Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR HUMERUS

Disusun Oleh :
Nurjanah Estu Pamungkas
(P27220016178)

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SURAKARTA
2018
A. Landasan Teori
1. Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan
punter mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem (Bruner & Sudarth, 2012).
Fraktur adalah diskontiunitas jaringan tulang yang banyak disebabkan karena
kekerasan yang mendadak atau tidak atau kecelakaan.(Suddarth 2012)
Fraktur adalah terputusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang rawan
yang disebabkan oleh kekerasan. (Santoso Herman 2013)
Jadi fraktur humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh
benturan/trauma langsung maupun tidak langsung karena diskontinuitas atau
hilangnya struktur dari tulang humerus.

(a) (b)
a. Normal b. Injuri (Patah tulang midshaft humerus)

A. Etiologi
Penyebab fraktur humerus diantaranya adalah :

1. Fraktur akibat peristiwa trauma


Fraktur yang disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran atau penarikan.
a. Trauma langsung
Tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunak rusak.
b. Trauma taklangsung
Tulang dapat mengalami faktur pada tempat yang jauh dari tempat yang
terkenaitu, kerusakan jaringan lunak pada fraktur mungkin tidak ada.
2. Fraktur humerus juga dapat terjadi akibat:
a. Fraktur kelelahan atau tekanan
Akibat dari tekanan yang berulang-ulang sehingga dapat menyebabkan retak
yang terjadi pada tulang.
b. Kelemahan abnormal pada tulang / fraktur patologik
Fraktur yang dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (osteoporosis tulang).
3. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.
Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau
miring.
4. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah
dalam jalur hantaran vector kekerasan.
5. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat Tarikan otot sangat jarang terjadi: Kekuatan dapat berupa
pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan.

B. Klasifikasi

Fraktur / patah tulang humerus terbagi atas :


1. Fraktur Suprakondilar Humerus
Jenis fraktur ini dapat dibedakan menjadi :
a. Jenis ekstensi yang terjadi karena trauma langsung pada humerus distal
melalui benturan pada siku dan lengan bawah pada posisi supinasi dan lengan
siku dalam posisi ekstensi dengan tangan terfiksasi.
b. Jenis fleksi pada anak biasanya terjadi akibat jatuh pada telapak tangan dengan
tangan dan lengan bawah dalam posisi pronasi dan siku dalamposisi sedikit
fleksi.
2. Fraktur Interkondiler Humerus
Fraktur yang sering terjadi pada anak adalah fraktur kondiler lateralis dan fraktur
kondiler medialis humerus.
3. Fraktur Batang Humerus
Fraktur ini disebabkan oleh trauma langsung yang mengakibatkan fraktur
transvesal atau gaya memutar tak langsung yang mengakibatkan fraktur spiral
(fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi)
4. Fraktur Kolum Humerus
Fraktur ini dapat terjadi pada kolum anatomikum ( terletak di bawah kaput
humeri) dan kolum sirurgikum ( terletak di bawah tuberkulum)
Berdasarkan hubungan dengan dunia luar.

1. Closed frakture (fraktur tertutup) : Fraktur yang tidak menyebabkan luka terbuka
pada kulit.
2. Open fracture (fraktur terbuka) : Adanya hubungan antara fragmen tulang yang
patah dengan dunia luar.
Berdasarkan jenisnya

1. Fraktur komplit : Garis fraktur mengenai seluruh korteks tulang.


2. Fraktur tidak komplit : Garis fraktur tidak mengenai seluruh korteks.
Berdasarkan garis fraktur

1. Fraktur transversal : Garis fraktur memotong secara transversal. Sumbu


longitudinal.
2. Fraktur obliq : Garis fraktur memotong secara miring sumbu longitudinal.
3. Fraktur spiral : Garis fraktur berbentuk spiral.
4. Fraktur butterfly : Bagian tengah dari fragmen tulang tajam dan melebar ke
samping.
5. Fraktur impacted (kompresi) : Kerusakan tulang disebabkan oleh gaya tekanan
searah sumbu tulang.
6. Fraktur avulsi : Lepasnya fragmen tulang akibat tarikan yang kuat dari ligamen.
Berdasarkan jumlah garis patah.

1. Fraktur kominutif : Fragmen fraktur lebih dari dua.


2. Fraktur segmental : Pada satu korpus tulang terdapat beberapa fragmen fraktur
yang besar.
3. Fraktur multiple : Terdapat 2 atau lebih fraktur pada tulang yang berbeda.

C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinik atau gambaran klinis pada fraktur humerus adalah:
1. Nyeri
Nyeri continue / terus-menerus dan meningkat karena adanya spasme otot dan
kerusakan sekunder sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.
2. Echmiosis
3. Deformitas atau kelainan bentuk
Perubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang dan patah
tulang itu sendiri yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak
luka.
4. Gangguan fungsi
Setelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung
menunjukkan pergerakan abnormal, ekstremitas tidak berfungsi secara teratur
karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang
tersebut saling berdekatan.
5. Bengkak/memar
Terjadi memar pada bagian atas lengan yang disebabkan karena hematoma pada
jaringan lunak.
6. Pemendekan
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada ekstremitas yang
disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur
humerus.
7. Krepitasi
Suara detik tulang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur humeri digerakkan
disebabkan oleh trauma lansung maupun tak langsung.

D. Pathofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan .Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang .
Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam
korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula
tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih.
Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya
1. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur
a. Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap
besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
b. Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas,
kelelahan, dan kepadatan atau kekerasan tulang.
2. Biologi penyembuhan tulang
Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur
merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan
membentuk tulang baru diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh
aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
1) Stadium Satu-Pembentukan Hematoma
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-
sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai
tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 –
48 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2) Stadium Dua-Proliferasi Seluler
Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum,`endosteum, dan bone marrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke
dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan
terjadi proses osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru
yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah. Fase ini berlangsung
selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantung frakturnya.
3) Stadium Tiga-Pembentukan Kallus
Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik,
bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan
juga kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan
osteoklast mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.
Massa sel yang tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang
yang imatur (anyaman tulang) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada
tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
4) Stadium Empat-Konsolidasi
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah
menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnya osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen
dengan tulang yang baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu
beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
5) Stadium Lima-Remodelling
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama
beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses
resorbsi dan pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih
tebal diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang
tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk, dan akhirnya dibentuk
struktur yang mirip dengan normalnya.
E. Pathway

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis

FRAKTUR

Diskontinuitas tulang Tindakan Bedah Pergeseran


fragmen tulang

Nyeri
Perubahan
Perubahan Kerusakan fragmen tulang
jaringan sekitar
Pre op Kurang
pengetahuan

Pergeseran fragmen
tulang Ansietas
Laserasi otot

Deformitas Post op

Luka insisi
Gangguan
mobilitas fisik Kerusakan
integritas
kulit Resiko infeksi
Sumber : Helmi. 2016

F. Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan Radiologi
2. Pemeriksaan Laboratorium

G. Komplikasi

a. Komplikasi Awal
1. Kerusakan Arteri
2. Kompartement Syndrom
Terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini
disebabkan oleh oedema atau perdarahan.
3. Fat Embolism Syndrom
Terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke
aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea,
demam.
4. Infeksi
5. Avaskuler Nekrosis Avaskuler Nekrosis (AVN)
Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa
menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkman’s
Ischemia.
6. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini
biasanya terjadi pada fraktur.
b. Komplikasi Dalam Waktu Lama
1. Delayed Union
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan supai darah ke tulang.
2. Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.
3. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan
dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

H. Penatalaksanaan
Yang harus diperhatikan pada waktu mengenal fraktur adalah :
a. Recognisi/pengenalan : Di mana riwayat kecelakaannya atau riwayat terjadi
fraktur harus jelas.
b. Reduksi/manipulasi : Usaha untuk manipulasi fragmen yang patah sedapat
mungkin dapat kembali seperti letak asalnya.
c. Retensi/memperhatikan reduksi : Merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk
menahan fragmen
d. Traksi : Suatu proses yang menggunakan kekuatan tarikan pada bagian tubuh
dengan memakai katrol dan tahanan beban untuk menyokong tulang.
e. Gips : Suatu teknik untuk mengimobilisasi bagian tubuh tertentu dalam bentuk
tertentu dengan mempergunakan alat tertentu.
f. Operation/pembedahan : Saat ini metode yang paling menguntungkan, mungkin
dengan pembedahan. Metode ini disebut fiksasi interna dan reduksi terbuka.
Dengan tindakan operasi tersebut, maka fraktur akan direposisi kedudukan
normal, sesudah itu direduksi dengan menggunakan orthopedi yang sesuai
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas klien, meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, nomor registrasi, tanggal dan jam masuk rumah sakit (MRS) dan
diagnose medis.
b. Keluhan utama pada kasus fraktur humerus adalah nyeri yang bersifat menusuk.
Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap mengenai nyeri klien, perawat dapat
menggunakan metode PQRST.
 Provoking Incedent : Hal yang menjadi faktor presipitas nyeri adalah trauma
pada lengan atas.
 Quality Of Plain: Klien yang merasakan nyeri yang menusuk.
 Region, Radiation, Relief: Nyeri terjadi dilengan atas. Nyeri dapat redah
dengan imobilitas atau istirahat. Nyeri tidak dapat menjalar atau menyebar.
 Severity (Scale) of Plain: secara subjektif, klien merasakan nyeri dengan skala
2-4 pada rentang 0-4.
 Time : Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat penyakit sekarang. pengumpalan data dilakukan untuk menentukan
penyebab fraktur yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan
terhadap klien. Pengkajian yang di dapat adalah adanya riwayat trauma pada
lengan. klien datang dengan lengan yang sakit tergantung tidak berdaya pada sis
tubuh dan di sangga oleh lengan yang sehat.
b. Riwayat penyakit dahulu. pada pengkajian ini, perawat dapat menemukan
kemungkinan penyebab fraktur dan mendapat petunjuk berapa lama tulang
tersebut akan menyambung. Penyakit- penyakit tertentu, seperti kanker tulang
dan penyakit paget, menyebabkan fanktor patologis sehingga tulang sulit
menyambung.
c. Riwayat penyakit keluarga. penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis yang terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang
yang cenderung diturunkan secara genetik.

d. Pola Pengkajian Gordon


1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat
mengganggu metabolism kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa
mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau
tidak.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zatbesi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah musculoskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein
3) Pola Eliminasi
dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi.
Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna,
bau, dan jumlah.
4) Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien, pengkajian dilaksanakan
pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur
serta penggunaan obat tidur.
5) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
6) Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena
klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang
salah (gangguan body image)
8) Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga
pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.
9) Pola Reproduksi Seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien, status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama
perkawinannya
10) Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutuhan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif
11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan
baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri
dan keterbatasan gerak klien.

3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
1) Kesadaran: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada
keadaan klien.
2) Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada
kasus fraktur biasanya akut.
3) TTV : Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
b. Head to Toe
1) Sistem Integumen
Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema,
nyeri tekan.
2) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan,
tidak ada nyeri kepala.
3) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4) Muka
Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun
bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema.
5) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi
perdarahan)
6) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri
tekan.
7) Hidung
Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.
8) Mulut dan Faring
Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak
pucat.
9) Thoraks
Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10) Paru
 Inspeksi
Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat
penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
 Palpasi
Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
 Perkusi
Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya.
 Auskultasi
Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti
stridor dan ronchi.
11) Jantung
 Inspeksi
Tidak tampak iktus jantung.
 Palpasi
Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
12) Auskultasi
Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
13) Abdomen
 Inspeksi
Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
 Palpasi
Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba.
 Perkusi
Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
 Auskultasi
Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.
14) Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.

4. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan pergeseran fragmen tulang
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan laserasi otot
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
d. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi
e. Ansietas berhubungan dengan defisit pengetahuan

5. Intervensi
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Nyeri Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengetahui


berhubung intervensi pegkajian intervensi
an dengan keperawatan nyeri secara keperawatan
pergeseran selama 3x24 jam, komprehens selanjutnya yang
fragmen klien mampu if termasuk akan diberikan
tulang mengontrol nyeri, lokasi, kepada klien
i akut nyeri berkurang karakteristik 2. Tingkat nyeri yang
dan tingkat , durasi, dirasakan dapat
kenyamanan frekuensi, mempengaruhi
meningkat. kualitas dan intervensi
Kriteria hasil : ontro keperawatan apa
Klien dapat presipitasi. yang akan diberikan
melaporkan nyeri, 2. Observasi r selanjutnya
frekuensi nyeri, eaksi 3. Mengurangi nyeri
ekspresi nonverbal dan memberi
wajah, dan dari kenyamanan.
menyatakan ketidaknya
kenyamanan fisik manan 4. Teknik relaksasi,
dan psikologis. 3. Kontrol distraksi dll,
Skala nyeri 1 lingkungan digunakan dalam
yang mengetasi nyeri
TD:120/80
mempengar
mmHg, N : 60-
uhi nyeri 5. Pemberian analgetik
100x/menit, S :
seperti suhu merupakan cara
36-36,5°C , R :
ruangan, mengendalikan
16-20x/menit.
pencahayaa nyeri agar tidak
n, menjadi lebih berat.
kebisingan
4. Ajarkan
teknik non
farmakologi
s (relaksasi,
distraksi dll)
5. Kolaborasi
dengan
dokter
dalam
pemberian
analgetik
2 Gangguan Setelah 1. Catat 1. Mengetahui
integritas dilakukan karakteristik intervensi
kulit intervensi luka:tentuka keperawatan
berhubung keperawatan n ukuran selanjutnya
an dengan selama 3x24 dan yang akan
laserasi jam, terjadi kedalaman diberikan
otot penyembuhan luka, dan kepada klien
pada luka dan klasifikasi 2. Menghilangkan
keutuhan pengaruh benda asing
struktur ulkus. dan bakteri
maupun fungsi 2. Bersihkan lainnya agar
fisiologis dengan tidak terjadi
normal kulit. cairan anti infeksi.
Kriteria hasil bakteri 3. NaCl 0,9%
: Tidak ada 3. Bilas dengan dapat mengikat
tanda atau cairan NaCl jaringan
gejala infeksi 0,9% sehingga luka
4. Dressing cepat kering
dengan kasa 4. Menghindari
steril sesuai kontaminasi
kebutuhan dan infeksi dari
5. Lakukan luar.
pembalutan 5. Pembalutan
6. Berikan dapat
posisi mencegah
terhindar meluasnya
dari tekanan. jaringan luka
pada kulit.

6. Posisi yang
baik dapat
membantu
klien untuk
memperoleh
kenyamanan
dan keamanan
serta dapat
mencegah
terjadinya
infeksi

3 Gangguan Setelah 1. Kaji derajat 1. Pasien mungkin


mobilitas dilakukan imobilitas dibatasi oleh
fisik intervensi yang pandangan
berhubung keperawatan dihasilkan diri/persepsi diri
an dengan selama 3x24 oleh tentang
deformitas jam, diharapkan cidera/pengo keterbatasan fisik
klien batan dan actual,
menunjukkan perhatikan memerlukan
mobilitas persepsi informasi/interven
optimal. pasien si untuk
Kriteria hasil : terhadap meningkatkan
a. Mempertaha imobilisasi kemajuan
nkan posisi kesehatan.
fungsional. 2. . Berikan 2. Mobilisasi dini
b. Menunjukka /bantu menurunkan
n teknik yang dalam komplikasi tirah
memampuka mobilisasi baring (contoh
n melakukan dengan kursi flebitis), dan
aktivitas. roda, kruk, meningkatkan
tongkat, penyembuhan dan
sesegera normalisasi fungsi
mungkin. organ. Belajar
Instruksikan memperbaiki cara
keamanan menggunakan alat
dalam penting untuk
menggunaka mempertahankan
n alat mobilisasi optimal
mobilitas dan keamanan
3. Instruksikan pasien
pasien 3. Meningkatkan
untuk/bantu aliran darah ke
dalam otot dan tulang
rentang untuk
gerak meningkatkan
pasien/aktif tonus otot,
pada mempertahankan
ekstremitas gerak sendi,
yang sakit mencegah
dan yang kontraktur/atrofi,
tidak sakit. dan resorpsi
4. Berikan diet kalsium karena
tinggi tidak digunakan.
protein,
karbohidrat, 4. Pada adanya
vitamin, dan cidera
mineral. musculoskeletal,
Pertahankan nutrisi yang
penurunan diperlukan untuk
kandungan penyembuhan
protein berkurang dengan
sampai cepat, sering
setelah mengakibatkan
defekasi penurunan berat
pertama badan sebanyak
5. Kolaborasi, 20-30 pon selama
konsul traksi tulang. Ini
dengan ahli dapat
terapi fisik. mempengaruhi
massa otot, tonus,
dan kekuatan
5. Mengembangkan
perencanaan dan
mempertahankan/
meningkatkan
mobilitas pasien.
4 Resiko Setelah 1. Inspeksi 1. Mendeteksi
infeksi dilakukan kulit untuk resiko/masalah
berhubung intervensi adanya kesehatan yang
an dengan selama 3x24 iritasi kemungkinan terjadi.
luka insisi jam, diharapkan 2. Observasi 2. Mengetahui tingkat
tidak terjadi luka keparahan luka
infeksi pada terhadap sehingga perubahan
luka pembentuka pada luka yang
Kriteria hasil: n bula, semakin parah dapat
a. Mencapai perubahan teratasi
penyembuh warna luka, 3. Mencegah terjadinya
an luka bau drainase komplikasi pada luka
sesuai yang tidak dan memfasilitasi
waktu sedap penyembuhan luka
b. Bebas 3. Lakukan 4. Mencegah dan
drainase perawatan mendeteksi dini
purulen, luka sesuai infeksi pada pasien
eritem dan protocol yang berisiko
demam dengan 5. Terapi antibiotik dan
tehnik steril. TT dapa
4. Lakukan meningkatkan daya
perlindunga tahan tubuh dan
n infeksi. mencegah infeksi
5. Berikan pada luka
therapy
obat-obatan
sesuai
indikasi;
anti biotic,
TT dll
5 a. A
Setelah 1. Kaji 1. Meningkatkan
ndilakukan tingkat kemampuan
sintervensi ansietas individu untuk
ikeperawatan dan menghadapi
eselama 3x24 diskusikan kenyataan dengan
tjam, diharapkan penyebabn lebih realistis
aansietas pasien ya bila 2. Pengenalan adalah
sdapat diatasi. mungkin bagian penting dari
a. Orientasika penerimaan.
dKriteria hasil : n pada Pengetahuan
ePasien tampak aspek- dimana benda-
nrileks aspek fisik benda berada dan
g dari siapa yang dapat
a fasilitas, diharapkan pasien
n jadwal dan untuk memberikan
aktivitas. bantuan dapat
d Perkenalka berguna dalam
e n pada mengurangi
f teman ansietas
i sekamar 3. Klien dapat
s dan merujuk pada
i staf.Berika materi tertulis atau
t n rekaman sesuai
penjelasan kebutuhan untuk
p tentang menyegarkan daya
e peran- ingat/mempelajari
n peran. informasi baru
g 4. Mengurangi beban
e b. Berikan pikiran klien
t informasi
a tertulis
h atau
u rekaman.
a
n
c. Berikan
waktu
untuk
mendengar
kan pasien
mengenai
masalah
dan dorong
ekspresi
perasaan
yang
bebas,
misalnya
marah,
ragu atau
takut.

6. Implementasi
Tindakan dari intervensi sesuai kebutuhan pasien

7. Evaluasi
Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keefektifitasan asuhan keperawatan yang
dilakukan dengan mengacu pada kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Helmi. Zein Noor. 2016. Buku Saku Kedaruratan di Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta;
Salemba medika

Kusuma. Hadi. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis. Jogjakarta; MediAction

Wilkinson. Mjudith. 2011. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 9 Nanda NIC NOC.
Jakarta; EGC

Brunner,Suddarth . 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah ,edisi 8 vol 3 . EGC :
Jakarta

http://lpkeperawatan.blogspot.com/2013/11/laporan-pendahuluan-fraktur.html

http://ideperawatind.blogspot.com/2016/01/asuhan-keperawatan-askep-laporan_12.html

http://bangsalsehat.blogspot.com/2018/04/laporan-pendahuluan-fraktur-lp-patah.html

Anda mungkin juga menyukai