KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES MATARAM
PRODI D3 KEPERAWATAN BIMA
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan praktik klinik dengan judul: Asuhan Keperawatan Pada Pasien Diabetes
Melitus Di Ruangan Zall Bedah RSUD Bima
Disusun oleh
Telah disetujui dan disahkan sebagai syarat pelaksanaan praktik klinik Keperawatan Medikal Bedah I
Prodi D3 Keperawatan Bima.
Mengesahkan
Mengetahui
Ketua Program StudiKeperawatan
Abdul Haris,SST.M.Pd
NIP.196612081987031002
A.Konsep Dasar Penyakit
2. Etiologi
a.Penyebab Diabetes Melitus berdasarkan klasifikasi menurut WHO tahun 1995 adalah: DM Tipe I
(IDDM: DM tergantung insulin).
c.DM Malnutrisi
1)Fibro Calculous Pancreatic DM (FCPD)
2)Terjadi karena mengkonsumsi makanan rendah kalori dan rendah
protein sehingga klasifikasi pangkreas melalui proses mekanik
(Fibrosis) atau toksik (Cyanide) yang menyebabkan sel-sel beta menjadi rusak.
3)Protein Defisiensi Pancreatic Diabetes Melitus (PDPD) Karena kekurangan protein yang
kronik menyebabkan hipofungsi sel Beta pankreas.
3. Patofisiologi
a. Patofisiologi DM tipe 1
DM tipe-1 ini disebabkan oleh karena adanya proses autoimun / idiopatik yang menyebabkan
defisiensi insulin absolut. Ditandai dengan ketidakmampuan pankreas untuk mensekresikan
insulin dikarenakan kerusakan sel beta yang disebabkan oleh proses autoimun.
b. Patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel B pancreas
Pada DM terjadi gangguan pada reaksi RIS (Receptor Insulin Substrate) sehingga
menurunkan jumlah transporter glukosa terutama GLUT 4 yang mengakibatkan berkurangnya
distribusi glukosa kejaringan yang menyebabkan penumpukan glukosa darah yang pada akhirnya
akan menimbulkan hiperglikemia atau meningkatnya kadar gula darah dalam tubuh. Pelatihan fisik
mempotensiasi efek olahraga terhadap sensitivitas insulin melalui beberapa adaptasi dalam
transportasi glukosa dan metabolisme. Kegiatan senam diabetes sangat penting dalam
penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar gula darah dengan cara
merangsang stimulasi hormon insulin yang akan mengakibatkan peningkatan glukosa transporter
terutama GLUT 4 yang berakibat pada berkurangnya resistensi insulin dan peningkatan
pengambilan gula oleh otot serta memperbaiki pemakaian insulin yang berakibat menurunya kadar
gula darah post prandial dan gula darah puasa. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan
berolahraga (Borghouts,2000).
DM tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran
insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai
“resistensi insulin” (Cheng D, 2007). Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan
kurang nya aktivitas fisik serta penuaan. Pada penderita DM tipe 2 dapat juga terjadi produksi
glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B langerhans secara
autoimun seperti DM tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat
relatif dan tidak absolut.
Pada awal perkembangan DM tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi rtama,
artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan
baik, pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel
B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin, sehingga
akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen.
4. Manifestasi Klinis
Adanya penyakit diabetes mellitus ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dan
tidak disadari oleh penderita. Manifestasi klinis Diabetes Melitus dikaitkan dengan
konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang
ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) jika melewati ambang ginjal untuk
ekskresi glukosa yaitu ± 180 mg/dl serta timbulnyarasa haus (polidipsia). Rasa lapar yang
semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori (Price dan
Wilson, 2012).
Pasien dengan diabetes tipe I sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif
dengan polidipsia, pliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi
selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul
ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi
insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka
terhadap insulin.
Sebaliknya pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak
memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di
laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat pasien
tersebut mungkin menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak
mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya
relatif. Sejumlah insulin tetap disekresi dan masih cukup untuk mnenghambat ketoasidosis
(Price dan Wilson, 2012).
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien diabetes melitus yang
mengalami hipoglikemia antara lain (Black dan Hawks, 2021) :
a) Gula darah puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral)
dan nilai normalnya antara 70- 110 mg/dl. Biasanya pada penderita hipoglikemia akan terjadi
penurunan kadar glukosa darah <60mg/dL,
b) Pemeriksaan AGD
Bisanya masih dalam batas normal namun dapat terjadi asidosis respiratorik sedang.
c) HBA1c
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh kadar gula darah yang
sesungguhnya karena pasien tidak dapat mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c
menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4 - 6%.
Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut menderita DM dan beresiko
terjadinya komplikasi.
d) Pemeriksaan Elektrolit
Biasanya tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah terganggu
e) Pemeriksaan darah lengkap
Leukosit, terjadi peningkatan jika terdapat infeksi pada pasien
6. Penatalaksanaan Medis
Strategi penanganan pasien diabetes melitus dengan komplikasi akut hipoglikemia terdiri
atas 3 kelompok utama yaitu pencegahan hipoglikemia, pengunaan obat-obatan dengan dosis
rendah sampai optimal atau gunakan golongan obat yang mempunyai risiko hipoglikemia rendah
dan terapi hipoglikemia (Mansyur, 2018).
a) Pencegahan hipoglikemia
Edukasi untuk mencegahan atau menurunkan risiko terjadinya hipoglikemia maka sangat
penting dilakukan. Edukasi kepada pasien dan keluarganya dan juga pemantauan glukosa darah
secara mandiri (self monitoring blood glucose/ SMBG) merupakan strategi utama dalam upaya
pencegahan terhadap tejadinya hipoglikemia.
b) Pengunaan obat-obatan dengan dosis rendah sampai optimal atau gunakan golongan obat yang
mempunyai risiko hipoglikemia rendah
Terapi farmakologis pada penderita diabetes melitus ditujukan untuk mempertahankan
kontrol glikemik selama mungkin tanpa risiko hipoglikemia, oleh karena itu pemberian obat-
obatan sebaiknya dimulai dengan dosis rendah dan kemudian dilakukan titrasi secara bertahap
hingga mencapai dosis optimal.
c) Terapi hipoglikemia
Penanganan utama pasien hipoglikemia pada pasien diabetes adalah deteksi dini dan atasi
kadar glukosa darah yang rendah dengan mengembalikan kadar glukosa darah secepat mungkin
ke kadar yang normal sehingga gejala dan keluhan hipoglikemia juga akan segera menghilang.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Proses pengakajian keluarga dapat berasal dari berbagai sumber seperti
wawancara, observasi rumah keluarga dan fasilitasnya, pengalaman yang dilaporkan
anggota keluarga.
a. Data umum
Yang perlu dikaji pada data umum antara lain nama kepala keluarga dan
anggota keluarga, alamat, jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan. Pada
pengkajian pendidikan diketahui bahwa pendidikan berpengaruh pada
kemampuan dalam mengatur pola makan dan kemampuan pasien dalam
pengelolaan serta perawatan diabetes mellitus. Umur juga dikaji karena faktor
usia berpengaruh terhadap terjadinya diabates mellitus dan usia dewasa tua ( >40
tahun ) adalah resiko tinggi diabetes mellitus (Harmoko, 2012).
b. Genogram
Dengan adanya genogram dapat diketahui adanya faktor genetik atau faktor
keturunan untuk timbulnya diabetes mellitus pada pasien.
c. Tipe Keluarga
Menjelaskan mengenai tipe / jenis keluarga beserta kendala atau masalah-
masalah yang terjadi pada keluarga tersebut.Biasanya dapat terjadi pada bentuk
keluarga apapun
d. Suku
Mengkaji asal usul suku bangsa keluarga serta mengidentifikasi budaya suku
bangsa dan kebiasaan adat penderita tersebut terkait dengan penyakit diabetes
melitus.
e. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi terjadinya diabetes melitus.
f. Aktifitas Rekreasi Keluarga
Rekreasi keluarga dapat dilihat dari kapan saja keluarga pergi bersama-sama
untuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu, kegiatan menonton televisi serta
mendengarkan radio.
g. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
h. Struktur Keluarga
i. Fungsi Keluarga
1) Fungsi Afektif
Hal yang perlu dikaji yaitu gambaran diri anggota keluarga, perasaan
memiliki dan dimiliki dalam keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam
keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga lainnya dan
seberapa jauh keluarga saling asuh dan saling mendukung, hubungan baik
dengan orang lain, menunjukkan rasa empati, perhatian terhadap perasaan
(Friedman, 2010).
2) Fungsi Sosialisasi
j. Lingkungan
1) Karakteristik rumah
k. Fungsi reproduksi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah berapa
jumlah anak, apa rencana keluarga berkaitan dengan jumlah anggota keluarga,
metode yang digunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlah anggota
keluarga.
1) Kesehatan keluarga
Menjelaskan mengenai riwayat keluarga meliputi riwayat penyakit
keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian
keluarga terhadap pencegaha penyakit termasuk status imunisasi, sumber
pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga dan pengalaman
terhadap pelayanan kesehatan. pengala
2) Kebiasaan minum obat
Obat yang diminum saat ini sesuai dengan aturan minum, obat
darimana di dapatkan dari dokter, atau beli sendiri.
3) Kebiasaan memeriksakan diri
n. Pemeriksaan fisik
pemeriksaan fisik Diabetes Mellitus adalah sebagai berikut :
1) Status kesehatan umum
3) Sistem Integumen
5) Sistem Kardiovaskuler
8) Sistem Muskuluskletal
2. Diagnosa keperawatan
Suatu tujuan yang diharapkan dapat dicapai dalam jangka waktu lama,
biasanya lebih dari 1 minggu atau 1 bulan, kriteria hasil tersebut ditujukan pada
unsur “problem” masalah dalam diagnosa keperawatan
2) Jangka pendek
Suatu tujuan yang diharapkan bisa dicapai dalam waktu yang singkat, biasanya
kurang dari 1 minggu, kriteria hasil tersebut ditujukan pada unsur etiologi dan
symptom dalam diagnosa keperawatan aktual ataupun resiko.
e. Realistis, yaitu harus bisa dicapai sesuai dengan saran dan prasarana yang
tersedia, meliputi biaya, perlatan, fasilitas, tingkat pengetahuan, affek-
emosi dan kondisi fisik.
f. Ditentukan oleh perawat dan pasien/keluarga pasien, selama pengkajian
perawat mulai melibatkan pasien/keluarga pasien dalam intervensi.
Misalnya pada waktu wawancara, perawat mempelajari apa yang bisa
dikerjakan atau dilihat pasien sebagai masalah utama, sehingga muncul
diagnosa keperawatan. Kemudian perawat dan keluarga pasien
mendiskusikan kriteria hasil dan rencana tindakan untuk memvalidasi.
Menurut Doenges (2000) perencanaan keperawatan (intervensi) pada
pasien dengan DM, sebagai berikut :
a. Diagnosa : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif (diuresis ostomotic).
Tujuan : Setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam homeotosis dapat
dipertahankan.
Kriteria hasil :
1) Pantau tanda vital, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi,
kekuatan nadi perifer.
Rasional : Hipertensi postural merupakan bagian hivolemia akibat
kekurangan hormone aldosterone dan penurunan curah jantung
sebagai akibat dari penurunan kortisol. Nadi mungkin meemah
yang dengan mudah dapat hilang.
2) Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul atau pernapasan yang
berbau keton.
1) Dapatkan riwayat dari pasien atau orang terdekat yang berhubungan dengan
lama dan intensitas dari gejala yang muncul seperti contoh : muntah,
pengeluaran urine yang berlebihan.
Rasional : Membantu memperkirakan penurunan volume total cairan.
Intervensi :
Nursing treatment :
1) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan
makanan yang dapat dihabiskan pasien.
Rasional : Porsi yang sedikit tapi sering membantu menjaga pemasukan dan
rangsangan mual muntah.
Collaboration :
Kriteria hasil :
6) Berikan terapi
Intervensi :
1) Kaji pucat, sianosis, kulit dingin/ lembab. Catat kekuatan nadi perifer.
Tujuan : Setelah diberikan intervensi dalam waktu x24 jam diharapkan nyeri
pasien berkurang
Kriteria hasil :
Intervensi :
1) Pantau atau catat karakteristik nyeri, catat laporan verbal, petunjuk non
vernal, respon hemodinamik (meringis, menangis, gelisah, berkeringat,
mengcengkram dada, nafa cepat, TD/ frekuensi jantung berubah).
Rasional : Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri terjadi
sebagai temuan pengkajian. Riwayat verbal dan penyelidikan
lebih dalam terhadap factor pencetus harus ditunda sampai nyeri
hilang. Pernapasan mungkin meningkat sebagai akibat nyeri dan
berhubungan dengan cemas, sementara hilangnya stress
menimbulkan katolekamin akan meningkatkan kecepatan
jantung dan TD.
2) Pantau tanda-tanda vital sebelum dan sesudah obat narkotik.
3) Melaporkan penggunaan cara yang tepat dalam melindungi diri dari cidera.
Nursing treatment :
4. Implementasi Keperawatan
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan.
Pada tahap ini dapat diketahui keberhasilan yang dapat dicapai
tentang tujuan. Hasil yang diharapkan tindakan yang dilakukan
secara respon, secara singkat, penilaian dengan cara
membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati)
dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap
perencanaan. Tujuan evaluasi lain : mengakhiri rencana tindakan
keperawatan, memodifikasi rencana tindakan keperawatan,
meneruskan rencana tindakan keperawatan.
Proses evaluasi menurut Rohmah dan Walid (2014), proses
evaluasi, meliputi :
a. Mengatur pencapaian tujuan