Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN


GASTROENTERITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Gastroenteritis adalah adanya inflamasi pada membran mukosa saluran
pencernaan dan ditandai dengan diare dan muntah (Chow et al., 2010). Diare
adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200
gram atau 200 ml/24 jam (Simadibrata K et al., 2009).

2. Etiologi
Penyakit gastroenteritis dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor infeksi
1) Virus
Sejak tahun 1940-an, virus sudah dicurigai sebagai penyebab penting dari
gastroenteritis. Tetapi peranannya belum jelas sampai Kapikian et al. (1972)
mengidentifikasi adanya virus (Norwalk virus) pada feses sebagai penyebab
gastroenteritis. Satu tahun kemudian, Bishop et al., mengobservasi keberadaan
rotavirus pada mukosa usus anak dengan gastroenteritis, dan pada tahun 1975,
astrovirus dan adenovirus diidentifikasi pada feses anak yang mengalami diare
akut. Sejak saat itu, jumlah virus yang dihubungkan dengan gastroenteritis akut
semakin meningkat (Wilhelmi et al., 2003). Beberapa virus yang sering
menyebabkan gastroenteritis adalah :
a) Rotavirus
Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare yang
parah pada anak-anak di Amerika Serikat (Tucker et al., 1998). Hampir
semua anak pernah terinfeksi virus ini pada usia 3-5 tahun (Parashar dan
Glass, 2012). Virus ini tercatat menyebabkan sekitar 1/3 kasus diare yang
dirawat inap dan menyebabkan 500.000 kematian di dunia setiap tahun
(WGO guideline, 2012).
Infeksi pada orang dewasa biasanya bersifat subklinis. Pada tahun
1973, Bishop dan rekannya melihat dengan mikroskop elektron, pada epitel
duodenum anak yang mengalami diare, adanya virus berukuran 70 nm yang
kemudian dikenal sebagai rotavirus (dalam bahasa Latin , rota = wheel)
karena tampilannya (Parashar et al., 1998).
Rotavirus adalah anggota suku Reoviridae dengan struktur non-
enveloped icosahedral dan ketika diobservasi di bawah mikroskop elektron,
mereka memiliki bentuk seperti roda (Wilhelmi et al., 2003).
Rotavirus diklasifikasikan kedalam grup, subgrup dan serotipe
berdasarkan protein kapsidnya. Virus ini memiliki 7 grup yaitu A-G.
Kebanyakan virus yang menyerang manusia adalah grup A , tetapi grup B
dan C juga dapat menyeebabkan penyakit pada manusia (Parashar et al.,
1998). Rotavirus menginfeksi enterosit yang matur pada ujung vili usus halus
dan menyebabkan atrofi epitelium vilus, hal ini dikompensasi dengan
repopulasi dari epitelium oleh immature secretor cell, dengan hiperplasia
sekunder dari kripta. Sudah dikemukakan bahwa terjadi kerusakan selular
yang merupakan akibat sekunder dari iskemi vilus. Mekanisme yang
menginduksi terjadinya diare akibat virus ini belum sepenuhnya dimengerti,
tetapi ada yang mengatakan bahwa diare muncul dimediasi oleh penyerapan
epitelium vilus yang relatif menurun berhubungan dengan kapasitas sekretori
dari sel kripta. Terdapat juga hilangnya permeabilitas usus terhadap
makromolekul seperti laktosa, akibat penurunan disakaridase pada usus.
Sistem saraf enterik juga distimulasi oleh virus ini, menyebabkan induksi
sekresi air dan elektrolit. Hal ini menyebabkan terjadinya diare (Wilhelmi et
al., 2003).
b) Enterik adenovirus
Virus ini menyebabkan 2-12% episode diare pada anak (Parashar
dan Glass, 2012). Human adenovirus merupakan anggota keluarga
Adenoviridae dan merupakan virus DNA tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan
bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu Mastadenovirus,
Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. Pada waktu kini terdapat 51
tipe antigen human adenovirus yang telah diketahui. Virus ini diklasifikasikan
ke dalam enam grup (A-F) berdasarkan sifat fisik, kimia dan kandungan
biologis mereka (WHO, 2004). Serotipe enterik yang paling sering
berhubungan dengan gastroenteritis adalah adenovirus 40 dan 41, yang
termasuk dalam subgenus F. Lebih jarang lagi, serotipe 31, 12 dan 18 dari
subgenus A dan serotipe 1, 2, 5 dan 6 dari subgenus C juga terlibat sebagai
penyebab diare akut.
Sama dengan gastroenteritis yang disebabkan oleh rotavirus, lesi
yang dihasilkan oleh serotipe 40 dan 41 pada enterosit menyebabkan atrofi vili
dan hiperplasia kripta sebagai respon kompensasi, dengan akibat malabsorbsi
dan kehilangan cairan (Wilhelmi et al., 2003).
c) Astrovirus
Virus ini menyebabkan 2-10 % kasus gastroenteritis ringan sampai
sedang pada anak anak (Parashar dan Glass, 2012). Astrovirus dilaporkan
sebagai virus antibodi.Patogenesis penyakit yang diinduksi oleh astrovirus
belum sepenuhnya dipahami, walaupun telah diduga bahwa replikasi virus
terjadi di jaringan usus. Penelitian pada orang dewasa tidak memberikan
gambaran mekanisme yang jelas. Penelitian yang dilakukan pada hewan,
Didapati adanya atrofi pada vili usus juga infiltrasi pada lamina propria
menyebabkan diare osmotik ( Wilhelmi et al., 2003).
d) Human calcivirus
Infeksi human calcivirus sangat sering terjadi dan kebanyakan orang
dewasa sudah memiliki antibodi terhadap virus ini (Parashar dan Glass, 2012).
Virus ini merupakan penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan
sering menimbulkan wabah. (Wilhelmi et al., 2003). Human calcivirus adalah
anggota keluarga Calciviridae, dan dua bentuk umum sudah digambarkan
yaitu Norwalk-like viruses(NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang
sekarang disebut norovirus dan sapovirus. Virionnya disusun oleh single-
structure capsid
Norovirus merupakan penyebab utama/terbanyak diare pada pasien
dewasa dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun (Monroe, 2011).
Pada penelitian yang pernah dilakukan, infeksi oleh calcivirus yang
diobservasi mengakibatkan adanya ekspansi dari vili usus halus proksimal. Sel
epitel masih intak dan terdapat pemendekan mikrovili. Mekanisme terjadinya
diare masih belum diketahui, Diduga bahwa perlambatan waktu pengosongan
lambung yang diobservasi pada gastroenteritis yang disebabkan Norwalk virus
mungkin memiliki peranan.
Infeksi oleh Norwalk virus menginduksi respon antibodi spesifik
IgG, IgA dan IgM, bahkan jika telah terjadi eksposur sebelumnya. Dua
minggu setelah infeksi Norwalk virus, terjadi peningkatan sintesis jejunum
terhadap IgA, dan kebanyakan pasien resisten terhadap reinfeksi selama 4-6
bulan (Wilhelmi et al,. 2003).
bulat kecil dengan diameter 28 nm dengan tampilan seperti bintang bila dilhat
dengan mikroskop elektron. Genom virus ini terdiri dari single-stranded,
positive- sense RNA. Astrovirus diklasifikasikan menjadi beberapa serotipe
berdasarkan kereaktifan dari protein kapsid dengan poliklonal sera dan
monoklonal
e) Virus lain
Terdapat juga beberapa virus lain yang dapat menyebabkan penyakit
gaastroenteritis seperti virus torovirus. Virus ini berhubungan dengan
terjadinya diare akut dan persisten pada anak, dan mungkin merupakan
penyebab diare nosokomial yang penting.Selain itu ada juga virus
coronavirus, virus ini dihubungkan dengan diare pada manusia untuk pertama
kalinya pada tahun 1975, tapi penelitian-penelitian belum mampu
mengungkapkan peranan pastinya. Virus lainnya seperti picobirnavirus. Virus
ini diidentifikasi untuk pertama kalinya oleh Pereira et al. pada tahun 1988
(Wilhelmi et al., 2003).
2) Bakteri
Infeksi bakteri menyebabkan 10%-20% kasus gastroenteritis. Bakteri
yang paling sering menjadi penyebab gastroenteritis adalah Salmonella
species,Campylobacter species, Shigella species and Yersina species (chow et al.,
2010). Beberapa bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis adalah :
a) Salmonella
Infeksi salmonella kebanyakan melalui makanan atau minuman yang
tercemar kuman salmonella (Noerasid, Suraatmadja dan Asnil, 1988). Sekitar
40000 kasus salmonella gastroenteritis dilaporkan setiap tahun (Tan et al.,
2008). Salmonella mencapai usus melalui proses pencernaan. Asam lambung
bersifat letal terhadap organisme ini tapi sejumlah besar bakteri dapat
menghadapinya dengan mekanisme pertahanan. Pasien dengan gastrektomi
atau sedang mengkonsumsi bahan yang menghambat pengeluaran asam
lambung lebih cenderung mengalami infeksi salmonella. Salmonella dapat
menembus lapisan epitel sampai ke lamina propria dan mencetuskan respon
leukosit. Beberapa spesies seperti Salmonella choleraesuis dan Salmonella
typhi dapat mencapai sirkulasi melalui sistem limfatik. Salmonella
menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa toksin telah
diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan dan
elektrolit mungkin dihasilkan (Harper dan Fleisher, 2010).
b) Shigella
Ada dua bentuk yaitu bentuk diare (air) dan bentuk disentri
(Noerasid dan Asnil, 1988). Shigella tertentu melekat pada tempat perlekatan
pada permukaan sel mukosa usus. Organisme ini menembus sel dan
berproliferasi. Multiplikasi intraepitel merusak sel dan mengakibatkan ulserasi
mukosa usus. Invasi epitelium menyebabkan respon inflamasi. Pada dasar lesi
ulserasi, erosi pembuluh darah mungkin menyebabkan perdarahan. Spesies
Shigella yang lain menghasilkan exotoksin yang dapat menyebabkan diare
(Harper dan Fleisher, 2010).
c) Campylobacter
Campylobacter memanfaatkan mobilitas dan kemotaksis untuk
menelusuri permukaan epitel saluran cerna, tampak menghasilkan adhesin dan
sitotoksin dan memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada makrofag,
monosit dan sel epitel tetapi terutama dalam vakuola (Harper dan Fleisher,
2010).
d) E. coli
E. coli terdapat sebagai komensal dalam usus manusia mulai dari
lahir sampai meninggal. Walaupun umumnya tidak berbahaya , tetapi
beberapa jenis dapat menyebabkan gastroenteritis (Noerasid dan Asnil, 1988).
E. coli yang dapat menyebabkan diare dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
- Enteropathogenic (EPEC) : tipe klasik
- Enterotoxigenic (ETEC)
- Enteroinvasive (EIEC)
3) Parasit dan protozoa
Giardia lamblia adalah infeksi protozoa yang paling sering menyebabkan
gastroenteritis. Protozoa yang lain mencakup Cryptosporidium dan Entamoeba
hystolitica.
a) G. lamblia
Giardia adalah protozoa yang memiliki flagel, ditransmisikan
melalui jalur fekal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi feses.
Setelah ditelan dalam bentuk kista eksitasi melepaskan organisme di bagian
atas usus halus. Giardia kemudian melekat pada permukaan membran brush
border enterosit. Bakteri ini menyebabkan lesi sehingga terjadi defisiensi
laktosa dan malabsorbsi.
b) Cryptosporidium\
Organisme ini ditransmisikan melalui berbagai cara yang mencakup
fekal- oral, tangan ke mulut, dan orang ke orang melalui makanan, air, atau
hewan peliharaan yang terkontaminasi terutama kucing.
c) Entamoeba histolytica
Protozoa ini ditransmisikan melalui jalur fekal-oral. Infeksi protozoa
ini dimulai dengan tertelannya dalam bentuk kista. Eksitasi terjadi pada kolon
kemudian dilepaskan dalam bentuk trofozoid yang selanjutnya menginvasi
mukosa mengakibatkan peradangan dan ulserasi mukosa.
b. Faktor makanan
1) Malabsorbsi
- Malabsorbsi karbohidrat
- Malabsorbsi lemak : terutama Long Chain Triglyceride
- Malabsorbsi protein : asam amino, B laktoglobulin
- Malabsorbsi vitamin dan mineral (Noerasid dan Asnil, 1988)
2) Keracunan makanan
Makanan yang beracun (mengandung toksin bakteri) merupakan salah
satu penyebab terjadinya diare. Ketika enterotoksin terdapat pada makanan
yang dimakan, masa inkubasi sekitar satu sampai enam jam. Ada dua bakteri
yang sering menyebabkan keracunan makanan yang disebabkan adanya toksin
yaitu:
a) Staphylococcus
Hampir selalu S. Aureus, bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang tahan
panas. Kebanyakan pasien mengalami mual dan muntah yang berat
b) Bacillus cereus

3. Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan salah satu penyakit yang sangat sering
ditemui. Penyakit ini lebih sering mengenai anak-anak. Anak-anak di negara
berkembang lebih beresiko baik dari segi morbiditas maupun
mortalitasnya.Penyakit ini mengenai 3-5 miliar anak setiap tahun dan
menyebabkan sekitar 1,5-2,5 juta kematian per tahun atau merupakan 12 % dari
seluruh penyebab kematian pada anak-anak pada usia di bawah 5 tahun (Chow et
al., 2010). Pada orang dewasa, diperkirakan 179 juta kasus gastroenteritis akut
terjadi setiap tahun, dengan angka rawat inap 500.000 dan lebih dari 5000
mengalami kematian (Al-Thani et al., 2013).
Secara umum , negara berkembang memiliki angka rawat inap yang lebih
tinggi dibandingkan dengan negara maju. Ini dimungkinkan berdasarkan fakta
bahwa anak-anak di negara maju memiliki status gizi dan layanan kesehatan
primer yang lebih baik (chow et al., 2010). Di Indonesia pada tahun 2010 diare
dan gastroenteritis oleh penyebab infeksi tertentu masih menduduki peringkat
pertama penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di Indonesia yaitu sebanyak
96.278 kasus dengan angka kematian (Case Fatality Rate/CFR) sebesar 1,92%
(kemenkes RI, 2012).

4. Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare, yaitu:
a. Gangguan osmotik
Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan
tekanan osmotik dalam lumen usus naik sehingga terjadi pergeseran air dan
elektrolit kedalam lumen usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan
merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbullah diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam lumen usus dan selanjutnya
timbul diare karena kenaikan isi lumen usus. Diare akibat gangguan transport
elektrolit terjadi karena baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang
meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri
misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak rantai
pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti
gastrin vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare
sekretorik.
c. Gangguan eksudatif
Diare eksudatif dan inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik
usus halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat
infeksi bakteri atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy,
inflamatory bowel disease (IBD) atau akibat radiasi.
d. Gangguan motilitas usus
Hiperperistaltik akan menyebabkan berkurangnya kesempatan usus untuk
menyerap makanan, sehingga timbul diare. Sebaliknya bila peristaltik usus
menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya dapat
timbul diare pula.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada
dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus. Diare akibat infeksi terutama ditularkan secara fekal
oral. Hal ini disebabkan masukan minuman atau makanan yang terkontaminasi.
Penularannya adalah transmisi orang ke orang melalui aerosolisasi (Norwalk,
Rotavirus), tangan yang terkontaminasi (Clostridium difficile), atau melalui
aktivitas seksual. Faktor penentu terjadinya diare akut adalah faktor penyebab
(agent) dan faktor pejamu (host). Faktor pejamu adalah kemampuan pertahanan
tubuh terhadap mikroorganisme, yaitu faktor daya tahan tubuh atau lingkungan
lumen saluran cerna, seperti keasaman lambung, motilitas lambung, imunitas,
juga mencakup lingkungan mikroflora usus. Faktor penyebab yang mempengaruhi
patogenesis antara lain daya penetrasi yang merusak sel mukosa, kemampuan
memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan di usus, serta daya lekat
kuman. Kuman tersebut membentuk koloni-koloni yang dapat menginduksi diare.
Pathway
(Terlampir)

5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis penyakit gastroenteritis bervariasi. Berdasarkan salah
satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual(93%),
muntah(81%) atau diare(89%), dan nyeri abdomen(76%) adalah gejala yang
paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien. Tanda-tanda dehidrasi sedang
sampai berat, seperti membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau
perubahan status mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala
pernafasan, yang mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan
sekitar 10% (Bresee et al., 2012). Beberapa gejala klinis yang sering ditemui
adalah :
a. Diare
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau
setengah cair(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya
lebih dari 200 gram atau 200 ml dalam 24 jam (Simadibrata K et al., 2009). Pada
kasus gastroenteritis diare secara umum terjadi karena adanya peningkatan
sekresi air dan elektrolit.
b. Mual dan Muntah
Muntah diartikan sebagai adanya pengeluaran paksa dari isi lambung
melalui mulut. Pusat muntah mengontrol dan mengintegrasikan terjadinya
muntah. Lokasinya terletak pada formasio retikularis lateral medulla oblongata
yang berdekatan dengan pusat-pusat lain yang meregulasi pernafasan, vasomotor,
dan fungsi otonom lain. Pusat-pusat ini juga memiliki peranan dalam terjadinya
muntah. Stimuli emetic dapat ditransmisikan langsung ke pusat muntah ataupun
melalui chemoreceptor trigger zone (chow et al., 2010).
Muntah dikoordinasi oleh batang otak dan dipengaruhi oleh respon dari
usus, faring, dan dinding torakoabdominal. Mekanisme yang mendasari mual itu
sendiri belum sepenuhnya diketahui, tetapi diduga terdapat peranan korteks
serebri karena mual itu sendiri membutuhkan keadaan persepsi sadar (Hasler,
2012).
Mekanisme pasti muntah yang disebabkan oleh gastroenteritis belum
sepenuhnya diketahui. Tetapi diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan
stimulus perifer dari saluran cerna melalui nervus vagus atau melalui serotonin
yang menstimulasi reseptor 5HT3 pada usus. Pada gastroenteritis akut iritasi
usus dapat merusak mukosa saluran cerna dan mengakibatkan pelepasan
serotonin dari sel-sel chromaffin yang selanjutnya akan ditransmisikan langsung
ke pusat muntah atau melalui chemoreseptor trigger zone. Pusat muntah
selanjutnya akan mengirimkan impuls ke otot-otot abdomen, diafragma dan
nervus viseral lambung dan esofagus untuk mencetuskan muntah (chow et al,
2010).
c. Nyeri perut
Banyak penderita yang mengeluhkan sakit perut. Rasa sakit perut banyak
jenisnya. Hal yang perlu ditanyakan adalah apakah nyeri perut yang timbul ada
hubungannnya dengan makanan, apakah timbulnya terus menerus, adakah
penjalaran ke tempat lain, bagaimana sifat nyerinya dan lain-lain. Lokasi dan
kualitas nyeri perut dari berbagai organ akan berbeda, misalnya pada lambung
dan duodenum akan timbul nyeri yang berhubungan dengan makanan dan
berpusat pada garis tengah epigastrium atau pada usus halus akan timbul nyeri di
sekitar umbilikus yang mungkin sapat menjalar ke punggung bagian tengah bila
rangsangannya sampai berat. Bila pada usus besar maka nyeri yang timbul
disebabkan kelainan pada kolon jarang bertempat di perut bawah. Kelainan pada
rektum biasanya akan terasa nyeri sampai daerah sakral (Sujono Hadi, 2002).
d. Demam
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-
hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu ( set point ) di
hipotalamus (Dinarello dan Porat, 2012).
Temperatur tubuh dikontrol oleh hipotalamus. Neuron-neuron baik di
preoptik anterior hipotalamus dan posterior hipotalamus menerima dua jenis
sinyal, satu dari saraf perifer yang mengirim informasi dari reseptor
hangat/dingin di kulit dan yang lain dari temperatur darah. Kedua sinyal ini
diintegrasikan oleh thermoregulatory center di hipotalamus yang
mempertahankan temperatur normal. Pada lingkungan dengan subuh netral,
metabolic rate manusia menghasilkan panas yang lebih banyak dari kebutuhan
kita untuk mempertahankan suhu inti yaitu dalam batas 36,5-37,5ºC (Dinarello
dan Porat, 2012).
Pusat pengaturan suhu terletak di bagian anterior hipotalamus. Ketika
vascular bed yang mengelilingi hipotalamus terekspos pirogen eksogen
tertentu (bakteri) atau pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF), zat metabolik asam
arakidonat dilepaskan dari sel-sel endotel jaringan pembuluh darah ini. Zat
metabolik ini, seperti prostaglandin E2, melewati blood brain barrier dan
menyebar ke daerah termoregulator hipotalamus, mencetuskan serangkaian
peristiwa yang meningkatkan set point hipotalamus. Dengan adanya set point
yang lebih tinggi, hipotalamus mengirim sinyal simpatis ke pembuluh darah
perifer, menyebabkan vasokonstriksi dan menurunkan pembuangan panas dari
kulit ( Prewitt, 2005).

6. Penegakan Diagnosa
1) Anamnesa
Pasien dengan diare akut infektif datang dengan keluhan khas yaitu mual,
muntah, nyeri abdomen, demam dan tinja yang sering, bisa air, malabsorbtif,
atau berdarah tergantung bakteri yang menyebabkan (Simadibrata K et al.,
2009).
Curiga terjadinya gastroenteritis apabila terjadi perubahan tiba-tiba
konsistensi tinja menjadi lebih berair, dan/atau muntah yang terjadi tiba-tiba.
Pada anak biasanya diare berlangsung selama 5-7 hari dan kebanyakan berhenti
dalam 2 minggu. Muntah biasanya berlangsung selama 1-2 hari, dan kebanyakan
berhenti dalam 3 hari.
Tanyakan :
a) Kontak terakhir dengan seseorang yang mengalami diare akut dan/atau
muntah
b) Pajanan terhadap sumber infeksi enterik yang diketahui (mungkin dari
makanan atau air yang terkontaminasi)
c) Perjalanan atau bepergian
2) Pemeriksaan fisik
Kelainan-kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat
berguna dalam menentukan keparahan penyakit. Status volume dinilai dengan
menilai perubahan pada tekanan darah dan nadi, temperatur tubuh dan tanda
toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama juga merupakan hal yang
penting dilakukan (Simadibrata K et al., 2009).
3) Pemeriksaan Penunjang
a) Pemeriksaan tinja
Pemeriksaan tinja yang dilakukan adalah pemeriksaan makroskopik dan
mikroskopik, biakan kuman, tes resistensi terhadap berbagai antibiotika, pH
dan kadar gula, jika diduga ada intoleransi laktosa.
b) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dilakukan mencakup pemeriksaan darah lengkap,
pemeriksaan elektrolit, pH dan cadangan alkali, pemeriksaan kadar ureum.

7. Komplikasi
a. Dehidrasi
Dehidrasi ialah komplikasi yang paling sering terjadi pada penderita
gastroenteritis.
Penentuan derajat dehidrasi :
Tabel 2.2. Klasifikasi dehidrasi

Gejala/Tanda Klasifikasi
dehidrasi
Tanpa dehidrasi Ringan-sedang Berat
Keadaan Baik, Sadar Gelisah Letargi/Tidak
umum sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Rasa haus Minum biasa, tidak Sangat haus Tidak bisa
haus minum
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
(≥ 2 detik)

Catatan :

 Pembacaan tabel dari kanan ke kiri.

 Kesimpulan derajat dehidrasi ditentukan bila dijumpai≥ 2 gejala/tanda pada


kolom yang sama.

Tabel 2.3. Penentuan derajat dehidrasi menurut Maurice King

Bagian tubuh Nilai gejala yang ditemukan


0 1 2
yang diperiksa
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng, Mengigau, koma

apatis, ngantuk atau syok


Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan sianosis
Denyut Kuat < 120 Sedang (120-140) Lemah > 140

nadi/menit

Catatan :
1) Untuk menentukan kekenyalan kulit, kulit perut dijepit antara ibu jari dan
telunjuk selama 30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal
dalam waktu :
- 1 detik : turgor agak kurang (dehidrasi ringan)

- 1-2 detik : turgor kurang (dehidrasi sedang)

- 2 detik : turgor sangat kurang (dehidrasi berat)

2) Berdasarkan skor yang terdapat pada seorang penderita dapat ditentukan


derajat dehidrasinya :
- 0-2 : dehidrasi ringan

- 3-6 : dehidrasi sedang

- 7-12 : dehidrasi berat

3) Pada anak-anak dengan ubun-ubun besar sudah menutup, nilai untuk


ubun-ubun besar diganti dengan banyaknya/ frekuensi kencing (Noerasid,
Suraatmadja dan Asnil, 1988).

b. Gangguan keseimbangan asam basa (Metabolik asidosis)

Metabolik asidosis terjadi karena adanya kehilangan Na-bikarbonat


bersama tinja, adanya ketosis kelaparan akibat metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga terjadi penimbunan keton dalam tubuh, terjadi penimbunan
asam laktat, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak
dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria), dan terjadinya pemindahan
ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. Secara klinis
asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernafasan. Pernafasan bersifat
cepat, teratur dan dalam yang disebut pernafasan Kuszmaull (Noerasid,
Suraatmadja dan Asnil, 1988).
c. Hipoglikemia

Gejala-gejala hipoglikemia berupa lemas, apatis, peka rangsang, tremor,


berkeringat, pucat, syok, kejang sampai koma.
d. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dengan/tanpa muntah, dapat terjadi gangguan
sirkulasi darah berupa syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang
dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan
dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera ditangani penderita dapat
meninggal.

8. Penatalaksanaan
a. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi
Hal-hal yang harus diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan
akurat, yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan
Cairan ringer laktat merupakan cairan pilihan dengan jumlah kalium yang
rendah bila dibandingkan dengan kalium tinja. Bila tidak ada RL dapat
diberikan NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya ditambahkan dengan 1 ampul
nabik 7,5% 50 ml pada setiap 1 It NaCl isotonik. Pada keadaan diare akut
awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit yang dapat mencegah dehidrasi
dengan segala akibatnya.
2) Upaya Rehidrasi Oral (URO)
URO berdasarkan prinsip bahwa absorpsi natrium usus (dan juga elektrolit
lain dan air) dilakukan oleh absorpsi aktif molekul makanan tertentu seperti
glukosa (yang dihasilkan dari pemecahan sukrosa ) atau L asam amino (yang
dihasilkan dari pemecahan protein dan peptida). Bila diberikan cairan isotonik
yang seimbang antara glukosa dan garamnya, absorpsi ikatan glukosa-natrium
akan terjadi dan ini akan diikuti dengan absorpsi air dan elektrolit yang lain.
Proses ini akan mengoreksi kehilangan air dan elektrolit pada diare. Campuran
garam dan glukosa ini dinamakan Oral Rehydration Salt (ORS) atau di
Indonesia dikenal sebagai cairan rehidrasi oral (Oralit). Orali dapat juga dibuat
sendiri dirumah dengan komposisi ¼ sendok teh garam ditambah dengan 1
sendok teh gula pasir yang dilarutkan kedalam 200 ml air yang sudah
dimasak.
Komposisi cairan oralit yang dianjurkan WHO/UNICEF
Kandungan Jumlah Ion Konsentrasi
(g/l) (mmol/l)
Natrium 3,5 Natrium 90
klorida
Trinatrium 2,9 Kalium 10*
sitrat, dihidrat clorida
Kalium clorida 1,5 Sitrat 80
Glukosa 20,0 Glukosa 111
(anhidrous)
* Natrium bikarbonat 2,5 g bikarbonat 30 mmol/L
3) Jalan pemberian cairan
- Parenal untuk dehidrasi ringan/sedang/tanpa dehidrasi bila anak mau
minum dan kesadaran baik
- Intragastrik untuk dehidrasi ringan/sedang/tanpa dehidrasi bila anak tidak
mau minum atau kesadaran menurun.
- Intravena untuk dehidrasi berat.
4) Jumlah cairan
Jumlah cairan yang diberikan disesuaikan dengan kebutuhan cairan anak.
Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat seperti
protein, lemak dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus
seimbang, bila terganmggu harus dilakukan koreksi mungkin dengan cairan
parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada anak dapat di
gambarkan sebagai berikut :

Kebutuhan cairan Kebutuhan


Umur Berat Badan
total/24 jam cairan/Kg BB/24 jam
3 hari 3,0 250 – 300 80 – 100
10 hari 3,2 400 – 500 125 – 150
3 bulan 5,4 750 – 850 140 – 160
6 bulan 7,3 950 – 1100 130 – 155
9 bulan 8,6 1100 – 1250 125 – 165
1 tahun 9,5 1150 – 1300 120 – 135
2 tahun 11,8 1350 – 1500 115 – 125
4 tahun 16,2 1600 – 1800 100 – 110
6 tahun 20,0 1800 – 2000 90 – 100
10 tahun 28,7 2000 – 2500 70 – 85
14 tahun 45,0 2000 – 2700 50 – 60
18 tahun 54,0 2200 – 2700 40 – 50

Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998),
Suharyono, Aswitha, Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI
(1988), menyatakan bahwa jumlah cairan yang hilang menurut derajat
dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :

Derajat dehidrasi PWL NW CWL Jumlah


Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250
Keterangan:
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)
5) Jadwal (kecepatan) pemberian cairan
(a) Belum ada dehidrasi
- Oral sebanyak anak mau minum atau 1 gelas setiap kali buang air besar.
- Parental dibagi rata-rata 24 jam.
(b) Dehidrasi ringan
- 1 jam pertama : 25-50 ml/kgBB peroral atau intragastrik.
- selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari atau ad libitum
(c) Dehidrasi sedang
- 1 jam pertama : 50-100 ml/kgBB personal atau intragastrik
- selanjutnya : 125 ml/kgBB/hari atau ad libitum
(d) Dehidrasi berat, untuk anak 1 bulan – 2 tahun dengan BB 3-10 kg.
- 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/jam atau 10 tetes/kgBB/menit (dengan
infus berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/kgBB/menit (dengan
infus berukuran 1 ml = 20 tetes)
- 7 jam kemudian : 12 ml/kg/jam atau 3 tetes/kgBB/menit (dengan infus
berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/kgBB/menit (1 ml = 15 tetes)
atau 3 tetes/kgBB/menit (1 ml = 20 tetes).
b. Dietetik
Untuk mencegah kekurangan nutrisi, diet pada anak diare harus tetap
dipertahankan, yang meliputi:
- Susu (ASI/ PASI rendah laktosa)
- Makanan setengah padat /lunak (nasi tim)
- Bila anak berusia 4 bulan atau lebih dan sudah dapat makanan padat atau
lunak (MPASI), makanan ini harus diteruskan dan disesuaikan dengan
umurnya. Bayi umur 6 bulan atau lebih harus mulai diberi makanan lunak.
- Pemberian makanan mulai diberikan setelah dehidrasi teratasi. Paling
tidak 50% dari energi diet harus berasal dari makanan. Pemberiannya
dengan porsi kecil dan sering (6 kali/hari) dan anak dibujuk untuk makan.
c. Obat-obatan
1) Obat anti sekresi (asetosal, klorpromazin)
2) Obat spasmolitik (papaverin, ekstrakbelladone)
3) Antibiotik (diberikan bila penyebab infeksi teiah diidentifikasi)

9. Pencegahan

Upaya pencegahan yang dapat dilakukan untuk penyakit gastroenteritis


dapat dilakukan melalui berbagai cara salah satunya adalah dengan pemberian
vaksin rotavirus, dimana rotavirus itu sendiri sangat sering menyebabkan
penyakit ini. Selain itu hal lain yang dapat kita lakukan ialah dengan
meningkatkan kebersihan diri dengan menggunakan air bersih ataupun
melaksanakan kebiasaan mencuci tangan dan juga memperhatikan kebersihan
makanan karena makanan merupakan salah satu sumber penularan virus yang
menyebabkan gastroenteritis (WGO, 2012).
Diare umumnya ditularkan melalui 4F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger.
Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus
rantai penularan tersebut. Bebarapa upaya yang dapat dilakukan adalah :
Menyiapkan makanan dengan bersih, menjaga kebersihan individu, mencucui
tangan sebelum makan, pemberian ASI eksklusif, buang air besar pada tempatnya,
membuang sampah pada tempatnya, mencegah lalat agar tidak menghinggapi
makanan, membuat lingkungan hidup yang sehat (Siregar, 2009).
Menurut Yusri (2011) banyak kasus diare tersebar dari orang-ke-orang.
Tindakan pencegahan diare berikut dapat membantu seorang individu
menghindari diare dan infeksi virus atau bakteri lainnya:
a. Merawat anak yang sakit atau orang dewasa dengan hati-hati, mencuci tangan
setelah mengganti popok bayi, membantu penggunaan individu kamar mandi,
atau membantu individu di sekitar rumah.
b. Anak-anak harus diinstruksikan untuk mencuci tangan mereka, terutama
setelah menggunakan kamar mandi dan ketika ingin makan.
c. Makanan harus dimasak sampai suhu yang direkomendasikan.
d. Buah-buahan dan sayuran dikonsumsi mentah harus dibilas dengan air bersih.
e. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, selektiflah memilih makanan dan
minuman guna pencegahan diare.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Cyndi Smith Greenbery, 2004 adalah
a. Identitas klien
b. Riwayat keperawatan
Awal serangan : gelisah, suhu tubuh meningkat, anoreksia kemudian timbul
diare.
Keluhan utama : feses semakin cair, muntah, kehilangan banyak air dan
elektrolit terjadi gejala dehidrasi, BB menurun, tonus dan turgor kulit
berkurang, selaput kadir mulut dan bibir kering, frekuensi BAB lebih dari 4x
dengan konsisten encer.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat inflamasi
d. Riwayat Psikososial keluarga
e. Kebutuhan dasar
1) Pola Eliminasi
Mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4x sehari
2) Pola Nutrisi
Diawali dengan mual, muntah, anoreksia, menyebabkan penurunan BAB.
3) Pola Istirahat dan Tidur
Akan terganggu karena adanya distensi abdomen yang akan menimbulkan
rasa tidak nyaman
4) Pola Aktifitas
Akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan adanya nyerivakibat
disentri abdomen.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Darah
Ht meningkat, leukosit menurun
2) Feses
Bakteri atau parasit
3) Elektrolit
Natrium dan Kalium menurun
4) Urinalisa
Urin pekat, BJ meningkat
5) Analisa Gas Darah
Antidosis metabolik (bila sudah kekurangan cairan)
g. Daya Fokus
1) Subjektif
- Kelemahan
- Diare lunak s/d cair
- Anoreksia mual dan muntah
- Tidak toleran terhadap diit
- Perut mulas s/d nyeri (nyeri pada kuadran kanan bawah, abdomen
tengah bawah)
- Haus, kencing menurun
- Nadi mkeningkat, tekanan darah turun, respirasi rate turun cepat
dan dalam (kompensasi ascidosis).
2) Objektif
- Lemah, gelisah
- Penurunan lemak / masa otot, penurunan tonus
- Penurunan turgor, pucat, mata cekung
- Nyeri tekan abdomen
- Urine kurang dari normal
- Hipertermi
- Hipoksia / Cyanosis,Mukosa kering,Peristaltik usus lebih dari
normal.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Diare berhubungan dengan inflamasi
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehangan cairan aktif
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi
d. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake makanan
f. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
suplai oksigen
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan sirkulasi darah
h. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi perianal
i. Risiko syok
j. Risiko kekurangan volume cairan

3. Intervensi Keperawatan
(Terlampir)

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan rencana
keperawatan.

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan dilaksanakan sesuai dengan tujuan dan kriteria
hasil.

DAFTAR PUSTAKA

Amin L. Tatalaksana Diare Akut. Continuing Medical


Education. 2015;42(7):504-8.
Docthwrman, Joanne Mc Closkey. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). St Louis, Mossouri: Elsevier Inc
Herdman, T Heather, dkk. 2015. Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi.
Edisi 10. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue, dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Mosby
Elsevier. Elsevier Inc
Nurarif, A.H. & Kusuma, H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc. Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta:
Mediaction Jogja
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., & Pradipta., E. A. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi IV, Jilid II. Jakarta: Media Aesculapius

Anda mungkin juga menyukai