I. DEFINISI
ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan / atau
membran kapiler paru.ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system paru,
kardiovaskular, atau tubuh secara luas (Corwin,2000;420).
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas
berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai
penyebab pulmonal atau nonpulmonal (Hudak Gallo,1997;579).
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera (Smeltzer,2001;615).
ARDS merupakan suatu bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada
penderita kritis dan cedera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan adanya
inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas unit alveoli kapiler yang
mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat dan infiltrate luas.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun
1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju
mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi.Tingkat mortilitasnya 50 %.Sepsis
sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary
baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.
II. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena
kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah satunya
biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran enzim-enzim
litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah cedera dan kematian
sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus disajikan di bawah ini.
1
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi
pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga kecepatan
pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium bergerak ke dalam
alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan permukaan. Gaya yang
diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat meningkat. Peningkatan tegangan
permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan ruang interstisium dapat menyebabkan
atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka
luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan pertukaran
gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah pneumonia, aspirasi, dan
inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam terapi oksigen tinggi, juga
dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui pembentukan radikal-radikal
bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin
menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka reaksi
peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan ruang
interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam setelah awitan
ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah pengendapan fibrin
putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi pertukaran gas. Akhirnya
terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi, respirasi dan perfusi semuanya
terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar 50%. (Elisabeth J. Cowin, 2001,
hal. 420-421).
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya
ARDS adalah :
• Sistemik :
2
o Gangguan hematology ( DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal )
o Eklampsia
o Luka bakar
• Pulmonal :
• Non-Pulmonal :
o Cedera kepala
o Peningkatan TIK
o Pascakardioversi
o Pankreatitis
o Uremia
ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada
paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan
pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda
yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi
oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing.
3
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala
pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas
darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO 2
sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya
memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru atau batas-
batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum tentu kelainan
pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang
terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang
sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya pintas
paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi.
Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini,
bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan
bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang kateter
Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan
terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung.
Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi hingga
pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat pada pasien, misalnya
dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya patut dijadikan diagnosis
diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.
Mula – mula terjadi kerusakan pada membrane kapiler alveoli menyebabkan terjadi
peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli mengakibatkan terjadi
edema alveoli dan interstitial. Cairan yang berkumpul di interstitium sehingga alveoli mulai
terisi cairan menyebabkan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan volume paru,
paru-paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance ) menurun, fungsional residual
capacity juga menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala penting ards, penyebabnya
adalah ketidakseimbangan ventilasi – perfusi, hubungan arterio – venous ( aliran darah
mengalir kealveoli yang kolaps ) dan kelainan difusi alveoli – kapiler sebab penebalan
4
dinding alveoli – kapiler.
Perubahan
status kesehatan
Koping individu
tak efektif
5
Kurang info
tentang penyakit
Stress psikologis
Ansietas
V. MANIFESTASI KLINIK
• Hipoksemia ( pe ↓ PaO2 )
• Hipokapnia ( pe ↓ PCO2 ) pada tahap awal karena hiperventilasi
• Hiperkapnia ( pe ↑ PCO2 ) menunjukkan gagal ventilasi
• Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap dini
• Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
6
• Pemeriksaan Rontgent Dada :
7
dan hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic sebab hipoksia serta asidosis
respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.
IX. KOMPLIKASI
Menurut Hudak & Gallo ( 1997 ), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS
adalah :
1. PENGKAJIAN
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru relatif
masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 – 10 hari setelah
terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai tahapan kegagalan
pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung daripada pada tahapan
mana diagnosis dibuat.
Pengumpulan Data
A. Biodata
8
• Identitas klien
• RSMRS
- Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit
yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
P : nyeri
Q : Terus menerus
R : seluruh persendian,dada, dan perut
S : 4(0-5)
T : saat beraktifitas
• Riwayat kesehatan dahulu
C. Pengkajian primer
Airway
a. Pengkajian Primer
1) Airway
9
• Jalan napas tidak normal
• Terdengar adanya bunyi napas ronchi
• Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
• Peningkatan frekunsi napas
• Napas dangkal dan cepat
• Kelemahan otot pernapasan
• Kesulitan bernapas : sianosis
3) Circulation
• Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
• Sakit kepala
• Pingsan
• berkeringat banyak
• Reaksi emosi yang kuat
• Pusing, mata berkunang – kunang
4) Disability
• Dapat terjadi penurunan kesadaran
Triase : merah
D. Pengkajian Sekunder
Aktivitas / istrahat
Gejala : - Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
Tanda : - Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
Sirkulasi
Tanda : - Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
Integritas ego
10
Gejala : - Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
Tanda : - Cemas
- Ketakutan akan kematian
Makanan dan cairan
Gejala : - Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
Tanda : - Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
Pernapasan
Gejala : - Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Tanda : - Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas
bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis
a. Pengelompokan data
Data subyektif
- Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
- Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
- Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Data obyektif
- Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
11
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara
palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis
- Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
- Cemas
- Ketakutan akan kematian
- Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate : takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa : mungkin pucat, dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
- Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
- Klien nampak mudah lelah bila beraktivitas
b. Analisa Data
12
merasakan sesak asleolar
Do : ↓
- Peningkatan kerja napas Kerusakan membrane kapiler
(penggunaan otot alveoli
pernapasan) ↓
- Napas cepat Kerusakan epithelium alveolar
- Penurunan dan tidak ↓
seimbangnya ekpansi dada Kebocoran cairan dalam alveoli
- Kulit dan membran mukosa : ↓
mungkin pucat, dingin. Edema alveolar
- Cyanosis biasa terjadi ↓
(stadium lanjut) Wolume dan compliance paru
menurun
↓
Ketidak seimbangan ventilasi
perfusi hubungan arterio – venus
dan kelainan difusi alveoli –
kapiler
↓
Kerusakan pertukaran gas
Ds : Trauma pada paru Intoleransi
- Klien mengeluh mudah lelah ↓ aktivitas
- Klien mengatakan kurang Kerusakan membrane kapiler
mampu melakukan aktivitas alveoli
Do : ↓
- Kelemahan otot Edema alveolar dan interstitial
- Klien nampak mudah lelah ↓
bila beraktivitas Sesak
↓
Kelemahan otot
↓
Mudah lelah
↓
Intoleransi aktivitas
Ds : Trauma pada paru Gangguan
- Klien mengatakan nafsu ↓ pemenuhan
untuk makan kurang Kerusakan membrane kapiler nutrisi
alveoli
Do : ↓
- Perubahan berat badan Edema alveolar dan interstitial
- Porsi makan tidak ↓
dihabiskan Sesak
↓
Menurunan nafsu makan
↓
Intake nutrisi kurang
↓
Penurunan berat badan
↓
Nutrisi kurang dari kebutuhan
13
tubuh
c. Prioritas masalah
1) Tidak efektifnya jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas.
3) Gangguan pemenuhan nutrisi
4) Intoleransi aktivitas
5) Ansietas
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan
cairan di permukaan alveoli
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
5. Cemas/takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan
3. INTERVENSI KEPERAWATAN
14
keperawatan pola nafasnya /abdominal/leher
selama 2x 24 jam, dapat meningkatkan
diharapkan jalan usaha dalam
nafas menjadi bernafas
efektif, dengan 2. Observasi dari 2. Pengembangan
criteria hasil : penurunan dada dapat menjadi
- Px dapat pengembangan batas dari
mempertahan - dada dan akumulasi cairan
kan jalan nafas peningkatan dan adanya cairan
dengan bunyi fremitus dapat meningkatkan
napas yang jernih fremitus
dan ronchi (-) 3.Catat 3. Suara nafas
- Px bebas dari karakteristik dari terjadi karena
dispnea suara nafas adanya aliran udara
- Px dapat melewati batang
mengeluarkan tracheo branchial
secret tanpa dan juga karena
kesulitan adanya cairan,
- Px dapat mukus atau
memperlihatkan sumbatan lain dari
tingkah laku saluran nafas
mempertahanka 4. Catat 4. Karakteristik
jalan nafas karakteristik dari batuk dapat
- RR = 20 x/menit ; batuk merubah
HR = 75 – 100 ketergantungan
x/menit pada penyebab dan
etiologi dari jalan
nafas. Adanya
sputum dapat dalam
jumlah yang
banyak, tebal dan
purulent
5. Pemeliharaan
5. Pertahankan jalan nafas bagian
15
posisi tubuh/posisi nafas dengan paten
kepala dan gunakan
jalan nafas
tambahan bila perlu 6. Penimbunan
6. Kaji kemampuan sekret mengganggu
batuk, latihan nafas ventilasi dan
dalam, perubahan predisposisi
posisi dan lakukan perkembangan
suction bila ada atelektasis dan
indikasi infeksi paru
17
sebelum cyanosis
muncul. Tanda
cyanosis dapat
dinilai pada mulut,
bibir yang indikasi
adanya hipoksemia
sistemik, cyanosis
perifer seperti pada
kuku dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.
4. Observasi adanya 4. Hipoksemia
somnolen, dapat menyebabkan
confusion, apatis, iritabilitas dari
dan miokardium
ketidakmampuan
beristirahat
5. Berikan istirahat 5. Menyimpan
yang cukup dan tenaga pasien,
nyaman mengurangi
penggunaan
oksigen
Kolaborasi:
6. Berikan 6. Memaksimalkan
humidifier oksige pertukaran oksigen
dengan masker secara terus
CPAP jika ada menerus dengan
indikasi tekanan yang sesuai
7. Berikan 7. Peningkatan
pencegahan IPBB ekspansi paru
meningkatkan
oksigenasi
8. Review X-Ray 8.Memperlihatkan
dada kongesti paru yang
18
progresif
9. Berikan obat- 9.Untuk mencegah
obat jika ada ARDS
indikasi seperti
steroids, antibiotic,
bronchodilator dan
ekspektorant
19
pernapasan sesuai memperbaiki fungsi otot
pernpaasan, karbohidrat
indikasi
mungkin menurun dan
lemak kadang meningkat
sebelum penyapihan
upaya untuk mencegah
produksi CO2 berlebihan
dan menurunkan kemudi
pernapasan
6. Awasi
6. Memberikan
pemeriksaan
informasi tentang
laboratorium sesuai dukungan nutrisi adekuat
/ perlu perubahan
indikasi, contoh
serum,
transferrin,glukosa
20
-Kelemahan berat yang tepat
tak tampak 3. Jelaskan 3. Tirah baring
pentingnya istrahat dipertahankan selama
dalam rencana fase akut untuk
pengobatan dan menurunkan kebutuhan
perlunya metabolic, menghemat
keseimbangan energy untuk
aktivitas dan penyembuhan.
istirahtat Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan
respons individual
pasien terhadap aktivitas
dan perbaikan kegagalan
pernapasan
4. Bantu pasien 4. Pasien mungkin
memilih posisi nyaman dengan kepala
nyaman untuk tinggi, tidur di kursi atau
istrahat dan tidur menunduk kedepan meja
atau bantal
5.Bantu aktivitas 5. Meminimalkan
perawatan diri yang kelelahan dan membantu
diperlukan keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
5 Setelah diberikan 1.Observasi 1.Hipoksemia dapat
tindakan peningkatan menyebabkan
keperawatan pernafasan, agitasi, kecemasan
selama 1x 24 jam, kegelisahan dan
diharapkan kestabilan emosi.
ansietas/ketakutan 2. Pertahankan 2. Cemas berkurang oleh
(spefisikkan) px lingkungan yang meningkatkan relaksasi
dapat berkurang, tenang dengan dan pengawetan energi
dengan criteria meminimalkan yang digunakan.
hasil : stimulasi.
-Pasien dapat Usahakan
21
mengungkapkan perawatan dan
perasaan prosedur tidak
cemasnya secara menggaggu waktu
verbal istirahat
-Ketakutannya,dan 3. Bantu dengan 3.Memberi kesempatan
rasa cemasnya
teknik relaksasi, untuk pasien untuk
mulai berkurang
meditasi. mengendalikan
kecemasannya dan
merasakan sendiri dari
pengontrolannya.
Kolaborasi:
9. Memberikan 9. Mungkin dibutuhkan
sedative sesuai untuk menolong dalam
indikasi dan mengontrol kecemasan
monitor efek yang dan meningkatkan
merugikan istirahat. Bagaimanapun
juga efek samping
seperti depresi
pernafasan mungkin
batas atau kontraindikasi
penggunaan.
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, H. dan A. Mukty. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru . Surabaya: Airlangga
University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 1990. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd ed.
Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta : EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn. E. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
& Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi : 3. Jakarta : EGC.
23
Mansjoer, Arif.2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Mediaesculapius
Price, Sylvia. A. 2004. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. L. 2004. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
Patofisiologi ,Edisi 6 .Penerbit Sylvia A,Price Dan Lorraine M,Wilson
24