Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

HEMODIALISA
RSPAU Dr. S. HARDJOLUKITO

Disusun Oleh :
DARINA WATI
24.21.1621

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XXIX


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SURYA GLOBAL YOGYAKARTA
2023
A. Pengertian Hemodialisa
Hemodialisa berasal dari kata hemo yang berarti darah, dan dialysis yang berarti
pemisahan atau filtrasi. Hemodialisa adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi
sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan tahap akhir gagal ginjal
atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialysis waktu singkat.
Hemodialisa adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui dialiser yang
terjadi secara difusi dan ultrafikasi, kemudian darah kembali lagi ke dalam tubuh
pasien.
Hemodialisis adalah tindakan mengeluarkan air yang berlebih ; zat sisa nitrogen
yang terdiri atas ureum, kreatinin, serta asam urat ; dan elektrolit seperti kalium,
fosfor, dan lain-lain yang berlebihan pada klien gagal ginjal kronik, khususnya pada
gagal ginjal terminal (GGT).
B. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisa adalah untuk memindahkan produk-produk limbah yang
terakumulasi dalam sirkulasi klien dan dikeluarkan ke dalam mesin dialysis (Muttaqin
& Sari, 2011).
Menurut Nurdin (2009), sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai
tujuan :
a. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
b. Membuang kelebihan air.
c. Mempertahankan atau mengembalikan system buffer tubuh.
d. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
e. Memperbaiki status kesehatan penderita.
C. PRINSIP HEMODIALISA
Menurut Muttaqin & Sari (2011) disebutkan bahwa ada tiga prinsip yang mendasari
kerja hemodialisa, yaitu :
a. Difusi
Proses difusi adalah proses berpindahnya zat karena adanya perbedaan kadar di
dalam darah, makin banyak yang berpindah ke dialisat.
b. Osmosis
Proses osmosis adalah proses berpindahnya air karena tenaga kimiawi yaitu
perbedaan osmolalitas dan dialisat.
c. Ultrafiltrasi
Proses Ultrafiltrasi adalah proses berpindahnya zat dan air karena perbedaan
hidrostatik di dalam darah dan dialisat.
D. Indikasi
Menurut Wijaya & Putri, (2013) indikasi hemodialisis adalah sebagai berikut :
1. Individu dengan gagal ginjal kronis dan gagal ginjal akut sementara (laju filtrasi
glomerulus 5 mL) harus menjalani hemodialisis sampai fungsi ginjal mereka
pulih ke kondisi awal. Hiperkalemia (K darah > 6mEq/l), asidosis, kegagalan
terapi konservatif, kadar ureum/kreatinin darah tinggi (Uyreum > 200 mg%,
kreatinin serum > 6mEq/l), kelebihan cairan, mual dan muntah berat adalah
semua gejala bahwa pasien memerlukan hemodialisis.
2. Intoksikasi obat dan bahan kimia.
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang parah terlihat.
4. Satu set kriteria diagnostik untuk sindrom hepatorenal:
a. K pH darah >7,10→ asidosis.
b. Oliguria/anuria > 5 hari.
c. GFR < 5ml/I pada GGK. d. Ureum darah > 200 mg/dl.
E. Komplikasi
Selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi,
antara lain :
a. Kram otot
Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa
sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi
pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.
b. Hipotensi
Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya
dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik, dan
kelebihan tambahan berat cairan.
c. Aritmia
Hipoksia, hipotensi, penghentian obat antiaritmia selama dialisa, penurunan
kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh
terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.
d. Sindrom ketidakseimbangan dialisa
Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan
dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat
dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara
kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan
air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim
dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan
azotemia berat.
e. Hipoksemia
Hipoksemia selama hemodialisa merupakan hal penting yang perlu dimonitor
pada pasien yang mengalami gangguan fungsi kardiopulmonar.
f. Perdarahan
Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai
dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa
juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.
g. Ganguan pencernaan
Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang
disebabkan karena hipoglikemia. Gangguan pencernaan sering disertai dengan
sakit kepala.
h. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.
Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak
adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat
F. Phatway

G. Dosis dan Kecukupan Dosis Hemodialisa


a. Dosis hemodialisa
Dosis hemodialisa yang diberikan pada umumnya sebanyak 2 kali
seminggu dengan setiap hemodialisa selama 5 jam atau sebanyak 3 kali seminggu
dengan setiap hemodialisa selama 4 jam.
b. Kecukupan dosis hemodialisa
Kecukupan dosis hemodialisa yang diberikan disebut dengan adekuasi
hemodialisis. Adekuasi hemodialisis diukur dengan menghitung urea reduction
ratio (URR) dan urea kinetic modeling (Kt/V). Nilai URR dihitung dengan
mencari nilai rasio antara kadar ureum pradialisis yang dikurangi kadar ureum
pascadialisis dengan kadar ureum pascadialisis. Kemudian, perhitumgan nilai
Kt/V juga memerlukan kadar ureum pradialisis dan pascadialisis, berat badan
pradialisis dan pascadialisis dalam satuan kilogram, dan lama proses hemodialisis
dalam satuan jam. Pada hemodialisa dengan dosis 2 kali seminggu, dialisis
dianggap cukup bila nilai URR 65-70% dan nilai Kt/V 1,2-1,4.
H. Terapi Hemodialisa
Selama tindakan hemodialisa dilakukan, darah yang kontak dengandialyzer
dan selang dapat menyebabkan terjadinya pembekuan darah. Hal ini dapat
mengganggu cara kerja dialyzer dan proses hemodialisis itu sendiri. Untuk
mencegah terjadinya pembekuan darah selama proses hemodialisis, maka perlu
diberikan suatu antikoagulan agar aliran darah dalam dialyzer dan selang tetap
lancar. Terapi yang digunakan selama proses hemodialisis, yaitu:
a. Heparin
Heparin merupakan antikoagulan pilihan untuk hemodialisa, selain karena
mudah diberikan dan efeknya bekerja cepat, juga mudah untuk disingkirkan
oleh tubuh. Ada 3 tehnik pemberian heparin untuk hemodialisa yang ditentukan
oleh faktor kebutuhan pasien dan faktor prosedur yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit yang menyediakan hemodialisa, yaitu :
1. Routine continuous infusion (heparin rutin)
Tehnik ini sering digunakan sehari-hari. Dengan dosis injeksi tunggal 30-50
U/kg selama 2-3 menit sebelum hemodialisa dmulai. Kemudian dilanjutkan
750-1250 U/kg/jam selama proses hemodialisis berlangsung. Pemberian
heparin dihentikan 1 jam sebelum hemodialisa selesai.
2. Repeated bolus
Dengan dosis injeksi tunggal 30-50 U/kg selama 2-3 menit sebelum
hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan dengan dosis injeksi tunggal 30-
50 U/kg berulang-ulang sampai hemodialisa selesai.
3. Tight heparin (heparin minimal)
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan ringan
sampai sedang. Dosis injeksi tunggal dan laju infus diberikan lebih rendah
daripada routine continuous infusion yaitu 10-20 U/kg, 2-3 menit sebelum
hemodialisa dimulai. Kemudian dilanjutkan 500 U/kg/jam selama proses
hemodialisis berlangsung. Pemberian heparin dihentikan 1 jam sebelum
hemodialisa selesai.
b. Heparin-free dialysis (Saline).
Tehnik ini digunakan untuk pasien yang memiliki resiko perdarahan
berat atau tidak boleh menggunakan heparin. Untuk mengatasi hal tersebut
diberikan normal saline 100 ml dialirkan dalam selang yang berhubungan
dengan arteri setiap 15-30 menit sebelum hemodialisa.Heparin-free dialysis
sangat sulit untuk dipertahankan karena membutuhkan aliran darah arteri yang
baik (>250 ml/menit), dialyzeryang memiliki koefisiensi ultrafiltrasi tinggi dan
pengendalian ultrafiltrasi yang baik.
c. Regional Citrate
Regional Citrate diberikan untuk pasien yang sedang mengalami
perdarahan, sedang dalam resiko tinggi perdarahan atau pasien yang tidak boleh
menerima heparin. Kalsium darah adalah faktor yang memudahkan terjadinya
pembekuan, maka dari itu untuk mengencerkan darah tanpa menggunakan
heparin adalah dengan jalan mengurangi kadar kalsium ion dalam darah. Hal ini
dapat dilakukan dengan memberikan infus trisodium sitrat dalam selang yang
berhubungan dengan arteri dan menggunakan cairan dialisat yang bebas
kalsium. Namun demikian, akan sangat berbahaya apabila darah yang telah
mengalami proses hemodialisis dan kembali ke tubuh pasien dengan kadar
kalsium yang rendah. Sehingga pada saat pemberian trisodium sitrat dalam
selang yang berhubungan dengan arteri sebaiknya juga diimbangi dengan
pemberian kalsium klorida dalam selang yang berhubungan dengan vena.
I. Diet Pasien Hemodialisa
Diet pasien hemodialisa mengacu pada tingkat perburukan fungsi ginjalnya.
Sehingga, ada beberapa unsur yang harus dibatasi konsumsinya yaitu :
a. Asupan protein dibatasi 1-1,2 g/kgBB/hari.
b. Asupan kalium dibatasi 40-70 meq/hari, mengingat adanya penurunan fungsi
sekresi kalium dan ekskresi urea nitrogen oleh ginjal.
c. Jumlah kalori yang diberikan 30-35 kkal/kgBB/hari.
d. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah urin yang ada ditambah
dengan insensible water loss, sekitar 200-250 cc/hari.
e. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan darah
dan edema.
f. Diet Rendah Kalium (Potassium) Dan Natrium (Sodium) Natrium banyak
terkandung dalam garam dapur (natrium klorida). Bagi penderita gagal ginjal,
hindari makanan yang mengandung natrium tinggi. Terlalu banyak
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi natrium menyebabkan kita
menjadi banyak minum, padahal asupan cairan pada pasien penyakit ginjal
kronik perlu dibatasi. Asupan garam yang dianjurkan sebelum dialysis antara
2,5-5 gr garam/hari. Nilai normal natrium adalah 135-145 mmol/L.
Pantangan besar :
a. Makanan dan minuman kaleng (Na Benzoat)
b. Manisan dan asinan
c. MSG/ Vetsin/ Moto
d. Ikan asin dan daging asap
e. Garam (makanan tidak boleh terlalu asin).
Kalium adalah mineral yang ada dalam makanan dengan nilai normalnya
adalah 3.5-5.5 mmol/L. Kalium banyak pada buah dan sayur. Kalium
memiliki peran penting dalam aktivitas otot polos (terutama otot jantung)
dan sel saraf. Ginjal normal akan membuang kelebihan kalium, namun pada
pasien, kemampuan tersebut menurun, sehingga dapat terjadi akumulasi/
penimbunan kalium dalam darah. Biasanya konsentrasi kalium yang tinggi
adalah lebih berbahaya daripada konsentrasi kalium yang rendah. Asupan
kalium yang dianjurkan adalah 40 mg/kgBB/hari. Konsentrasi kalium darah
yang lebih dari 5.5 mEq/L akan mempengaruhi sistem konduksi listrik
jantung. Kadar kalium yang sangat tinggi akan membuat otot melemah,
mengganggu irama jantung dan dapat menyebabkan kematian. Pilih
buah/sayur yang rendah kalium.
Makanan Yang Tinggi Kalium :
1. Buah : pisang, alpukat, kurma, duku, pepaya, apricot, kismis, prune.
2. Sayuran : petersell, daun papaya muda, kapri, seledri batang, kembang kol.
3. Fosfor Dan Kalsium
Tubuh memerlukan keseimbangan fosfor dan kalsium, terutama untuk
membangun massa tulang. Jika ginjal sudah tidak berfungsi dengan baik
maka kadar fosfor naik sehingga kalsium menjadi turun. Agar aliran darah
tetap stabil, pasokan kalsium diambil dari tulang sehingga massa kalsium
dalam tulang menjadi berkurang. Hal ini yang menyebabkan tulang mudah
retak atau patah. Jumlah fosfor yang dibutuhkan sehari 800-1.200 mg,
sedangkan kalsium 1.000 mg. Agar dapat menyeimbangkan jumlah
keduanya, sebaiknya perhatikan kandungannya dalam bahan makanan.
Dalam darah, nilai normal fosfor : 2,5-4,5 mg/dl, sedangkan kalsium : 8,4-
10,2 mg/dl.
Fosfor adalah mineral yang dibutuhkan tubuh untuk tulang. Jika ginjal
tidak berfungsi baik, kelebihan fosfor tidak bisa dibuang. Kadar fosfor yang
tinggi dapat menurunkan kadar kalsium di tulang, melepaskannya ke darah,
sehingga kadar kalsium dalam darah meningkat. Ini akan menyebabkan
tulang rapuh, gatal2, tulang nyeri dan mata merah.
Makanan Tinggi fosfor :
1. Produk susu : susu, keju, yoghurt, es krim.
2. Produk sereal : oatmeal, coklat, waffle, roti gandum.
3. Sayuran : kacang-kacanganan, biji bunga matahari, kedelai.
4. Daging, Ikan dan telur : hati, seafood (udang, kepiting), kuning telur, sarden,
ikan bilis.
J. Keunggulan Hemodialisa
1. Produk sampah nitrogen molekul kecil cepat dapat dibersihkan
2. Waktu dialisis cepat
3. Resiko kesalahan tehnis kecil
4. Adequasy dialisis dapat ditetapkan segera, underdialisis segera dapat
dibenarkan.

K. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Keluhan utama
Biasanya badan tersa lemah, mual, muntah, dan terdapat udem.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya pasien dengan GGK, memili riwayat hipertensi, DM, nefrosklerosis,
GNC/GGA yang tak teratasi.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat asidosis tubulus ginjal dan penyakit polikistik dalam keluarga.
d) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan lain yang menyerta biasanya : gangguan pernapasan, anemia,
hiperkelemia, anoreksia, tugor pada kulit jelek, gatal-gatal pada kulit, asidosis
metabolik.
 Aktivitas/istirahat.
Gejala : Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur
(Insomnia/gelisah atau samnolen).
Tanda     :     Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
 Sirkulasi
Gejala: Riwayat Riwayat hipertensi lama atau berat.
Palpitasi : nyeri dada (angina).
Tanda : Hipertensi : DVJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada
kaki, telapak, tangan.
Distritmia jantung.
Nadi lemah halus, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang
jarang pada penyakit tahap akhir.
 Integritas Ego.
Gejala: Faktor stress, contoh financial, hubungan dan sebagainya. Perasaan
yang tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
 Eliminasi
Gejala: penurunan frekuensi urine, oliguria, onuria (gagal tahap lanjut).
Abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berawan, oliguria, dapat menjadi anuria.
 Makanan/cairan.
Gejala : peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (Pernapasan ammonia).
Tanda: Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir). Perubahan
turgor kulit/kelembaban.
Edema (umum, tergantung).
Ulserasi (umum, tergantung).
Ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah.
Penurunan otot, penurunan lemak subkutan, penampilan tak bertenaga.
 Neurosensori.
Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, sindrom “kaki
gelisah” bebas rasa terbakar pada telapak kaki. Bebas kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati perifer).
Tanda: Gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, strupor, koma.
Penurunan DTR.
Tanda chvostek dan trosseau positif, kejang, fasikulasi otot, aktivitas
kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.
 Nyeri/kenyamanan.
Gejala     :     Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki (memburuk
saat malam hari).
Tanda     :     Perilaku berhari-hari/distraksi, gelisah.
Pernapasan.
Gejala     :     Napas pendek; dispnea noktural paroksismal; batuk
dengan/tanpa sputum kental dan banyak.
Tanda     :     Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi/kedalaman
(pernapasan kussmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda encer
(edema paru).
 Keamanan.
Gejala     :     Kulit gatal.
Ada/berulangnya infeksi.
Tanda     :     Pruritis.
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara actual terjadi
peningkatan pada pasien yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari
normal (efek GGK/depresi respon imun), petekie, area ekimosis pada kulit.
Fraktur tulang; deposit fosfal kalsium (klasifikasi metastatik) pada kulit,
jaringan lunak, sendi, keterbatasan gerak sendi.
 Seksualitas.
Gejala     :     Penurunan libido; amenonea; infertilitas.
Interaksi sosial.
Gejala: Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
 Pembelajaran/penyuluhan.
Gejala: Riwayat DM keluarga (resiko tinggi untuk gagal ginjal) penyakit
polikistik, nefritis, herediter, kalkulus urinaria, malignansi.
Riwayat terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

L. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelemahan proses pengaturan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. intoleransi aktifitas berhubungan dengan keletihan
4. resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasive
M. Asuhan Keperawatan
No Diagnosa keperawatan SLKI SIKI
1 Kelebihan volume
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3
cairan berhubungan x 8 jam, maka status cairan membaik, dengan Manajemen Hipervolemia (I.03114)

dengan kelemahan kriteria hasil: Observasi


proses pengaturan  Ortopnea menurun
 Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis: ortopnea,
 Edema perifer menurun
dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, refleks
 JVP meningkat membaik
hepatojugular positif, suara napas tambahan)
 Identifikasi penyebab hypervolemia
 Monitor status hemodinamik (mis: frekuensi jantung,
tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO, CI) jika
tersedia
 Monitor intake dan output cairan
 Monitor tanda hemokonsentrasi (mis: kadar natrium,
BUN, hematokrit, berat jenis urine)
 Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma (mis:
kadar protein dan albumin meningkat)
 Monitor kecepatan infus secara ketat
 Monitor efek samping diuretic (mis: hipotensi ortostatik,
hypovolemia, hipokalemia, hiponatremia)

Terapeutik

 Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama


 Batasi asupan cairan dan garam
 Tinggikan kepala tempat tidur 30 – 40 derajat
Edukasi
 Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
 Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam
sehari
 Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian diuretic


 Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretic
 Kolaborasi pemberian continuous renal replacement
therapy (CRRT) jika perlu

Pemantauan Cairan (I.03101)

Observasi

 Monitor frekuensi dan kekuatan nadi


 Monitor frekuensi napas
 Monitor tekanan darah
 Monitor berat badan
 Monitor waktu pengisian kapiler
 Monitor elastisitas atau turgor kulit
 Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
 Monitor kadar albumin dan protein total
 Monitor hasil pemeriksaan serum (mis: osmolaritas
serum, hematokrit, natrium, kalium, dan BUN)
 Monitor intake dan output cairan
 Identifikasi tanda-tanda hypovolemia (mis: frekuensi
nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah
menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun,
membran mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin
meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
 Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis: dispnea,
edema perifer, edema anasarca, JVP meningkat, CVP
meningkat, refleks hepatojugular positif, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
 dentifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis:
prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka
bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan
pancreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik

 Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi


pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi

 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan


 Dokumentasikan hasil pemantauan

2 Ketidakseimbangan
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3
nutrisi kurangdari x 8 jam, maka status nutrisi membaik, dengan Manajemen Gangguan Makan (I.03111)

kebutuhan tubuh kriteria hasil:


Observasi
 Porsi makan yang dihabiskan meningkat
 Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta
 Berat badan membaik
 Indeks massa tubuh (IMT) membaik kebutuhan kalori
Terapeutik

 Timbang berat badan secara rutin


 Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik
(termasuk olahraga) yang sesuai
 Lakukan kontrak perilaku (mis: target berat badan,
tanggungjawab perilaku)
 Damping ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku
memuntahkan Kembali makanan
 Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target
dan perubahan perilaku
 Berikan konsekuensi jika tidak mencapai target sesuai
kontrak
 Rencanakan program pengobatan untuk perawatan di
rumah (mis: medis, konseling)
Edukasi

 Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan


situasi pemicu pengeluaran makanan (mis: pengeluaran
yang disengaja, muntah, aktivitas berlebihan)
 Ajarkan pengaturan diet yang tepat
 Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian
masalah perilaku makan
Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan,


kebutuhan kalori dan pilihan makanan
Manajemen Nutrisi (I.03119)

Observasi

 Identifikasi status nutrisi


 Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
 Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
 Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
 Monitor asupan makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik

 Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu


 Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida
makanan)
 Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
 Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik
jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi

 Ajarkan posisi duduk, jika mampu


 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis:


Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

3 Intoleransi aktivitas
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3
b.d.: x 8 jam, maka toleransi aktivitas meningkat, dengan Manajemen Energi (I.05178)
kriteria hasil:
 Keletihan Observasi
 Anemia  Keluhan Lelah menurun
 Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
 Frekuensi nadi membaik
 Retensi produk kelelahan
 Monitor kelelahan fisik dan emosional
sampah
 Monitor pola dan jam tidur
Prosedur dialisis  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan
aktivitas
Terapeutik

 Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis:


cahaya, suara, kunjungan)
 Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
 Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat
berpindah atau berjalan
Edukasi

 Anjurkan tirah baring


 Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
 Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi

 Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan


asupan makanan

Terapi Aktivitas (I.01026)

Observasi

 Identifikasi defisit tingkat aktivitas


 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivitas
tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam
aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis: bekerja) dan
waktu luang
 Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan spiritual
terhadap aktivitas
Terapeutik

 Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang


dialami
 Sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan
rentang aktivitas
 Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas
yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan
sosial
 Koordinasikan pemilhan aktivitas sesuai usia
 Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi transportasi untuk menghadiri aktivitas, jika
sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan
lingkungan untuk mengakomodasi aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas rutin (mis: ambulasi, mobilisasi, dan
perawatan diri), sesuai kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energi, atau gerak
 Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat
badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
 Fasilitasi aktivitas aktivitas dengan komponen memori
implisit dan emosional (mis: kegiatan keagamaan
khusus) untuk pasien demensia, jika sesuai
 Libatkan dalam permainan kelompok yang tidak
kompetitif, terstruktur, dan aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan
diversifikasi untuk menurunkan kecemasan (mis: vocal
group, bola voli, tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana, tugas rutin, tugas
rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan kartu)
 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi mengembangkan motivasi dan penguatan diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya
sendiri untuk mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi

 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu


 Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial, spiritual, dan
kognitif dalam menjaga fungsi dan Kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi,
jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk memberi penguatan positif
atas partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi

 Kolaborasi dengan terapis okupasi dalam merencanakan


dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika
perlu

Anda mungkin juga menyukai