Anda di halaman 1dari 9

Keduabelas

1 : B. Asidosis Respiratorik 2Jawaban : A. Bromage Score


Pembahasan : Pembahasan :
DS : Pasien mengeluh sesak napas DS : Pasien mengeluh nyeri

DO : pH 7,31, PCO2 49 mmHg, HCO3 24 meq/L DO : Pasien perempuan 26 tahun post anestesi
spinal tampak lemas
1. rentang normal pH : 7,35 – 7,45. Jika pH
dibawah 7,35 berarti menunjukkan Asidosis, dan Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah
jika diatas 7,45 menunjukkan Alkalosis. Pada soal dilakukan operasi kita perlu melakukan penilaian
nilai pH adalah 7,31 yang menunjukkan pasien terlebih dahulu untuk menentukan apakah pasien
mengalami asidosis. sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih
2. Rentang normal PCO2 adalah 35 – 45 mmHg. perlu di observasi di ruang Recovery room (RR)
Jika dibawah 35 menunjukkan Alkalosis, dan jika atau ruang pemulihan. Berikut adalah jenis score
diatas 45 menunjukkan Asidosis. Pada soal nilai dan penggunaannya :
PCO2 adalah 49 mmHg yang menunjukkan pasien 1. Aldrete Score untuk pasien dewasa dengan
mengalami asidosis. general anestesi
3. Rentang normal HCO3 adalah 22-26 meq/L. 2. Bromage Score untuk pasien dewasa dengan
Dibawah 22 menunjukkan Asidosis dan diatas 26 spinal anestesi
menunjukkan Alkalosis pada soal nilai HCO3 3. Steward Score untuk pasien anak-anak
adalah 24 meq/L yang menunjukkan normal.
4. Bandingkan hasil interpretasi dari PCO2 dan Sehingga pilihan yang paling tepat adalah A.
HCO3 untuk menentukan kelainan jenis asam Bromage Score.
basa. Pada ketiga analisa diatas pH menunjukkan
Asidosis, PCO2 asidosis dan HCO3 normal. Maka Jawaban opsi tidak tepat:
dapat disimpulkan hasil interpretasi pasien - Pilihan Indeks Katz tidak tepat karena bukan
tersebut adalah asidosis respiratorik (B). Jawaban penilaian post anestesi melainkan mengukur
tidak tepat: kemampuan pasien dalam melakukan 6
- Pilihan Alkalosis metabolik tidak tepat karena kemampuan fungsi : bathing, toileting, transfering,
tidak sesuai dengan interpretasi feeding, maintenance (berpakaian), continence
- Pilihan Alkalosis respiratorik tidak tepat karena (BAK/BAB).
tidak sesuai dengan interpretasi - Pilihan Steward Score tidak tepat karena
- Pilihan Asidosis metabolik tidak tepat karena digunakan untuk menilai post anestesi pada anak-
tidak sesuai dengan interpretasi anak
- Pilihan Alkalosis respiratorik terkompensasi tidak - Pilihan Glasgow coma scale kurang tepat karena
tepat karena tidak sesuai dengan interpretasi digunakan untuk menilai kesadaran dan umumnya
untuk menilai kesadaran setelah cidera kepala,
Referensi: (Mohammed, H., Abdelatief, Dalia. - Pilihan Aldrete score kurang tepat karena untuk
2016. Easy blood gas analysis: Implications for pasien dewasa dengan general anestesi.
nursing. Egyptian Journal of Chest Diseases and
Tuberculosis Volume 65, Issue 1, January 2016, Referensi: (Caro,Cristina., et al. 2015. Evidence
Pages 369-376) based clinical practice manual : postoperative
controls. Colombian Journal of Anesthesiology
43(1):20-31)
3Jawaban : B. 9216 ml 4Jawaban : D. 2
Pembahasan : Pembahasan :
DS : Pasien mengeluh nyeri DS : Tidak terkaji
DO : Laki-laki 30 tahun mengalami luka bakar pada DO : - Ekstremitas bawah dapat menggeser kaki ke
dada hingga perut dan kaki kanan. kanan saja
- Ekstremitas atas dapat mengangkat ke atas tetapi
1. Menghitung luas luka bakar : Luka bakar pada segera terjatuh kembali
dada 9%, pada perut 9%, dan pada kaki kanan 18%
maka total luas luka bakar yaitu 36%. Pembahasan :
2. Menghitung kebutuhan cairan pasien dengan Interpretasi kekuatan otot dinilai dalam derajat :
rumus baxter : 5 : Kekuatan normal; seluruh gerakan dapat
(4 ml x Berat badan (Kg) x % presentase luas luka dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat adanya
bakar) / 24 jam. kelelahan
Maka Jumlah Cairan yang dibutuhkan pasien : 4 : Seluruh gerakan otot dapat dilakukan dengan
4ml x 64 kg x 36% = 9216 ml benar dan dapat melawan tahanan ringan dan
Maka jawaban yang tepat adalah B. 9216 ml sedang dari pemeriksa
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya
(Baxter C. Fluid resuscitation, burn percentage, berat/gravitasi
and physiologic age. J Trauma 1979;19(11 Suppl): 2 : Di dapatkan gerakan tetapi gerakan ini tidak
864–5.) mampu melawan gaya berat/gravitasi
1 : Kontraksi minimal dapat terasa atau teraba
pada otot yang bersangkutan tanpa
mengakibatkan gerakan
0 : Tidak ada kontraksi sama sekali. Paralisis total.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa kekuatan otot


pasien adalah 2, karena pada ekstremitas bawah
pasien hanya mampu bergerak kekanan saja tidak
atas bawah yang menunjukkan pasien sulit
melawan gravitasi. Demikian pula pada
esktremitas atas pasien yang kembali terjatuh
setelah diangkat.

(Buku ilmu penyakit saraf – bagian ilmu penyakit


saraf fakultas kedokteran ugm 2006)
5Jawaban : A. Mengkaji CRT 6Jawaban : A. Pola napas tidak efektif
Pembahasan : Pembahasan :
DS : -kaki kesemutan DS : Mengeluh sesak napas
DO : - akral teraba dingin DO :
- Pulsasi melemah - Frekuensi napas 40x/menit tampak penggunaan
Pembahasan : otot bantu pernapasan
Masalah keperawatan yang tepat pada kasus - Ureum 112 mg/dl
diatas adalah Perfusi Jaringan Perifer Tidak Efektif - Kreatinin 5,37 mg/dl
(SDKI, 2016). Penanganan yang tepat adalah A.
Mengkaji CRT. Pembahasan :
Berdasarkan hasil pengkajian maka masalah utama
CRT (Capillary refill time) adalah tes yang dilakukan yang ditegakkan adalah A. pola napas tidak efektif.
cepat pada daerah kuku untuk memonitor jumlah Pola napas tidak efektif adalah inspirasi dan atau
aliran darah ke jaringan. Jika aliran darah baik, ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat
warna kuku kembali normal kurang dari 2 detik. SDKI (2017).
Apabila CRT lebih dari 3 detik maka dapat
dipastikan keadaan kaki kesemutan dan akral kaki Opsi jawaban tidak tepat:
teraba dingin adalah salah satu kompensasi tubuh Opsi jawaban B. Hipervolemia : Peningkatan
karena aliran darah yang tidak adekuat menuju volume cairan intravaskuler, intersisial, dan atau
kaki, sehingga tindakan selanjutnya adalah intraseluler (SDKI, 2017). Hipervolemia kurang
melonggarkan verban. tepat untuk ditegakkan menjadi masalah utama
pasien

Opsi jawaban C. Resiko perfusi renal tidak efektif :


Rentan terhadap penurunan sirkulasi darah ke
ginjal, yang dapat mengganggu kesehatan
(NANDA, 2015). Opsi ini kuramg tepat untuk
ditegakkan menjadi masalah utama pasien

Opsi jawaban D. Penurunan curah jantung : tidak


tepat karena tidak ada tanda-tanda penurunan
curah jantung. Opsi jawaban E. Resiko perfusi
perifer tidak efektif : tidak tepat karena tidak ada
tanda-tanda resiko perfusi perifer tidak efektif.
7Jawaban : E. Retensi cairan dan Natrium 8Jawaban : C. Melaporkan ke DPJP dan kepala
Pembahasan : Gagal ginjal kronik merupakan suatu perawat untuk mengedukasi kembali
perubahan fungsi ginjal yang progresif dan Pembahasan :
ireversibel. Ginjal berperan penting dalam regulasi Menurut Pasal 32 UU Republik Indonesia No 44
tekanan darah dan keseimbangan natrium. tahun 2009 : setiap pasien berhak memberikan
Konsentrasi natrium didalam tubuh dideteksi di persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan
medula densa, yaitu bagian aparatus dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
jukstaglomerulus. Apartus jusktaglomerulus penyakit yang dideritanya. Hal tersebut sesuai
berperam dalam tekanan darah. dengan Prinsip Etik Keperawatan Otonomi bahwa
pasien dapat mengambil keputusan sendiri
Melalui kerja dua sensor, baik kadar natrium yang berdasarkan keunikan individu secara holistik.
rendah atau tekanan perfusi yang rendah Penolakan tindakan medis adalah suatu
berfungsi sebagai stimulasi untuk pelepasan renin. pernyataan menyatakan bahwa pasien menolak
Renin yaitu suatu protease yang dibuat di sel tindakan medis yangdilakukan walaupun telah
jukstoglomerulus, menguraikan angiotensinogen diberikan penjelasan oleh dokter yang berwenang.
dalam darah untuk menghasilkan angiotensin I,
yang kemudian diuraikan menjadi angiotensin II Pada kasus diatas, hal yang dapat dilakukan
oleh angiotensin-converting enzyme (ACE). perawat adalah:
a. Dokter dan perawat meyakinkan pasien dan
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah keluarganya untuk mempertimbangkan
dengan memicu vasokonstriksi secara langsung keputusannya dalam menolak tindakan medis
dan dengan merangsang sekresi aldosteron yang akan dilakukan.
sehingga terjadi retensi natrium dan air oleh b. Jika pasien tetap menolak, perawat
ductus collingens. Hal ini menyebabkan Cairan menyerahkan formulir penolakan tindakan medis
Ekstraseluler meningkat sehingga tekanan pada kepada pasien/keluarga untukdibaca.
kapiler naik. Hal tersebut mengakibatkan volume c. Perawat mempersilahkan pasien atau keluarga
intresisial meningkat dan menyebabkan edema. untuk menandatangani dan membubuhkan nama
jelas juga sertakan tandatangan dan nama jelas
Maka opsi jawaban yang tepat adalah E. Retensi saksi dibawah tanda tangan pasien/keluarga. Saksi
cairan dan Natrium menyebabkan edema pada terdiri atas 3 orang yaitu, 1 orang perawat, 1 orang
pasien dengan Gagal ginjal kronik. dokter dan 1 orang pihak pasien.
d. Jika pasien tidak dapat menandatangani pasien
Jawaban tidak tepat: dapat membubuhkan cap jempol.

Opsi A. Kreatinin meningkat tidak tepat: Gangguan Dalam kasus diatas, maka hal yang dilakukan
clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah perawat sebelum meyakinkan kembali pasien dan
glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus di keluarga serta menjelaskan konsekuensi yang akan
deteksi dengan memeriksa clerence kretinin dalam terjadi adalah C. Melaporkan kepada dokter.
darah yang menunjukkan penurunan clerence (Standar Operasional prosedur RSUD Cianjur -
kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum 2016).
darah.

Opsi B. Hemoglobin turun tidak tepat :


Hemoglobin yang turun terjadi akibat sekresi
eritropoitin turun sehingga produksi hemoglobin
turun dan menyebabkan pasien anemia,
intoleransi aktivitas dan gangguang perfusi
jaringan.

Opsi C. Protein dalam darah positif tidak tepat :


Pada gagal ginjal kronik terjadi penurunan fungsi
ginjal sehingga hasil akhir metabolisme protein
tertimbun dalam darah dan terjadilah uremia.

Opsi D. Hiperkalemia tidak tepat : Pada gagal ginjal


kronik terjadi penurunan sekresi kalium yang
mengakibatkan hiperkalemia.
(Mcphee, S. J., &Wiliam, F. G. (2010). Patofisiologi
Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis Edisi
5. Jakarta : EGC).
9Jawaban : B. Bersihan jalan napas tidak efektif 10Jawaban : E. Mematikan alat EKG dan
Pembahasan : menghidupkannya kembali.
Pembahasan : Pembahasan :
DS : - Sesak napas, batuk berdahak dan sulit Artefak merupakan interferensi yang tampak pada
mengeluarkan dahak layar atau kertas hasil perekaman
DO : frekuensi napas 35x/menit, pH 7.30, pCO2 54, elektrokardiogram. Salah satu artefak yang paling
pO2 76, SaO2 94% sering ditemukan diklinik adalah artefak 60 siklus,
dimana gambarannya berupa getaran garis dasar
Masalah keperawatan yang tepat pada kasus yang dapat menutup gelombang P atau gelombang
diatas adalah “Bersihan Jalan napas tidak efektif”. QRS secara sempurna sehingga sangat sulit
Sesuai dengan SDKI (2016), bersihan jalan napas mendeteksi tinggi dan lebar gelombang P dan PR
tidak efektif didefinisikan sebagai interval. Bila gelombang P tidak terlihat pada tiap
ketidakmampuan untuk membersihkan sekret lead, maka tidak akan mungkin menilai adanya
atau obstruksi jalan napas untuk mempertahankan pembesaran ruang atrium. Demikian pula bila PR
jalan napas tetap paten, yang didukung oleh data : interval tidak dapat dideteksi, maka akan sulit
pasien batuk berdahak, tidak mampu menentukan ada tidaknya blok AV pada klien
mengeluarkan sputum. (Atwood. S, Stanton. C & Storey. J, 1996;
Jika dibuat prioritas berdasarkan prinsip ABCD: poernomo. H, Basuki. M & Widjaja. D, 2003).
A : Airway
B : Breathing Gambaran artefak dapat terjadi karena beberapa
C : Circulation hal seperti rambut dada berlebihan, kulit
D : Disability berkeringat khususnya ditempat elektroda
maka pada kasus ini bersihan jalan napas tidak melekat, elektroda kehilangan kontak dengan kulit
efektif perlu diprioritaskan menjadi masalah klien dan klien menyentuh objek metal atau kawat
utama pada pasien. penghantar menyentuh objek metal selama
Tinjauan Opsi Lainnya : perekaman EKG berlangsung. Selain sebab diatas,
Opsi A. Pola napas tidak efektif kurang tepat, artefak dapat juga disebabkan oleh pemberian jeli
karena sesak napas yang dialami oleh pasien penghantar yang sangat kurang, atau kering dan
diikuti dengan adanya perubahan pH arteri. Tidak penggunaan media penghantar yang tidak sesuai
hanya peningkatan PCO2 dan penurunan PO2. seperti penggunaan air ledeng (Atwood. S,
Opsi C. Gangguan Pertukaran gas kurang tepat, Stanton. C & Storey. J, 1996; poernomo. H, Basuki.
karena bukan merupakan masalah utama yang M & Widjaja. D, 2003).
dialami pasien.
Opsi D. Ganguan ventilasi spontan kurang tepat Artefak ini muncul akibat interferensi 60 Hz yang
karena ditandai dengan peningkatan penggunaan dibangkitkan oleh peningkatan potensial aksi
otot bantu napas. Sedangkan pasien tidak nampak (voltase) pada potensial offset elektroda logam
penggunaan otot bantu napas. yang kontak dengan kulit klien saat perekaman
Opsi E. Resiko aspirasi tidak tepat karena tidak EKG dilakukan (Atwood, Stanton & Storey, 1996;
terdapat data yang menunjukkan resiko poernomo. H, Basuki & Widjaja, 2003; Gabriel,
pemasukan cairan gastroisntestinal, sekresi 2010). Guna mengatasi kejadian artefak, ada
orofaring, benda cair atau padat ke dalam saluran beberapa cara yang dapat dilakukan yakni ;
trakeobronkial akibat disfungsi mekanisme - saat dilakukan perekaman EKG sebaiknya
protektif saluran nafas. bersihkan dada klien dari kotoran dengan
menggunakan alkohol,
- pada klien yang memiliki bulu dada lebat lakukan
pencukuran (bila memungkinkan), bersihkan kulit
klien dari keringat terutama tempat meletakkan
elektroda EKG,
- berikan jelly yang cukup antara kulit dengan
elektroda,
- pasang kabel ground pada alat EKG (bila ada),
- jauhkan alat eletronik yang ada didekat klien,
- anjurkan klien untuk tidak menyentuh besi
tempat tidur selama perekaman.

Referensi: Gabriel, JF. 2010. Fisika Kedokteran.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Poernomo, H. Basuki, M & Widjaja D. 2003.
Petunjuk Praktis Elektrodiagnostik. Bagian Ilmu
Penyakit Saraf FKUnair. Airlangga University Press.
2003.
Atwood, S. Stanton, C & Storey, J. 1996.
Pengenalan Dasar Disritmia Jantung. Yogyakarta.
Gadjah Mada University Press.
11Jawaban : B. Kolaborasi irigasi telinga dalam 12Jawaban : D. Menentukan lokasi yang akan
Pembahasan : diinsersi
DO : Terdapat cairan serumen bewarna kuning Pembahasan :
pada telinga bagian dalam. Pembahasan
Penatalaksanaan terapi serumen: Prosedur Pemasangan infus
a. Serumen yang masih lunak, dapat dibersihkan 1. Mengecek File (catatan medic/keperawatan)
dengan kapas yang dililitkan oleh aplikator (pelilit). 2. Menyiapkan alat
b. Serumen yang sudah agak mengeras dikait dan 3. Memberi salam dan memperkenalkan diri,
dibersihkan dengan alat pengait. memberitahu prosedur yang akan dilakukan
c. Serumen yang lembek dan letaknya terlalu 4. Mengenalkan tujuan : mempertahankan terapi
dalam, sehingga mendekati mebran timpani, dapat cairan IV
dikeluarkan dengan mengirigasi liang telinga 5. Menjaga privacy pasien
(spooling). 6. Bawa alat ke dekat pasien
d. Serumen yang telah keras membatu, harus 7. Cuci tangan
dilembekkan terlebih dahulu dengan karbol 8. Siapkan standart infus di sebelah pasien
gliserin 10 %, dibagian yang akan di infus, dengan tinggi 90 cm
(Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan keperawatan pada dari tempat tidur
klien dengan Gangguan Sistem Pendengaran dan 9. Buka set infus, periksa kelengkapan dan fungsi
Wicara. Editor : Dr. Mutia Ayu., Sp THT KL., M.Kes) bagian-bagiannya, letakkan kontrol 1/3 atas selang
dan tutup klemnya
10. Hubungkan infus set dengan botol cairan,
gantung cairan pada tiang infus, isi tabung kotrol ½
bagian, keluarkan udara dari selang dengan
mengalirkan cairan sambil menaikkan ujung atas
selang, dengan tidak membuka jarum infus set,
kemudian tutup klem.
11. Periksa jika masih ada udata di dalam selang.
Jika ada, selang infus diregangkan dan selang
dijentik dari bawah ke atas.
12. Pilih vena yang akan dipasang
13. Pasang perlak pengalas dibawah vena yang
akan dipasang
14. Dekatkan bengkok dan kapas alkohol di dekat
pasien
15. Pasang torniquet 10-15 cm diatas daerah
penusukan dan minta pasien untuk mengepalkan
tangan.
16. Pasang handscoon steril
17. Desinfeksi area yang akan ditusuk dengan
kapas alkohol
18. Tusukkan Iv cath pada vena dengan sudut 15
dengan lubang jarum menghadap keatas
19. Bila IV cath sudah masuk vena, darah akan
terlihat pada pangkal iv cath, tarik jarum sambil
mendorong iv cath kedalam vena semuanya.
20. Tekan bagian atas vena penusukan, buka
torniquet dan kepalan tangan pasien. Cabut jarum
IV cath, sambungkan dengan infus set, alirkan
cairan dengan membua kontrol atau klem dengan
perlahan.
21. Amati kelancaran cairan dan edema, jika ada
edema maka lepas infus dan area penusukkan
dipindahkan.
22. Tutup area penusukkan dengan kassa yang
telah diberi bethadin
23. Fiksasi IV cath dengan plester dengan cara
menyilang dan alasi bagian bawah pangkal IV cath
dengan kassa steril yang dipotong setengah
bagian, sambungan IV cath dengan selang infus
diplesster dan ditutuup dengan kassa, beri plester.
24. Atur tetesan cairan infus sesuai dengan yang
ditentukan.
25. Botol cairan ditulis : jam emberian dan jumlah
tetesan.
26. Plester ditas kassa ditulis tanggal peasangan
infus
27. Rapikan alat
28. Buka handscoon, cuci tangan.
29. Mengevaluasi reaksi pasien, komunikasi
prosedur telah selesai dilaksanakan
30. Jelaskan hal-hal yang perlu diperhatikan dan
dilaporkan pasien/keluarga kepada petugas
31. Membuat kontrak selanjutnya dan
dokumentasikan tindakan, jenis caian, jumlah
tetesan, waktu dengan jelas.
13Jawaban : C. Membantu pasien duduk di tepi 14Jawaban : B. Mengeluarkan selang, melubrikasi
bed kembali dan masukkan ke lubang hidung yang lain
Pembahasan : Pembahasan :
Prosedur mobilisasi dari bed ke kursi roda: Tahanan pada nasofaring dapat terjadi selama
1. Cuci tangan pemasangan NGT sebelum selang memasuki
2. Jelaskan prosedur pada pasien dan instruksikan orofaring. Jika terdapat tahanan pada nasofaring,
apa yang harus dilakukan keluarkan selang perlahan-lahan, beri lubrikan dan
3. Rendahkan posisi bed masukkan kembali ke lubang hidung yang lain.
4. Dekatkan kursi roda ke samping bed, pada sudut Selang tidak boleh dipaksakan masuk karena dapat
45 derajat terhadap bed membahayakan dan menyebabkan cedera
5. Pastikan kursi roda terkunci dan pijakan kaki (Fundamental of Nursing, 2015).
kursi dinaikkan
6. Bantu pasien duduk di tepi bed
7. Lebarkan kaki perawat
8. Tekuk lutut dan pinggul perawat segaris dengan
lutut pasien
9. Masukkan tangan melewati bagian bawah aksila
pasien dan letakkan tangan pada skapula
10. Bantu pasien berdiri pada hitungan ketiga
sambil meluruskan pinggul dan lutut perawat
11. Berputar pada kaki yang paling jauh dari kursi
roda
12. Instruksikan pasien untuk menggunakan
lengan kursi roda sebagai topangan
13. Tekuk pinggul dan lutut perawat, serta
dudukkan pasien di kursi roda
14. Posisikan pasien dengan benar pada posisi
duduk (bersandar kekursi roda dan menaruh kaki
pada pijakan kursi roda)
15. Pasang seat belt jika tersedia
16. cuci tangan
(Jaco, A., dkk. 2014. Buku ajar : clinical nursing
procedurs. Edisi II. Diterjemahkan oleh Estrada, R.
Tangerang: Binarupa Aksara).
15Jawaban : D. Menghidupkan mesin suction 16Jawaban : A. Memasukkan kateter suction
Pembahasan : dengan katub terbuka
Prosedur Tindakan Suction Pembahasan :
1. Cuci tangan Prosedur Tindakan Suction
2. Menggunakan handscoon 1. Cuci tangan
3. Mengatur posisi pasien 2. Menggunakan handscoon
4. Memasang handuk pada bantal atau dibawah 3. Mengatur posisi pasien
dagu pasien 4. Memasang handuk pada bantal atau dibawah
5. Pilih tekanan dan tipe unit vacum yang tepat dagu pasien
6. Menuangkan normal salin/air ssteril dalam 5. Pilih tekanan dan tipe unit vacum yang tepat
wadah steril 6. Menuangkan normal salin/air ssteril dalam
7. Sambungkan kateter penghisap dengan wadah steril
regulator vacum 7. Sambungkan kateter penghisap dengan
8. Basahi ujung kateter dengan normal salin regulator vacum
9. Lakukan penghisapan, masukan kateter suction 8. Basahi ujung kateter dengan normal salin
secara lembut sampai ujung kateter menyentuh 9. Lakukan penghisapan, masukan kateter suction
karina yang ditandai dengan respon batuk. secara lembut sampai ujung kateter menyentuh
Dahulukan penghisapan di ETT untuk pasien yang karina yang ditandai dengan respon batuk.
menggunakan ETT/Ventilasi mekanik kemudian Dahulukan penghisapan di ETT untuk pasien yang
diteruskan penghisapan disekitar rongga mulut. menggunakan ETT/Ventilasi mekanik kemudian
10. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari. diteruskan penghisapan disekitar rongga mulut.
Dengan perlahan rotasi kateter saat menariknya, 10. Sumbat “port” penghisap dengan ibu jari.
tidak boleh lebih dari 15 detik Dengan perlahan rotasi kateter saat menariknya,
11. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien tidak boleh lebih dari 15 detik
tidak mengalami distress pernapasan, istirahat 20- 11. Bilas kateter dengan larutan steril. Bila klien
30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter. tidak mengalami distress pernapasan, istirahat 20-
12. Bila diperlukan penghisapan ulang, ulangi 30 detik, sebelum memasukkan ulang kateter.
langkah 8-9 12. Bila diperlukan penghisapan ulang, ulangi
13. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan langkah 8-9
batuk efektif diantara penghisapan 13. Bila klien mampu minta untuk nafas dalam dan
14. Hisap sekret pada mulut atau dibawah lidah batuk efektif diantara penghisapan
setelah peghisapan orofaringeal 14. Hisap sekret pada mulut atau dibawah lidah
15. Buang kateter penghisap bersamaan dengan setelah peghisapan orofaringeal
pelepasan handscoon 15. Buang kateter penghisap bersamaan dengan
16. Cuci tangan pelepasan handscoon
16. Cuci tangan
(Tim Pokja Modul Pelatihan Hipercci Pusat. 2016.
Modul Pelatihan Keperawatan Intensif Dasar. (Tim Pokja Modul Pelatihan Hipercci Pusat. 2016.
Jakarta : In Media.) Modul Pelatihan Keperawatan Intensif Dasar.
Jakarta : In Media.)
Pertanyaan yg bagus Ns Henni, betul sekali, jika Jika diketahui kedua kaki maka nilainya menjadi
tidak ada keterangan “paha kanan” atau “betis 36%. Apakah dapat dipahami
kiri” maka asumsi kita luka bakar nya pada seluruh
kaki, dan dihitung 18%

Anda mungkin juga menyukai