TENTANG
NAMA ANGGOTA:
1. NIDA YULIANI
2. NUR ALKAIDA
3. NURBAYA
4. NURFADILAH
5. NURUL AHDIATUN
6. NURUL LISTAIMUL
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat allah swt yang telah melimpahkan hidayah, taufik, dan Inayah-
nya kepada kita semua. Sehingga kami bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan Ridho-
nya. Syukur alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan Rencana.
Makalah ini kami beri judul “konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit patologis dari sistem
perkemihan,pencernaan dan vaskuler” dengan tujuan untuk menambah Pengetahuan kita.
Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampun mata kuliah
keperawatan anak yang telah memberikan bimbingan kepada kami dalam pembuatan
makalah ini hingga selesai. Tidak lupa kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan didalamnya. Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua. Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
2.2 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Pencernaan : Diare…..
2.3 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Pencernaan : DHF…..
2.4 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Pencernaan : Nefrotik
Syndrome…………………………………………………….
BAB IV PENUTUP
3.1Kesimpulan……………………………………….............
3.2 Saran………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keseimbangan ini diurus oleh banyak mekanisme fisiologik yang terdapat dalam tubuh
sendiri. Perubahan sedikit pada keseimbangan cairan dan elektrolit tidak akan
memberikan dampak bagi tubuh. Akan tetapi, jika terjadi ketidakseimbangan antara
asupan dan haluaran, tentunya akan menimbulkan dampak bagi tubuh manusia. Kondisi
sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti dari air tubuh total dan elektolit kedalam
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu sama
lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh dengan lainnya. Pada bayi dan
anak sering terjadi gangguan keseimbangan tersebut yang biasanya disertai perubahan Ph
cairan tubuh. Hal itu dikarenakan anak mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
dehidrasi. Ada banyak alasan untuk hal ini, salah satunya dikarenakan anak-anak
mempunyai insiden yang cukup tinggi pada gangguan sistem pencernaan , perkemihan
dan vaskuler (Sodikin, 2011).
PEMBAHASAN
Distribusi cairan
c) Transpor Aktif
Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya aktif
dari tubuh seperti pompa jantung.
2.2 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Pencernaan : Diare
1. Definisi diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapatpula bercampur lendir dan darah lendir saja (ngastiyah, 2005: 223).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya perubahan bentuk
konsentrasi tinja yang melembek sampai cair dengan frekuensi lebih dari 5 kali. Diare
dapat merupakan penyakit yang sangat akut dan berbahaya karena sering
mengakibatkan kematian bila terlambat penangannya. (pudiastuti 2011)
2. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
A. Faktor infeksi
1. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
(a) infeksi bakteri: vibrio, e.coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia,
aeromonas dan sebagainya.
(b) infeksi virus: enteroovirus (virus echo. Coxsackie, poliomyelitis). Adenovirus,
rotavirus. Astrovirus dan lain-lain.
(c) infestasi parasite : cacing (ascaris, trichiuris, oxyuris, strongyloides). Protozoa:
(entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).
2. Infeksi parenteral
Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
otitis media akut (oma). Tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
B. Faktor malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktros.
2. malabsorbsi lemak
3. Malabsorbsi protein
Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
E. Faktor pendidikan
Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan sltp
ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral
dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan
sd ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan
orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.
F. Faktor pekerjaan
Ayah dan ibu yang bekerja pegawai negeri atau swasta rata-rata mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai
buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan
dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh
orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit
Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur
12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2.23 kali dibanding anak umur 25-59
bulan.
H. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui
makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
i. Faktor gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama
penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar
meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi danmalnutrisi. Faktor
gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,kurang = <90-70, buruk =
<70 dengan bb per tb.
J. Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-
faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal darikelua
rga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk,
tidakmempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
K. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama airminum yang
tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi
dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan padaora
ng lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulutdipakai
untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur.bakteri yang
terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri etamoeba
colli, salmonella, sigella dan virusnya yaitu enterovirus, rota virus, serta
parasiteyaitu cacing ( ascaris, trichuris), dan jamur (candida albikan ).
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut ngastiyah, 2005 adalah mula-mula pasien cengeng,
gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat
timbul sebelum dan sesudah diare, dan dapat disebabkan karena lambung turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Akan
terjadi dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata
dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering,
4. Patofisiologi
Diare disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa. Spesies tertentu bakteri menghasilkan
toksin yang mengganggu absorbsi usus dan dapat menimbulkan sekresi berlebihan air dan
elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare, karena terjadi peningkatan isis
rongga usus. Akibat terdapatnya zat-zat makanan yang tidak dapat diserap menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik di dalam usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin tanggal lahir,
umur tempat lahir, asal saku bangsa, nama orang tua pekerjaan orang tua, dan
penghasilan.
1) keluhan utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (bab) lebih dari 3 kali sehari, bab < 4
kali dan cair (diare tanpa dehidrasi. Bab 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan sedang),
atan hab> 10 kals (dehidrasi berat) apabila diare berlangsung <14 hari maka diare
tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih
adalah diare persisten (nurialam, 2008)
2) riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami
a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada dan kemungkinan timbul diare.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darab warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena hercampur empedu
c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit maka gejala dehidrasi
mulai tampak.
f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/bb/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine
normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau
sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat) (nursalam, 2008)
a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak diare lebih sering terjadi
pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4
minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi bcg, imunisasi dpt, serta imunisasi polio.
b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik), makan
makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab
diare.
c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri feses, menggunakan botol
susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci tangan
saat menjamah makanan.
d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan
gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti oma. Tonsilitis, faringitis,
bronkopacumonia, dan ensefalitis (nursalam, 2008)
Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya. Yang dapat menular ke
anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang
disajikan kepada anak riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis (nursalam,
2008, wong, 2008).
5) riwayat nutrisi
a. Pemberian asi penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare dan
infeksi yang serius.
b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan diberikan
dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan
pencemaran.
c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa).
Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan
pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa minum (nursalam, 2008).
B. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan umum
2. Berat badan
Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan.
3.pemeriksaan fisik
A) kepala
Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi ubun-ubunnya biasanya cekung.
B) mata
Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila
mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan
apabila mengalami deludiasi berat, kelopak matanya sangat cekung
C) hidung
Biasanya tidak ada kelaman dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada pernapasan
cuping hidung
D) telinga
F) leher
Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada kelenjar tyroid
G) thorak
(1) jantung
a. Inspeksi
b. Aulkutasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi ringan atau sedang
denyut jantung pasien normal hingga meningkat, diare dengan dehidrasi berat
biasanya pasien mengalami takikardi dan bradikardi.
(2) paru-paru
Inspeksi : diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal hingga melemah, diare
dengan dehidrasi berat pernapasannya.
H) abdomen
Palpalasi : tugor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi
ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembalin > 2 detik.
i. Genitalia
Anak dengan diareakan sering bab maka hal yang perlu di lakukan pemeriksaan yaitu apakah
ada iritasi pada anus.
3.pemeriksaan diagnostik
1) pemeriksaan laboratorium
biasanya penderita diare natrium plasma 150 mmol/1 kalium >5 m³q/1
diperiksa berat jenis dan albuminum. Eletrolit urin yang diperiksa dala na k dan
cl. Asetonuri, menunjukkan adanya ketosis.
Biasanya feses pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan
bikarbonat
Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit dalam feses
atau darah makroskopik ph menurun disebabkan akumulasi asam atau kehilangan
basa.
(e) pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik
1. Pengertian dhf
Demam berdarah dengue (dbd) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan dari orang keorang melalui gigitan nyamuk aedes (ae). (kementrian
kesehatan ri, 2015).
Dengue haemoragic fever (dhf) adalah suatu sindrom bersifat akut dan benigna
disebabkan oleh arbovirus yang ditandai oleh demam bifasik, nyeri otot/sendi, ruam kulit,
sefalgia, dan limfadenopati (widagdo 2011).
Dengue haemoragic fever (dhf) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (arief mansjoer & suprohaita; 2000).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang
tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian (rohim dkk, 2002 ; 45).
2. Etiologi.
1. Virus dengue.
Virus dengue yang m enjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam arbovirus
(arthropodborn virus) group b, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di indonesia dan dapat dibedakan
satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel — sel mamalia misalnya sel
bhk (babby homster kidney) maupun sel — sel arthropoda misalnya sel aedes
albopictus.
2. Vektor
Vaskular akan terjadi pada fase kritis dan berlangsung maksimal 48 jam (arif
mansjoer, 2014).
Kebocoran plasma terjadi akibat disfungsi endotel serta peran kompleks dari sistem
imun: monosit dan sel t, sistem komplemen, serta produksi mediator inflamasi dan
sitokin lainnya. Trombositopeniapun terjadi akibat beberapa mekanisme yang kompleks,
seperti gangguan megakariositopoiesis (akibat infeksi sel hematopoletik), serta
peningkatan destruksi dan konsumsi trombosit. Manifestasi pendarahan yang paling sering
dijumpai pada anak ialah pendarah kulit (petekie) dan mimisan (epistaksis). Tanda
pendarahan lainya yang patut diwaspadai, antara lain melena, hematemesis,dan hematura.
pada kasus tanpa pendarahan spontan makan dapat dilakukakan uji tourniquet.
Kebocoran plasma secara masif akan menyebabkan pasien mengalami syok
hipovolemik. Kondisi ini disebut sindrom syok dengue (ssd) (arif mansjoer, 2014).
4. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :
a. Gagal ginjal.
b. Efusi pleura
c. Hepatomegali
d. Gagal jantung
Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak — anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat
musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama. Panas atau demam
3. Riwayat Kesehatan.
d. Riwayat gizi.
e. Kondisi lingkungan.
b. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
i. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
ii. Trambositopenia (≤100.000/ml).
iii. Leukopenia.
iv. Ig.D. dengue positif.
v. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
vi. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
3.Intervensi keperawatan
asupan makanan.
Monitor BB
Monitor hasil
Lab
Terapeutik:
• Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
• Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
• Berikan suplemen
makanan
• Sajikan makanan
menarik dan suhu yang
sesuai
Edukasi :
Anjurkan duduk jika
mampu
Kolaborasi :
• Pemberian medikasi
sebelum makan (pereda
nyeri )
• Kolaborasi dengan ahli
gizi
4. Implementasi
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
5. Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau
perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada
pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
A. Pengertian
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan
suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan
proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya
menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai
pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
B. Gambaran Klinis
Sebagai sebuah sindroma (kumpulan gejala), tanda / gejala penyakit sindroma nefrotik meliputi :
- Proteinuria
- Hipoalbuminemia
- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemi
- Oedema
Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain hematuria, azotemia dan hipertensi ringan.
Proteinuria (85-95%) terjadi sejumlah 10 –15 gram/hari (dalam pemeriksaan Esbach) . Selama
terjadi oedema biasanya BJ Urine meningkat. Mungkin juga terjadi penurunan faktor IX, Laju endap
darah meningkat dan rendahnya kadar kalsium serta hiperglikemia.
C. Etiologi
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu bentuk
penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4 kelompok :
D. Patofisiologi
Penyakit nefrotik sindoma biasanya menyerang pada anak-anak pra sekolah. Hingga saat sebab
pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul dapat terbagi
menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi; Bentuk idiopati yang tidak jelas
penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang dapat ditentukan faktor predisposisinya;
seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus Eritematous Diseminata, Purpura Anafilaktoid,
Grumeluronefritis (akut/kronis) atau sebagai reaksi terhadap hipersensitifitas (terhadap obat)
Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome (MCNS)
merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%).
Patogenesis penyakit ini tidak diketahui, tetapi adanya perubahan pada membran glumerolus
menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar
melalui urine (albuminuria). Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma
pindh ke ruang interstitisel, yang menghasilkan oedema dan hipovolemia. Penurunan volume
vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang memungkinkan sekresi aldosteron dan hormon
antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang peninkatan reabsorbsi tubulus distal terhadap Natrium
dan Air, yang menyebabkan bertambahnya oedema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein
memiliki molekul yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam urine.
E.Evaluasi Diagnostik
Urinalisis menunjukkan haemturia mikroskopik, sedimen urine, dan abnormalitas lain. Jarum
biopsi ginjal mungkin dilakukan untuk pemriksaan histology terhadap jaringan renal untuk
memperkuat diagnosis.
Terdapat proteinuri terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 –15 gr/hari. Ini dapat ditemukan
dengan pemeriksaan Essbach. Selama edema banyak, diuresis berkurang, berat jenis urine meninggi.
Sedimen dapat normal atau berupa toraks hialin, dan granula lipoid, terdapat pula sel darah putih.
Dalam urine ditemukan double refractile bodies. Pada fase nonnefritis tes fungsi ginjal seperti :
glomerular fitration rate, renal plasma flowtetap normal atau meninggi . Sedangkan maximal
konsentrating ability dan acidification kencing normal . Kemudian timbul perubahan pada fungsi
ginjal pada fase nefrotik akibat perubahan yang progresif pada glomerulus.
Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, kadar globulin normal atau meninggi sehingga
terdapat rasio Albumin-globulin yang terbalik, hiperkolesterolemia, fibrinogen meninggi. Sedangkan
kadar ureum normal. Anak dapat menderita defisiensi Fe karena banyak transferin ke luar melalui
urine. Laju endap darah tinggi, kadar kalsium darah sering rendah dalam keadaan lanjut kadang-
kadang glukosuria tanpa hiperglikemia.
F. Penatalaksanaan
a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan
selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama
diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang
dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan
yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat
badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin
masukan yang adekuat
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit
dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai
minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan
bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,
d. hindarkan menggosok kulit.
e. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
f. Kemoterapi:
g. Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua
kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10
minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi
terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi
h. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
i. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan
tekanan darah.
j. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi
dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
k. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
l. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan
anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan
tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit
secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat
mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
G. Prognosis
1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.
Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang
dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.
H. Komplikasi
- Kelainan histopatologis
- Lamanya sakit
- Usia pasien
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan
output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak
terjadi edema.
• Intervensi:
- Pantau, ukur dan catat intake dan output caira
- Observasi perubahan edema
- Batasi intake garam
- Ukur lingkar perut
- Timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177) kolaborasi
pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
• Intervensi:
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat,
• Intervensi:
• Intervensi:
• Intervensi:
• Intervensi:
• Intervensi:
- Gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
- Dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
- Berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
• Intervensi:
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
dehidrasi sedang
Jika penurunan cairan tubuh antara 5-10% dari berat badan
Gejala :
Gelisah,
Rasa sangat kehausan
Mata cekung
Kulit keriput, misalnya kita cubit dinding peru, kulit tidak segera kembali
keposisi semula
Tekanan darah menurun
Pingsan
Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut dan punggung
Kejang
Perut kembung
Denyut nadi lemah dan cepat
Dehidrasi berat
Jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10% dari berat badan
Gejala
BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau
homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat memengaruhi
fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh terdiri atas air yang mengandung partikel-
partikel bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh
mengandung komponen-komponen kimiawi.
1. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapatpula bercampur lendir dan darah lendir saja (ngastiyah, 2005: 223).
2. Demam berdarah dengue (dbd) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan dari orang keorang melalui gigitan nyamuk aedes (ae). (kementrian
kesehatan ri, 2015).
3. Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat
badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5
gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi,
hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.
3.2 saran
masalah gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan masalah yang cukup
berbahaya pada anak-anak jika tidak ditangani dengan tepat. Berikanlah perawatan
yang baik dan tepat kepada anak-anak yang mengalami kasus tersebut .
DAFTAR PUSTAKA