Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME ( ARDS )

I. DEFINISI

ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan / atau
membran kapiler paru.ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru,
kardiovaskular, atau tubuh secara luas (Corwin,2000;420).
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas
berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai
penyebab pulmonal atau nonpulmonal (Hudak Gallo,1997;579).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera (Smeltzer,2001;615).
ARDS merupakan suatu bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada
penderita kritis dan cedera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan adanya
inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas unit alveoli kapiler yang
mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat dan infiltrate luas.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun
1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju
mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi.Tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis
sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary
baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.

II. ETIOLOGI

ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena
kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya
biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim
litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian
sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.

1
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi
pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan
pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam
alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang
diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan
permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan
atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka
luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran
gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan
inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga
dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal
bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin
menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi
peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang
interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan
ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin
putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya
terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya
terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001,
hal. 420-421).
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya
ARDS adalah :
• Sistemik :

o Syok karena beberapa penyebab


o Sepsis gram negative
o Hipotermia
o Hipertermia
o Takar lajak obat ( Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin )

2
o Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal )
o Eklampsia
o Luka bakar

• Pulmonal :

o Pneumonia ( Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii )


o Trauma ( emboli lemak, kontusio paru )
o Aspirasi ( cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon )
o Pneumositis

• Non-Pulmonal :

o Cedera kepala
o Peningkatan TIK
o Pascakardioversi
o Pankreatitis
o Uremia

III. TANDA DAN GEJALA

ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada
paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan
pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda
yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi
oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing.

3
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala
pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas
darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO 2
sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya
memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-
batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan
pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang
terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang
sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas
paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi.
Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini,
bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan
bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang kateter
Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan
terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung.
Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga
pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya
dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis
diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.

IV. PATHOFISIOLOGI dan PATHWAY

Mula – mula terjadi kerusakan pada membrane kapiler alveoli menyebabkan terjadi
peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli mengakibatkan terjadi
edema alveoli dan interstitial. Cairan yang berkumpul di interstitium sehingga alveoli mulai
terisi cairan menyebabkan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru,
paru-paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance ) menurun, fungsional residual
capacity juga menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting ards, penyebabnya
adalah ketidakseimbangan ventilasi – perfusi, hubungan arterio – venous ( aliran darah
mengalir kealveoli yang kolaps ) dan kelainan difusi alveoli – kapiler sebab penebalan
4
dinding alveoli – kapiler.

Trauma langsung / trauma tidak


langsung pada paru

Toksik terhadap epithelium


Mengganggu mekanisme alveolar
pertahanan saluran napas

Kehilangan fungsi slia Kerusakan membrane kapiler


jalan napas alveoli

Tidak efektifnya jalan Kerusakan epithelium Gangguan


napas alveolar endothelium kapiler

Kebocoran cairan ke Kebocoran cairan


dalam alveoli kearah interstitial

Sesak napas Edema alveolar Atelektaksis Edema Interstitial

Kelemahan otot Penurunan Volume dan compliance


nafsu makan paru menurun

Mudah lelah Intake nutrisi Ketidakseimbangan ventilasi perfusi


tak adekuat hubungan arterio –venus dan
kelainan difusi alveoli - kapiler
Intoleransi Penurunan berat
aktivitas badan Kerusakan
pertukaran gas
Gangguan
pemenuhan nutrisi

Perubahan
status kesehatan

Koping individu
tak efektif
5
Kurang info
tentang penyakit

Stress psikologis

Ansietas

V. MANIFESTASI KLINIK

Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :

• Penurunan kesadaran mental


• Takikardi, takipnea
• Dispnea dengan kesulitan bernafas
• Terdapat retraksi interkosta
• Sianosis
• Hipoksemia
• Auskultasi paru : ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
• Auskultasi jantung : BJ normal tanpa murmur atau gallop

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah :

• Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
• Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
• Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
• Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
• Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut

6
• Pemeriksaan Rontgent Dada :

• Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru


• Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli

• Tes Fungsi paru :

• Pe ↓ komplain paru dan volume paru


• Pirau kanan-kiri meningkat

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa


klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia, sehingga
penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis yang tepat,
kemudian hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir. Pada permulaan, foto
dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat gambaran edema
interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat menaikkan tekanan PO2
arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya sesak nafas bertambah,
sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di seluruh paru-paru. Pada
saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan tersebar luas. Pada saat
terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat menurun, kenaikan PCO2

7
dan hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis
respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.

VIII. PENATALAKSANAAN MEDIS

• Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi


• Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi
• TEAP * Monitor system terhadap respon
• Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar
• Cairan
• Farmakologi ( O2, Diuretik, A.B )

IX. KOMPLIKASI

Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS
adalah :

• Abnormalitas obstruktif terbatas ( keterbatasan aliran udara )


• Defek difusi sedang
• Hipoksemia selama latihan
• Toksisitas oksigen
• Sepsis
X. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru relatif
masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah
terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan
pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada tahapan
mana diagnosis dibuat.
Pengumpulan Data
A. Biodata

8
• Identitas klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, suku/bangsa,


diagnosa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, no. medical record, dan
alamat.
• Identitas penanggung jawab

Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, dan


hubungan dengan klien.
B. Riwayat kesehatan
• Riwayat kesehatan sekarang

• RSMRS

- Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit
yang sama ketika klien masuk rumah sakit.

• Keluhan utama : Nyeri

• Riwayat keluhan utama

P : nyeri
Q : Terus menerus
R : seluruh persendian,dada, dan perut
S : 4(0-5)
T : saat beraktifitas
• Riwayat kesehatan dahulu

- Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang sama


sebelumnya.

- Riwayat pemakaian obat-obatan

C. Pengkajian primer

Airway
a. Pengkajian Primer
1) Airway

9
• Jalan napas tidak normal
• Terdengar adanya bunyi napas ronchi
• Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
• Peningkatan frekunsi napas
• Napas dangkal dan cepat
• Kelemahan otot pernapasan
• Kesulitan bernapas : sianosis
3) Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Pingsan
• berkeringat banyak
• Reaksi emosi yang kuat
• Pusing, mata berkunang – kunang
4) Disability
• Dapat terjadi penurunan kesadaran
Triase : merah

D. Pengkajian Sekunder
 Aktivitas / istrahat
Gejala : - Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
Tanda : - Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
 Sirkulasi
Tanda : - Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
 Integritas ego

10
Gejala : - Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
Tanda : - Cemas
- Ketakutan akan kematian
 Makanan dan cairan
Gejala : - Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
Tanda : - Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
 Pernapasan
Gejala : - Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Tanda : - Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas
bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis
a. Pengelompokan data
Data subyektif
- Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
- Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
- Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Data obyektif
- Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada

11
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara
palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis
- Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
- Cemas
- Ketakutan akan kematian
- Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
- Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
- Klien nampak mudah lelah bila beraktivitas

b. Analisa Data

Data Penyebab Masalah


Ds : Trauma langsung / tak langsung Tidak efektifnya
- Klien mengatakan kesulitan pada paru jalan napas
untuk bernapas ↓
- Klien mengatakan Mengganggu mekanisme
merasakan sesak pertahanan saluran napas

Do : Kehilangan fungsi silia jalan
- Bunyi napas mungkin napas
crakles, ronchi, dan suara ↓
nafas bronchial Tidak efektifnya jalan napas
- Perkusi dada : Dull diatas
area konsolidasi
- Peningkatan fremitus
(tremor vibrator pada dada
yang ditemukan dengan cara
palpasi.
- Sputum encer, berbusa
Ds : Trauma langsung / tak langsung Gangguan
- Klien mengatakan kesulitan pada paru pertukaran gas
untuk bernapas ↓
- Klien mengatakan Toksik terhadap epithelium

12
merasakan sesak asleolar
Do : ↓
- Peningkatan kerja napas Kerusakan membrane kapiler
(penggunaan otot alveoli
pernapasan) ↓
- Napas cepat Kerusakan epithelium alveolar
- Penurunan dan tidak ↓
seimbangnya ekpansi dada Kebocoran cairan dalam alveoli
- Kulit dan membran mukosa : ↓
mungkin pucat, dingin. Edema alveolar
- Cyanosis biasa terjadi ↓
(stadium lanjut) Wolume dan compliance paru
menurun

Ketidak seimbangan ventilasi
perfusi hubungan arterio – venus
dan kelainan difusi alveoli –
kapiler

Kerusakan pertukaran gas
Ds : Trauma pada paru Intoleransi
- Klien mengeluh mudah lelah ↓ aktivitas
- Klien mengatakan kurang Kerusakan membrane kapiler
mampu melakukan aktivitas alveoli
Do : ↓
- Kelemahan otot Edema alveolar dan interstitial
- Klien nampak mudah lelah ↓
bila beraktivitas Sesak

Kelemahan otot

Mudah lelah

Intoleransi aktivitas
Ds : Trauma pada paru Gangguan
- Klien mengatakan nafsu ↓ pemenuhan
untuk makan kurang Kerusakan membrane kapiler nutrisi
alveoli
Do : ↓
- Perubahan berat badan Edema alveolar dan interstitial
- Porsi makan tidak ↓
dihabiskan Sesak

Menurunan nafsu makan

Intake nutrisi kurang

Penurunan berat badan

Nutrisi kurang dari kebutuhan

13
tubuh

Ds : Gangguan pernapasan Ansietas


- Klien mengatakan ingin ↓
cepat sembuh dari penyakit Perubahan status kesehatan
- Klien mengatakan takut akan ↓
kondisi penyakitnya Koping individu tak efektif

Do : Kurang informasi tentang
- Cemas penyakitnya
- Ketakutan akan kematian ↓
Stress psikologis

Ansietas

c. Prioritas masalah
1) Tidak efektifnya jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas.
3) Gangguan pemenuhan nutrisi
4) Intoleransi aktivitas
5) Ansietas

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan
cairan di permukaan alveoli
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
5. Cemas/takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Hari/Tg No. Rencana Perawatan Ttd


Tujuan dan Intervensi Rasional
l Dx
Kriteria Hasil
1 Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-
tindakan dalam bernafas dan otot interkostal

14
keperawatan pola nafasnya /abdominal/leher
selama 2x 24 jam, dapat meningkatkan
diharapkan jalan usaha dalam
nafas menjadi bernafas
efektif, dengan 2. Observasi dari 2. Pengembangan
criteria hasil : penurunan dada dapat menjadi
- Px dapat pengembangan batas dari
mempertahan - dada dan akumulasi cairan
kan jalan nafas peningkatan dan adanya cairan
dengan bunyi fremitus dapat meningkatkan
napas yang jernih fremitus
dan ronchi (-) 3.Catat 3. Suara nafas
- Px bebas dari karakteristik dari terjadi karena
dispnea suara nafas adanya aliran udara
- Px dapat melewati batang
mengeluarkan tracheo branchial
secret tanpa dan juga karena
kesulitan adanya cairan,
- Px dapat mukus atau
memperlihatkan sumbatan lain dari
tingkah laku saluran nafas
mempertahanka 4. Catat 4. Karakteristik
jalan nafas karakteristik dari batuk dapat
- RR = 20 x/menit ; batuk merubah
HR = 75 – 100 ketergantungan
x/menit pada penyebab dan
etiologi dari jalan
nafas. Adanya
sputum dapat dalam
jumlah yang
banyak, tebal dan
purulent
5. Pemeliharaan
5. Pertahankan jalan nafas bagian
15
posisi tubuh/posisi nafas dengan paten
kepala dan gunakan
jalan nafas
tambahan bila perlu 6. Penimbunan
6. Kaji kemampuan sekret mengganggu
batuk, latihan nafas ventilasi dan
dalam, perubahan predisposisi
posisi dan lakukan perkembangan
suction bila ada atelektasis dan
indikasi infeksi paru

7. Peningkatan oral 7. Peningkatan


intake jika cairan per oral
memungkinkan dapat
mengencerkan
sputum
Kolaborasi:
8. Berikan oksigen, 8. Mengeluarkan
cairan IV; sekret dan
tempatkan di kamar meningkatkan
humidifier sesuai transport oksigen
indikasi
9. Berikan 9. Meningkatkan
fisiotherapi dada drainase sekret
misalnya: postural paru, peningkatan
drainase, perkusi efisiensi
dada/vibrasi jika penggunaan otot-
ada indikasi oto pernafasan
10. Berikan therapi 10. Dapat berfungsi
aerosol, ultrasonik sebagai
nabulasasi bronchodilatasi dan
mengeluarkan
secret
11. Berikan 11. Diberikan untuk
16
bronchodilator mengurangi
misalnya: bronchospasme,
aminofilin, albuteal menurunkan
dan mukolitik viskositas secret
dan meningkatkan
ventilasi

2 Setelah diberikan 1. Kaji status 1. Takipneu adalah


tindakan pernafasan, catat mekanisme
keperawatan peningkatan kompensasi untuk
selama 2x 24 jam, respirasi atau hipoksemia dan
diharapkan perubahan pola peningkatan usaha
gangguan nafas nafas
pertukaran gas 2. Catat ada 2. Suara nafas
tidak terjadi, tidaknya suara mungkin tidak
dengan criteria nafas dan adanya sama atau tidak ada
hasil : bunyi nafas ditemukan. Crakles
Pasien dapat tambahan seperti terjadi karena
memperlihatkan crakles, dan peningkatan cairan
ventilasi dan wheezing di permukaan
oksigenasi yang jaringan yang
adekuat disebabkan oleh
- Bebas dari gejala peningkatan
distress pernafasan permeabilitas
- RR = 20 x/menit ; membran alveoli –
HR = 75 – 100 kapiler. Wheezing
x/menit terjadi karena
bronchokontriksi
atau adanya mukus
pada jalan nafas
3. Kaji adanya 3. Selalu berarti
cyanosis bila diberikan
oksigen (desaturasi
5 gr dari Hb)

17
sebelum cyanosis
muncul. Tanda
cyanosis dapat
dinilai pada mulut,
bibir yang indikasi
adanya hipoksemia
sistemik, cyanosis
perifer seperti pada
kuku dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.
4. Observasi adanya 4. Hipoksemia
somnolen, dapat menyebabkan
confusion, apatis, iritabilitas dari
dan miokardium
ketidakmampuan
beristirahat
5. Berikan istirahat 5. Menyimpan
yang cukup dan tenaga pasien,
nyaman mengurangi
penggunaan
oksigen
Kolaborasi:
6. Berikan 6. Memaksimalkan
humidifier oksige pertukaran oksigen
dengan masker secara terus
CPAP jika ada menerus dengan
indikasi tekanan yang sesuai
7. Berikan 7. Peningkatan
pencegahan IPBB ekspansi paru
meningkatkan
oksigenasi
8. Review X-Ray 8.Memperlihatkan
dada kongesti paru yang
18
progresif
9. Berikan obat- 9.Untuk mencegah
obat jika ada ARDS
indikasi seperti
steroids, antibiotic,
bronchodilator dan
ekspektorant

3 Setelah diberikan 1.Evaluasi 1. Mengetahui nafsu


tindakan kemampuan makan makan klien
keperawatan
selama 2x 24 jam, 2.Observasi 2. Gejala ini indikasi
diharapkan penurunan otot penurunan energy otot
kebutuhan nutrisi umum,kehilangan dan dapat menurunkan
pasien terpenuhi , lemak subkutan fungsi otot pernapasan
dengan criteria 3. Kehilangan berat
hasil : 3.Timbang berat badan bermakna dan
-Dapat badan sesuai pada saat ini dan
meningkatkan indikasi masukan makanan buruk
nafsu makan klien memerikan petunjuk
- porsi makan tentang katabolisme,
dihabiskan simpanan glikogen otot
-Peningkatan berat dan sensitivitas
badan kemudian ventilator
4. Berikan makan 4. Mencegah kelelahan
lembut sering berlebihan,meningkatkan
dalam jumlah pemasukan dan
kecil/mudah penurunan resiko
dicerna bila mampu distress gaster
menelan
Kolaborasi:
5. Tinggi karbohidrat,
5. Pastikan diet
protein dan kalori
memenuhi diperlukan selama
ventilasi untuk
kebutuhan

19
pernapasan sesuai memperbaiki fungsi otot
pernpaasan, karbohidrat
indikasi
mungkin menurun dan
lemak kadang meningkat
sebelum penyapihan
upaya untuk mencegah
produksi CO2 berlebihan
dan menurunkan kemudi
pernapasan
6. Awasi
6. Memberikan
pemeriksaan
informasi tentang
laboratorium sesuai dukungan nutrisi adekuat
/ perlu perubahan
indikasi, contoh
serum,
transferrin,glukosa

4 Setelah diberikan 1. Evaluasi respons 1. Menetapkan


tindakan pasien terhada kemampuan / kebutuhan
keperawatan aktivitas. Catat pasien dan memudahkan
selama 1x 24 jam, laporan dyspnea, pilihan intervensi
diharapkan pasien peningkatan
dapat kelemahan /
meningkatkan kelelahan dan
aktivitas , dengan perubahan tanda
kriteria hasil: vital selama dan
-Vital sign dalam setelah aktivitas
rentang normal 2. Berikan 2. Menurunkan stress
keika beraktivitas lingkungan tenang dan rangsangan
RR:16-24x/menit dan batasi berlebihan,
Nadi:60- pengunjung selama meningkatkan istirahat
100x/menit fase akut sesuai
Suhu: 36,50C – indikasi. Dorong
37,50C penggunaan
TD: 110/70 manajemen stress
-139/89 mmHg dan pengalihan

20
-Kelemahan berat yang tepat
tak tampak 3. Jelaskan 3. Tirah baring
pentingnya istrahat dipertahankan selama
dalam rencana fase akut untuk
pengobatan dan menurunkan kebutuhan
perlunya metabolic, menghemat
keseimbangan energy untuk
aktivitas dan penyembuhan.
istirahtat Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan
respons individual
pasien terhadap aktivitas
dan perbaikan kegagalan
pernapasan
4. Bantu pasien 4. Pasien mungkin
memilih posisi nyaman dengan kepala
nyaman untuk tinggi, tidur di kursi atau
istrahat dan tidur menunduk kedepan meja
atau bantal
5.Bantu aktivitas 5. Meminimalkan
perawatan diri yang kelelahan dan membantu
diperlukan keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
5 Setelah diberikan 1.Observasi 1.Hipoksemia dapat
tindakan peningkatan menyebabkan
keperawatan pernafasan, agitasi, kecemasan
selama 1x 24 jam, kegelisahan dan
diharapkan kestabilan emosi.
ansietas/ketakutan 2. Pertahankan 2. Cemas berkurang oleh
(spefisikkan) px lingkungan yang meningkatkan relaksasi
dapat berkurang, tenang dengan dan pengawetan energi
dengan criteria meminimalkan yang digunakan.
hasil : stimulasi.
-Pasien dapat Usahakan

21
mengungkapkan perawatan dan
perasaan prosedur tidak
cemasnya secara menggaggu waktu
verbal istirahat
-Ketakutannya,dan 3. Bantu dengan 3.Memberi kesempatan
rasa cemasnya
teknik relaksasi, untuk pasien untuk
mulai berkurang
meditasi. mengendalikan
kecemasannya dan
merasakan sendiri dari
pengontrolannya.

4.Identifikasi 4. Menolong mengenali


persepsi pasien dari asal
pengobatan yang kecemasan/ketakutan
dilakukan yang dialami.
5. Dorong pasien 5. Langkah awal dalam
untuk mengendalikan
mengekspresikan perasaan-perasaan yang
kecemasannya teridentifikasi dan
terekspresi.

6. Membantu 6. Menerima stress yang


menerima situasi sedang dialami tanpa
dan hal tersebut denial, bahwa segalanya
harus akan menjadi lebih baik.
ditanggulanginya
7. Berikan 7. Menolong pasien
informasi tentang untuk menerima apa
keadaan yang yang sedang terjadi dan
sedang dialaminya dapat mengurangi
kecemasan/ketakutan
apa yang tidak
diketahuinya.
Penentraman hati yang
22
palsu tidak menolong
sebab tidak ada perawat
maupun pasien tahu hasil
akhir dari permasalahan
itu

8.Identifikasi 8. Kemampuan yang


tehnik pasien yang dimiliki pasien akan
digunakan meningkatkan sistem
sebelumnya untuk pengontrolan terhadap
menanggulangi rasa kecemasannya
cemas

Kolaborasi:
9. Memberikan 9. Mungkin dibutuhkan
sedative sesuai untuk menolong dalam
indikasi dan mengontrol kecemasan
monitor efek yang dan meningkatkan
merugikan istirahat. Bagaimanapun
juga efek samping
seperti depresi
pernafasan mungkin
batas atau kontraindikasi
penggunaan.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. dan A. Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya: Airlangga
University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd ed.
Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta : EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
& Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi : 3. Jakarta : EGC.

23
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Patofisiologi ,Edisi 6 .Penerbit Sylvia A,Price Dan Lorraine M,Wilson

24

Anda mungkin juga menyukai