Disusun Oleh:
MUHAMAD SUHAERUL
433131490120024
I. DEFINISI
ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus
dan / atau membran kapiler paru.ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan
besar pada system paru, kardiovaskular, atau tubuh secara luas
(Corwin,2000;420).
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk
kegagalan nafas berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang
telah terpajan pada berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal (Hudak
Gallo,1997;579).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif
kandungan oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera
(Smeltzer,2001;615).
ARDS merupakan suatu bentuk gagal nafas akut yang berkembang
progresif pada penderita kritis dan cedera tanpa penyakit paru sebelumnya,
ditandai dengan adanya inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas
unit alveoli kapiler yang mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat dan
infiltrate luas.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun
1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan
laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi.Tingkat
mortilitasnya 50 %.Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar
50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan
injeksi obat 5 %.
II. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus.
Namun, karena kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi
yang luas pada salah satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini
terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi
peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi
yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka
akan terjadi pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini
meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk
berdifusi, sehingga kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di
ruang interstisium bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan
meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang diperlukan untuk
mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan
permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat
menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya
kerusakan, maka luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang
sehingga kecepatan pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus
antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang
timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab
kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga
semakin menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler
telah rusak, maka reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya
edema dan pembengkakan ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus
di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di
dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin putih yang bertambah
secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis
menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya
terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J.
Cowin, 2001, hal. 420-421).
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan
terjadinya ARDS adalah :
Sistemik :
Pulmonal :
Non-Pulmonal :
o Cedera kepala
o Peningkatan TIK
o Pascakardioversi
o Pankreatitis
o Uremia
III. TANDA DAN GEJALA
Perubahan
status kesehatan
Koping individu
tak efektif
Kurang info
tentang penyakit
Stress psikologis
Ansietas
V. MANIFESTASI KLINIK
IX. KOMPLIKASI
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada
ARDS adalah :
Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )
Defek difusi sedang
Hipoksemia selama latihan
Toksisitas oksigen
Sepsis
X. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat
fungsi paru relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah
trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara
berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan pernafasan.
Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada
tahapan mana diagnosis dibuat.
A. Pengumpulan Data
1). Biodata
Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status,
suku/bangsa, diagnosa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no.
medical record, dan alamat.
Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat,
dan hubungan dengan klien.
2). Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang
RSMRS
- Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki
riwayat penyakit yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
Keluhan utama : Nyeri
B. Pengelompokan data
Data subyektif
- Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
- Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
- Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Data obyektif
- Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan
dengan cara palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis
- Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
- Cemas
- Ketakutan akan kematian
- Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
- Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
- Klien nampak mudah lelah bila beraktivitas
C. Analisa Data
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersiham jalan nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas.
c. Defisit nutrisi
d. Intoleransi aktivitas
e. Ansietas
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahligizi
tentang cara meningkatkan
asupan makanan
Terapi aktivitas
Observasi
Identifikasi deficit tingkat
aktivitas
Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
Identifikasi makna aktivitas
rutin (mis. bekerja) dan waktu
luang
Monitor respon emosional,
fisik, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik
Fasilitasi fokus pada
kemampuan, bukan defisit
yang dialami
Sepakati komitmen untuk
meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
Fasilitasi memilih aktivitas
dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis,
dan social
Koordinasikan pemilihan
aktivitas sesuai usia
Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih
Fasilitasi transportasi untuk
menghadiri aktivitas, jika
sesuai
Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan
lingkungan untuk
mengakomodasikan aktivitas
yang dipilih
Fasilitasi aktivitas fisik rutin
(mis. ambulasi, mobilisasi,
dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
Fasilitasi aktivitas pengganti
saat mengalami keterbatasan
waktu, energy, atau gerak
Fasilitasi aktivitas motorik
kasar untuk pasien hiperaktif
Tingkatkan aktivitas fisik
untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
Fasilitasi aktivitas motorik
untuk merelaksasi otot
Fasilitasi aktivitas dengan
komponen memori implisit
dan emosional (mis. kegiatan
keagamaan khusu) untuk
pasien demensia, jika sesuai
Libatkan dalam permainan
kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan
aktif
Tingkatkan keterlibatan
dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk
menurunkan kecemasan ( mis.
vocal group, bola voli, tenis
meja, jogging, berenang,
tugas sederhana, permainan
sederhana, tugas rutin, tugas
rumah tangga, perawatan diri,
dan teka-teki dan karet)
Libatkan keluarga dalam
aktivitas, jika perlu
Fasilitasi mengembankan
motivasi dan penguatan diri
Fasilitasi pasien dan keluarga
memantau kemajuannya
sendiri untuk mencapai tujuan
Jadwalkan aktivitas dalam
rutinitas sehari-hari
Berikan penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas
Edukasi
Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari, jika perlu
Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, sosial, spiritual, dan
kognitif, dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
Anjurkan terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif
atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
Kolaborasi
Terapi relaksasi
Tindakan
Observasi :
Identifikasi penurunan tingkat
energi, ketidakmampuan
berkonsentrasi, atau gejala
lain yang menggangu
kemampuan kognitif
Identifikasi teknik relaksasi
yang pernah efektif di
gunakan
Identifikasi kesediaan,
kemapuan dan penggunan
teknik sebelumnya
Periksa ketegangan otot,
frekuensi nadi, tekanan
darah, dan suhu sebelum dan
sesudah latihan
Monitor respons terhadap
terapi relaksasi
Terapeutik
Cipatakan lungkungan tenang
dan tanpa gangguan dengan
pencahayan dan suhu ruang
nyaman, jika memungkinkan
Berikan informasi tertulis
tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
Gunakan pakaian longgar
Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat dan
berirama
Gunakan relaksasi sebagai
strategi penunjang dengan
analgetik atau tindakan medis
lain, jika sesuai
Edukasi
Jelasakan tujuan, manfaat,
batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia (mis. musik,
meditasi, nafas dalam,
relaksasi otot progresif)
Jelaskan secara rinci
intervensi relaksasi yang di
pilih
Anjurkan mengambil posisi
nyaman
Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi relaksasi
Anjurkan sering mengulangi
atau melatih teknik yang di
pilih
Demonstrasikan dan latih
teknik relaksasi (mis. nafas
dalam, peregangan, atau
imajinasi terbimbing)
DAFTAR PUSTAKA