Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN


ADULT RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME (ARDS)

A. DEFINISI
ARDS adalah suatu penyakit yang ditandai oleh kerusakan luas alveolus dan / atau
membran kapiler paru. ARDS selalu terjadi setelah suatu gangguan besar pada system
paru, kardiovaskular, atau tubuh secara luas (Corwin,2006).
ARDS adalah kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas
berat, biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada
berbagai penyebab pulmonal atau nonpulmonal.
ARDS adalah sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera (Smeltzer,2010).
ARDS merupakan suatu bentuk gagal nafas akut yang berkembang progresif pada
penderita kritis dan cedera tanpa penyakit paru sebelumnya, ditandai dengan adanya
inflamasi parenkim paru dan peningkatan permeabilitas unit alveoli kapiler yang
mengakibatkan hiperventilasi, hipoksemia berat dan infiltrate luas.
ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun
1967.Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya dan laju
mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat bervariasi. Tingkat mortilitasnya 50 %.
Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS terbesar sekitar 50%, trauma 15 %,
cardiopulmonary baypass 15 %, viral pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.

B. ETIOLOGI
ARDS dapat terjadi akibat cedera langsung kapiler paru atau alveolus. Namun, karena
kapiler dan alveolus berhubungan sangat erat, maka destruksi yang luas pada salah
satunya biasanya menyebabkan estraksi yang lain. Hal ini terjadi akibat pengeluaran
enzim-enzim litik oleh sel-sel yang mati, serta reaksi peradangan yang terjadi setelah
cedera dan kematian sel. Contoh-contoh kondisi yang mempengaruhi kapiler dan alveolus
disajikan di bawah ini.
Destruksi kapiler, apabila kerusakan berawal di membran kapiler, maka akan terjadi
pergerakan plasma dan sel darah merah ke ruang interstisium. Hal ini meningkatkan jarak
yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbon dioksida untuk berdifusi, sehingga
kecepatan pertukaran gas menurun. Cairan yang menumpuk di ruang interstisium
bergerak ke dalam alveolus, mengencerkan surfaktan dan meningkatkan tegangan
permukaan. Gaya yang diperlukan untuk mengembangkan alveolus menjadi sangat
meningkat. Peningkatan tegangan permukaan ditambah oleh edema dan pembengkakan
ruang interstisium dapat menyebabkan atelektasis kompresi yang luas.
Destruksi Alveolus apabila alveolus adalah tempat awal terjadinya kerusakan, maka
luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran gas berkurang sehingga kecepatan
pertukaran gas juga menurun. Penyebab kerusakan alveolus antara lain adalah
pneumonia, aspirasi, dan inhalasi asap. Toksisitas oksigen, yang timbul setelah 24-36 jam
terapi oksigen tinggi, juga dapat menjadi penyebab kerusakan membran alveolus melalui
pembentukan radikal-radikal bebas oksigen.
Tanpa oksigen, jaringan vaskular dan paru mengalami hipoksia sehingga semakin
menyebabkan cedera dan kematian sel. Apabila alveolus dan kapiler telah rusak, maka
reaksi peradangan akan terpacu yang menyebabkan terjadinya edema dan pembengkakan
ruang interstitium serta kerusakan kapiler dan alveolus di sekitarnya. Dalam 24 jam
setelah awitan ARDS, terbentuk membran hialin di dalam alveolus. Membran ini adalah
pengendapan fibrin putih yang bertambah secara progesif dan semakin mengurangi
pertukaran gas. Akhirnya terjadi fibrosis menyebabkan alveolus lenyap. Ventilasi,
respirasi dan perfusi semuanya terganggu. Angka kematian akibat ARDS adalah sekitar
50%. (Elisabeth J. Cowin, 2006, hal. 420-421).
Menurut Hudak & Gallo (2007), gangguan yang dapat mencetuskan terjadinya ARDS
adalah:
Sistemik:
o Syok karena beberapa penyebab
o Sepsis gram negative
o Hipotermia
o Hipertermia
o Takar lajak obat (Narkotik, Salisilat, Trisiklik, Paraquat, Metadone, Bleomisin)
o Gangguan hematology (DIC, Transfusi massif, Bypass kardiopulmonal)
o Eklampsia
o Luka bakar
Pulmonal:
o Pneumonia (Viral, bakteri, jamur, penumosistik karinii)
o Trauma (emboli lemak, kontusio paru)
o Aspirasi (cairan gaster, tenggelam, cairan hidrokarbon)
o Pneumositis
Non-Pulmonal:
o Cedera kepala
o Peningkatan TIK
o Pascakardioversi
o Pankreatitis
o Uremia

C. TANDA DAN GEJALA


ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah kerusakan awal pada
paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea, kemudian biasanya diikuti dengan
pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis terjadi secara sentral dan perifer, bahkan
tanda yang khas pada ARDS ialah tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah
diberi oksigen. Sedangkan pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang
wheezing.
Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea, sebagai gejala
pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan dengan pemeriksaan analisa gas
darah serta foto toraks. Analisa ini pada awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik
(PaO2 sangat rendah, PaCO2 normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks
biasanya memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema paru
atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal. Bagaimanapun, belum
tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan perjalanan penyakit sebab perubahan
anatomis yang terlihat pada gambaran sinar X terjadi melalui proses panjang di balik
perubahan fungsi yang sudah lebih dahulu terjadi.
PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun konsentrasi
oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini merupakan indikasi adanya
pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan konsolidasi unit paru yang tidak terjadi
ventilasi. Keadaan inilah yang menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di
sana-sini, bentuk yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.
Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya ditegakkan dengan
bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya gagal jantung dapat dipasang
kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat bahwa pulmonary arterial wedge pressure
(PAWP) akan terukur rendah (<18 mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg)
pada gagal jantung. Jika terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti
dieksplorasi hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat
pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi paru lainnya
patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-pasien imunokompromais.

D. PATHOFISIOLOGI dan PATHWAY


Mula – mula terjadi kerusakan pada membrane kapiler alveoli menyebabkan terjadi
peningkatan permeabilitas endotel kapiler paru dan epitel alveoli mengakibatkan terjadi
edema alveoli dan interstitial. Cairan yang berkumpul di interstitium sehingga alveoli
mulai terisi cairan menyebabkan atelektasis kongesti yang luas. Terjadi pengurangan
volume paru, paru-paru menjadi kaku dan keluwesan paru (compliance) menurun,
fungsional residual capacity juga menurun. Hipoksemia yang berat merupakan gejala
penting ards, penyebabnya adalah ketidakseimbangan ventilasi – perfusi, hubungan
arterio – venous (aliran darah mengalir kealveoli yang kolaps) dan kelainan difusi alveoli
– kapiler sebab penebalan dinding alveoli – kapiler.
Trauma langsung / trauma tidak
langsung pada paru

Toksik terhadap epithelium


Mengganggu mekanisme alveolar
pertahanan saluran napas

Kehilangan fungsi selia Kerusakan membrane kapiler


jalan napas alveoli

Kerusakan epithelium Gangguan


Tidak efektifnya jalan alveolar endothelium kapiler
napas

Kebocoran cairan ke Kebocoran cairan


dalam alveoli kearah interstitial

Sesak napas Edema alveolar Atelektaksis Edema Interstitial

Kelemahan otot Penurunan Volume dan compliance


nafsu makan paru menurun

Mudah lelah Intake nutrisi Ketidakseimbangan ventilasi perfusi


tak adekuat hubungan arterio –venus dan
kelainan difusi alveoli - kapiler
Intoleransi Penurunan berat
aktivitas badan Kerusakan
pertukaran gas
Gangguan
pemenuhan nutrisi

Perubahan
status kesehatan

Koping individu
tak efektif

Kurang info
tentang penyakit

Stress psikologis
Ansietas

E. Manifestasi Klinik
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah:
 Penurunan kesadaran mental
 Takikardi, takipnea
 Dispnea dengan kesulitan bernafas
 Terdapat retraksi interkosta
 Sianosis
 Hipoksemia
 Auskultasi paru: ronkhi basah, krekels, stridor, wheezing
 Auskultasi jantung: BJ normal tanpa murmur atau gallop

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan hasil Analisa Gas Darah:
 Hipoksemia (pe ↓ PaO2)
 Hipokapnia (pe ↓ PCO2) pada tahap awal karena hiperventilasi
 Hiperkapnia (pe ↑ PCO2) menunjukkan gagal ventilasi
 Alkalosis respiratori (pH > 7,45) pada tahap dini
 Asidosis respiratori / metabolik terjadi pada tahap lanjut
Pemeriksaan Rontgent Dada:
 Tahap awal; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
 Tahap lanjut; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
Tes Fungsi paru:
 Pe ↓ komplain paru dan volume paru
 Pirau kanan-kiri meningkat

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Untuk menegakkan diagnosa ARDS sangat tergantung dari pengambilan anamnesa
klinis yang tepat. Pemeriksaan laboraturium yang paling awal adalah hipoksemia,
sehingga penting untuk melakukan pemeriksaan gas-gas darah arteri pada situasi klinis
yang tepat, kemudian hiperkapnea dengan asidosis respiratorik pada tahap akhir. Pada
permulaan, foto dada menunjukkan kelainan minimal dan kadang-kadang terdapat
gambaran edema interstisial. Pemberian oksigen pada tahap awal umumnya dapat
menaikkan tekanan PO2 arteri ke arah yang masih dapat ditolelir. Pada tahap berikutnya
sesak nafas bertambah, sianosis penderita menjadi lebih berat ronki mungkin terdengar di
seluruh paru-paru. Pada saat ini foto dada menunjukkan infiltrate alveolar bilateral dan
tersebar luas. Pada saat terminal sesak nafas menjadi lebih hebat dan volume tidal sangat
menurun, kenaikan PCO2 dan hipoksemia bertambah berat, terdapat asidosis metabolic
sebab hipoksia serta asidosis respiratorik dan tekanan darah sulit dipertahankan.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
 Pasang jalan nafas yang adekuat * Pencegahan infeksi
 Ventilasi Mekanik * Dukungan nutrisi
 TEAP * Monitor system terhadap respon
 Pemantauan oksigenasi arteri * Perawatan kondisi dasar
 Cairan
 Farmakologi (O2, Diuretik, A.B)

I. KOMPLIKASI
Menurut Hudak & Gallo (2007), komplikasi yang dapat terjadi pada ARDS adalah:
 Abnormalitas obstruktif terbatas (keterbatasan aliran udara)
 Defek difusi sedang
 Hipoksemia selama latihan
 Toksisitas oksigen
 Sepsis

J. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
Keadaan-keadaan berikut biasanya terjadi saat periode latent saat fungsi paru
relatif masih terlihat normal (misalnya 12 – 24 jam setelah trauma/shock atau 5 – 10
hari setelah terjadinya sepsis) tapi secara berangsur-angsur memburuk sampai tahapan
kegagalan pernafasan. Gejala fisik yang ditemukan amat bervariasi, tergantung
daripada pada tahapan mana diagnosis dibuat.
Pengumpulan Data
A. Biodata
 Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, status, suku/bangsa, diagnosa,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, no. medical record, dan alamat.
 Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, alamat, dan hubungan
dengan klien.
B. Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
RSMRS
- Kaji apakah klien sebelum masuk rumah sakit memiliki riwayat penyakit
yang sama ketika klien masuk rumah sakit.
Keluhan utama: Nyeri
Riwayat keluhan utama
P : nyeri
Q : Terus menerus
R : seluruh persendian, dada, dan perut
S : 4(0-5)
T : saat beraktifitas
 Riwayat kesehatan dahulu
- Kaji apakah klien pernah menderita riwayat penyakit yang sama
sebelumnya.
- Riwayat pemakaian obat-obatan
C. Pengkajian primer
Airway
a. Pengkajian Primer
1) Airway
 Jalan napas tidak normal
 Terdengar adanya bunyi napas ronchi
 Tidak ada jejas badan daerah dada
2) Breathing
 Peningkatan frekunsi napas
 Napas dangkal dan cepat
 Kelemahan otot pernapasan
 Kesulitan bernapas: sianosis
3) Circulation
 Penurunan curah jantung: gelisah, letargi, takikardia
 Sakit kepala
 Pingsan
 berkeringat banyak
 Reaksi emosi yang kuat
 Pusing, mata berkunang – kunang
4) Disability
 Dapat terjadi penurunan kesadaran
Triase: merah

D. Pengkajian Sekunder
 Aktivitas / istrahat
Gejala : - Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
Tanda : - Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
 Sirkulasi
Tanda : - Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya
hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate: takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa: mungkin pucat, dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
 Integritas ego
Gejala : - Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
Tanda : - Cemas
- Ketakutan akan kematian

 Makanan dan cairan


Gejala : - Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
Tanda : - Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
 Pernapasan
Gejala : - Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Tanda : - Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas
bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada: Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis

a. Pengelompokan data
Data subyektif
- Klien mengeluh mudah lelah
- Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivitas
- Klien mengatakan ingin cepat sembuh dari penyakit
- Klien mengatakan takut akan kondisi penyakitnya
- Klien mengatakan nafsu untuk makan kurang
- Klien mengatakan kesulitan untuk bernapas
- Klien mengatakan merasakan sesak
Data obyektif
- Peningkatan kerja napas (penggunaan otot pernapasan)
- Bunyi napas mungkin crakles, ronchi, dan suara nafas bronchial
- Napas cepat
- Perkusi dada: Dull diatas area konsolidasi
- Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada
- Peningkatan fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara
palpasi.
- Sputum encer, berbusa
- Pallor atau cyanosis
- Perubahan berat badan
- Porsi makan tidak dihabiskan
- Cemas
- Ketakutan akan kematian
- Tekanan darah bisa normal atau meningkat (terjadinya hipoksemia)
- Hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock).
- Heart rate: takikardi biasa terjadi
- Kulit dan membran mukosa: mungkin pucat, dingin.
- Cyanosis biasa terjadi (stadium lanjut)
- Klien nampak gelisah
- Kelemahan otot
- Klien nampak mudah lelah bila beraktivitas

b. Analisa Data
Data Penyebab Masalah
Ds : Trauma langsung / tak Tidak efektifnya
- Klien mengatakan kesulitan untuk langsung pada paru jalan napas
bernapas ↓
- Klien mengatakan merasakan Mengganggu mekanisme
sesak pertahanan saluran napas
Do : ↓
- Bunyi napas mungkin crakles, Kehilangan fungsi silia
ronchi, dan suara nafas bronchial jalan napas
- Perkusi dada: Dull diatas area ↓
konsolidasi Tidak efektifnya jalan
- Peningkatan fremitus (tremor napas
vibrator pada dada yang
ditemukan dengan cara palpasi.
- Sputum encer, berbusa
Ds : Trauma langsung / tak Gangguan
- Klien mengatakan kesulitan untuk langsung pada paru pertukaran gas
bernapas ↓
- Klien mengatakan merasakan Toksik terhadap
sesak epithelium asleolar
Do : ↓
- Peningkatan kerja napas Kerusakan membrane
(penggunaan otot pernapasan) kapiler alveoli
- Napas cepat ↓
- Penurunan dan tidak Kerusakan epithelium
seimbangnya ekpansi dada alveolar
- Kulit dan membran mukosa: ↓
mungkin pucat, dingin. Kebocoran cairan dalam
- Cyanosis biasa terjadi (stadium alveoli
lanjut) ↓
Edema alveolar

Wolume dan compliance
paru menurun

Ketidak seimbangan
ventilasi perfusi hubungan
arterio – venus dan
kelainan difusi alveoli –
kapiler

Kerusakan pertukaran gas
Ds : Trauma pada paru Intoleransi
- Klien mengeluh mudah lelah ↓ aktivitas
- Klien mengatakan kurang mampu Kerusakan membrane
melakukan aktivitas kapiler alveoli
Do : ↓
- Kelemahan otot Edema alveolar dan
- Klien nampak mudah lelah bila interstitial
beraktivitas ↓
Sesak

Kelemahan otot

Mudah lelah

Intoleransi aktivitas
Ds : Trauma pada paru Gangguan
- Klien mengatakan nafsu untuk ↓ pemenuhan nutrisi
makan kurang Kerusakan membrane
kapiler alveoli
Do : ↓
- Perubahan berat badan Edema alveolar dan
- Porsi makan tidak dihabiskan interstitial

Sesak

Menurunan nafsu makan

Intake nutrisi kurang

Penurunan berat badan

Nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Ds : Gangguan pernapasan Ansietas


- Klien mengatakan ingin cepat ↓
sembuh dari penyakit Perubahan status
- Klien mengatakan takut akan kesehatan
kondisi penyakitnya ↓
Koping individu tak
Do : efektif
- Cemas ↓
- Ketakutan akan kematian Kurang informasi tentang
penyakitnya

Stress psikologis

Ansietas

c. Prioritas masalah
1) Tidak efektifnya jalan nafas
2) Gangguan pertukaran gas.
3) Gangguan pemenuhan nutrisi
4) Intoleransi aktivitas
5) Ansietas

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan alveolar hipoventilasi, penumpukan
cairan di permukaan alveoli
3. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi tidak adekuat
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot
5. Cemas/takut berhubungan dengan perubahan status kesehatan

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/ No. Rencana Perawatan Ttd
Tujuan dan Intervensi Rasional
Tgl Dx
Kriteria Hasil
1 Setelah diberikan 1. Catat perubahan 1. Penggunaan otot-otot
tindakan dalam bernafas dan interkostal /abdominal/leher
keperawatan pola nafasnya dapat meningkatkan usaha
selama ..x… dalam bernafas
jam, 2. Observasi dari 2. Pengembangan dada dapat
diharapkan penurunan menjadi batas dari akumulasi
jalan nafas pengembangan cairan dan adanya cairan
menjadi dada dan dapat meningkatkan fremitus
efektif, dengan peningkatan
criteria hasil : fremitus
-    Px dapat
mempertahan- 3.Catat 3. Suara nafas terjadi karena
kan jalan nafas karakteristik dari adanya aliran udara melewati
dengan bunyi suara nafas batang tracheo branchial dan
napas yang juga karena adanya cairan,
jernih dan mukus atau sumbatan lain
ronchi (-) dari saluran nafas
-  Px bebas dari 4. Catat 4. Karakteristik batuk dapat
dispnea karakteristik dari merubah ketergantungan
-  Px dapat batuk pada penyebab dan etiologi
mengeluarkan dari jalan nafas. Adanya
secret tanpa sputum dapat dalam jumlah
kesulitan yang banyak, tebal dan
-   Px dapat purulent
memperlihatka 5. Pertahankan 5. Pemeliharaan jalan nafas
n tingkah laku posisi tubuh/posisi bagian nafas dengan paten
mempertahank kepala dan gunakan
a jalan nafas jalan nafas
-   RR = 20 tambahan bila perlu
x/menit ; HR = 6. Kaji kemampuan 6. Penimbunan sekret
75 – 100 batuk, latihan nafas mengganggu ventilasi dan
x/menit dalam, perubahan predisposisi perkembangan
posisi dan lakukan atelektasis dan infeksi paru
suction bila ada
indikasi
7. Peningkatan oral 7. Peningkatan cairan per
intake jika oral dapat mengencerkan
memungkinkan sputum

Kolaborasi:
8. Berikan oksigen, 8. Mengeluarkan sekret dan
cairan IV; meningkatkan transport
tempatkan di kamar oksigen
humidifier sesuai
indikasi
9. Berikan 9. Meningkatkan drainase
fisiotherapi dada sekret paru, peningkatan
misalnya: postural efisiensi penggunaan otot-oto
drainase, perkusi pernafasan
dada/vibrasi jika
ada indikasi
10. Berikan therapi 10. Dapat berfungsi sebagai
aerosol, ultrasonik bronchodilatasi dan
nabulasasi mengeluarkan secret
11. Berikan 11. Diberikan untuk
bronchodilator mengurangi bronchospasme,
misalnya: menurunkan viskositas secret
aminofilin, albuteal dan meningkatkan ventilasi
dan mukolitik

2 Setelah diberikan 1. Kaji status 1. Takipneu adalah


tindakan pernafasan, mekanisme
keperawatan catat kompensasi untuk
selama 2x 24 jam, peningkatan hipoksemia dan
diharapkan respirasi atau peningkatan usaha
gangguan perubahan pola nafas
pertukaran gas nafas
tidak terjadi, 2. Catat ada 2. Suara nafas
dengan criteria tidaknya suara mungkin tidak
hasil : nafas dan sama atau tidak ada
- Pasien dapat adanya bunyi ditemukan. Crakles
memperlihatkan nafas tambahan terjadi karena
ventilasi dan seperti crakles, peningkatan cairan
oksigenasi yang dan wheezing di permukaan
adekuat jaringan yang
-     Bebas dari disebabkan oleh
gejala distress peningkatan
pernafasan permeabilitas
-     RR = 20 membran alveoli –
x/menit ; HR = kapiler. Wheezing
75 – 100 terjadi karena
x/menit bronchokontriksi
atau adanya mukus
pada jalan nafas
3. Kaji adanya 3. Selalu berarti
cyanosis bila diberikan
oksigen (desaturasi
5 gr dari Hb)
sebelum cyanosis
muncul. Tanda
cyanosis dapat
dinilai pada mulut,
bibir yang indikasi
adanya hipoksemia
sistemik, cyanosis
perifer seperti pada
kuku dan
ekstremitas adalah
vasokontriksi.
4. Observasi adanya 4. Hipoksemia
somnolen, dapat menyebabkan
confusion, apatis, iritabilitas dari
dan miokardium
ketidakmampuan
beristirahat
5. Berikan istirahat 5. Menyimpan
yang cukup dan tenaga pasien,
nyaman mengurangi
penggunaan
oksigen
Kolaborasi:
6. Berikan 6. Memaksimalkan
humidifier oksige pertukaran oksigen
dengan masker secara terus
CPAP jika ada menerus dengan
indikasi tekanan yang sesuai
7. Berikan 7. Peningkatan
pencegahan IPBB ekspansi paru
meningkatkan
oksigenasi
8. Review X-Ray 8.Memperlihatkan
dada kongesti paru yang
progresif
9. Berikan obat- 9.Untuk mencegah
obat jika ada ARDS
indikasi seperti
steroids, antibiotic,
bronchodilator dan
ekspektorant

3 Setelah diberikan 1.Evaluasi 1. Mengetahui nafsu


tindakan kemampuan makan makan klien
keperawatan
selama 2x 24 jam, 2.Observasi 2. Gejala ini indikasi
diharapkan penurunan otot penurunan energy otot
kebutuhan nutrisi umum,kehilangan dan dapat menurunkan
pasien terpenuhi , lemak subkutan fungsi otot pernapasan
dengan criteria 3. Kehilangan berat
hasil : 3.Timbang berat badan bermakna dan
-Dapat badan sesuai pada saat ini dan
meningkatkan indikasi masukan makanan buruk
nafsu makan klien memerikan petunjuk
- porsi makan tentang katabolisme,
dihabiskan simpanan glikogen otot
-Peningkatan berat dan sensitivitas
badan kemudian ventilator
4. Berikan makan 4. Mencegah kelelahan
lembut sering berlebihan,meningkatkan
dalam jumlah pemasukan dan
kecil/mudah penurunan resiko
dicerna bila mampu distress gaster
menelan
Kolaborasi:
5. Pastikan diet 5. Tinggi karbohidrat,
memenuhi protein dan kalori
kebutuhan diperlukan selama
pernapasan sesuai ventilasi untuk
indikasi memperbaiki fungsi otot
pernpaasan, karbohidrat
mungkin menurun dan
lemak kadang meningkat
sebelum penyapihan
upaya untuk mencegah
produksi CO2 berlebihan
dan menurunkan kemudi
pernapasan

6. Awasi 6. Memberikan
pemeriksaan informasi tentang
laboratorium sesuai dukungan nutrisi adekuat
indikasi, contoh / perlu perubahan
serum, transferrin,
glukosa

4 Setelah diberikan 1. Evaluasi respons 1. Menetapkan


tindakan pasien terhada kemampuan / kebutuhan
keperawatan aktivitas. Catat pasien dan memudahkan
selama 1x 24 jam, laporan dyspnea, pilihan intervensi
diharapkan pasien peningkatan
dapat kelemahan /
meningkatkan kelelahan dan
aktivitas, dengan perubahan tanda
kriteria hasil: vital selama dan
-Vital sign dalam setelah aktivitas
rentang normal 2. Berikan 2. Menurunkan stress
keika beraktivitas lingkungan tenang dan rangsangan
RR:16-24x/menit dan batasi berlebihan,
Nadi:60- pengunjung selama meningkatkan istirahat
100x/menit fase akut sesuai
Suhu: 36,50C – indikasi. Dorong
37,50C penggunaan
TD: 110/70 manajemen stress
-139/89 mmHg dan pengalihan
-Kelemahan berat yang tepat
tak tampak 3. Jelaskan 3. Tirah baring
pentingnya istrahat dipertahankan selama
dalam rencana fase akut untuk
pengobatan dan menurunkan kebutuhan
perlunya metabolic, menghemat
keseimbangan energy untuk
aktivitas dan penyembuhan.
istirahtat Pembatasan aktivitas
ditentukan dengan
respons individual
pasien terhadap aktivitas
dan perbaikan kegagalan
pernapasan
4. Bantu pasien 4. Pasien mungkin
memilih posisi nyaman dengan kepala
nyaman untuk tinggi, tidur di kursi atau
istrahat dan tidur menunduk kedepan meja
atau bantal
5.Bantu aktivitas 5. Meminimalkan
perawatan diri yang kelelahan dan membantu
diperlukan keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
5 Setelah diberikan 1.Observasi 1.Hipoksemia dapat
tindakan peningkatan menyebabkan
keperawatan pernafasan, agitasi, kecemasan
selama 1x 24 jam, kegelisahan dan
diharapkan kestabilan emosi.
ansietas/ketakutan 2. Pertahankan 2. Cemas berkurang oleh
(spefisikkan) px lingkungan yang meningkatkan relaksasi
dapat berkurang, tenang dengan dan pengawetan energi
dengan criteria meminimalkan yang digunakan.
hasil : stimulasi.
-Pasien dapat Usahakan
mengungkapkan perawatan dan
perasaan prosedur tidak
cemasnya secara menggaggu waktu
verbal istirahat
-Ketakutannya,dan 3. Bantu dengan 3.Memberi kesempatan
rasa cemasnya teknik relaksasi, untuk pasien untuk
mulai berkurang meditasi. mengendalikan
kecemasannya dan
merasakan sendiri dari
pengontrolannya.

4.Identifikasi 4. Menolong mengenali


persepsi pasien dari asal
pengobatan yang kecemasan/ketakutan
dilakukan yang dialami.
5. Dorong pasien 5. Langkah awal dalam
untuk mengendalikan
mengekspresikan perasaan-perasaan yang
kecemasannya teridentifikasi dan
terekspresi.

6. Membantu 6. Menerima stress yang


menerima situasi sedang dialami tanpa
dan hal tersebut denial, bahwa segalanya
harus akan menjadi lebih baik.
ditanggulanginya
7. Berikan 7. Menolong pasien
informasi tentang untuk menerima apa
keadaan yang yang sedang terjadi dan
sedang dialaminya dapat mengurangi
kecemasan/ketakutan
apa yang tidak
diketahuinya.
Penentraman hati yang
palsu tidak menolong
sebab tidak ada perawat
maupun pasien tahu hasil
akhir dari permasalahan
itu

8.Identifikasi 8. Kemampuan yang


tehnik pasien yang dimiliki pasien akan
digunakan meningkatkan sistem
sebelumnya untuk pengontrolan terhadap
menanggulangi kecemasannya
rasa cemas

Kolaborasi:
9. Memberikan 9. Mungkin dibutuhkan
sedative sesuai untuk menolong dalam
indikasi dan mengontrol kecemasan
monitor efek yang dan meningkatkan
merugikan istirahat. Bagaimanapun
juga efek samping
seperti depresi
pernafasan mungkin
batas atau kontraindikasi
penggunaan.

DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff, H. dan A. Mukty. 2005. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya:


Airlangga University Press.
Asher M.I. dan P.H. Beadry. 2010. Lung Abscess in Infections of Respiratory Tract. 3rd
ed. Kanada: Prentice Hall Inc.
Bunner, Suddath, dkk . 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 1. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Juall.2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisin 8. Jakarta:
EGC.
Corwin J. Elizabeth. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges, Marilyn. E. 2010, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan & Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi: 3. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif.2006. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta:
Mediaesculapius
Price, Sylvia. A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta:
EGC.
Wong, Donna. L. 2007. Pedoman Klinis Perawatan Pediatrik. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai