Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWATANDARURAT SISTEM

KARDIOVASKULER : ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME


( ARDS )

Disusun Oleh:
MUHAMAD SUHAERUL
433131490120024

PRODI STUDI PROFESI NERS REGULER


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Kharisma Karawang
Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat
413116
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

I. DEFINISI

ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus 
dan / atau membran kapiler paru.ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan
besar pada system paru, kardiovaskular, atau tubuh secara luas
(Corwin,2000;420).
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk
kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang
telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal (Hudak
Gallo,1997;579).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif
kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera
(Smeltzer,2001;615).
ARDS merupakan suatu bentuk gagal nafas akut yang berkembang
progresif pada penderita kritis dan cedera  tanpa penyakit paru sebelumnya,
ditandai dengan adanya inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas
unit alveoli kapiler yang mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat dan
infiltrate luas.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun
1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan
laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi.Tingkat
mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar
50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan
injeksi obat 5 %.

II. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus.
Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi
yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini
terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi
peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi
yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka
akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk
berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di
ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan
meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk
mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan
permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat
menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya
kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang
sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus
antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang
timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab
kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga
semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler
telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya
edema dan pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus
di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di
dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah
secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis
menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya
terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J.
Cowin, 2001, hal. 420-421).
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah :
Sistemik :

o Syok karena beberapa penyebab


o Sepsis gram negative
o Hipotermia
o Hipertermia
o Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone,
Bleomisin )
o Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal )
o Eklampsia
o Luka bakar

Pulmonal :

o Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii )


o Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )
o Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
o Pneumositis

Non-Pulmonal :

o Cedera kepala
o Peningkatan TIK
o Pascakardioversi
o Pankreatitis
o Uremia
III. TANDA DAN GEJALA

ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan


awal pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya
diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral
dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis
meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui
ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai
gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya
menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau
rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya memperlihatkan infiltrat
alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-batas jantung,
namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada
foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang
terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan
fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun
konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan
indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit
paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru
pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta
perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya
ditegakkan dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal
jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa
pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg)
pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika terdapat
emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga pasien
stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien,
misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut
dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.
IV. PATHOFISIOLOGI dan PATHWAY

Mula – mula terjadi kerusakan pada membrane kapiler alveoli


menyebabkan terjadi peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel
alveoli mengakibatkan terjadi edema alveoli dan interstitial. Cairan yang
berkumpul di interstitium sehingga alveoli mulai terisi cairan menyebabkan
atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru, paru-paru
menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance ) menurun, fungsional residual
capacity juga menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting ards,
penyebabnya adalah ketidakseimbangan ventilasi – perfusi, hubungan arterio –
venous ( aliran darah mengalir kealveoli yang kolaps ) dan kelainan difusi alveoli
– kapiler sebab penebalan dinding alveoli – kapiler.
PATWAY
Trauma langsung / trauma tidak
langsung pada paru

Toksik terhadap epithelium


Mengganggu mekanisme alveolar
pertahanan saluran napas

Kehilangan fungsi slia Kerusakan membrane kapiler


jalan napas alveoli

Tidak efektifnya jalan Kerusakan epithelium Gangguan


napas alveolar endothelium kapiler

Kebocoran cairan ke Kebocoran cairan


dalam alveoli kearah interstitial

Sesak napas Edema alveolar Atelektaksis Edema Interstitial

Kelemahan otot Penurunan Volume dan compliance


nafsu makan paru menurun

Mudah lelah Intake nutrisi Ketidakseimbangan ventilasi perfusi


tak adekuat hubungan arterio –venus dan
kelainan difusi alveoli - kapiler
Intoleransi Penurunan berat
aktivitas badan Kerusakan
pertukaran gas
Gangguan
pemenuhan nutrisi

Perubahan
status kesehatan

Koping individu
tak efektif

Kurang info
tentang penyakit

Stress psikologis

Ansietas
V. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :

 Penurunan kesadaran mental


 Takikardi, takipnea
 Dispnea dengan kesulitan bernafas
 Terdapat retraksi interkosta
 Sianosis
 Hipoksemia
 Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
 Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :
 Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
 Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
 Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
 Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
 Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut

Pemeriksaan Rontgent Dada :

 Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru


 Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di
alveoli

Tes Fungsi paru :

 Pe ↓ komplain paru dan volume paru


 Pirau kanan-kiri meningkat
VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan


anamnesa klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah
hipoksemia, sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri
pada situasi klinis yang tepat, kemudian hiperkapnea dengan asidosis respiratorik
pada tahap akhir. Pada permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan
kadang-kadang terdapat gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada
tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah yang masih
dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah, sianosis penderita
menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada saat ini
foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat
terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat menurun,
kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic
sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS


 Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi
 Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi
 TEAP * Monitor system terhadap respon
 Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar
 Cairan
 Farmakologi ( O2, Diuretik, A.B )

IX. KOMPLIKASI
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada
ARDS adalah :
 Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
 Defek difusi sedang
 Hipoksemia selama latihan
 Toksisitas oksigen
 Sepsis
X. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi  saat periode latent saat
fungsi paru relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah
trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara
berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan pernafasan.
Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada
tahapan mana diagnosis dibuat.
A. Pengumpulan Data
1). Biodata
 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status,
suku/bangsa, diagnosa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no.
medical record, dan alamat.
 Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
dan hubungan dengan klien.
2). Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
RSMRS
- Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki
riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
Keluhan utama : Nyeri

Riwayat keluhan utama


P : nyeri
Q : Terus menerus
R : seluruh persendian,dada, dan perut
S : 4(0-5)
T : saat beraktifitas
 Riwayat kesehatan dahulu
- Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang
sama sebelumnya.
- Riwayat pemakaian obat-obatan

3). Pengkajian primer


Airway
a. Pengkajian Primer
1) Airway
 Jalan napas tidak normal
 Terdengar adanya bunyi napas ronchi
 Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
 Peningkatan frekunsi napas
 Napas dangkal dan cepat
 Kelemahan otot pernapasan
 Kesulitan bernapas : sianosis
3) Circulation
 Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
 Sakit kepala
 Pingsan
 berkeringat banyak
 Reaksi emosi yang kuat
 Pusing, mata berkunang – kunang
4) Disability
 Dapat terjadi penurunan kesadaran
Triase : merah

4). Pengkajian Sekunder


 Aktivitas / istrahat
Gejala : - Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan
aktivitas
Tanda : - Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
 Sirkulasi
Tanda : - Tekanan darah bisa normal atau meningkat
(terjadinya hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat,
dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
 Integritas ego
Gejala : - Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
Tanda : - Cemas
- Ketakutan akan kematian
 Makanan dan cairan
Gejala : - Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
Tanda : - Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
 Pernapasan
Gejala : - Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Tanda : - Peningkatan kerja napas (penggunaan otot
pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara
nafas bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada
yang ditemukan dengan cara palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis

B. Pengelompokan data
Data subyektif
- Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
- Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
- Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Data obyektif
- Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan
dengan cara palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis
- Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
- Cemas
- Ketakutan akan kematian
- Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
- Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
- Klien nampak mudah lelah bila beraktivitas

C. Analisa Data

Data Penyebab Masalah


Ds : Trauma langsung / tak langsung Bersihan jalan
- Klien mengatakan kesulitan pada paru napas tidak efektif
untuk bernapas ↓
- Klien mengatakan Mengganggu mekanisme
merasakan sesak pertahanan saluran napas

Do : Kehilangan fungsi silia jalan
- Bunyi napas mungkin napas
crakles, ronchi, dan suara ↓
nafas bronchial Tidak efektifnya jalan napas
- Perkusi dada : Dull diatas
area konsolidasi
- Peningkatan fremitus (tremor
vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara
palpasi.
- Sputum encer, berbusa
Ds : Trauma langsung / tak langsung Gangguan
- Klien mengatakan kesulitan pada paru pertukaran gas
untuk bernapas ↓
- Klien mengatakan Toksik terhadap epithelium
merasakan sesak asleolar
Do : ↓
- Peningkatan kerja napas Kerusakan membrane kapiler
(penggunaan otot alveoli
pernapasan) ↓
- Napas cepat Kerusakan epithelium alveolar
- Penurunan dan tidak ↓
seimbangnya ekpansi dada Kebocoran cairan dalam alveoli
- Kulit dan membran mukosa : ↓
mungkin pucat, dingin. Edema alveolar
- Cyanosis biasa terjadi ↓
(stadium lanjut) Wolume dan compliance paru
menurun

Ketidak seimbangan ventilasi
perfusi hubungan arterio – venus
dan kelainan difusi alveoli –
kapiler

Kerusakan pertukaran gas
Ds : Trauma pada paru Intoleransi
- Klien mengeluh mudah lelah ↓ aktivitas
- Klien mengatakan kurang Kerusakan membrane kapiler
mampu melakukan aktivitas alveoli
Do : ↓
- Kelemahan otot Edema alveolar dan interstitial
- Klien nampak mudah lelah ↓
bila beraktivitas Sesak

Kelemahan otot

Mudah lelah

Intoleransi aktivitas
Ds : Trauma pada paru Defisit nutrisi
- Klien mengatakan nafsu ↓
untuk makan kurang Kerusakan membrane kapiler
alveoli
Do : ↓
- Perubahan berat badan Edema alveolar dan interstitial
- Porsi makan tidak ↓
dihabiskan Sesak

Menurunan nafsu makan

Intake nutrisi kurang

Penurunan berat badan

Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

Ds : Gangguan pernapasan Ansietas


- Klien mengatakan ingin ↓
cepat sembuh dari penyakit Perubahan status kesehatan
- Klien mengatakan takut akan ↓
kondisi penyakitnya Koping individu tak efektif

Do : Kurang informasi tentang
- Cemas penyakitnya
- Ketakutan akan kematian ↓
Stress psikologis

Ansietas

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersiham jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas.
c. Defisit nutrisi
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Hari/ Tgl No. Tujuan & kriteria hasil Intervensi (SIKI)


Dx
1. Setelah dilakukan tindakan Manajemen Jalan Napas
keperawatan 3x24 jam Observasi:
oksigenasi dan/atau eliminasi  Monitor pola napas
karbondioksida pada membran  Monitor bunyi napas
alveolus-kapiler Normal tambahan
dengan kriteria hasil :  Monitor sputum
- Batuk efektif (jumlah,warna,aroma)
menurun (1) ke cukup Terapeutik
meningkat (4)  Pertahankan kepatenan jalan
- Produksi putum napas
meningkat (1) ke
 Posisikan semi fowler atau
cukup menurun (4)
fowler
- Mengi meningkat (1)
ke cukup menurun (4)  Lakukan fisioterapi dada, jika
- Sinosis meningkat (1) perlu
ke cukup menurun (4)  Lakukan penghisapan lendir
- gelisah meningkat (1) kurang dari 15 detik
ke cukup menurun (4)  Berikan oksigen, jika perlu
- pola nafas meningkat Edukasi
(1) ke cukup menurun  Anjurkan asupan cairan
(4) 2000ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Pemantauan Respirasi
Observasi:
 Monitor pola nafas
 Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas
 Monitor saturasi oksigen,
monitor nilai AGD
 Monitor adanya sumbatan
jalan nafas
 Monitor produksi sputum
Terapeutik
 Atur Interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi ps
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

2. Setelah dilakukan tindakan Pemantauan Respirasi


keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan karbondioksida  Monitor pola nafas, monitor
pada membran alveolus- saturasi oksigen
kapiler dalam batas normal  Monitor frekuensi, irama,
dengan kriteria hasil : kedalaman dan upaya napas
- Tingkat kesadaran  Monitor adanya sumbatan
meningkat (1) ke jalan nafas
cukup menurun (4) Terapeutik
- Dispnea meningkat  Atur Interval pemantauan
(1) ke cukup menurun respirasi sesuai kondisi pasien
(4) Edukasi
- Bunyi nafas tambahan  Jelaskan tujuan dan prosedur
meningkat (1) ke pemantauan
cukup menurun (4)  Informasikan hasil
- Geilsah meningkat (1) pemantauan, jika perlu
ke cukup menurun (4) Terapi Oksigen
- Diafrosis meningkat Observasi:
(1) ke cukup menurun  Monitor kecepatan aliran
(4) cbv3x c posisi alat terapi
- PCO2 memburuk(1) oksigen
ke cukup membaik  Monitor tanda-tanda
(4) hipoventilasi
- PO2 memburuk(1) ke  Monitor integritas mukosa
cukup membaik (4) hidung akibat pemasangan
- sianosis memburuk(1) oksigen
ke cukup membaik Terapeutik:
(4)  Bersihkan sekret pada mulut,
hidung dan trakea, jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan
napas
 Berikan oksigen jika perlu
Edukasi
 Ajarkan keluarga cara
menggunakan O2 di rumah
Kolaborasi
 Kolaborasi penentuan dosis
oksigen

3 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi


keperawatan 3x24 jam status Observasi:
nutrisi terpenuhi dengan  Identifikasi status nutrisi
kriteria hasil:  Identifikasi alergi dan
- Prosi makan yang intoleransi makanan
dihabiskan meningkat  Identifikasi perlunya
(1) ke cukup menurun penggunaan selang nasogastric
(4)
 Monitor asupan makanan
- IMT meningkat (1) ke
 Monitor berat badan
cukup menurun (4)
- Frekuensi makan Terapeutik:
meningkat (1) ke  Lakukan oral hygiene
cukup menurun (4) sebelum makan, Jika perlu
- Perasaan cepat  Sajikan makanan secara
kenyang meningkat menarik dan suhu yang sesuai
(1) ke cukup menurun  Hentikan pemberian makanan
(4) melalui selang nasogastric jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori
dan jenis nutrien yang
dibutuhkan
Promosi Berat Badan
Observasi
 Identifikasi kemungkinan
penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan
muntah
Terapeutik
 Sediakan makanan yang tepat
sesuai kondisi pasien
 Berikan pujian kepada pasien
untuk peningkatan yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yg
bergizi tinggi, terjangkau
4 Setelah dilakukan tindakan Manajemen Energi
keperawatan 3x24 jam Tindakan
diharapkan toleransi aktivitas Observasi
meningkat dengan kriteria  Identivikasi gangguan fungsi
hasil : tubuh yang mengakibatkan
- Frekuensi nadi kelelahan
menurun (1) ke  Monitor keleahan fisik
meningkat (5) emosienal
- Keluhan lelah  Monitor pola dan jam tidur
meningkat (1) ke  Monitor lokasi dan
menurun (5) ketidaknyamanan selama
- Dispnea saat aktivitas melakukan aktivitas
meningkat (1) ke Terapeutik
menurun (5)  Sediakan lingkungan nyaman
- Aritmia meningkat (1) dan rendah stimulus (mis.
ke menurun (5) Cahaya, suara, kunjungan)
- Frekuensi napas  Melakukan pelatihan rentang
memburuk (1) ke gerak pasif dan atau pasif
membaik (5)  Berikan aktivitas distraksi
- Tekanan darah yang menenangkan
memburuk (1) ke  Fasilitasi duduk disisi tempat
membaik (5) tidur, jika tidak dapat
- Ekg iskemi berpindah atau berjalan
memburuk (1) ke
membaik (5) Edukasi
 Anjurkan tirah baring
 Anjurkan melakukan aktivitas
secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan gejala
kelelahan berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan

Kolaborasi
 Kolaborasi dengan ahligizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan

Terapi aktivitas

Observasi
 Identifikasi deficit tingkat
aktivitas
 Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
 Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. bekerja) dan waktu
luang
 Monitor respon emosional,
fisik, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik
 Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
 Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis,
dan social
 Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas
yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. ambulasi, mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau gerak
 Fasilitasi aktivitas motorik
kasar untuk pasien hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implisit
dan emosional (mis. kegiatan
keagamaan khusu) untuk
pasien demensia, jika sesuai
 Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan
aktif
 Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis.
vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan
sederhana, tugas rutin, tugas
rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan karet)
 Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya
sendiri untuk mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
 Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, sosial, spiritual, dan
kognitif, dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas

5. Setelah dilakukan keperawatan


selama 1 x 24 jam diharpkan Reduksi ansietas
tingkat ansietas menurun
Dengan kriteria hasil : Tindakan
- Verbalisasi khawatir
akibat kondisi yang Observasi
dihadapi dari cukup
meningkat (2) ke  Identifikasi saat tingkat
cukup menurun (4) ansietas berubah (mis.
- Frekuensi pernafasan kondisi, waktu, stresor)
dari cukup meningkat  Identifikasi kemampuan
(2) ke cukup menurun mengambil keputusan
(4)  Monitor tanda-tanda ansietas
- Frekuensi nadi dari (verbal dan nonverbal)
cukup menigkat (2)
ke cukup menurut (4)
- Tekanan darah dari
cukup meningkat (2) Terapeutik
ke cukup menurun (4)
 Ciptakan suasana terapeutik
untuk menumbuhkan
kepercayaan
 Temani pasien untuk
mengurangi kecemasan, jika
memungkinkan
 Pahami situasi yang membuat
ansietas
 Dengarkan dengan penuh
perhatian
 Gunakan pendekatan yang
tenang dan meyakinkan
 Tempatkan barang pribadi
yang memberikan
kenyamanan
 Motivasi mengidentifikasi
situasi yang memicu
kecemasan
 Diskusikan perencanaan
realistis tentang peristiwa
yang akan datang

Edukasi

 Jelaskan prosedur, termasuk


sensasi yang mungkin dialami
 Informasikan secara faktual
mengenai diagnosis,
pengobatan, dan prognosis
 Anjurkan keluarga untuk tetap
bersama pasien, jika perlu
 Anjurkan melakukan kegiatan
yang tidak kompetitif, sesuai
kebutuhan
 Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
 Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi ketegangan
 Latih penggunaan mekanisme
pertahanan diri yang tepat
 Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian obat


antiansietas, jika perlu

Terapi relaksasi
Tindakan
Observasi :
 Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menggangu
kemampuan kognitif
 Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif di
gunakan
 Identifikasi kesediaan,
kemapuan dan penggunan
teknik sebelumnya
 Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
 Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
 Cipatakan lungkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
 Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
 Gunakan pakaian longgar
 Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
 Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelasakan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. musik,
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang di
pilih
 Anjurkan mengambil posisi
nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
 Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang di
pilih
 Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. nafas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. dan A. Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya:


Airlangga University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory
Tract. 3rd ed. Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1.
Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta
: EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi : 3. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta :
Mediaesculapius
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Patofisiologi ,Edisi 6 .Penerbit Sylvia A,Price Dan Lorraine M,Wilson
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta : PPNI

Anda mungkin juga menyukai