Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH KEPERAWATAN ANAK

TENTANG

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN GANGGUAN


PEMENUHAN KEBUTUHAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PATOLOGIS DARI
SISTEM PERKEMIHAN,PENCERNAAN DAN VASKULER

DOSEN PEMBIMBING : HJ. INDRA RAHMAD, SST.M.PD

DISUSUN OLEH: KELOMPOK V (LIMA)

NAMA ANGGOTA:

1. NIDA YULIANI
2. NUR ALKAIDA
3. NURBAYA
4. NURFADILAH
5. NURUL AHDIATUN
6. NURUL LISTAIMUL

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat allah swt yang telah melimpahkan hidayah, taufik, dan Inayah-
nya kepada kita semua. Sehingga kami bisa menjalani kehidupan ini sesuai dengan Ridho-
nya. Syukur alhamdulillah kami dapat menyelesaikan makalah ini sesuai dengan Rencana.
Makalah ini kami beri judul “konsep asuhan keperawatan pada anak dengan gangguan
pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit patologis dari sistem
perkemihan,pencernaan dan vaskuler” dengan tujuan untuk menambah Pengetahuan kita.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampun mata kuliah
keperawatan anak yang telah memberikan bimbingan kepada kami dalam pembuatan
makalah ini hingga selesai. Tidak lupa kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Kami mohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat
banyak kesalahan didalamnya. Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
tercapainya kesempurnaan makalah selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi semua. Atas perhatiannya, kami ucapkan terimakasih.

Bima ,februari 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang……………………………………………


1.2 Rumusan Masalah………………………………………
1.3 Tujuan………………………………………………….
1.4 Manfaat………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektrolit………

2.2 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Pencernaan : Diare…..

2.3 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Pencernaan : DHF…..

2.4 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Pencernaan : Nefrotik

Syndrome…………………………………………………….

2.5 Prosedur pemeriksaan fisik terhadap status hidrasi anak…………….

BAB IV PENUTUP

3.1Kesimpulan……………………………………….............
3.2 Saran………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang

Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara


fisiologis (physiological needs). Kebutuhan ini memiliki proporsi besar dalam bagian
tubuh dengan hampir 90% dari total berat badan. Cairan tubuh ini sangat penting
perannya dalam menjaga keseimbangan (Homeostasis) proses kehidupan. Peranan
tersebut dikarenakan air memiliki karakteristik fisiologis (Asmadi, 2008).

Dalam tubuh, fungsi sel bergantung pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
Keseimbangan ini diurus oleh banyak mekanisme fisiologik yang terdapat dalam tubuh
sendiri. Perubahan sedikit pada keseimbangan cairan dan elektrolit tidak akan
memberikan dampak bagi tubuh. Akan tetapi, jika terjadi ketidakseimbangan antara
asupan dan haluaran, tentunya akan menimbulkan dampak bagi tubuh manusia. Kondisi
sakit dapat menyebabkan gangguan pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti dari air tubuh total dan elektolit kedalam
seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu sama
lainnya, jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh dengan lainnya. Pada bayi dan
anak sering terjadi gangguan keseimbangan tersebut yang biasanya disertai perubahan Ph
cairan tubuh. Hal itu dikarenakan anak mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya
dehidrasi. Ada banyak alasan untuk hal ini, salah satunya dikarenakan anak-anak
mempunyai insiden yang cukup tinggi pada gangguan sistem pencernaan , perkemihan
dan vaskuler (Sodikin, 2011).

1.2 Rumusan masalah


1. Apa itu konsep asuhan keperawatan cairan dan elektrolit ?
2. Apa saja gangguan dari sistem pencernaan, perkemihan dan vaskuler ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan cairan dan elektrolit
2. Untuk mengetahui gangguan dari sistem pencernaan,perkemihan dan
vaskuler
1.4 Manfaat
1. Agar mahasiswa/i mengetahui konsep asuhan keperawatan cairan
dan elektrolit
2. Agar mahasiswa/I mengetahui gangguan dari sistem
pencernaan,perkemihan dan vaskuler
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Cairan dan Elektrolit

Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan


atau homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
memengaruhi fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh terdiri atas air yang
mengandung partikel-partikel bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup.
Elektrolit tubuh mengandung komponen-komponen kimiawi. Elektrolit tubuh ada
yang bermuatan positif (anion) dan bermuatan negative (kation). Elektrolit sangat
penting pada banyak fungsi tubuh, termasuk fungsi neuromuscular dan
keseimbangan asam basa. Pada fungsi neuromuscular, elektrolit memegang
peranan penting terkait dengan transmisi impuls saraf (Asmadi, 2008).
2.1.1 Volume dan Distribusi Cairan Tubuh
 Volume cairan
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water-TBW) kira- kira 60% dari
berat badan pria dan 50% dari berat badan wanita. Jumlah volume ini
tergantung pada kandungan lemak, badan dan usia. Lemak jaringan sangat
sedikit menyimpan cairan, dimana lemak pada wanita lebih banyak daripada
pria sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia juga
berpengaruh terhadap TBW dimana makin tua usia makin sedikit kandungan
airnya. Sebagai contoh, bayi baru lahir memiliki TBW 70%-80% dari BB; usia
1 tahun 60% dari BB; usia pubertas sampai dengan 39 tahun untuk pria 60%
dari BB dan wanita 52% dari BB; usia 40-60 tahun untuk pria 55% dari BB dan
wanita 47% dari BB; sedangkan pada usia diatas 60 tahun untuk pria 52% dari
BB dan wanita 46% dari BB (Tarwoto & Wartonah, 2010).

 Distribusi cairan

Cairan tubuh didistribusikan diantara dua kompartemen, yaitu pada


intraseluler dan ekstraseluler. Cairan intraseluler (CIS) kira-kira 2/3
atau 40% dariBB. Ion utama di dalam CIS adalah kalium, magnesium
dan fosfat (serta protein). Sedangkan cairan ekstraseluler (CES) 20%
dari BB, cairan ini terdiri atas plasma (cairan intravascular) 5%,
cairan interstisial (cairan disekitar tubuh seperti limfa) 10-15%, cairan
transselular (misalnya, cairan serebrospinalis, cairan sinovial, cairan
dalam peritonium, cairan akueus dalam rongga mata, dan lain-lain) 1-
3%. Terutama karena kesulitan dalam memperoleh cairan intraseluler,
maka relative sedikit diketahui tentang pengendalian volume cairan
intraseluler dalam keadaan sehat maupun sakit, maka haruslah
terdapat mekanisme tertentu yang mencegah masuknya air secara
tidak terkendali ke dalam sel dan mengakibatkan pembengkakan sel,
yang berbeda dengan sel tanaman, sel tubuh tidak dilindungi oleh
membran yang kuat (Tarwoto & Wartonah, 2010)
2.1.2 Mekanisme Pergerakan Cairan dan Elektrolit

Menurut Tarwoto & Wartonah (2010), mekanisme pergerakan cairan


tubuh melalui tiga proses, yaitu :
a) Difusi
Difusi merupakan proses perpindahan partikel cairan dari konsentrasi tinggi ke
konsentrasi rendah sampai terjadi keseimbangan. Cairan dak elektrolit
didifusikan menembus membran sel. Kecepatan difusi dipengaruhi oleh
ukuran molekul, konsentrasi larutan dan temperatur.
b) Osmosis
Osmosis merupakan bergeraknya pelarut bersih seperti air, melalui membran
semipermiabel dari larutan yang berkonsentrasi lebih rendah ke konsentrasi
yang lebih tinggi yang sifatnya menarik.

c) Transpor Aktif

Partikel bergerak dari konsentrasi rendah ke tinggi karena adanya daya aktif
dari tubuh seperti pompa jantung.
2.2 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Pencernaan : Diare

1. Definisi diare
Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapatpula bercampur lendir dan darah lendir saja (ngastiyah, 2005: 223).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya perubahan bentuk
konsentrasi tinja yang melembek sampai cair dengan frekuensi lebih dari 5 kali. Diare
dapat merupakan penyakit yang sangat akut dan berbahaya karena sering
mengakibatkan kematian bila terlambat penangannya. (pudiastuti 2011)
2. Etiologi
Etiologi diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
A. Faktor infeksi
1. Infeksi enteral
Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama
diare pada anak. Infeksi parenteral ini meliputi:
(a) infeksi bakteri: vibrio, e.coli, salmonella, shigella, campylobacter, yersinia,
aeromonas dan sebagainya.
(b) infeksi virus: enteroovirus (virus echo. Coxsackie, poliomyelitis). Adenovirus,
rotavirus. Astrovirus dan lain-lain.
(c) infestasi parasite : cacing (ascaris, trichiuris, oxyuris, strongyloides). Protozoa:
(entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas hominis), jamur (candida
albicans).

2. Infeksi parenteral

Infeksi parenteral yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti
otitis media akut (oma). Tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan
sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.

B. Faktor malabsorbsi
1. Malabsorbsi karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering ialah intoleransi laktros.
2. malabsorbsi lemak

3. Malabsorbsi protein

C. Faktor makanan: makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

D. Faktor psikologis: rasa takut dan cemas.

Walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.

E. Faktor pendidikan

Menurut penelitian, ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan sltp
ke atas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral
dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan
sd ke bawah. Diketahui juga bahwa pendidikan merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap morbiditas anak balita. Semakin tinggi tingkat pendidikan
orang tua, semakin baik tingkat kesehatan yang diperoleh si anak.

F. Faktor pekerjaan

Ayah dan ibu yang bekerja pegawai negeri atau swasta rata-rata mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan ayah dan ibu yang bekerja sebagai
buruh atau petani. Jenis pekerjaan umumnya berkaitan dengan tingkat pendidikan
dan pendapatan. Tetapi ibu yang bekerja harus membiarkan anaknya diasuh oleh
orang lain, sehingga mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar dengan penyakit

G. Faktor umur balita

Sebagian besar diare terjadi pada anak dibawah usia 2 tahun. Balita yang berumur
12-24 bulan mempunyai resiko terjadi diare 2.23 kali dibanding anak umur 25-59
bulan.

H. Faktor lingkungan
Penyakit diare merupakan merupakan salah satu penyakit yang berbasisi
lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan
tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia.
Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta
berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula yaitu melalui
makanan dan minuman maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
i. Faktor gizi
Diare menyebabkan gizi kurang dan memperberat diarenya. Oleh karena itu,
pengobatan dengan makanan baik merupakan komponen utama
penyembuhan diare tersebut. Bayi dan balita yang gizinya kurang sebagian besar 
meninggal karena diare. Hal ini disebabkan karena dehidrasi danmalnutrisi. Faktor
gizi dilihat berdasarkan status gizi yaitu baik = 100-90,kurang = <90-70, buruk =
<70 dengan bb per tb. 
J. Faktor sosial ekonomi masyarakat
Sosial ekonomi mempunyai pengaruh langsung terhadap faktor-
faktor penyebab diare. Kebanyakan anak mudah menderita diare berasal darikelua
rga besar dengan daya beli yang rendah, kondisi rumah yang buruk,
tidakmempunyai penyediaan air bersih yang memenuhi persyaratan kesehatan.
K. Faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi
Kontak antara sumber dan host dapat terjadi melalui air, terutama airminum yang
tidak dimasak dapat juga terjadi secara sewaktu mandi
dan berkumur. Kontak kuman pada kotoran dapat berlangsung ditularkan padaora
ng lain apabila melekat pada tangan dan kemudian dimasukkan kemulutdipakai
untuk memegang makanan. Kontaminasi alat-alat makan dan dapur.bakteri yang
terdapat pada saluran pencernaan adalah bakteri etamoeba
colli, salmonella, sigella dan virusnya yaitu enterovirus, rota virus, serta
parasiteyaitu cacing ( ascaris, trichuris), dan jamur (candida albikan ).
3. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis menurut ngastiyah, 2005 adalah mula-mula pasien cengeng,
gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada,
kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir atau lendir dan darah.
Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan
empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja
makin lama makin asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal
dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat
timbul sebelum dan sesudah diare, dan dapat disebabkan karena lambung turut
meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Akan
terjadi dehidrasi mulai nampak, yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata
dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut
serta kulit tampak kering,

Manifestasi klinis yang terjadi pada klien diare berdasarkan dehidrasi:


1. Diare dengan dehidrasi ringan
- kehilangan cairan 5% dari berat badan
-kesadaran baik (samnolen)
- mata agak cekung
- turgor kulit kurang dan kekenyalan kulit normal
- berak cair 1-2 kali per hari
- lemah dan haus
- ubun-ubun besar agak cekung

2. Diare dengan dehidrasi sedang

• Kehilangan cairan lebih dari 5-10% dari berat badan


• Keadaan umum gelisah
• Rasa haus
• Denyut nadi cepat dan pernafasan agak cepat
• Mata cekung
• Turgor dan tonus otot agak berkurang
• Ubun-ubun besar cekung
• Kekenyalan kulit sedikit berkurang dan elastisitas kembali sekitar 1-2 detik

3. Diare dengan dehidrasi berat

• Kehilangan cairan lebih dari 10% dari berat badan


• Keadaan umum dan kesadaran umum koma (apatis)
• Denyut nadi cepat sekali
• Pernafasan kusmaul (cepat sekali)
• Ubun-ubun besar cekung sekali
• Mata cekung sekali
• Turgor tonus kurang sekali
• Selaput lendir kurang/asidosis

4. Patofisiologi

Diare disebabkan oleh virus, bakteri dan protozoa. Spesies tertentu bakteri menghasilkan
toksin yang mengganggu absorbsi usus dan dapat menimbulkan sekresi berlebihan air dan
elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare, karena terjadi peningkatan isis
rongga usus. Akibat terdapatnya zat-zat makanan yang tidak dapat diserap menyebabkan
peningkatan tekanan osmotik di dalam usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk
mengeluarkannya sehingga timbul diare.

Asuhan keperawatan

1. Pengkajian
a. Anamnesis: pengkajian mengenai nama lengkap, jenis kelamin tanggal lahir,
umur tempat lahir, asal saku bangsa, nama orang tua pekerjaan orang tua, dan
penghasilan.
1) keluhan utama
Biasanya pasien mengalamin buang air besar (bab) lebih dari 3 kali sehari, bab < 4
kali dan cair (diare tanpa dehidrasi. Bab 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan sedang),
atan hab> 10 kals (dehidrasi berat) apabila diare berlangsung <14 hari maka diare
tersebut adalah diare akut, sementara apabila berlangsung selama 14 hari atau lebih
adalah diare persisten (nurialam, 2008)
2) riwayat kesehatan sekarang
Biasanya pasien mengalami
a. Bayi atau anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu
makan berkurang atau tidak ada dan kemungkinan timbul diare.
b. Tinja makin cair, mungkin disertai lendir atau lendir dan darab warna tinja
berubah menjadi kehijauan karena hercampur empedu
c. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan sifatnya
makin lama makin asam.
d. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
e. Apabila pasien telah banyak kehilangan cairan dan eletrolit maka gejala dehidrasi
mulai tampak.
f. Diuresis: terjadi oliguri (kurang 1 ml/kg/bb/jam) bila terjadi dehidrasi. Urine
normal pada diare tanpa dehidrasi. Urine sedikit gelap pada dehidrasi ringan atau
sedang. Tidak ada urine dalam waktu 6 jam (dehidrasi berat) (nursalam, 2008)

3) riwayat kesehatan dahulu

a. Kemungkinan anak tidak dapat imunisasi campak diare lebih sering terjadi
pada anak-anak dengan campak atau yang baru menderita campak dalam 4
minggu terakhir, sebagai akibat dari penuruan kekebalan tubuh pada pasien.
Selain imunisasi campak, anak juga harus mendapat imunisasi dasar lainnya
seperti imunisasi bcg, imunisasi dpt, serta imunisasi polio.
b. Adanya riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (antibiotik), makan
makanan basi, karena faktor ini merupakan salah satu kemungkinan penyebab
diare.
c. Riwayat air minum yang tercemar dengan bakteri feses, menggunakan botol
susu, tidak mencuci tangan setelah buang air besar, dan tidak mencuci tangan
saat menjamah makanan.
d. Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak berusia dibawah 2 tahun
biasanya adalah batuk, panas, pilek, dan kejang yang terjadi sebelumnya,
selama, atau setelah diare informasi ini diperlukan untuk melihat tanda dan
gejala infeksi lain yang menyebabkan diare seperti oma. Tonsilitis, faringitis,
bronkopacumonia, dan ensefalitis (nursalam, 2008)

4) riwayat kesehatan keluarga

Adanya anggota keluarga yang menderita diare sebelumnya. Yang dapat menular ke
anggota keluarga lainnya. Dan juga makanan yang tidak dijamin kebersihannya yang
disajikan kepada anak riwayat keluarga melakukan perjalanan ke daerah tropis (nursalam,
2008, wong, 2008).

5) riwayat nutrisi

Riwayat pemberian makanan sebelum mengalami diare, meliputi :

a. Pemberian asi penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi resiko diare dan
infeksi yang serius.
b. Pemberian susu formula. Apakah dibuat menggunakan air masak dan diberikan
dengan botol atau dot, karena botol yang tidak bersih akan mudah menimbulkan
pencemaran.
c. Perasaan haus. Anak yang diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum biasa).
Pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus ingin minum banyak. Sedangkan
pada dehidrasi berat, anak malas minum atau tidak bisa minum (nursalam, 2008).

B. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum

A) diare tanpa dehidrasi: baik, sadar

B) diare dehidrasi ringan atau sedang: gelisah, rewel

C) diare dehidrasi berat: lesu, lunglai, atau tidak sadar

2. Berat badan

Anak yang mengalami diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan berat badan.

3.pemeriksaan fisik

A) kepala

Anak berusia di bawah 2 tahun yang mengalami dehidrasi ubun-ubunnya biasanya cekung.

B) mata

Anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi, bentuk kelopak matanya normal. Apabila
mengalami dehidrasi ringan atau sedang kelopak matanya cekung (cowong). Sedangkan
apabila mengalami deludiasi berat, kelopak matanya sangat cekung

C) hidung

Biasanya tidak ada kelaman dan gangguan pada hidung, tidak sianosis, tidak ada pernapasan
cuping hidung

D) telinga

Biasanya tidak ada kelainan pada telinga.


E) mulut dan lidah

(1) diare tampa dehidrasi: mulut dan lidah basah

(2) diare dehidrasi ringan mulut dan lidah kering

(3) diare dehidrasi berat. Malut dan lidah sangat kening

F) leher

Tidak ada pembengkakan pada kelenjar getah bening, tidak ada kelainan pada kelenjar tyroid

G) thorak

(1) jantung

a. Inspeksi

pada anak biasanya pernapasan iktus kordis tampak terlihat

b. Aulkutasi
Pada diare tanpa dehidrasi denyut jantung normal, diare dehidrasi ringan atau sedang
denyut jantung pasien normal hingga meningkat, diare dengan dehidrasi berat
biasanya pasien mengalami takikardi dan bradikardi.

(2) paru-paru

Inspeksi : diare tanpa dehidrasi biasanya pernapasan normal hingga melemah, diare
dengan dehidrasi berat pernapasannya.

H) abdomen

inspeksi : anak akan mengalami distensi abdomen dank ram

Palpalasi : tugor kulit pada pasien diare tanpa dehidrasi baik, pada pasien diare dehidrasi
ringan kembali < 2 detik, pada pasien dehidrasi berat kembalin > 2 detik.

Auskultasi : biasanya anak yang mengalami diare bising ususnya meningkat.

i. Genitalia

Anak dengan diareakan sering bab maka hal yang perlu di lakukan pemeriksaan yaitu apakah
ada iritasi pada anus.
3.pemeriksaan diagnostik

1) pemeriksaan laboratorium

(a) pemeriksaan agd, cickuolit, kalium, kadar natrium serum

biasanya penderita diare natrium plasma 150 mmol/1 kalium >5 m³q/1

(b) pemeriksaan urin

diperiksa berat jenis dan albuminum. Eletrolit urin yang diperiksa dala na k dan
cl. Asetonuri, menunjukkan adanya ketosis.

(c) pemeriksaan feses

Biasanya feses pasien diare ini mengandung sejumlah ion natrium, klorida, dan
bikarbonat

(d) pemeriksaan ph, leukosit, glukosa

Biasanya pada pemeriksaan ini terjadi peningkatan kadar protein leukosit dalam feses
atau darah makroskopik ph menurun disebabkan akumulasi asam atau kehilangan
basa.

(e) pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi sistemik

2.3 gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit pada sistem vaskuler :


DHF

1. Pengertian dhf
Demam berdarah dengue (dbd) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus
dengue yang ditularkan dari orang keorang melalui gigitan nyamuk aedes (ae). (kementrian
kesehatan ri, 2015).

Dengue haemoragic fever (dhf) adalah suatu sindrom bersifat akut dan benigna
disebabkan oleh arbovirus yang ditandai oleh demam bifasik, nyeri otot/sendi, ruam kulit,
sefalgia, dan limfadenopati (widagdo 2011).
Dengue haemoragic fever (dhf) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (arief mansjoer & suprohaita; 2000).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang
tinggi, manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi
sampai timbulnya renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran
plasma yang dapat menyebabkan kematian (rohim dkk, 2002 ; 45).

2. Etiologi.
1. Virus dengue.
Virus dengue yang m enjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam arbovirus
(arthropodborn virus) group b, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3
dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di indonesia dan dapat dibedakan
satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus
flavovirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada
berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel — sel mamalia misalnya sel
bhk (babby homster kidney) maupun sel — sel arthropoda misalnya sel aedes
albopictus.
2. Vektor

virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu


nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies
lain merupakan vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe
akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya ( widagdo, 2011).
3. Patofisiologi.
Virus dengue masuk ke sirkulasi perifer manusia melalui gigitan
nyamuk. Virus akan berada didalam darah sejak fase akut/ fase demam hingga
klinis demam menghilang. Secara klinis, perjalanan penyakit dengue dibagi
menjadi tiga, yaitu fase demam (febrile), fase kritis dan fase penyembuhan.
Fase demam berlangsung pada hari ke-1 hingga 3, fase kritis terjadi pada demam
hari ke-3 hingga 7, dan fase penyembuhan terjadi setelah

Demam hari ke 6-7. Perjalanan penyakit tersebut mempunyai dinamika


perubahan tanda dan gejala klinis pada pasien dengan infeksi dengue
Haemoragic fever (dhf) (arif mansjoer, 2014).
Demam merupakan tanda infeksi dengue, terjadi mendadak tinggi selama 2-
7 hari. Demam juga disertai gejala konstitusional lainya seperti lesu, tidak mau
makan, dan muntah. Selain itu pada anak lebih sering terjadi gejala facial flush,
radang faring, serta pilek. Pada dhf, terjadi peningkatan permeabilitas vaskular
yang menyebabkan kebocoran plasma ke jaringan. Kondisi tersebut dapat
mengakibatkan terjadi syok hipovolemia. Peningkatan permeabilitas

Vaskular akan terjadi pada fase kritis dan berlangsung maksimal 48 jam (arif
mansjoer, 2014).
Kebocoran plasma terjadi akibat disfungsi endotel serta peran kompleks dari sistem
imun: monosit dan sel t, sistem komplemen, serta produksi mediator inflamasi dan
sitokin lainnya. Trombositopeniapun terjadi akibat beberapa mekanisme yang kompleks,
seperti gangguan megakariositopoiesis (akibat infeksi sel hematopoletik), serta
peningkatan destruksi dan konsumsi trombosit. Manifestasi pendarahan yang paling sering
dijumpai pada anak ialah pendarah kulit (petekie) dan mimisan (epistaksis). Tanda
pendarahan lainya yang patut diwaspadai, antara lain melena, hematemesis,dan hematura.
pada kasus tanpa pendarahan spontan makan dapat dilakukakan uji tourniquet.
Kebocoran plasma secara masif akan menyebabkan pasien mengalami syok
hipovolemik. Kondisi ini disebut sindrom syok dengue (ssd) (arif mansjoer, 2014).
4. Komplikasi
Menurut Widagdo (2012) komplikasi DBD adalah sebagai berikut :

a. Gagal ginjal.
b. Efusi pleura
c. Hepatomegali
d. Gagal jantung

5. Tanda dan Gejala


1. Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 — 7 hari kemudian turun
menuju suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam,
gejala — gejala klinik yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri
tulang dan persediaan, nyeri kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi
pada kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada
tempat fungsi vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat
terlihat pada saluran cerna bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson,
1993 ; 296).
3. Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat
(Ngastiyah, 1995 ; 349).
4. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak
yang kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati
teraba kenyal harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
5. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita,
dimulai dengan tanda — tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada
ujung hidung, jari tangan, jari kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi
pada masa demam maka biasanya menunjukkan prognosis yang buruk.

Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak — anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat
musim hujan (Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama. Panas atau demam
3. Riwayat Kesehatan.

a. Riwayat penyakit sekarang.

Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai


menggigil dengan kesadaran kompos mentis. Turunnya panas terjadi

antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah. Kadang


disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit
kepala, nyeri otot, serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.

Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah


mengalami serangan ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi.

Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan


akan timbulnya komplikasi dapat dihindarkan.

d. Riwayat gizi.

Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status


gizi yang baik maupun buruk dapat beresiko, apabila terdapat faktor
predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering mengalami
keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang
mencukupi, maka akan mengalami penurunan berat badan sehingga
status gizinya menjadi kurang

e. Kondisi lingkungan.

Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan


lingkungan yang kurang bersih (seperti air yang menggenang dan
gantungan baju dikamar)
4. Acitvity Daily Life (ADL)
i. Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
ii. Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala, ulu
hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari- hari.
iii. Istirahat, tidur: Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
iv. Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.

v. Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan


perawatan diri.
5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai
berikut:
i. Keadaan umum :

Berdasarkan tingkatan DHF keadaan umum sebagai berikut :


1. Grade I: Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah,
tanda — tanda vital dan nadi lemah.
2. Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada
perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3. Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen,
nadi lemah, kecil, dan tidak teratur serta tensi menurun.
4. Grade IV : Kesadaran koma, tanda — tanda vital : nadi tidak
teraba, tensi tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas
dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
ii. Kepala dan leher.
1. Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar
mata, lakrimasi dan fotobia, pergerakan bola mata nyeri.
2. Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah
kotor, (kadang-kadang) sianosis.
3. Hidung : Epitaksis
4. Tenggorokan : Hiperemia
5. Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut
atas rahang daerah servikal posterior.
iii. Dada (Thorax).

Nyeri tekan epigastrik, nafas


dangkal. Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal — fremitus
kurang bergetar. Perkusi : Suara paru
pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.

iv. Abdomen (Perut).


Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan
dehidrasi turgor kulit dapat menurun, suffiing dulness, balote
mentpoint (Stadium IV).
v. Anus dan genetalia.

Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.


Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai
anuria.
vi. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II — III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis
pada jari tangan dan kaki.

b. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
i. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
ii. Trambositopenia (≤100.000/ml).
iii. Leukopenia.
iv. Ig.D. dengue positif.
v. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia,
hipokloremia, dan hiponatremia.
vi. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.

vii. Asidosis metabolic : Pco2 <35-40 mmHg.


viii. SGOT/SGPT mungkin meningkat
2.Diagnosa keperawatan

1. Peningkatan Hipertermi berhubungan dengan virus dengue


2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler,
pendarahan, muntah dan demam
3. Deficit nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna makanan

3.Intervensi keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi


1. Hipertermi Setelah dilakukan tindakan Manajemen
keperawatan … x 24 jam Hipertermia
berhubungan dengan diharapkanhipertermimembaik.
Observasi :
proses infeksi virus Kriteria Hasil :
Termoregulasi • Identifikasipenyebab
dengue hipertemia(mis.
• Menggigil
Dehidrasi,terpapar
• Kulit merah Lingkunganpanas,
• Kejang penggunaan
incubator)
• Pucat
• Monitor suhu tubuh
• Suhu tubuh
• Tekanan darah • Monitor kadar elektrolit
• Monitor haluan urine
• Monitor
komplikasi akibat
hipertermia
Terapeutik
• Sediakan
lingkungan yang
dingin
• Longgarkan atau
lepaskan pakaian
• Basahi dan kipasi
permukaan tubuh
• Berikan cairan oral
• Ganti linen setiap
hari atau lebih
sering jika
mengalami
hyperhidrosis
(keringat
berlebihan)
• Lakukan
pendinginan
eksternal
• Hindari pemberian
antipiretik atau
aspirin
Edukasi :
• Ajurkan tiring
baring
Kolaborasi :
kolaborasi pemberian
cairan elektrolit
intravena jika perlu.
2 Deficit nutrisi b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi:
Observasi
ketidakmampua keperawatan 3 x24 jam
• Identifikasistatus

mencerna makanan diharapkan ketidakseimbangan nutrisi


nutrisi kurang dari kebutuhan Identifkasi alergi
dan
tubuh terpenuhi intoleransi makanan
Indentifikasi

kebutuhan kalori dan


jenis nutrien. Monitor

asupan makanan.
Monitor BB
Monitor hasil
Lab
Terapeutik:
• Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
• Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
• Berikan suplemen
makanan
• Sajikan makanan
menarik dan suhu yang
sesuai
Edukasi :
Anjurkan duduk jika
mampu
Kolaborasi :
• Pemberian medikasi
sebelum makan (pereda
nyeri )
• Kolaborasi dengan ahli
gizi

4. Implementasi
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah
kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan

untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).

1. Tindakan Keperawatan Mandiri.

Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan


keperawatan mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan
lingkungan yang tenang, mengompres hangat saat klien demam.

2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.

Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan


anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertahan untuk mengatasi masalah klien.

5. Evaluasi

Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau
perubahan yang terjadi pada pasien. Adapun sasaran evaluasi pada
pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :

a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.

b. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.

c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu


menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau
dibutuhkan.
d. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien
terpenuhi.
b. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.

c. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik


dengan tanda vital dalam batas normal.
d. Infeksi tidak terjadi.

e. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.

f. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari


perawat tentang proses penyakitnya.

2.4 Gangguan Kebutuhan Cairan Dan Elektrolit Pada Sistem Vaskuler :


Nefrotik syndrom

A. Pengertian
Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada anak, merupakan
suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria masif, hipoalbuminemia,
hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud proteinuria masif adalah apabila didapatkan
proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya
menurun hingga kurang dari 2,5 gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai
pula hipertensi, hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

B. Gambaran Klinis
Sebagai sebuah sindroma (kumpulan gejala), tanda / gejala penyakit sindroma nefrotik meliputi :

- Proteinuria

- Hipoalbuminemia

- Hiperkolesterolemia/hiperlipidemi

- Oedema

Beberapa gejala yang mungkin muncul antara lain hematuria, azotemia dan hipertensi ringan.
Proteinuria (85-95%) terjadi sejumlah 10 –15 gram/hari (dalam pemeriksaan Esbach) . Selama
terjadi oedema biasanya BJ Urine meningkat. Mungkin juga terjadi penurunan faktor IX, Laju endap
darah meningkat dan rendahnya kadar kalsium serta hiperglikemia.

C. Etiologi
Penyebab umum penyakit tidak diketahui; akhir-akhir ini sering dianggap sebagi suatu bentuk
penyakit autoimun. Jadi merupakan reaksi antigen-antibodi. Umumnya dibagi menjadi 4 kelompok :

1. Sindroma nefrotik bawaan

2. Sindroma nefrotik sekunder

3. Sindroma nefrotik idiopati

4. Glumerulosklerosis fokal segmental

D. Patofisiologi
Penyakit nefrotik sindoma biasanya menyerang pada anak-anak pra sekolah. Hingga saat sebab
pasti penyakit tidak ditemukan, tetapi berdasarkan klinis dan onset gejala yang muncul dapat terbagi
menjadi sindroma nefrotik bawaan yang biasanya jarang terjadi; Bentuk idiopati yang tidak jelas
penyebabnya maupun sekunder dari penyakit lainnya yang dapat ditentukan faktor predisposisinya;
seperti pada penyakit malaria kuartana, Lupus Eritematous Diseminata, Purpura Anafilaktoid,
Grumeluronefritis (akut/kronis) atau sebagai reaksi terhadap hipersensitifitas (terhadap obat)
Nefrotik sindroma idiopatik yang sering juga disebut Minimal Change Nefrotic Syndrome (MCNS)
merupakan bentuk penyakit yang paling umum (90%).
Patogenesis penyakit ini tidak diketahui, tetapi adanya perubahan pada membran glumerolus
menyebabkan peningkatan permeabilitas, yang memungkinkan protein (terutama albumin) keluar
melalui urine (albuminuria). Perpindahan protein keluar sistem vaskular menyebabkan cairan plasma
pindh ke ruang interstitisel, yang menghasilkan oedema dan hipovolemia. Penurunan volume
vaskuler menstimulasi sistem renin angiotensin, yang memungkinkan sekresi aldosteron dan hormon
antidiuretik (ADH). Aldosteron merangsang peninkatan reabsorbsi tubulus distal terhadap Natrium
dan Air, yang menyebabkan bertambahnya oedema. Hiperlipidemia dapat terjadi karena lipoprotein
memiliki molekul yang lebih berat dibandingkan albumin sehingga tidak akan hilang dalam urine.

E.Evaluasi Diagnostik
Urinalisis menunjukkan haemturia mikroskopik, sedimen urine, dan abnormalitas lain. Jarum
biopsi ginjal mungkin dilakukan untuk pemriksaan histology terhadap jaringan renal untuk
memperkuat diagnosis.

Terdapat proteinuri terutama albumin (85 – 95%) sebanyak 10 –15 gr/hari. Ini dapat ditemukan
dengan pemeriksaan Essbach. Selama edema banyak, diuresis berkurang, berat jenis urine meninggi.
Sedimen dapat normal atau berupa toraks hialin, dan granula lipoid, terdapat pula sel darah putih.
Dalam urine ditemukan double refractile bodies. Pada fase nonnefritis tes fungsi ginjal seperti :
glomerular fitration rate, renal plasma flowtetap normal atau meninggi . Sedangkan maximal
konsentrating ability dan acidification kencing normal . Kemudian timbul perubahan pada fungsi
ginjal pada fase nefrotik akibat perubahan yang progresif pada glomerulus.

Kimia darah menunjukkan hipoalbuminemia, kadar globulin normal atau meninggi sehingga
terdapat rasio Albumin-globulin yang terbalik, hiperkolesterolemia, fibrinogen meninggi. Sedangkan
kadar ureum normal. Anak dapat menderita defisiensi Fe karena banyak transferin ke luar melalui
urine. Laju endap darah tinggi, kadar kalsium darah sering rendah dalam keadaan lanjut kadang-
kadang glukosuria tanpa hiperglikemia.

F. Penatalaksanaan

a. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan
selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama
diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
b. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan
masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang
dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan
yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat
badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin
masukan yang adekuat
c. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit
dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai
minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan
bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi,
d. hindarkan menggosok kulit.
e. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
f.  Kemoterapi:
g. Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping
minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua
kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10
minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi
terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan
hipertensi
h. Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan,
misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini
didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-
merkaptopurin dan siklofosfamid.
i. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga
muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan
tekanan darah.
j. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi
dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak
dengan steroid dan siklofosfamid.
k. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,
pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
l. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan
anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan
tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit
secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat
mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena
mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.

G. Prognosis

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Menderita untuk pertama kalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.
2. Disertai oleh hipertensi.
3. Disertai hematuria.
4. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder.
5. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal.

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik
terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang
dan sekitar 10% tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

H. Komplikasi

Penyulit (komplikasi) Sindrom Nefrotik tergantung dari beberapa faktor :

- Kelainan histopatologis
- Lamanya sakit
- Usia pasien

a) Malnutrisi, akibat hipolabuminemia berat.


b) Infeksi sekunder, disebabkan gangguan mekanisme pertahanan humoral, penurunan gamma
globulin serum.
c) Gangguan koagulasi, berhubungan dengan kenaikan beberapa faktor pembekuan  yang
menyebabkan keadaan hiperkoagulasi.
d) Akselerasi aterosklerosis, akibat dari hipelipidemia yang lama.
e) Kolap hipovolemia, akibat proteinuria yang berat.
f) Efek samping obat-obatan : diuretik, antibiotik, kortikosteroid, antihipertensi, sitostatika yang
sering digunakan pada pasien sindrom nefrotik.
g) Gagal ginjal.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
b. Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat
badan dan kegagalan fungsi ginjal.
c. Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak
pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di
siang hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada
kulit, mudah lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
d. Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah,
analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah,
serum sodium
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 :
550)
b. Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
d. Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
e. Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
f. Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
g. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
h. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbs
3. Intervensi
Perencanaan KeperawatanKelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma.
( Wong, Donna L, 2004 : 550)

Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan
output.

KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak
terjadi edema.

• Intervensi:
- Pantau, ukur dan catat intake dan output caira
- Observasi perubahan edema
- Batasi intake garam
- Ukur lingkar perut
- Timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177) kolaborasi
pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya

Tujuan: Pola nafas adekuat

KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal

• Intervensi:

- Auskultasi bidang paru


- Pantau adanya gangguan bunyi nafas
- Berikan posisi semi fowler
- Observasi tanda-tanda vital
- Kolaborasi pemberian obat diuretic
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)

Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi

KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat,

mempertahankan berat badan

• Intervensi:

- Tanyakan makanan kesukaan pasien


- Anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
- Pantau adanya mual dan muntah
- Bantu pasien untuk makan
- Berikan makanan sedikit tapi sering
- Berikan informasi pada keluarga tentang diet klien
Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).

Tujuan: tidak terjadi infeksi


KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas

normal, leukosit dalam batas normal.

• Intervensi:

- Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan


- Pantau adanya tanda-tanda infeksi
- Lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasive
- Anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
- Kolaborasi pemberian antibiotic
Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan
peningkatan toleransi aktivitas

• Intervensi:

- Pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas


- Rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
- Anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
- Berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien
Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)

Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit

KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit

• Intervensi:

- Inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi


- Berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
- Ubah posisi tidur setiap 4 jam
- Gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).

Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image


KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri
negative

• Intervensi:
- Gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
- Dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
- Berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.

Tujuan: tidak terjadi diare

KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak

• Intervensi:

- Observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses


- Identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
- Berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap
4. Implementasi

Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah


kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan

untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).

1. Tindakan Keperawatan Mandiri.

Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan


keperawatan mendiri dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan
lingkungan yang tenang.

2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.

Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan


anggota perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertahan untuk mengatasi masalah klien.
5. Evaluasi
Evaluasi keberhasilan dasar penentuan tindakan
• Tekanan darah dan bj urine dapat menjadi indicator regimen terapi estimasi
penurunan edema tubuh
• Mencegah edema bertambah berat

2.5 Prosedur pemeriksaan fisik terhadap status hidrasi anak

1. Menghitung balance cairan


Menghitung balance cairan anak tergantung tahap umur
Menentukkan air metabolisme ( AM)
• Usia balita 1-3 : 8 cc/kgBB/hari
• Usia 5-7 tahun : 8-8,5 cc/kgBB/hari
• Usia 7-11 tahun : 6-7 cc/kgBB/hari
• Usia 12-14 tahun : 5-6 cc/kgBB/haro
• IWL ( insensible water Loss) x 1 cc/kgBB/hari
• Jika anak mengompol menghitung urine 0,5 cc/kgBB/hari

Rumus : intake cairan-output cairan


2. Mengukur tingkat dehidrasi , overload cairan/edema
a) Mengukur tingkat dehidrasi
Dehidrasi ringan
Jika penurunan cairan tubuh 3-5% dari berat badan
 Muka memerah
 Merasa haus
 Kulit kering dan pecah-pecah
 Volume urine berkurang dengan warna lebih gelap dari biasanya
 Pusing dan lemah
 Kram otot terutama pada kaki dan tangan
 Kelenjar airmata berkurang kelembapannya
 Sering mengantuk
 Mulut dan lidah kering dan air liur berkurang

dehidrasi sedang
Jika penurunan cairan tubuh antara 5-10% dari berat badan

Gejala :

 Gelisah,
 Rasa sangat kehausan
 Mata cekung
 Kulit keriput, misalnya kita cubit dinding peru, kulit tidak segera kembali
keposisi semula
 Tekanan darah menurun
 Pingsan
 Kontraksi kuat pada otot lengan, kaki, perut dan punggung
 Kejang
 Perut kembung
 Denyut nadi lemah dan cepat

Dehidrasi berat

Jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10% dari berat badan

Gejala

 Berak cair terus menerus


 Muntah terus menerus
 Kesadaran lemah, lemas luar biasa dan terus mengantuk
 Tidak bisa minum dan makan
 Mata cekung, bibir kering dan biru
 Tangan dan kaki menjadi dingin dan lembab
 Denyut nadi semakin cepat dan lemah hingga tidak teraba
 Tekanan darah menurun drastis hingga tidak dapat diukur
 Tidak kencing 6 jam atau lebih / frekuensi buang air kecil berkurang
 Kadang-kadang dengan kejang dan panas

B. Mengukur tingkat edema


• 1+ : menekan sedalam 2mm akan kembali dengan cepat
• 2+ menekan lebih dalam (4mm) dan akan : kembali dalam waktu 10-15
detik
• 3+ : menekan lebih dalam (6mm) akan kemabli dalam waktu >1 menit,
tampak bengkak
• 4+ menekan lebih dalam lagi (8mm) akan kembali dalam waktu 2-5 menit,
tampak sangat bengkak yang nyata.
3. Pemeriksaan kekurangan mineral dan elektrolit
Nilai rujukan natrium
Nilai rujukan kadar natrium pada:
- serum bayi : 134-150 mmol/l
- serum anak dan dewasa: 135-145 mmol/l
- urine anak dan dewasa: 40-220 mmol/24 jam
- cairan serebrospinal: 136-150 mmol/l

Nilai rujukan kalium


Nilai rujukan kalium serum pada:
- serum bayi : 3,6-5,8 mmol/l
- serum anak : 3,5-5,5 mmo/l
-serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/l
- urine anak : 17-57 mmol/24 jam
- urine dewasa : 40-80 mmol/24 jam\
- cairan lambung 10 mmol/l

nilai rujukan klorida


- serum bayi baru lahir: 94-112 mmol/l
-serum anak : 98-105 mmol/l
- serum dewasa : 95-105 mmol/l
- keringat anak : <50 mmol/l
-keringat dewasa: <60 mmol/l
- urin: 110-250 mmol/24 jam
- feses: 2mmol/24 jam

BAB III
PENUTUP
3.1 kesimpulan
Cairan dan elektrolit sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan atau
homeostasis tubuh. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat memengaruhi
fungsi fisiologis tubuh. Sebab, cairan tubuh terdiri atas air yang mengandung partikel-
partikel bahan organic dan anorganik yang vital untuk hidup. Elektrolit tubuh
mengandung komponen-komponen kimiawi.
1. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan
lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau atau
dapatpula bercampur lendir dan darah lendir saja (ngastiyah, 2005: 223).
2. Demam berdarah dengue (dbd) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang ditularkan dari orang keorang melalui gigitan nyamuk aedes (ae). (kementrian
kesehatan ri, 2015).
3. Sindrom nefrotik, adalah salah satu penyakit ginjal yang sering dijumpai pada
anak, merupakan suatu kumpulan gejala-gejala klinis yang terdiri dari proteinuria
masif, hipoalbuminemia, hiperkholesterolemia serta sembab. Yang dimaksud
proteinuria masif adalah apabila didapatkan proteinuria sebesar 50-100 mg/kg berat
badan/hari atau lebih. Albumin dalam darah biasanya menurun hingga kurang dari 2,5
gram/dl. Selain gejala-gejala klinis di atas, kadang-kadang dijumpai pula hipertensi,
hematuri, bahkan kadang-kadang azotemia.

3.2 saran
masalah gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit merupakan masalah yang cukup
berbahaya pada anak-anak jika tidak ditangani dengan tepat. Berikanlah perawatan
yang baik dan tepat kepada anak-anak yang mengalami kasus tersebut .

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai