1. Pengertian Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit gangguan metabolik menahun akibat dari rusaknya fungsi pankreas yang tidak dapat memproduksi insulin, atau akibat tubuh yang tidak mampu menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif, atau kerusakan keduanya sehingga mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (hiperglikemia) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2014). Darah dalam kondisi normal mengandung sejumlah glukosa yang didapat dari penyerapan makanan di saluran gastrointestinal serta pembentukan glukosa pada hati dari zat makanan (Smetlzer & Bare, 2011). 2. Epidemiologi International Diabetes Federation (IDF) (2013) memperkirakan bahwa prevalensi DM di seluruh dunia akan terus meningkat hingga 592 juta orang pada tahun 2035. Selain itu, di dunia diperkirakan setiap 6 detik terdapat satu orang meninggal akibat DM dengan jumlah kematian pada tahun 2015 yaitu 5 juta orang (IDF, 2015). Prevalensi kejadian DM di Indonesia juga mengalami peningkatan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) (2013) menyatakan bahwa berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Risekesdas) tahun 2013 prevalensi DM di Indonesia mengalami peningkatan dari 5,7% pada tahun 2007 menjadi 6,9% atau sekitar 9,1 juta orang pada tahun 2013. DM saat ini menjadi penyebab kematian terbesar nomor 3 di Indonesia dengan presentase 8,7% setelah stroke dan penyakit jantung koroner. 3. Klasifikasi DM dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tipe diantaranya: a. DM tipe 1 DM tipe 1 terjadi akibat destruksi sel beta pankreas karena proses autoimun, faktor lingkungan (virus), dan faktor genetik sehingga produksi insulin menurun (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015). b. DM tipe 2 DM tipe 2 terjadi akibat resistensi insulin dan kegagalan sekresi insulin (Smetlzer & Bare, 2011). Resistensi insulin (reseptor insulin tidak dapat membawa glukosa masuk ke sel) menyebabkan tingginya kadar glukosa dalam darah sehingga mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin (Ndraha, 2014). c. DM tipe lain DM tipe lain merupakan penyakit DM yang diakibatkan oleh beberapa hal yaitu defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, obat, infeksi, sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM (Ndraha, 2014). d. DM gestasional DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga (Pranata, 2016). 4. Faktor risiko Faktor risiko DM dapat dibedakan menjadi dua yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang dapat dimodifikasi (Murad, Abdulmageed, Iftikhar, & Sagga, 2014). A. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi a. Usia Usia yang semakin bertambah akan menyebabkan penurunan fungsi tubuh termasuk penurunan fungsi pankreas dalam memproduksi insulin atau penurunan fungsi insulin. Penelitian Valliyot, Sreedharan, Muttappallymyalil, & Valliyot (2013) usia diatas 50 tahun akan lebih rentan mengalami DM. b. Jenis Kelamin Jenis kelamin menjadi salah satu faktor risiko kejadian DM. Penelitian Murad, Abdulmageed, Iftikhar, & Sagga (2014) menyatakan bahwa laki-laki lebih rentan mengalami DM. c. Riwayat Keluarga Riyawat keluarga merupakan salah satu faktor risiko seseorang mengalami DM. Penelitian yang dilakukan oleh Valliyot, Sreedharan, Muttappallymyalil, & Valliyot (2013) menyatakan bahwa seseorang yang memiliki riyawat keluarga DM akan memiliki peluang tiga kali lebih besar untuk mengalami DM. B. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi a. Merokok Kebiasaan merokok 16-26 batang rokok per hari dapat meningkatkan risiko terkena DM sebesar 3,27 kali lebih besar dibandingkan dengan tidak merokok (Valliyot, Sreedharan, Muttappallymyalil, & Valliyot, 2013). b. Hipertensi Orang yang memiliki riwayat hipertensi berisiko terkena DM tipe II 2,629 kali lebih besar dibandingkan yang tidak memiliki riwayat hipertensi (Setyaningrum, 2016). c. Obesitas Obesitas menjadi salah satu faktor risiko DM karena obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi akibat peningkatan beban metabolisme glukosa pada pasien obesitas untuk mencukupi energi sel yang akan berpegaruh terhadap produksi insulin (Pranata, 2016). d. Kebiasaan olahraga Kebiasaan berolahara dapat mempengaruhi risiko terkena DM. Penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum (2016) menyatakan bahwa seseorang yang tidak melakukan olahraga secara teratur akan meningkatkan risiko terkena DM sebesar 4,48 kali dibandingkan seseorang yang berolahraga secara rutin. e. Pola diet Pola diet atau pola makan yang tidak teratur dan cenderung terlambat berperan pada ketidakstabilan kerja sel beta pankreas. Malnutrisi merusak pankreas, sedangkan obesitas meningkatkan gangguan kerja atau resistensi insulin (Pranata, 2016). 5. Manifestasi klinis Gejala diabetes melitus dibedakan menjadi akut dan kronik. Gejala akut diabetes melitus yaitu poliphagia (banyak makan), polidipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing/sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namu berat badan turun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), mudah lelah (Fatimah, 2015). Gejala kronik diabetes mellitus yaitu : Kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk tusuk jarum, rasa kebas di kulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, gigi mudah goyah dan mudah lepas, kemampuan seksual menurun bahkan pada pria bisa terjadi impotensi, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam kandungan ata dengan bayi berat lahir lebih dari 4kg (Fatimah, 2015). 6. Patofisiologi Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu resistensi insulin dan disfungsi sel B pancreas. Diabetes melitus tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, namun karena sel sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal.Keadaan ini lazim disebut sebagai “resistensi insulin”.1,8 Resistensi insulin banyak terjadi akibat dari obesitas dan kurang nya aktivitas fisik serta penuaan.Pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dapat juga terjadi produksi glukosa hepatik yang berlebihan namun tidak terjadi pengrusakan sel-sel B Langerhans secara autoimun seperti diabetes mellitus tipe 2. Defisiensi fungsi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif dan tidak absolut (Fatimah, 2015). Pada awal perkembangan diabetes melitus tipe 2, sel B menunjukan gangguan pada sekresi insulin fase pertama,artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin. Apabila tidak ditangani dengan baik,pada perkembangan selanjutnya akan terjadi kerusakan sel-sel B pankreas. Kerusakan sel-sel B pankreas akan terjadi secara progresif seringkali akan menyebabkan defisiensi insulin,sehingga akhirnya penderita memerlukan insulin eksogen. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 memang umumnya ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan defisiensi insulin (Tri, 2008) 7. Diagnosis Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan seperti (Amir, Wungouw, & Pangemanan, 2015): Keluhan klasik DM: poliuri, polydipsia, polifagi, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita. Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui pemeriksaan penyaring dengan mengunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015). Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dL) Bukan Belum DM DM pasti DM Kadar glukosa darah Plasma vena <100 100-199 ≥200 sewaktu (mg/dL) Darah kapiler <90 90-199 ≥200 Gadar glukosa darah Plasma vena <100 100-125 ≥126 puasa (mg/dL) Darah kapiler <90 90-99 ≥100 Sumber: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (2015) 8. Penatalaksanaan Penatalaksanaan DM terdiri dari lima komponen utama yaitu sebagai berikut: a. Edukasi Edukasi diberikan secara komphrehensif kepada pasien dan keluarga serta berupaya meningkatkan motivasi pasien untuk memiliki perilaku sehat (Fatimah, 2015). Edukasi pada pasien DM meliputi pemantauan glukosa mandiri, perawatan kaki, ketaatan pengunaan obat-obatan, berhenti merokok, meningkatkan aktifitas fisik, dan mengurangi asupan kalori dan diet tinggi lemak (Ndraha, 2014). b. Penatalaksanaan diet Prinsip diet pada pasien DM yaitu makanan seimbang, sesuai dengan kebutuhan kalori masing-masing individu (Smetlzer & Bare, 2011). Diet pada pasien DM perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan (Fatimah, 2015). Standar yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang dalam hal karbohidrat 60-70%, lemak 20-25% dan protein 10-15% (Ndraha, 2014). c. Latihan fisik Latihan fisik sangat penting bagi pasien DM karena latihan fisik dapat menurunkan faktor risiko kardiovaskuler serta meningkatkan memperbaiki pemakaian insulin (Smetlzer & Bare, 2011). Pasien DM dianjurkan untuk melakukan latihan fisik teratur 3-5 kali perminggu selama 30-45 menit dengan total 150 menit perminggu dan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut tanpa latihan fisik (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015). Latihan fisik dianjurkan yang bersifat aerobik seperti berjalan santai, jogging, bersepeda dan berenang sesuai kemampuan (Ndraha, 2014). d. Terapi farmakologi Terapi farmakologis diberikan bersama dengan peningkatan pengetahuan, pengaturan makan dan latihan jasmani (Fatimah, 2015). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral (berupa obat pemicu sekresi insulin, peningkatan sensitivitas insulin, penghambat glukoneogenesis serta penghambat glukosidase alfa) dan bentuk suntikan (insulin dan incretin mimetik) (Ndraha, 2014). e. Pemantauan Pemantauan yang harus dilakukan oleh pasien DM yaitu pemantauan dengan (1) pemeriksaan pemeriksaan kadar glukosa darah, (2) tes hemoglobin terglikosilasi, (3) pemantauan glukosa darah dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler dan (4) pemeriksaan glicated albumin (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2015). 9. Komplikasi Komplikasi penyakit DM dapat diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu komplikasi akut dan komplikasi kronik. Komplikasi akut akibat DM dapat berupa: (1) Ketoasidosis diabetik yang disebabkan oleh pemecahan lemak menjadi asam lemak bebas yang diubah menjadi badan keton oleh hati, (2) Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik merupakan keadaan yang didominasi oleh hiperosmolaritas dan hiperglikemia serta disertai perubahan tingkat kesadaran, dan (3) Hipoglikemia ketika kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dL (2,7 hingga 3,3 mmol/L) (Baradero, Dayrit, & Siswadi, 2009). Komplikasi kronik akibat DM dapat berupa: (1) Komplikasi makrovaskuler seperti aterosklerosis, serangan jantung, stroke dan penurunan proses penyembuhan infeksi; (2) Komplikasi mikrovaskuler seperti retinopati, nefropati, dan neuropati (Papatheodorou, Papanas, Banach, Papazoglou, & Edmonds, 2016; Smetlzer & Bare, 2011).