Disusun oleh :
Eviyanti Ratna Suminar
G1A015057
G1A015077
Pembimbing :
dr. Heppy Oktavianto, M.Sc Sp.PD
LEMBAR PENGESAHAN
Pada tanggal,
Maret 2016
G1A015057
G1A015077
Mengetahui,
Pembimbing
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Alamat
Pekerjaan
Agama
Tgl. Masuk RS
:
:
:
:
:
:
:
Ny. S
59 tahun
Perempuan
Karangkemiri RT 012 RW 06
Ibu Rumah Tangga
Islam
10 Maret 2016
Tgl Periksa
14 Maret 2016
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Keluhan Tambahan: lemas, batuk berdahak dengan dahak berwarna putih, kaki
kanan pasien membengkak.
Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluhkan lemas dan sesak nafas. Pasien
juga mengeluhkan batuk berdahak berwarna putih, dan kaki kanan membengkak.
BAB dan BAK pasien dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Asupan nutrisi pasien sehari hari diantaranya nasi, lauk pauk seperti ikan tempe
tahu, sayur dan buah-buahan.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan di bangsal Dahlia kamar 4 RSMS pada tanggal 14 Maret 2016.
1. Keadaan umum : Sedang
2. Kesadaran
: Compos Mentis
3. Vital sign
Tekanan Darah
: 140/80 mmHg
Nadi
: 100 x/menit
Respiration Rate
: 24 x/menit
Suhu
: 37 0C
4. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
Kepala
: mesosefal
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-) , pembesaran kelenjar tiroid (-), refluks hepatojugular Palpasi : JVP +2 cm
c. Pemeriksaan thoraks
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: datar
Perkusi
Hepar
Lien
e. Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas
Pemeriksaan
Edema
Sianosis
Akral dingin
Reflek fisiologis
Reflek patologis
superior
Dextra Sinistra
+
+
-
Ekstremitas inferior
Dextra
+
+
-
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium darah tanggal 10 Maret 2016 Darah lengkap :
Hemoglobin
: 6,2 g/dl
Hematokrit
: 18 %
Ureum
: 217,2 mg/dl
Kreatinin
:5,82 mg/dl
Sinistra
+
+
-
Hemoglobin
: 12,5 g/dl
Leukosit
: 11440 /Ul
Hematokrit
: 37 %
Eritrosit
: 4,5 x 10e6/uL
Trombosit
: 204.000 /Ul
Ureum
:235,5 mg/d
kreatinin
:5,85 mg/dl
Anti HCV
: Non Reaktif
HBsAG
: Non Reaktif
: 11,4 g/dl
Leukosit
: 8430 /Ul
Hematokrit
: 34 %
Eritrosit
: 4,1 x 10e6/uL
Trombosit
: 168000 /Ul
Ureum
:44,1 mg/d
kreatinin
:1,46 mg/dl
E. RESUME
1. Anamnesis
a. Sesak Nafas
b. Lemas
c. Batuk Berdahak
d. Kaki membengkak
e. BAB BAK DBN
2. Pemeriksaan fisik
a. KU/Kes
b. Kepala
c. Mata
d. Leher
e. Paru
f. Jantung
g. Abdomen
: sedang/CM
: Mesosefal
: ca +/+ si -/: JVP +2, refluks hepatojugular : SD ves +/+, RBH -/-, wheezing -/: s1<s2, reguler, murmur + pansistolik, gallop :datar, nyeri tekan (-)
F. DIAGNOSIS KERJA
Chronic Kidney Disease stage V
HIpertensi grade 2
Anemia sedang
G. TERAPI
Farmakologis:
a) Inj. D5% 10 tom
b) Inj Impugen 2 Ampul / 8 jam
c) Asam folat 3 x 2 tab
d) CaCO3 3 x 1 tab
e) Amlodipin 1 x 10 mg
f) Irbesartan 1 x 150 mg
b. Non farmakologis:
a) Diet TKRP
b) Tirah baring
H. PROGNOSIS
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
Ad functionam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
a. DEFINISI
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat ( biasanya berlangsung dalam kurun waktu beberapa
tahun). Pada kasus tersebut, ginal kehilangan kemampuan untuk mempertahanan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal
( Wilson, 2006).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kerusakan fungsi ginjal ireversibel
yang memberikan efek pada hampir seluruh sistem organ (McCance dan Sue,
2006). Kidney Disease Quality Outcome Initiative (K/DOQI) mendefinisikan
CKD sebagai kerusakan ginjal atau Glomerular Filtration Rate (GFR)/ Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG) < 60 mL/min//1.73 m2 selama 3 bulan atau lebih
(Levey et., al., 2005). Pasien dengan CKD akan memiliki perjalanan penyakit
yang progresif menuju End Stage Renal Disease (ESRD) (McCance dan Sue,
2006).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah salah satu penyakit renal tahap akhir.
CKD merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan elektrolit yang menyebabkan uremia atau retensi urea dan sampah
nitrogenlain dalam darah (Sibuea, 2005).
CKD adalah kerusakan faal ginjal yang hampir selalu tidak dapat pulih dan
dapat disebabkan berbagai hal. Istilah uremia sendiri telah dipakai sebagai nama
keadaan ini selama lebih dari satu abad. Walaupun sekarang kita sadari bahwa
gejala CKD tidak selalu disebabkan oleh retensi urea dalam darah (Sibuea,
Panggabean, dan Gultom, 2005).
Gagal ginjal kronik / Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan sebagai
penurunan progresif fungsi ginjal menahun dan perlahan yang bersifat
irreversible.
Dimana
kemampuan
tubuh
gagal
untuk
mempertahankan
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Suwitra, 2007).
Batasan penyakit ginjal kronik:
1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal,dengan
atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan penanda kerusakan
ginjal seperti proteinuria atau kelainan gambaran radiologi.
2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m selama > 3 bulan dengan atau
tanpa kerusakan ginjal.
Dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang tidak
dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala yang dapat
disebabakan oleh berbagai hal. Hal ini mengakibatkan kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan elektrolit, yang
dapat menyebabkan uremia.
b. ETIOLOGI
CKD terjadi setelah berbagai macam penyakit yang merusak massa nefron
ginjal. Sebagian besar penyakit ini merupakan penyakit parenkim ginjal difus
bilateral, meskipun lesi obstruktif pada traktus urinarius juga dapat menyebabkan
CKD. CKD merupakan keadaan klinis kerusakan ginjal progresif dan irreversible
yang berasal dari berbagai penyebab. Angka perkembangan penyakit CKD ini
sangat bervariasi. Perjalanan ESRD hingga tahap terminal dapat bervariasi dari
2-3 bulan hingga 30-40 tahun. Penyebab CKD yang paling sering terjadi
diklasifikasikan dalam table 1.
Penyakit
Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
Glomerulonephritis
Nefrosklerosis benigna
Lupus eritematosus sistemik.
Poliarteritis nodosa
Sclerosis sistemik progresif
Nefropati toksik
Nefropati obstruktif
Faktor Sosiodemografi
Usia tua
Kaum minoritas
Paparan zat kimia di lingkungan
Tingkat
pendapatan/pendidikan
rendah
BBLR
E. KLASIFIKASI dan TAHAPAN CKD
CKD diklasifikasikan menjadi 5 derajat yang dilihat dari derajat penyakit dan
nilai GFR, semakin besar derajat CKD prognosis penyakit akan semakin buruk
(Eknoyan, 2009; Levey et., al., 2005).
90
60-89
30-59
15-29
Gagal ginjal
Tabel 4. Klasifikasi Chronic Kidney Disease (Eknoyan, 2009; Levey et., al.,
2005)
Derajat
Deskripsi
Kerusakan ginjal
dengan GFR Normal
atau meningkat
Kerusakan ginjal
dengan penurunan GFR
ringan
Penurunan GFR sedang
Klasifikasi Berdasarkan
Keparahan
GFR
mL/min/1.73
Keadaan Klinis
2
m
Albuminuria,
90
proteinuria,
hematuria
Albuminuria,
60-89
proteinuria,
hematuria
Insufisiensi ginjal
30-59
kronik
15-29
Insufisiensi ginjal
Gagal ginjal
< 15
Atau dialisis
kronik, pre-ESRD
Gagal ginjal,
uremia, ESRD
F. PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya CKD adalah akibat dari penurunan fungsi renal, produk
akhir metabolisme protein yang normalnya diekresikan kedalam urin tertimbun
dalam darah sehingga terjadi uremia yang mempengarui sistem tubuh. Semakin
banyak timbunan produk sampah, maka setiap gejala semakin meningkat.
Sehingga menyebabkan gangguan kliren renal. Banyak masalah pada ginjal
sebagai akibat
kemih
menyebabkan BJ urin tetap pada nilai 1,010 atau 285m Osmot (sama dengan
konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.
Retensi
cairan
dan
natrium
ini
mengkibatkan
ginjal
tidak
mampu
asidosis
metabolik
seiring
dengan
ketidakmampuan
ginjal
penurunan yang bermakna. Tanda dan gejala serta disfungsi ginjal yang ringan
sudah muncul. Nefron yang masih berfungsi akan melakukan kompensasi
untuk memaksimalkan fungsi ginjal. Kelainan konsentrasi urin, nokturia,
anemia ringan, dan gangguan fungsi ginjal saat stres dapat terjadi pada
tahapan ini.
3. Gagal Ginjal
Keadaan gagal ginjal dikarakteristikan dengan azotemia, asidosis,
ketidakseimbangan konsentrasi urin, anemia berat, dan gangguan elektrolit
(hipernatremia, hiperkalemia, dan hiperpospatemia). Keadaan gagal ginjal
terjadi saat GFR < 20% dan penyakit mulai memberikan efek pada sistem
organ lain.
4. ESRD
ESRD (End Stage Renal Disease) merupakan tahapan terakhir dari
gangguan fungsi ginjal. Fungsi filtrasi ginjal mengalami gangguan yang berat.
GFR hampir tidak ada lagi. Kemampuan reabsorbsi dan ekskresi juga
terganggu, dikarenakan perubahan yang besar dari elektrolit, regulasi
G. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis CKD terlihat di berbagai organ. Terdiri dari kelainan
hemopoeisis, saluran cerna, mata, kulit, selaput serosa, dan kelainan
kardiovaskular (Murray et al., 2007).
a. Kelainan hemopoeisis
Anemia normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU),
sering ditemukan pada pasien gagalginjalkronik. Anemia pada pasien gagal
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. Hal lain yang
ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan
darah (misal perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum
tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut ataupun kronik (Suwitra,
2007).
Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin < 10 g/dL
atau hematokrit < 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi
serum / serum iron, kapasitas ikat besi total / Total Iron binding
c. Kelainan mata
Visus hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil
pasien gagal ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari
mendapat
pengobatan
gagal
ginjal
kronik yang
adekuat,
misalnya
d. Kelainan kulit
Gatal sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan
diduga berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini
akan segera hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering
dan bersisik, tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan
dinamakan urea frost (Kumar et al., 2007).
e. Kelainan kardiovaskular
Patogenesis gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik
sangat kompleks. Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis,
kalsifikasi sistem vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik
terutama pada stadium terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal
jantung.
Perjalanan klinis CKD, secara umum dapat dibagi menjadi 3 stadium:
a
Stadium pertama
Disebut penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum
dan kadar BUN normal, dan pasien asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal
hanya dapat terdeteksi dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal
tersebut, seperti tes pemekatan urine yang lama atau dengan mengadakan tes
GFR yang teliti. (Ketut, 2007).
Stadium kedua
Perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, bila lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (GFR besarnya 25% dari normal). Pada
tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan
konsentrasi BUN ini berbeda-beda, bergantung pada kadarprotein dalam
makanan. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal (Ketut, 2007).
Azotemia biasanya ringan ( kecuali bila pasien mengalami stress akibat
infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi). Pada stadium insufisiensi ginjal ini
mulai timbul gejala-gejala nokturia dan poliuria ( akibat gangguan
kemampuan pemekatan). Gejala gejala ini timbul sebagai respon terhadap
stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Pasien biasanya
tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini, sehingga gejala tersebut hanya
akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti.
Nokturia (berkemih dimalam hari) didefinisikan sebagai gejala pengeluaran
urin waktu malam hari yang menetap sampai sebanyak 700 ml atau pasien
terbangun untuk berkemih beberapa kali waktu malam hari.Nokturia
disebabkan oleh hilangnya pola pemekatan urine diurnal normal sampai
tingkat tertentu dimalam hari.Dalam keadaan normal perbandingan jumlah
urine siang hari dan malam hari adalah 3:1 atau 4:1.Sudah tentu, nokturia
kadang kadang dapat terjadi juga sebagai respon kegelisahan atau minum
cairan yang berlebihan, terutama teh, kopi atau bir yang diminum sebelum
tidur. (Ketut, 2007)
c
Stadium ketiga
Disebut stadium akhir atau uremia. ESRD (gagal ginjal stadium akhir)
terjadi apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur. Nilai GFR hanya
10% dari normal. Pada keadaan ini kreatinin dan kadar BUN akan meningkat
dengan sangat mencolok. Pasien mulai mersakan gejala-gejala yang cukup
parah.Pasien menjadi oligourik karena kegagalan glomerulus.Pada stadium
akhir (sindrom uremik) terjadi kompleks gejala yang berkaitan dengan retensi
metabolit nitrogen.Dua kelompok gejala klinis dapat terjadi pada sindrom
uremik. Pertama, gangguan fungsi pengaturan dan ekskresi , kelainan volum
cairan dan elektrolit, ketidak seimbagan asam basa, retensi metabolit nitrogen
dan metabolit lainnya, serta anemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi
ginjal.
Kedua,
timbul
gejala
yang
merupakan
gabungan
kelainan
batu
traktus
urinarius,
hipertensi,
hiperurikemi,
lupus
asam urat.
d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria dan leukosuria.
Gambaran radiologis;
a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak
b. USG bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
meringankan
keluhan
akibat
akumulasi
toksin
azotemia,
Kebutuhan cairan Bila ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus
adekuat supaya jumlah diuresis mencapai 2 L per hari.
Terapi simptomatik
a
adalah ulserasi mukosa mulai dari mulut sampai anus. Tindakan yang
harus dilakukan yaitu program terapi dialisis adekuat dan obat-obatan
simtomatik.
d
memperlambat
proses
pemburukan
antihipertensi
dan
antiproteinuria.
g
termasuk
pengendalian
DM,
hipertensi,
dislipidemia,
Diet
Terapi diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau
mengurangi toksin azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan
terutama gangguan keseimbangan negatif nitrogen.Pembatasan asupan protein
mulai dilakukan pada LFG 60 ml/mnt,sedangkan di atas nilai tersebut,
pembatasan asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,60,8/kgbb/hari, yang 0,35-0,50 gr diantaranya merupakan protein nilai biologi
tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari,
dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien.
Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat
ditingkatkan.Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak
disimpan dalam tubuh tapi tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen
lain, yang terutama dieksresikan melalui ginjal. Pemberian diet tinggi protein
pada pasien penyakit ginjal kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi
nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan
metabolik yang disebut uremia. Pembatasan protein akan mengakibatkan
berkurangnya sindrom uremik.
Kebutuhan jumlah kalori (sumber energi) untuk PGK harus adekuat
dengan tujuan utama, yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen,
memelihara status nutrisi dan memelihara status gizi.Kebutuhan cairan bila
ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah
diuresis mencapai 2 L per hari.19.Kebutuhan jumlah mineral dan elektrolit
bersifat individual tergantung dari LFG dan penyakit ginjal dasar (underlying
renal disease) (Sukandar, 2006).
Hemodialisis
Tindakan terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala
toksik azotemia, dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu
cepat pada pasien CKD yang belum tahap akhir akan memperburuk faal
ginjal (LFG). Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut,
yaitu : perikarditis, ensefalopati atau neuropati azotemik, bendungan paru
dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi
refrakter, muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg
% dan kreatinin > 10 mg%. Serta indikasi elektif, yaitu LFG : antara 5 dan
8 mL/menit/1,73m, mual, anoreksia, muntah, dan astenia berat. (Rahardjo
et al., 2006)
pasien-pasien
kardiovaskular,
yang
telah
menderita
penyakit
pasien-pasien
yang
cenderung
akan
sistem
mengalami
Hipervolemia
BUN > 100- 150 cepat dalam waktu pendek
Creatinin > 10
Kalium > 5 ( sulit dkoreksi secara konservatif, tetapi biasanya
Transplantasi ginjal
Pertimbangan dilakukannya transplantasi ginjal antara lain:
1) Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh
(100%) faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih
70-80% faal ginjal alamiah
2) Kualitas hidup normal kembali
3) Masa hidup (survival rate) lebih lama
4) Kompllikasi terutama berhubungan dengan obat imunosupresif
untuk mencegah reaksi penolakan.
5) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi. (Rahardjo et al., 2006)
Diagnosis CRF harus dilakukan berdasarkan klasifikasi etiologi dan
patologi sehingga petugas kesehatan dapat merencanakan terapi yang
tepat untuk mencegah progresi penyakit dan memperbaiki keadaan
umum. Tujuan dari terapi CRF adalah (K/DOQI, 2002):
fosfat,
sulfat,
dan
ion
nonorganic
lain
juga
tekanan
intraglomerulus
yang
akan
meningkatkan
(Suwitra, 2007).
Terapi farmakologis untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus
Pemakaian obat antihipertensi, selain bermanfaat untuk
memperkecil risiko kardiovaskular juga sangat penting untuk
memperlambat pemburukan kerusakan nefron dengan mengurangi
hipertensi intraglomerulus dan hipertrfi glomerulus. Selain itu,
sasaran terapi farmakologis sangat terkait dengan derajat
proteinuria, karena proteinuria merupakan factor risiko terjadinya
pemburukan fungsi ginjal. Beberapa obat antihipertensi terutama
golongan ACE inhibitor melalui berbagai studi terbukti dapat
diabetes,
dan
terapi
hipertensi,
terhadap
dislipidemia,
cairan
dan
anemia,
gangguan
iii.
anemia,
hiperparatiroid,
hipertensi,
dan
hiperhomosisteinemia
Penurunan LFG berat (LFG 15-29 ml/menit) : malnutrisi, asidosis
dari CKD dapat berakhir pada keadaan gagal jantung kongestif (CHF). CHF
yang berkelanjutan dapat mengakibatkan edema pulmo apabila tidak ditangani
(McCance dan Sue, 2006).
Pasien CKD harus mendapatkan monitoring terhadap kemungkinan adanya
DM, hipertensi, penyakit kardiovaskuler, kanker, dan penyakit kronis lainnya
pada pasien tersebut. Monitoring tersebut penting untuk dilakukan karena
keadaan gagal ginjal dapat memperburuk progresifitas penyakit yang ada dan
sebaliknya (Eknoyan, 2009).
Komplikasi yang sering ditemukan pada penderita penyakit gagal ginjal
kronik antara lain :
1. Anemia
Terjadinya anemia karena gangguan pada produksi hormone eritropoietin
yang bertugas mematangkan sel darah, agar tubuh dapat menghasilkan energi
yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan sehari-hari.Akibat dari gangguan
tersebut, tubuh kekurangan energy karena sel darah merah yang bertugas
mengangkut oksigen ke seluruh tubuh dan jaringan tidak mencukupi.Gejala
dari gangguan sirkulasi darah adalah kesemutan, kurang energi, cepat lelah,
luka lebih lambatsembuh, kehilangan rasa (baal) pada kaki dan tangan.
2. Osteodistofi ginjal
Kelainan tulang karena tulang kehilangan kalsium akibat gangguan
metabolisme mineral. Jika kadar kalsium dan fosfat dalam darah sangat tinggi,
akan terjadi pengendapan garam dalam kalsium fosfat di berbagai jaringan
lunak (klasifikasi metastatik) berupa nyeri persendian (artritis), batu ginjal
(nefrolaksonosis), pengerasan dan penyumbatan pembuluh darah, gangguan
irama jantung, dan gangguan penglihatan.
3. Gagal jantung
Jantung kehilangan kemampuan memompa darah dalam jumlah yang
memadai ke seluruh tubuh.Jantung tetap bekerja, tetapi kekuatanmemompa
atau daya tampungnya berkurang. Gagal jantung pada penderita gagal ginjal
kronis dimulai dari anemia yang mengakibatkan jantung harus bekerja lebih
keras, sehingga terjadi pelebaran bilik jantung kiri (left venticular
hypertrophy/ LVH). Lama-kelamaan otot jantung akan melemah dan tidak
mampu lagi memompa darah sebagaimana mestinya (sindrom kardiorenal).
4. Disfungsi ereksi
Ketidakmampuan seorang pria untuk mencapai atau mempertahankan ereksi
yang
diperlukan
untuk
melakukan
hubungan
seksual
dengan
dianggap
sebagai
komponen
dari
sindrom
peradangan,
namun
dapat
menggambarkan
perkembangan
otot polos dan makrofag, dan aktivasi platelet dan agregrasi (Medscape,
2014).
K. PROGNOSIS
Pasien dengan gagal ginjal kronik umumnya akan menuju stadium terminal
atau stadium V. Angka prosesivitasnya tergantung dari diagnosis yang mendasari,
keberhasilan terapi, dan juga dari individu masing-masing. Pasien yang menjalani
dialisis kronik akan mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Pasien
dengan gagal ginjal stadium akhir yang menjalani transpantasi ginjal akan hidup
lebih lama daripada yang menjalani dialisis kronik. Kematian terbanyak adalah
karena kegagalan jantung (45%), infeksi (14%), kelainan pembuluh darah otak
(6%), dan keganasan (4%) (Medscape, 2014).
DAFTAR PUSTAKA
Eknoyan, Garabed. 2009. Definition and Classification of Chronic Kidney Disease.
US Nephrology: 13-7.
Ketut , S. 2007. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi. 4
Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;.hlm 570-3.
Kidney Disease Outcome Quality Initiative. 2002. Clinical Practice Guidelines for
Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification. New
York: National Kidney Foundation.
McCance, K. L., Sue E. Huether. 2006. Pathophysiology: The Biologic of Disease in
Adults and Children. Canada: Elsevier Mosby.
Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. 2007. Chronic Renal failure in Oxford Handbook
of Clinical Medicine. Ed. 7th. New York: Oxford University. 294-97.
Rahardjo, P., Susalit, E., Suhardjono., 2006. Hemodialisis. Dalam: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Marcellus, S.K., Setiati, S., Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Edisi keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI, 579-580.
Sibuea WH, Panggabean MM, Gultom SP. 2005. Ilmu penyakit dalam edisi ke-2.
Jakarta: PT Rineka Cipta. 1: 169-80
Suwitra, K.2007. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus
SK, Siti S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.hlm 570-3.