainya tidak
dipengaruhi oleh fluktuasi subjektif
c. Teori Harga
Ibnu Khaldun menekankan bahwa kenaikan penawaran atau penurunan permintaan
menyebabkan kenaikan harga, demikian pula sebaliknya penurunan penawaran atau
kenaikan permintaan akan menyebabkan penurunan harga.
d. Teori Distribusi
Menurut Ibnu Khaldun, harga suatu produk terdiri dari tiga unsur yaitu gaji, laba dan
pajak. Gaji adalah imbalan jasa bagi produsen. Laba adalah imbalan jasa bagi pedagang.
Sedangkan pajak adalah imbalan jasa bagi pegawai negeri dan penguasa.
e. Teori Siklus
1) Siklus Populasi
Produksi ditentukan oleh populasi. Semakin banyak populasi, semakin banyak pula
produksinya. Demikian juga, semakin besar populasi, semakin besar pula
permintaannya terhadap pasar dan semakin besar produksinya.
2) Siklus Keuangan Publik
Bagi Ibnu Khaldun, sisi pengeluaran publik sangat penting. Negara merupakan
faktor produksi yang penting. Ibnu Khaldun menganjurkan keadilan dalam
perpajakan. Pajak yang adil sangat berpengaruh terhadap kemakmuran suatu negara.

C. Pemikiran Pendidikan Ibnu Khaldun


Pandangan Ibnu Khaldun mengenai Kurikulum dan Materi Pendidikan
1. Ilmu-ilmu Filsafat (Aqliyah)
Menurut Ibnu Khaldun ilmuilmu filsafat (aqliyah) ini dibagi menjadi empat macam ilmu
yaitu: 1). Ilmu logika, 2). Ilmu fisika, 3). Ilmu metafisika dan d. Ilmu ukur.
2. Ilmu-ilmu tradisional dan konvensional (Naqliyah)
Kelompok ilmu-ilmu naqliyah menurut Khaldun membutuhkan ilmu alat atau instrument
untuk dapat menggali apa yang terkandung dalam Alquran dan hadis yaitu Ilmu Bahasa
Arab. Sedang kelompok ilmu aqliyah memerlukan ilmu alat yang disebut ilmu logika.
Kedua ilmu pendukung ini menurut Ibnu Khaldun sebaiknya dipelajari sekedar kebutuhan
yakni untuk dapat membantu seseorang memahami ilmu-ilmu pokok; ilmu naqliyah dan
`aqliyah. Maka pembahasan dan diskusi kedua ilmu alat ini sebaiknya tidak terlalu panjang
dan mendetail sehingga dapat menghilangkan tujuan mempelajarinya sebatas fasilitas untuk
dapat sampai pada ilmu-ilmu pokok.
Pandangan Ibnu Khaldun tentang Metode Pembelajaran
1. Metode mengajar bagi pendidik
Pertama: Dalam memberikan pengetahuan kepada anak didik, pendidik hendaknya
memberikan problem-problem pokok yang bersifat umum dan menyeluruh, dengan
memperhatikan kemampuan akal anak didik.
Kedua: Setelah pendidik memberikan problem-problem yang umum dari pengetahuan, baru
pendidik membahasnya secara lebih detail dan terperinci.
Ketiga: Pada langkah ketiga ini pendidik menyampaikan pengetahuan kepada anak didik
secara lebih terperinci dan menyeluruh, dan berusaha membahas semua persoalan
bagaimapaun sulitnya agar anak didik memperoleh pemahaman yang sempurna, tidak ada
bahan yang terlewatkan dari penjelasan, tidak menyisakan pertanyaan atau konflik di benak
siswa.
2. Metode belajar bagi peserta didik
Pertama, Khaldun mengingatkan bahwa kemampuan berpikir atau daya kognisi adalah
merupakan “special gift”; takdir yang istimewa dan hadiah terindah yang diberikan Allah
kepada manusia saat ia menciptakan kita.
Kedua, keterampilan logika adalah pengetahuan tentang cara kemampuan alami manusia
untuk berpikir dan memfungsikan pikiran secara spekulatif
Ketiga, dalam menuntut ilmu para pelajar membutuhkan pengetahuan tentang kata-kata dan
metode yang dipergunakan kata-kata untuk mewakili ide-ide yang ada di kepala

D. Pendidikan Ideal Menurut Ibnu Khaldun Dalam Muqaddimah


1. Materi dan Kurikulum Pendidikan
Ibnu khaldun menetapkan bahwa metode mengajar, sebaiknya, harus diterapkan dalam
proses mengajarkan materi ilmu pengetahuan atau mengikutinya (Guidance ancausile),
karena dipandang pengajaran tidak akan sempurna kecuali harus dengan metode itu. Ibnu
Khaldun sebagai pendidik yang berkemampuan mengajar berpendapat bahwa kedayagunaan
metode yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengetahuan kepada murid bergantung
pada sejauh mana kematangan persiapan guru dalam mempelajari hidup kejiwaan anak-anak
didiknya.
2. Pendidik dan peserta didik
Pendidik dalam pandangan Ibnu Khaldun haruslah orang yang berpengetahuan luas, dan
mempunyai kepribadian yang baik. Ibnu Khaldun menganjurkan agar para guru bersikap
dan berperilaku penuh kasih sayang kepada peserta didiknya, mengajar mereka dengan sikap
lembut dan saling pengertian, tidak menerapkan perilaku keras dan kasar, sebab sikap
demikian dapat membahayakan peserta didik, bahkan dapat merusak mental mereka, peserta
didik bisa menjadi berlaku bohong, malas dan bicara kotor, serta berpura-pura, karena
didorong rasa takut dimarahi guru atau takut dipukuli.
Beliau menganjurkan agar guru-guru mempelajari sungguh-sungguh perkembangan akal
pikiran murid-muridnya, karena anak pada awal hidupnya belum memiliki kematangan
pertumbuhan.

3. Metode pengajaran dan Pendidikan


a. Metode Pentahapan dan Pengulangan (Tadarruj Wat Tikrāri)
Menurut Ibnu Khaldun, mengajarkan anak-anak atau remaja hendaknya didasarkan atas
prinsip-prinsip pandangan bahwa tahap permulaan pengetahuan adalah bersifat total
(keseluruhan), kemudian secara bertahap, baru terperinci, sehingga anak dapat menrima
dan memahami permasalahan pada tiap bagian dari ilmu yang diajarkan, lalu guru
mendekatkan ilmu itu kepada pikirannya dengan penjelasan dan uraian-uraian sesuai
dengan tingkat kemampuan berpikirnya anak-anak tersebut serta kesiapan kemampuan
menerima apa yang diajarkan.
b. Menggunakan Sarana Tertentu untuk Menjabarkan Pelajaran
Ibnu Khaldun mendorong kepada penggunaan alat-alat peraga, karena anak pada waktu
mulai belajar permulaannya lemah dalam memahami dan kurang daya pengamatannya.
Yang terkandung di dalam metoda ini adalah lebih memudahkan anak memahami
pelajaran dan mengurangi kesalahan daya penerimaan ilmu yang diajarkan serta
memperkecil pemahaman yang buruk, dan sebagainya
c. Widya-wisata merupakan Alat untuk Medapatkan Pengalaman yang Langsung
Ibnu Khaldun mendorong agar melakukan perlawatan untuk menuntut ilmu karena
dengan cara ini murid-murid akan mudah mendapat sember-sumber pengetahuan yang
banyak sesuai dengan tabiat eksploratif anak, dean pengetahuan mereka berdasarkan
observasi langsung itu berpengaruh besar dalam memperjelas pemahamannya terhadap
pengetahuan lewat pengamatan indrawinya.
d. Tidak Memberikan Presentasi yang Rumit Kepada Anak yang Baru Belajar Permulaan
Hendaknya jangan mengajarkan anak-anak dengan definisi-definisi, dan kaidahkaidah
ilmu pengetahuan, khsusnya pada permulaan belajar akan tetapi seharusnya guru
memulai dengan memberikan contoh-contoh yang mudah dan membahas nas-nas serta
mengistimbatkan (mengambil kesimpulan) yang khusus.
e. Harus Ada Keterkaitan Dalam Disiplin Ilmu
Ibnu Khaldun mendorong agar guru dalam mengajarkan ilmu kepada muridnya
mengkaitkan dengan ilmu lain, (jangan terpisah-pisah). Ibnu Khaldun tidak setuju
memisah-misah dan memotong-motong ilmu demi untuk memberikan waktu istirahat
dan memperbaharui semangat belajar, akan tetapi beliau mengartikan bahwa akan
menimbulkan kelupaan yang berkepanjangan terhadap ilmu yang telah dipelajari.
f. Tidak Mencampurkan Antara Dua Ilmu Pengetahuan Dalam Satu Waktu
Ibnu Khaldun menganjurkan agar guru tidak mengajarkan dua ilmu dalam satu waktu
kepada muridnya karen sebelum memperoleh salah satu ilmu, akan mengakibatkan
terpecahnya konsentrasi pikiran dan melepaskan ilmu yang lainnya untuk memahami
problmatikanya yang lailn.
g. Hendaknya Jangan Mengajarkan Al-Qur’an Kepada Anak Kecuali Setelah Sampai Pada
Tingkat Kemampuan Berfikir Tertentu
Ibnu Khaldun menganjurkan untuk mengakhirkan (menunda) menghafal Al-Qur’an
sampai umur yang layak, sedangkan pendidikan akhlak beliau tidak menganjurkan untuk
mengakhirkannya dari sinilah nampak jelas bagi kita perbedaan pendapat antara Ibnu
Khaldun dengan pendapat Reausseau, (seorang pendidik Perancis terkenal dan ahli
sosiologi dan filsuf)
h. Menghindari dari Mengajarkan Ilmu dengan Ikhtisarnya
Buku-buku ikhtisar yang menerangkan ilmu pengetahuan dengan segala seginya,
menurut beliau, dapat melemahkan akal pikiran, dan mengacaukan sistem berpikir serta
membuang-buang waktu belajar murid.
i. Sangsi Terhadap Murid Merupakan Salah Satu Motivasi Dorongan Semangat Belajar
(Bagi Murid yang Tidak Disiplin)
Ibnu Khaldun menganjurkan agar bersikap kasih-sayang kepada anak dan tidak
menggunakan kekerasan terhadap mereka, karena sikap kasar atau kekerasan dalam
mengajar membahayakan jasmani anak (atau murid).

Daftar Pustaka
1. Abbas Sofwan Matlail Fajar (22 September 2018 ). Perspektif Ibnu Khaldun Tentang
Perubahan Sosial. FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bahrul Ulum & Mufarrohah (Tahun 2016). Kontribusi Ibnu Khaldun Terhadap Perkembangan
Ekonomi Islam. Jurnal Ekonomi Syariah. Institut Agama Islam (IAI)Al-Qolam Gondanglegi
Malang
3. Ina Zainah Nasution (Juni 2020). Pemikiran Pendidikan Ibnu Khaldun. Jurnal Agama dan
Pendidikan Islam, 2598-0033. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara.
4. Muh. Barid Nizaruddin Wajdi (September 2015). Pendidikan Ideal Menurut Ibnu Khaldun
Dalam Muqaddimah. Jurnal Lentera Kajian Keagamaan, Keilmuan dan Teknologi, 1693-6922.
Sekolah Tinggi Agama Islam Miftahul 'Ula

Anda mungkin juga menyukai