Anda di halaman 1dari 3

Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan

Satu hal yang erat kaitannya dengan pembahasan mengenai sumber dari segala sumber hukum
adalah tentang Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan yang diatur dalam Ketetapan MPRS
No. XX/MPRS/1966.

Dalam ketetapan itu, Tata Urutan Perundang-Undangan adalah sebagai berikut :

1. Undang Undang Dasar Republik Indonesia 1945

2. Ketetapan MPR

3. Undang Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang

4. Peraturan Pemerintah

5. Keputusan Presiden

6. Peraturan-peraturan pelaksana lainnya seperti Peraturan Menteri, Institusi Menteri, dan lain-
lain.

Nowalsky memberi norma hukum dalam 4 kelompok norma yaitu :

> Staatsfundam entalnorm

> Staatsgrundgestie

> Formelle Gesetze

> Verordnungen dan Autonome Satzingen

Staatsfundam entalnorm adalah norma dasar negara, yakni sebagai nama tertinggi, maka
staatsgrungesetze merupakan aturan-aturan dasar atau pokok negara, dan apabila aturan ini
dituangkan dalam dokumen negara disebut Undang Undang Dasar atau Verfassing dan apabila
dituangkan dalam beberapa dokumen disebut sebagai aturan dasar atau grundgesetze, yang
antara lain menentukan tata cara membentuk peraturan perundang-undangan lainnya yang
mengikat umum, sifatnya masih merupakan aturan-aturan pokok dan belum mengundang sanksi
dan sifatnya umum.

Formalle Gesetze / Undang Undang, yaitu bersifat memaksa baik paksaan pelaksanaan dan
paksaan hukuman.

Pada sistem ini kita memperoleh suatu tata norma hukum yang mengikat secara nyata.
Terakhir adalan Verordnungen dan Autonome Satzungen atau peraturan pelaksanaan dan
peraturan-peraturan otonom, yang merupakan peraturan-peraturan yang bersifat delegasian /
atribusian.

Hamis Attamimi disertainya dalam mengutip Nowalsky dan Carl Schmitt menjelaskan bahwa
isi Staatsfundam entalnorm adalah norma yang merupakan dasar bagi pembentukan konstitusi /
Undang Undang Dasar suatu negara termasuk norma perubahannya. Dan Staatfunda entalnorm
ialah letak syarat bagi berlakunya suatu konstitusi atau Undang Undang Dasar, sedangkan
konstitusi menurut Carl Schmitt merupakan keputusan atau consensus bersama tentang sifat dan
bentuk suatu kesatuan politik yang disepakati suatu bangsa.

Menurut A. Hammid S. Attami yang dapat disebut sebagai peraturan perundang-undangan


hanya Undang Undang atau peratura pemerintah pengganti Undang Undang sampai dengan
Keputusan KDH tingkat II. Undang Undang Dasar 1945 bukan peraturan perundang-undangan
karena dibentuk oleh PPKI. Demikian pula hanya dengan Ketetapan MPR sebagai produk
hukum lembaga tertinggi negara, sehingga seharusnya keduanya dimasukkan sebagai aturan
dasar negara.

Ada 7 catatan yang diberikan oleh Maria Farida yang sejalan dengan pemikiran A. Hammid :

1. Istilah " tata urutan " yang sebaiknya diganti dengan " tata susunan ".

Istilah pertama tidak mencerminkan suatu tingkatan / jenjang dari peraturan perundang-undangab
yang mengandung fungsi, materi, dan jenis yang berbeda.

2. Istilah " bentuk " sebaiknya diganti dengan " jenis ".

Kata " bentuk " lebih menunjukkan pada ciri-ciri lahiriah, sedangkan " jenis " berarti macam
peraturan perundang-undangan tersebut.

3. Istilah " perundangan " seharusnya diganti dengan " perundang-undangan " mengingat kata
dasar Undang Undang.

4. Dari dalam ketetapan tersebut disebutkan Keputusan Presiden yang berlaku sekali saja,
sedangkan keputusan bersifaf mengatur dan berlaku terus menerus tidak disebut dalam ketetapan
itu

5. " Peraturan Menteri " seharusnya diganti dengan " Keputusan Menteri "

6. Institusi Menteri tidak tepat dimasukkan dalam susunan peraturan perundang-undangan karena
institusi bersifat konkret dan merupakan perintah dari atasa kepada bawahan, padahal peraturan
perundang-undangan bersifat umum.

7. Perkataan " dan lain-lain " tidak tepat karena dapat diartikan secara luas.

Anda mungkin juga menyukai