Anda di halaman 1dari 24

TUGAS KEPERWATAN BENCANA

PERILAKU CARING KELUARGA SEBAGAI CAREGIVER DALAM MEMENUHI


KEBUTUHAN DASAR ANAK DENGAN RETARDASI MENTAL

Disusun oleh:

1. Devi Putriani 163210053

2. Johana Susilowati 163210062

3. Siti Aminah Mikado 163210074

Kelas : 7B

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini “Perilaku Caring Keluarga Sebagai Caregiver
Dalam Memenuhi Kebutuhan Dasar Anak Dengan Retardasi Mental” adalah judul makalah
yang kami pilih dengan tujuan umum untuk menambah pengetahuan kita dalam hal
pendidikan khususnya dan tujuan khususnya adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
keperawatan bencana.
Dalam penyusunan makalah ini merupakan usaha yang tidak mudah dan tidak dapat
di selesaikan dengan bekerja sendiri tetapi berkat kerja keras dan bantuan pihak-pihak yang
terkait dan teman-teman maka selesailah makalah ini. Oleh karena itu kami mengucapkan
terima kasih.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun sanggat penulis harapkan demi perbaikan kedepanya sehingga
lebih berkenan dan bermanfaat bagi pembaca.

Jombang, 05 Januari 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN.............................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang......................................................................................... ………….. 4
1.2 Rumusan Masalah....................................................................................................... 5
1.3 Tujuan......................................................................................................................... 5
BAB 2 PEMBAHASAN................................................................................................ 6
2.1 Retardasi Mental……………………………………………………………………. 6
2.2 Kebutuhan Dasar…………………………………………………………………… 6
2.3 Konsep Caring……………………………………………………………………… 10
2.4 Caregiver Keluarga………………………………………………………………… 14
2.5 Memenuhi kebutuhan dasar anak Retardasi Mental………………………………. 15
2.6 Aspek legal keperawatan………………………………………………………. ….. 16
2.7 Aspek etik keperawatan……………………………………………………………. 18
2.8 Tugas Perawat dalam Melakukan Prinsip-prinsip Etik……………………………. 19

BAB 3 PENUTUP.......................................................................................................... 23
3.1 Kesimpulan................................................................................................................. 23
3.2 Saran........................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 24

3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspek legal dapat didefinisikan sebagai studi kelayakan yang mempermasalahkan
keabsahan suatu tindakan ditinjau dan hukum yang berlaku di Indonesia. Asuhan
keperawatan (askep) merupakan aspek legal bagi seorang perawat walaupun format
model asuhan keperawatan di berbagai rumah sakit berbeda-beda. Aspek legal dikaitkan
dengan dokumentasi keperawatan merupakan bukti tertulis terhadap tindakan yang sudah
dilakukan sebagai bentuk asuhan keperawatan pada
pasien/keluarga/kelompok/komunitas.
Pendokumentasian sangat penting dalam perawatan kesehatan saat ini. Edelstein
(1990) mendefinisikan dokumentasi sebagai segala sesuatu yang ditulis atau dicetak yang
dipercaya sebagai data untuk disahkan orang. Rekam medis haruslah menggambarkan
secara komprehensif dari status kesehatan dan kebutuhan klien, boleh dikatakan seluruh
tindakan yang diberikan untuk perawatan klien. Pendokumentasian yang baik harus
menggambarkan tidak hanya kualitas dari perawatan tetapi juga data dari setiap
pertanggung jawaban anggota tim kesehatan lain dalam pemberian perawatan.
Dokumentasi keperawatan adalah informasi tertulis tentang status dan perkembangan
kondisi kesehatan pasien serta semua kegiatan asuhan keperawatan yang dilakukan oleh
perawat (Fischbach, 1991).
Aspek legal keperawatan pada kewenangan formalnya adalah izin yang memberikan
kewenangan kepada penerimanya untuk melakukan praktek profesi perawat yaitu Surat
Ijin Kerja (SIK) bila bekerja di suatu institusi dan Surat Ijin Praktek Perawat (SIPP) bila
bekerja secara perseorangan atau berkelompok. Kewenangan itu, hanya di berikan kepada
orang yang memiliki kemampuan. Namun, memiliki kemampuan tidak berarti memiliki
kewenangan.
Dalam profesi kesehatan hanya kewenangan yang bersifat umum saja yang di atur
oleh Departement Kesehatan sebagai penguasa segala keprofesian di bidang kesehatan
dan kedokteran. Sementara itu, kewenangan yang bersifat khusus dalam arti tindakan
kedokteran atau kesehatan tertentu di serahkan kepada profesi masing-masing. Hal ini
juga menyebabkan semua perawat dianggap sama pengetahuan dan ketrampilannya, tanpa
memperhatikan latar belakang ilmiah yang mereka miliki.
4
Tanggal 12 Mei adalah Hari Keperawatan Sedunia. Di Indonesia, momentum tersebut
akan digunakan untuk mendorong berbagai pihak mengesahkan Rancangan Undang-
Undang Praktik keperawatan. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menganggap
bahwa keberadaan Undang-Undang akan memberikan perlindungan hukum bagi
masyarakat terhadap pelayanan keperawatan dan profesi perawat.
Indonesia, Laos dan Vietnam adalah tiga Negara ASEAN yang belum memiliki
Undang-Undang Praktik Keperawatan. Padahal, Indonesia memproduksi tenaga perawat
dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan kita tertinggal dari negara-negara Asia,
terutama lemahnya regulasi praktik keperawatan, yang berdampak pada sulitnya
menembus globalisasi. Perawat kita sulit memasuki dan mendapat pengakuan dari negara
lain, sementara mereka akan mudah masuk ke negara kita.
Sementara negara negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia,
sudah memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak
puluhan tahun yang lalu.Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih lebih
lagi siap untuk menghadapi globalisasi perawat asing masuk ke negaranya dan
perawatnya bekerja di negara lain.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan retardasi mental?
2. Bagaimana kebutuhan dasar pada anak?
3. Bagaimana konsep dari caring?
4. Apa yang dimaksud dengan caregiver keluarga?
5. Bagaiamana memenuhi kebutuhan dasar anak retardasi mental?
6. Apa yang dimaksud dengan aspek legal keperawatan?
7. Bagaimana tugas perawat sesuai legal etik keperawatan?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami retardasi mental.
2. Untuk memahami kebutuhan dasar pada anak.
3. Untuk memahami konsep dari caring.
4. Untuk memahami caregiver keluarga.
5. Untuk memahami kebutuhan dasar anak retardasi mental.
6. Untuk memahami aspek legal keperawatan.
7. Untuk memahami tugas perawat sesuai legal etik keperawatan.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Retardasi Mental


Retardasi mental adalah defisit dalam perkembangan fungsi intelektual yang secara
bermakna di bawah rata-rata (IQ kira-kira 70 atau lebih rendah) ketidak normalan atau
disertai defisit atau gangguan fungsi adaptif bersifat permanen /menetap (Lumbantobing,
2006: Mohammad Judha, 2013).
The American College of Medical Genetics, the Child Neurology Socety dan the
America Academy Neurologi dalam Bauchner Howard (2006) menyatakan amatlah sulit
menentukan penyebab sesungguhnya anak mengalami retardasi mental dengan
melakukan tes terhadap pria maupun wanita, namun banyak pendapat ahli yang
berpendapat mengenai penyebab retardasi mental pada anak.
Titi Sunarwati (2010) mengatakan terjadinya retardasi mental tidak dapat dipisahkan
dari tumbuh kembang seorang anak. Seperti diketahui faktor penentu tumbuh kembang
seorang anak pada garis besarnya adalah faktor genetik/heredokonstitusional yang
menentukan sifat bawaan anak tersebut dan faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan
lingkungan pada anak dalam konteks tumbuh kembang adalah suasana (milieu) dimana
anak tersebut berada. Dalam hal ini lingkungan berfungsi sebagai penyedia kebutuhan
dasar anak untuk tumbuh kembang. Etiologi retardasi mental dapat terjadi mulai dari fase
pranatal, perinatal dan postnatal. Beberapa penulis secara terpisah menyebutkan lebih dari
1000 macam penyebab terjadinya retardasi mental, dan banyak diantaranya yang dapat
dicegah. Ditinjau dari penyebab secara langsung dapat digolongkan atas penyebab
biologis dan psikososial.
2.2 Kebutuhan Dasar
2.2.1 Pengertian Kebutuhan Dasar
Kebutuhan dasar adalah kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar, yang
apabila salah satu dari beberapa kebutuhan dasar tersebut tak terpenuhi maka dapat
memepengaruhi kualitas hidup seseorang (Bhavya, 2013).
2.2.2 Tingkatan Kebutuhan Dasar
Bhavya (2013), menyatakan bahwa berdasarkan teori kebutuhan Maslow, ada enam
tingkatan kebutuhan dasar hidup yaitu: (1) mendasar, yang bersifat fisik berupa
6
bernapas, makan, minum, sex, tidur, homeostasis, eksresi; (2) dasar yang lebih rendah
yaitu kebutuhan keamanan berupa keamanan tubuh, pekerjaan, sumber daya, keluarga,
kesehatan, moralitas, properti; (3) kebutuhan kepemilikan hubungan seperti keluarga,
teman dekat, hubungan intim; (4) harga diri burupa kepercayaan diri, prestasi, rasa
hormat kepada orang lain dan di hormati orang lain; (5) kebutuhan aktualisasi diri
berupa moral, kreaktivitas, spontanlitas, pemecahan masalah, kurangnya prasangka,
penerimaan fakta; (6) paling tidakmendasar yang kemudian ditambahkan berupa
kebutuhan transendensi diri. Namun teori ini dianggap terlalu meluas dan kurang
terperinci untuk menjabarkan hal-hal sebagai kebutuhan dasar manusia. Teori Maslow
berbeda dengan perspektif Hendersone yang diannggap lebih tepat untuk menjabarkan
kebutuhan dasar manusia.
Hasil penelitian Judha, 2013 dengan Judul Penelitian “Pengalaman Care Worker
Dalam Mememnuhi Kebutuhan Dasar Penderita Retardasi Mental Di Pantai Asuhan
Bina Remaja Yogyakarta dengan jumlah subjek penelitian 3 orang pengasuh di pantai
asuhan tersebut, mengidentifikasi ada empat belas tema yang masing-masing tema
disesuaikan dengan empat belas kebutuhan dasar manusia menurut Hendersone yaitu:
1. Bernapas secara normal. Dalam penelitian tersebut, didapati Care Worker setiap
pagi membuka pintu dan jendela agar sirkulasi udara terjadi. Peneliti dapat
menyimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan bernafas secara normal merupakan
kebutuhan yang paling vital yang diberikan tidak hanya pada pasien yang
mengalami gangguan pernafasan saja, tetapi juga bagi penderita retardasi mental,
hanya saja cara pemenuhannya berbeda.
2. Makan & minum. Dalam penelitan tersebut didapati bahwa peran pengasuh sangat
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum para penderita retardasi
mental. Berdasarkan hasil wawancara Mohammad Judha (2013), didapati pada
beberapa pengasuh di Panti Asuhan Bina Remaja Yogyakarta, diperoleh hasil
bahwa pengasuh mengatur jam makan anak-anak asuh, untuk kebutuhan makan
dipenuhi sebanyak 3 kali dalam sehari, dengan memperhatikan menu makanannya
misalnya nasi, lauk dan sayuran. Kebutuhan makan dan minum merupakan
kebutuhan setiap orang dengan tujuan yang berbeda-beda. Makanan yang
dikonsumsi sangat berfungsi untuk pertumbuhan, perbaikan sel dan jaringan tubuh
serta sebagai sumber tenaga dan energi yang diperlukan dalam aktivitas (Inayah,
7
2004: Mohammad Judha, 2013 )
3. Eliminasi. Dalam penelitian tersebut juga didapati masing-masing pengasuh
memenuhi kebutuhan eliminasi sisa hasil metabolisme (BAB & BAK) dilakukan
dengan cara mendengarkan dan menyimak dengan baik panggilan dari anak-anak
asuhnya ketika mereka ingin BAB dan BAK sehingga pengasuh dapat langsung
mengarahkan.
4. bergerak & posisi nyaman. Olahraga yang dilakukan dalam hal ini adalah senam
yang diiringi dengan alunan musik. Para pengasuh membebaskan anak-anak asuh
mereka dalam bergerak dan mengekspresikan dirinya dengan alunan musik yang
diputarkan, asalkan seluruh anak asuh ikut bergerak. Hal tersebut sesuai dengan
teori kebutuhan dasar yang dikemukan oleh (Saputra, 2012: Mohammad Judha
2013) yaitu tentang mobilisasi yang merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehat.
5. tidur & istirahat. Pengasuh membiasakan anak asuhnya untuk tidur siang dari jam
12 sampai jam setengah tiga, kemudian untuk tidur malam jam 8 atau jam setengah
sembilan. Pengasuh mengajak para penderita retardasi mental tersebut untuk tidur
siang bertujuan mengistirahatkan badan mereka setelah melakukan aktivitas
disekolah dan diharapkan setelah mereka tidur badan mereka menjadi segar
kembali. Hasil tersebut sesuai dengan teori yang dikemukan oleh (Mubarak, 2007:
Judha, 2013) yang menyatakan bahwa tidur dan istirahat merupakan kebutuhan
dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh setiap orang. Kebutuhan ini dapat dilakukan
oleh seseorang untuk memulihkan atau mengistirahatkan fisiknya, mengurangi
stress dan kecemasan serta dapat meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat
kembali melakukan aktivitas.
6. Beberpakaian yang cocok. Pakaian berfungsi sebagai media komunikasi seperti
halnya bahasa. Sebagaian besar orang sepakat bahwa memilih pakaian sendiri
merupakan hak asasi dasar bagi setiap orang. Pakaian yang akan dikenakan oleh
penderita retardasi mental telah dipersiapkan terlebih dahulu dan dibedakan sesuai
dengan kebutuhan.
7. Mempertahankan suhu normal. Bagi penderita retardasi mental dipenuhi dengan
cara menyarankan mandi, menyarankan mengipaskan badan dengan buku,
8
memberikan selimut menjelang tidur dan apabila ada yang demam dibawa ke
Puskesmas. penelitian lain yang meneliti tentang pemenuhan kebutuhan dasar
manusia pada pasien stroke di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro-Klaten, diperoleh
hasil bahwa dalam pemenuhan kebutuhan mempertahankan suhu tubuh dalam batas
normal, perawat berperan dalam mengukur suhu tubuh dan menormalkan suhu
tubuh pasien (Apriyanti, 2004: Judha, 2013). Peneliti dapat menyimpulkan bahwa
pemenuhan kebutuhan mempertahankan suhu dalam rentang normal penting untuk
dipenuhi pada pasien yang sedang sakit atau dirawat maupun bagi para penderita
Retardasi Mental yang berada di Panti Asuhan.
8. Kebersihan diri. Tindakan yang dilakukan oleh pengasuh tersebut didukung oleh
teori personal hygiene yaitu suatu upaya yang dilakukan individu dalam memelihara
kebersihan dirinya (Mubarak, 2007: Judha, 2013). Kebersihan merupakan hal yang
sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang, Pemenuhan kebutuhan kebersihan tubuh merupakan
bagian dari kebutuhan dasar manusia (Tarwanto, 2010: Judha, 2013). Pada
penelitian lain yang meneliti tentang pemenuhan kebutuhan dasar manusia pada
pasien stroke di RSUP Dr.Soeradji Tirtonegoro-Klaten, diperoleh hasil bahwa
dalam pemenuhan kebutuhan menjaga kebersihan diri, perawat berperan dalam
memelihara kebersihan kulit, kuku, rambut, daerah genital, gigi dan mulut, tempat
tidur pada pasien (Apriyanti, 2004: Judha, 2013).
9. Terhindar dari bahaya & mencederai orang lain. Dalam penelitan Judha (2013), juga
didapati pengasuh memenuhi kebutuhan terhindar dari bahaya lingkungan dan tidak
mencederai orang lain dengan cara menjaga para penderita retardasi mental dari
listrik, benda tajam, atau saling membahayakan antara sesama penderita retardasi
mental, maupun antara penderita retardasi mental dengan pengasuh. Hal tersebut
sesuai dengan konsep menghindari bahaya yang merupakan konsep keselamatan
dan keamanan terkait dengan kemampuan seseorang dalam menghindari bahaya
yang ditentukan oleh motivasi untuk melakukan tindakan pencegahan (Mubarak,
2007: Judha, 2013)
10. Berkomunikasi, pemenuhan kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain dalam
mengekspresikan emosi, kebutuhan, ketakutan, atau pendapatnya sangat penting
bagi penderita retardasi mental, karena dengan IQ yang dibawah rata-rata para
9
penderita retardasi mental sedikit mengalami kselitan dalam menyampaikan
keinginannya. Sehingga pengasuh perlu memahami secara mendalam apa yang
diinginkan oleh masing-masing anak asuhnya tersebut.
11. Beribadah, pemenuhan kebutuhan beribadah sesuai kepercayaan sangat diperlukan
mengingat setiap warga Negara berhak mendapatkan kesempatan untuk beribadah
sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dimiliki, begitu juga untuk penderita
retardasi mental.
12. Beraktivitas, Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemenuhan kebutuhan bekerja
dan beraktivitas sangat diperlukan guna meningkatkan metabolism tubuh sehingga
para penderita retardasi mental dapat terjaga kesehatannya dan selalu ceria.
13. Bermain & berekreasi, Pengasuh memenuhi kebutuhan bekerja untuk mendapatkan
kepuasan dengan cara menyekolahkan anak asuhnya, mengajarkan berdoa,
membuat prakarya, mewarnai, bernyanyi, kemudian beristirahat. Tindakan yang
dilakukan oleh pengasuh tersebut sesuai dengan teori (Tarwanto, 2010: Judha,
2013) yaitu bekerja juga merupakan suatu bentuk dorongan bagi orang-orang, bukan
untuk mengaktualisasi diri untuk memenuhi kekurangan individu saja tetapi
merupakan suatu pertumbuhan watak, ungkapan watak, pematangan dan
perkembangan seseorang. Kemampuan beraktivitas merupakan kebutuhan dasar
yang diharapkan oleh setiap manusia (Saputra, 2012: Judha, 2013).
14. Kemampuan belajar, pemenuhan kebutuhan belajar juga diperlukan bagi penderita
retardasi mental, walaupun tingkat intelektualitas yang mereka memiliki rendah.
Dengan bekal pengetahuan yang diberikan oleh pengasuh, setidaknya dapat
membuat para penderita retardasi mental tersebut menjadi mandiri dan mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri.
Hal ini menunjukkan bahwa setiap manusia atau anak akan memiliki tingkat
kebutuhan yang berbeda walaupun dilihat dari jenisnya akan sama seperti yang lain.
2.3 Konsep Caring
2.3.1 Pengertian Caring Secara Umum
Dalam kamus American Heritage Dictinary of The English Language, (2006)
caring di artikan sebagai perhatian yang dimana perhatian itu sendiri dapat digunakan
dalam kata benda dan kata kerja. Bila digunakan dalam kata benda, perhatian memiliki
tiga arti yang terpisah dan berbeda. Arti pertama, dapat menandakan ketelitian,
10
ketekunana, dan kewaspadaan, dalam menghindari bahaya. Arti kedua, menunjukan
perlindungan hak asuh, perwalian, atau pengayoman. Arti ketiga menunjukan
kekhwatiran dan penderitaan, namun arti yang ketiga ini dihilangkan dari analisis
karena hanya arti yang pertama dan kedua yang kongruen dengan praktik keperawatan.
Perhatian dan cinta adalah kekuatan kosmis yang paling universal, luar biasa dan
misterius (Nancy, 2009; Nursing Care: A Concept Analysis). Menurut kamus besar
bahasa Indonesia peduli adalah sikap mengindahkan, menghiraukan, memprihatikan
sesuatu yg terjadi kepada orang lain (Priambodo, 2014).
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk berdedikasi
bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan perhatian, perasaan
empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi yang merupakan kehendak
keperawatan (Potter & Perry, 2005: Nindya, 2011). Selain itu, caring mempengaruhi
cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring juga mempelajari
berbagai macam philosofi dan etis perspektif. Ada beberapa definisi caring yang
diungkapkan para ahli keperawatan: Watson (1979) dalam Jones (2008) yang terkenal
dengan Theory of Human Caring, mempertegas bahwa caring sebagai jenis hubungan
dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan
dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan
pasien untuk sembuh.
Marriner dan Tomey (1994) dalam Nindya (2014) menyatakan bahwa caring
merupakan pengetahuan kemanusiaan. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring
adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan
sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi
sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan seseorang.
2.3.2 Perilaku Caring
Perilaku Caring merupakan wujud, sikap, tindakan, perbuatan dari kepedulian
seseorang kepada orang lain berupa empati dan simpati, senyuman, sentuhan, kasih
sayang dan cinta, pengenalan dan mengenal, melindungi, mengayomi, memberi dengan
ikhlas terhadap segala sesuatu, komunikasi yang baik dan santun, sikap lemah lembut,
dan segala sesuatu yang bersifat subjektif dan dapat memepengaruhi kualitas hidup
seseorang (Nancy K.DalPezzo, 2009).
Menurut Swanson (1991 dalam Monica, 2008: Nindya, 2014) ada lima asumsi
11
yang mendasari perilaku caring. 5 konsep tersebut adalah :
a. Maintaining belief
Maintaining belief adalah mempertahankan iman dalam kapasitas orang lain,
untuk mendapatkan melalui suatu peristiwa atau transisi dan menghadapi masa
depan dengan bermakna. Tujuannya adalah untuk memungkinkan yang lain
sehingga dalam batas-batas kehidupannya, ia mampu menemukan makna dan
mempertahankan sikap yang penuh harapan.
b. Knowing
Knowing adalah berjuang untuk memahami peristiwa seperti yang memiliki
makna dalam kehidupan yang lain. Mengetahui melibatkan untuk menghindari
asumsi tentang makna dari suatu peristiwa dengan yang merawat, yang berpusat
pada kebutuhan lain, melakukan kajian mendalam, mencari petunjuk verbal dan
nonverbal, dan mengikutsertakan dari keduanya.
c. Being with
Being with adalah secara emosional hadir untuk yang lain dengan
menyampaikan ketersediaan berkelanjutan, perasaan berbagi, dan pemantauan yang
peduli memberikan tidak membebani orang dirawat.
d. Doing for
Doing for adalah melakukan untuk yang lain apa yang dia akan lakukan untuk
diri sendiri jika hal itu mungkin. Melakukan untuk yang lain berarti memberikan
perawatan yang nyaman, protektif, dan antisipatif, serta menjalankan tugasnya
terampil dan kompeten sambil menjaga martabat orang tersebut.
e. Enabling
Enabling adalah memfasilitasi bagian yang lain melalui transisi kehidupan dan
peristiwa asing dengan memberi informasi, menjelaskan, mendukung, dengan fokus
pada masalah yang relevan, berfikir melalui masalah, dan menghasilkan alternatif,
sehingga meningkatkan penyembuhan pribadi klien, pertumbuhan, dan perawatan
diri. Swanson (1991 dalam Nindya 2014) berpendapat dalam teorinya yaitu Middle
Theory of Caring mendeskripsikan 5 proses caring menjadi lebih praktis, yaitu:
1. Komponen mempertahankan keyakinan yaitu, mengaktualisasi diri untuk
menolong orang lain, mampu menolong orang lain dengan tulus, memberikan
ketenangan kepada klien, dan memiliki sikap yang positif.
12
2. Komponen pengetahuan, yaitu memberikan pemahaman klinis tentang kondisi
dan situasi klien, melakukan setiap tindakan berdasarkan aturan, dan
menghindari terjadinya komplikasi.
3. Komponen kebersamaan, yaitu hadir secara emosional dengan orang lain,
mampu berbagi dengan klien secara tulus, dan membangun kepercayaan
dengan klien.
4. Komponen tindakan yang dilakukan, yaitu tindakan terapeutik seperti
membuat nyaman, antisipasi bahaya, dan intervensi yang kompeten.
5. Komponen Memungkinkan, yaitu memberikan informed consent pada setiap
tindakan, memberikan respon yang positif terhadap keluhan klien
(Nindya, 2011).
2.3.3 Jenis Caring
Baik perawatan profesional dan awam selalu dalam batas tertentu terikat oleh
budaya dan karenanya harus dilihat dalam konteks mereka, seperti yang disarankan oleh
para ilmuwan transkultural. Dalam keperawatan transkultural, Leininger (1995)
membagi sistem perawatan kesehatan ke dalam profesional (Profesional Care) dan
awam (orang tua, pribumi) atau disebut dengan Lay care, sedangkan antropologi medis,
Kleinman (1980) mengemukakan bahwa dalam masyarakat yang kompleks seseorang
dapat mengidentifikasi hal yang tumpang tindih, dan saling berhubungan dengan sektor
perawatan kesehatan. Lay Care merupakan pilihan yang digunakan orang, tanpa
bayaran dan tanpa konsultasi penyembuh rakyat atau praktisi medis; sektor rakyat
mencakup campuran yang sakral dan penyembuh rakyat sekuler dan dalam sikap
budaya terhadap jenis tertentu dan sektor profesional terdiri dari orang-orang yang
terorganisasi, legal menerima profesi medis dan paramedis, termasuk perawat, Perilaku
dan bagaimana mereka harus ditangani. (Payer 1989, Helman 1998.) Definisi perilaku
normal maupun abnormal tidak mutlak; lebih tepatnya, mereka ditentukan oleh norma
sosial yang berlaku (Tishelman & Sachs 1998, Brink 1999). Hal ini ditunjukkan dengan
jelas dalam budaya yang terikat sindrom disebut penyakit rakyat, yang berarti kelainan
unik yang diakui terutama oleh anggota budaya tertentu dan yang diperlakukan dengan
cara tertentu secara kultural, sehinga manurut Juntunen (2001) perilaku care atau yang
dikenal dengan istilah caring ini antara Profesional Caring dan Lay Caring dapat
dibedakan seperti yang telah terangkum dalam Tabel 2 (Juntunen, 2001).
13
2.4 Caregiver Keluarga
Pengertian caregiver adalah seorang Individu yang secara umum merawat dan
mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya merupakan caregiver (Watson,
2010). Caregiver mempunyai tugas sebagai emotional support, merawat pasien
(memandikan, memakaikan baju, menyiapkan makan, mempersiapkan obat), mengatur
keuangan, membuat keputusan tentang perawatan dan berkomunikasi dengan pelayanan
kesehatan formal (Schempp, 2016). Mereka yang dapat menjadi caregiver dapat siapa
saja, bisa jadi anak, sepupu, suami, istri, perawat, ataupun siapa saja yang bersedia
merawat seseorang yang membuhkannya (pasien, orang dengan disabilitas).
Pendamping / Caregiver Pengertian caregiver adalah seorang Individu yang secara
umum merawat dan mendukung individu lain (pasien) dalam kehidupannya merupakan
caregiver (Awad dan Voruganti, 2008 : 87). Caregiver terdiri dari formal dan tidak
formal. Caregiver formal merupakan perawatan yang disediakan oleh rumah sakit,
psikiater, pusat perawatan ataupun tenaga profesional lainnya yang diberikan dan
melakukan pembayaran. Sedangkan caregiver yang tidak formal merupakan perawatan
yang dilakukan di rumah dan tidak profesional dan tanpa melakukan pembayaran seperti
keluarga penderita yaitu istri/suami, anak perempuan/laki-laki, dan anggota keluarga
lainnya. (Sarafino,2006 : 55)
Caregiver dan carer adalah istilah yang sering digunakan untuk mengambarkan orang
yang melakukan perawatan pada orang yang mengalami keterbatasan. Caregiver pada
masyarakat Indonesia umumnya adalah keluarga, dalam hal ini adalah pasangan, anak,
menantu, cucu atau saudara yang tinggal satu rumah. Suatu keluarga terdiri dari dua
individu 19 atau lebih yang berbagi tempat tinggal atau berdekatan satu dengan lainnya;
memiliki ikatan emosi, terlibat dalam posisi sosial; peran dan tugas-tugas yang saling
berhubungan; serta adanya rasa saling menyayangi dan memiliki ( Murray & Zentner,
1997 da, 1998 dalam Allender & Spradley, 2001 :85).
Dalam hal ini dapat disimpulkan pengertian caregiver tergantung pada penderita
yang diasuh, penderita tersebut memgalami sakit dan di diagnosis oleh dokter, dari
diagnosa tersebut pendampingan atau perawatan pada penderita akan disebut sebgai
caregiver tersebut. Sehingga dari pemahan teori di atas tentang caregiver, yang dapat di
sebut juga dengan orang yang merawat atau pendamping.

14
Caregiver kelurga adalah sosial, kelompok advokasi, yang perawat kesehatan dan
segala kemampuan untuk keluarga. Caregiver merupakan seseorang dari anggota keluarga
yang mampu memberi respon dan bertanggung jawab terhadap segala kebutuhan anggota
keluarganya yang didamping dalam sakit (pasien). Family caregiver haruslah mampu
berkorban secara fisik, emosi hingga material ekonomi untuk memberi dukungan terkait
pengobatan, perawatan atau pemulihan anggota keluarga yang sakit yang di dampingi
(pasien). Mampu menjadi teman atau sahabat layaknya patner yang dapat dipercaya
individu selama dirawat di rumah atau dalam aktivitas kesehariannya, sehingga individu
dapat terbuka dan senang terhadap yang menjadi caregiver baginya.
Anggota keluarga yang menjadi caregiver juga biasanya yang lebih tahu dan
mengenal lebih dalam individu yang didampingi di karenakan sosok member atau
pendamping/ caregiver lebih banyak menghabiskan waktu bersama individu dalam
menjalani ADL (Activities Daily Life) individu tersebut (Lafferty et.all, 2016).
Sebuah survei pada tahun 2009 oleh United States survey by the National Alliance
for Caregiving and AARP, dalam Wathson (2010) mengatakan bahwa caregiver yang
mendampingi membantu individu (klien/pasien) untuk bertransportasi, melakukan
pekerjaan rumah, berbelanja kebutuhan rumah, menyiapkan segala sesuatu,
memanajemen keuangaan, mengkonsumsi obat sampai kebutuhan mendasar seperti
mandi, bab/bak (buang air besar/ kecil), berpakaian dan berhias, mobilisasi dan
sebagainya.
2.5 Memenuhi kebutuhan dasar anak Retardasi Mental
Seperti yang kita tahu bahwa bahwa setiap manusia atau anak akan memiliki tingkat
kebutuhan yang berbeda walaupun dilihat dari jenisnya akan sama seperti yang lain.
Manusia sebagai makhluk holistik merupakan makhluk yang utuh atau paduan dari unsur
biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Adapun Perilaku caring yang dapat diberikan
oleh keluaraga sebagai caregiver mencakup untuk memenuhi kebutuhan dasar anak
retardasi mental adalah:
a) membantu anak memenuhi kebutuhan oksigen,
b) membantu anak memenuhi kebutuhan makan dan minum,
c) membantu anak memenuhi kebutuhan eliminasi,
d) membantu anak memenuhi kebutuhan tidur,
e) memberikan keamanan dan keselamatan pada anak,
15
f) memberikan rasa di cintai dan disayangi,
g) membantu anak mengaktualisasikan diri,
h) memenuhi kebutuhan harga diri anak,
i) mengingatkan dan membimbing spiritual anak.
Perhatian lebih dari keluarga khususnya dari caregiver kepada anak retardasi mental
dapat membantu anak dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya, karena dengan segala
keterbatasan kognitif anak maka fungsi perawatan diripun pasti rendah. Sehingga
disinilah dibutuhakan peran serta dukungan kelurga berupa perhatian ekstra pada anak.
Hal ini sejalan penelitian Bhavya (2013), yang mengatakan bahwa kebutuhan dasar anak
akan terpenuhi dengan baik jika didukung peran serta orang lain seperti keluarga atau
pengasuh, berupa perhatian dan kasih sayang.
Dukungan keluarga berupa perlakuan khusus ini sangatlah mempengaruhi
perkembangan sikologis anak yang akan berdampak pada perkembangan mental dan
perilakua anak. Jika pengaruh sikologis anak baik berdasarkan dukungan, perhatian dan
kasih sayang kelurga seperti perlakuan khusus maka anak akan merasa lebih dekat dengan
keluarga dan memebrikan arti khusus tersendiri bagi anak, sehingga mampu membuat
anak bertahan dan berjuang untuk bertumbuh dan berkembang lebih lagi di tengah-tengah
keterbatasannya. Hal ini sejalan dengan pendapat Kaiati (2016) yang menyatakan bahwa
“Apabila seseorang memperoleh dukungan keluarga yang berupa perhatian, kasih sayang,
penghargaan, pertolonganan sebagainya, maka orang tersebut akan merasa ada yang
mendukung. Pengertian dukungan sosial keluarga, adalah suatu pertolongan, semangat
dan pemberian bantuan saat individu menghadapi kesulitan atau masalah, karena keluarga
juga merupakan sumber dalam menumbuhkan kekuatan baru bagi individu.”
2.6 Aspek Legal Keperawatan
Aspek legal keperawatan adalah aspek peraturan perawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai
tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang di atur dalam undang undang
keperawatan. Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, di dasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan di tujukan
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia.

16
Perawat sebagai profesi dan bagian integral dari pelayanan kesehatan tidak saja
membutuhkan kesabaran. Kemampuannya untuk ikut mengatasi masalah masalah
kesehatan tentu harus juga bisa di andalkan. Untuk mewujudkan keperawatan sebagai
profesi yang utuh, ada beberapa syarat yang harus di penuhi. Setiap perawat harus
mempunyai “body of knowledge” yang spesifik, memberikan pelayanan kepada
masyarakat melalui praktek keprofesian yang di dasari motivasi altruistik, mempunyai
standar kompetensi dan kode etik profesi.
Para praktisi di persiapkan melalui pendidikan khusus pada jenjang pendidikan
tinggi. International Council Of Nurses (ICN) mengeluarkan kerangka kerja kompetensi
bagi perawat yang mencakup tiga bidang, yaitu bidang professional, Ethical and legal
practice, bidang care provision and management dan bidang Management Development.
“setiap profesi pada dasarnya memiliki tiga syarat utama yaitu kompetensi yang di
peroleh melalui pelatihan yang ekstensif , komponen intelektual yang bermakna dalam
melakukan tugasnya, dan memberikan pelayan penting kepada masyarakat”.
Aspek legal profesi keperawatan meliputi kewenangan berkaitan dengan izin
melaksanakan praktek profesi. Kewenangan memiliki 2 aspek yaitu kewenangan material
dan kewenangan formal. Kewenangan seseorang di peroleh sejak seseorang memiliki
kompetensi dan kemudian teregristasi (registered nurse) yang di sebut Surat Ijin Perawat
(SIP). Aspek legal keperawatan meliputi:
a. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan mana yang sesuai
dengan hukum.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dengan profesi lain.
c. Membantu menentukan batas-batas kewenangan tindakan keperawatan mandiri.
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan
posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum.
e. Dalam keadaan darurat mengancam jiwa seseorang, perawat berwenang untuk
melakukan pelayanan kesehatan di luar kewenangan yang di tujukan untuk
penyelamatan jiwa.
f. Perawat menjalankan praktek perorangan harus mencantumkan SIPP di ruang
prakteknya.
g. Perawat yang memiliki SIPP dapat melakukan asuhan dalam bentuk kunjungan
rumah.
17
h. Persyaratan praktek perorangan sekurang-kurangnya memenuhi:
1. Tempat praktek memenuhi syarat,
2. Memiliki perlengkapan peralatan dan administrasi termasuk formulir atau
buku kunjungan, catatan tindakan, dan formulir rujukan.
Larangan perawat dalam melakukan praktek :
a. Praktek di larang menjalankan praktek selain yang tercantum dalam izin dan
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi.
b. Bagi perawat yang memberikan pertolongan dalam keadaan darurat atau
menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada tenaga kesehatan lain, di
kecualikan dari larangan ini.
c. Kepala dinas atau organisasi profesi dapat memberikan peringatan lisan atau
tertulis kepada perawat yang melakukan pelanggaran.
d. Peringatan tertulis paling banyak dilakukan 3 kali, apabila tidak di indahkan SIK
dan SIPP dapat di cabut.
e. Sebelum SIK dan SIPP di cabut kepala dinas kesehatan terlebih dahulu
mendengar pertimbangan dari MDTK dan MP2EM.
2.7 Aspek Etik Keperawatan
Prinsip etika keperawatan dalam memberikan layanan keperawatan kepada individu,
kelompok atau keluarga dan masyarakat, yaitu :
a. Otonomi (Autonomi) prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu
mampu berpikir logis dan mampu membuat keputusan sendiri. Penulis
menggunakan prinsip ini untuk memberikan hak kepada klien dalam meberikan
keputusan sendiri untuk ikut serta sebagai sasaran asuhan penulis.
b. Beneficience (Berbuat Baik) prinsip ini menuntut penulis untuk melakukan hal
yang baik dengan begitu dapat mencegah kesalahan atau kejahatan. Penulis
menggunakan prinsip ini sebagai perawat untuk memberikan tindakan dalam
asuhan keperawatan kepada klien dengan baik.
c. Justice (Keadilan) nilai ini direfleksikan dalam praktek professional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktik dan
keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan. Penulis
akan menuliskan hasil didalam dokumentasi asuhan keperawatan sesuai dengan
hukum dan standar praktik keperawatan.
18
d. Nonmaleficince (tidak merugikan) prinsip ini berarti tidak menimbulkan
bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien. Penulis akan sangat memperhatikan
kondisi klien agar tidak menimbulkan bahaya atau cidera fisik pada saat dilakukan
tindakan keperawatan.
e. Veracity (Kejujuran) nilai ini bukan cuman dimiliki oleh perawat namun harus
dimiliki oleh seluruh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran
pada setiap klien untuk meyakinkan agar klien mengerti. Informasi yang diberikan
harus akurat, komprehensif, dan objektif. Penulis akan menggunakan Kebenaran
yang merupakan dasar membina hubungan saling percaya. Klien memiliki
otonomi sehingga mereka berhak mendapatkan informasi yang ia ingin tahu dari
penulis.
f. Fidelity (Menepati janji) tanggung jawab besar seorang perawat adalah
meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan kesehatan, dan
meminimalkan penderitaan. Untuk mencapai itu penulis harus memiliki komitmen
menepati janji dan menghargai komitmennya kepada orang lain.
g. Confidentiality (Kerahasiaan) penulis akan menjaga informasi Dokumentasi klien
tentang keadaan kesehatan klien hanya bisa dibaca guna keperluan pengobatan
dan peningkatan kesehatan klien. Diskusi tentang klien diluar area pelayanan
harus dihindari.
h. Accountability (Akuntabilitasi) akuntabilitas adalah standar yang pasti bahwa
tindakan seorang profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau
tanda tekecuali. Penulis menggunakan prinsip ini untuk memberikan jawaban
kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan yang telah diberikan oleh penulis
kepada klien.
2.8 Tugas Perawat dalam Melakukan Prinsip-prinsip Etik
a. Care Giver
Perawat harus :
1. Memperhatikan individu dalam konteks sesuai kehidupan klien, perawat harus
memperhatikan klien berdasarkan kebutuhan significant dari klien.
2. Perawat menggunakan Nursing Process untuk mengidentifikasi diagnosa
keperawatan, mulai dari masalah fisik (fisiologis) sampai masalah-nasalah
psikologis
19
3. Peran utamanya adalah memberikan pelayanan keperawatan kepada individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat sesuai diagnosa masalah yang terjadi
mulai dari masalah yang bersifat sederhana sampai yang kompleks.
b. Sebagai advokat klien (Client Advocate)
Sebagai client advocate, perawat bertanggung jawab untuk membantu klien
dan keluarga dalam menginterpretasikan informasi dari berbagai pemberi pelayanan
dan dalam memberikan informasi lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan
(inform concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan kepadanya.
Selain itu perawat harus mempertahankan dan melindungi hak-hak klien. Hal
ini harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di rumah sakit akan
berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan. Perawat adalah anggota tim kesehatan
yang paling lama kontak dengan klien, leh karena itu perawat harus membela hak-hak
klien.
c. Sebagai konselor (Conselor)
1. Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien
terhadap keadaan sehat sakitnya.
2. Adanya perubahan pola interaksi ini merupakan “Dasar” dalam merencanakan
metoda untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.
3. Konseling diberikan kepada idividu/keluarga dalam mengintegrasikan
pengalaman kesehatan dengan pengalaman yang lalu.
4. Pemecahan masalah difokuskan pada; masalah keperawatan, mengubah
perilaku hidup sehat (perubahan pola interaksi).
d. Sebagai Pendidik (Educator)
1. Peran ini dapat dilakukan kepada klien, keluarga, team kesehatan lain, baik
secara spontan (sat interaksi) maupun formal (disiapkan).
2. Tugas perawat adalah membantu klien mempertinggi pengetahuan dalam
upaya meningkatkan kesehatan, gejala penyakit sesuai kondisi dan tindakan
yang spesifik.
3. Dasar pelaksanaan peran adalah intervensi dalam NCP.
e. Sebagai coordinator (Coordinator)
Peran perawat adalah mengarahkan, merencanakan, mengorganisasikan
pelayanan dari semua anggota team kesehatan. Karena klien menerima pelayanan dari
20
banyak profesioanl, misal; pemenuhan nutrisi. Aspek yang harus diperhatikan adalah;
jenisnya, jumlah, komposisi, persiapan, pengelolaan, cara memberikan, monitoring,
motivasi, dedukasi dan sebagainya.
f. Collaborator
Dalam hal ini perawat bersama klien, keluarga, team kesehatan lain berupaya
mengidentifikasi pelayanan kesehatan yang diperlukan termasuk tukar pendapat
terhadap pelayanan yang dipelukan klien, pemberian dukungan, paduan keahlian dan
keterampilan dari bebagai profesional pemberi pelayanan kesehatan.
g. Consultan

Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan klien terhadap
informasi tentang tujuan keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat
dikatakan perawatan adalah sumber informasi ang berkaitan dengan kondisi spesifik
klien.

h. Change Agent
Element ini mencakup perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis
dalam berhubungan denan klien dan cara pemberian keperawatan kepada klien.
Menurut Lokakarya Nasional tentang keperawatan tahun 1983, peran perawat
untuk di Indonesia disepakati sebagai :
1. Pelaksana Keperawatan
Perawat bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan keperawatan dari
yang sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat. Ini adalah merupakan peran utama dari perawat, dimana perawat
dapat memberikan asuha keperawatan yang profesional, menerapkan ilmu/teori,
prinsip, konsep dan menguji kebenarannya dalam situasi yang nyata, apakah
krieria profesi dapat ditampilkan dan sesuai dengan harapan penerima jasa
keperawatan.
2. Pengelola (Administrator)
Sebagai administrator bukan berarti perawat harus berperan dalam kegiatan
administratif secara umum. Perawat sebagai tenaga kesehatan yang spesifik dalam
sistem pelayanan kesekatan tetap bersatu dengan profesi lain dalam pelayanan
kesehatan. Setiap tenaga kesehatan adalah anggota potensial dalam kelompoknya
21
dan dapat mengatur, merancanankan,melaksanakan dan menilai tindakan yang
diberikan , mengingat perawat merupakan anggota profesional yang paling lama
bertemu dengan klien, maka perawat harus merencanakan, melaksanakan, dan
mengatur berbagai alternatif terapi yang harus diterima oleh klien. Tugas ini
menuntut adanya kemampuan managerial yang handal dari perawat.
3. Pendidik
Perawat bertanggungjawab dalam hal pendidikan dan pengajaran ilmu
keperawatan kepada klien, tenaga keperawatan maupun tenaga kesehatan lainnya.
Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam keperawatan adalah aspek
pendidikan, karena perubahan tingkah laku merupakan salah satu sasaran dari
pelayanan keperawatan. Perawt harus bisa berperan sebagai pendidik bagi
individu, keluarga, kelompo dan masyarakat.
2. Peneliti
Seorang perawat diharapkan dapat menjadi pembaharu (inovator) dalam ilmu
keperawatan karena ia memiliki kreatifitas, inisiatif, cepat tanggap terhadap
ragsangan dari lingkungannya. Kegiatan ini dapat diperoleh melalui penelitian.
Penelitian, pada hakekatnya adalah melakukan evaluasi, mengukur kemampuan,
menilai, dan mempertimbangkan sejauh mana efektifitas tindakan yang telah
diberikan.
Dengan hasil penelitian, perawat dapat mengerakkan orang lain untuk berbuat
sesuatu yang baru berdasarkan kebutuhan, perkembangan dan aspirasi individu,
keluarga, kelompok atau masyarakat. Oleh karena itu perawat dituntut untuk
selalu mengikuti perkembangan, memanfaatkan media massa atau media
informasi lain dari berbagai sumber. Selain itu perawat perlu melakukan
penelitian dalam rangka; mengembangkan ilmu keperawatan dan meningkatkan
praktek profesi keperawatan.

22
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Aspek legal keperawatan adalah aspek peraturan perawatan dalam memberikan
asuhan keperawatan sesuai lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai
tatanan pelayanan, termasuk hak dan kewajibannya yang di atur dalam undang undang
keperawatan. Keperawatan adalah bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, di dasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan di tujukan
pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat baik sehat maupun sakit yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia.
Aspek legal profesi keperawatan meliputi kewenangan berkaitan dengan izin
melaksanakan praktek profesi. Legislasi Keperawatan adalah proses pembuatan undang-
undang atau penyempurnaan perangkat hukumyang sudah ada yang mempengaruhi ilmu
dan kiat dalam praktik keperawatan.
3.2 Saran
Dalam prakteknya perawat dituntut untuk tanggap dalam memberikan asuhan
keperawatan pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dalam menyelesaikan
masalah kesehatan dan kompleks, memberikan tindakan keperawatan langsung,
pendidikan, nasehat, konseling, dalam rangka penyelesaian masalah keperawatan melalui
pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam upaya memandirikan sistem klien,
memberikan pelayanan keperawatan disarana kesehatan dan tatanan lainnya, memberikan
pengobatan dan tindakan medik terbatas, pelayanan KB, imunisasi, pertolongan
persalinan normal dan menulis permintaan obat, melaksanakan program pengobatan
secara tertulis dari dokter. Untuk menunjang kegiatan tersebut seorang perawat
diharapkan terdaftar pada badan resmi baik milik pemerintah maupun non pemerintah.

23
DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., dan Anne G. Perry. 2009. Fundamental Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.
Armatas,V (2009) Mental retardation: defenitions, etiology, epidemiologi, and Diagnosis.
Jurnal of Sport and Health Research. 1(2): 112-122.
Havemand Meidert, and friends (2012). differences is service needs, times demands and care
giving burder among parents of persons with mental retardation acros the life. Family
Relations;46;4;Research Library Pq.417 diakses dalam Diakses dari
http://search.proques.com
Kasiati (2016). Kebutuhan Dasar Manusia I. diakses dari http://Kebutuhan-dasar- manusia-
komprehensif-BUKU.pdf
Kemenkes RI. (2010). Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2010. Diakses dari http://kemenkes.pdf
Anonim. 2013. Mengetahui Legislasi Praktik Keperawatan.
http://bkulpenprofil.blogspot.com/2013/10/mengetahui-legislasi-praktik-
keperawatan.html.
Dewi, Virgiyati Tungga. 2013. Tanggung Jawab dan Tanggung
Gugat.http://virgiyatitd.blogspot.com/2013/04/tanggung-jawab-dan-tanggung-
gugat.html.
Kode Etik Keperawatan di Indonesia, PPNI, Jakarta

Standar Profesi Keperawatan, (1993), PPNI, Jakarta

24

Anda mungkin juga menyukai