Anda di halaman 1dari 15

Tutorial Blok 14 Desember 2015

Skenario 2
Malangnya Anakku
(Learning Objective)

Oleh :

Unun Budiarti M. Gusti Talombo

N101 13 097

XIV ( Empat Belas)

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako
2015
1. Bagaimana cara mendiagnosis syok ?

SYOK Tanda & Etiologi Pemfis Pem.


Gejala Penunjang
Hipovolemik Gelisah, Perdarahan,dehid Kulit dingin,
agitasi, rasi karena diare, lembab,
peningkatan luka bakar, hipotensi
kerja simpatis, muntah, dan ortostatik,
cemas, third space loss. takikardi ringan
hiperventilasi, dan
pembuluh vasokontriksi,
darah vena cardiac output
kolaps, dll. ( CO)↓, blood
pressure (BP)
↓,systemic
vascular
resistance ↓
(SVR), dan
central venous
pressure ↓
(CVP).
Kardiogenik Hipoperfusi Gangguan nyeri dada, Terapi syok
sistemik kontraktilitas sesak, dan ronki kardiogenik,
(depresi miokardium, basah halus, hitung sel darah
berat)dan regurgitasi putih, EKG,
hipotensi mitral berat, Ekokardiografi,
sistolik ruptur septum dan foto thorax.
arterial ventrikel, , CO↓,
menetap, BP↓, SVR↑, dan
pulmonarry CVP↑.
capilarry
wedge pressur
(PCWP),
keringat
dingin, ,
oliguri.

Obstruktif Terdapat Tamponade CO↓, BP↓, Pembedahan


hambatan perikardium, dan SVR↑. untuk
aliran darah emboli paru, mengatasi
yang menuju hipertensi hambatan/
jantung pulmonalis paru, obstruksi
(venous koartaksio aorta. sirkulasi
return) akibat
tension
pneumothorax
dan cardiac
tamponade
Distributif a. Septik a. Septik : a. Septik a. Septik :
(Septik, b. Anafilaktif : endotoksik b. Anafilaktif : Pemeriksaan
Anafilaktif, lemah, letih, akibat infeksi Suara mengi, darah untuk
Neurogenik) lesu, hidung spesifik, c/ : terdapat kultur,
gatal, suara demam urtikari pada EKG.
serak, rasa dengue kulit, sesak b. Anafilaktif :
tercekik, b. Anafilaktif napas, gerak EKG,
edema, c. Neurogenik : peristaltik usus pemeriksaan
batuk, serebral, meninggi, dll. darah
disfagia, spinal dan c. Neurogenik : c. Neurogenik
gatal, disotonomi. Ekstremitas : EKG
lakrimasi, seringkali
gelisah, hangat,
kejang, berbeda
tanda-tanda dengan
infark ekstremitas
miokard, dingin akibat
dll. vasokontriksi
c. Neurogenik pada syok
: hipotensi hipovolemik
disertai atau
bradikardia, kardiogenik.
penurunan
aliran balik
vena dan
cardiac
output
Sumber :
1) Leksana, E. 2015. Dehidrasi dan syok. Universitas Diponegoro. Semarang.
Viewed 16 desember 2015.
From(http://www.kalbemed.com/Portals/6/23_228Praktis%E2%80%93Dehidrasi
%20dan%20Syok.pdf).
2) Kurniawan AH. Therapy of Refractory Traumatic Shock. Fakultas kedokteran
universitas mataram.2011.
3) Daniel L. Syok anafilaktik. http://www.scribd.com/doc/56980617/Syok-
Anafilaktik
4) Kolecki P et al. hypovolemic shock treatment and management.Medscape. 2012
[cited 2012 July 05]. Available from:
http://www.emedicine.medscape.com.760145
5) Setiati,S.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid III.Edisi VI. Interna
publishing : Jakarta
6) Price & Wilson. 2015. Patofisiologi. Volume 1. Edisi 6. EGC : Jakarta

2. Patogenesis dan penanganan masing – masing syok serta prognosisnya !


Jawab :
a. Patogenesis syok septik

Patofisiologi syok septik tidak terlepas dari patofisiologi sepsis itu sendiri.
Dimana endotoksin (lipopolisakarida) yang dilepaskan oleh mikroba akan
menyebabkan proses inflamasi yang melibatkan berbagai mediator inflamasi,
yaitu: sitokin, neutrofil, komplemen, NO, dan berbagai mediator lainnya.
Kemampuan homeostasis pada proses inflamasi ini terkait dengan faktor
suseptibilitas individu terhadap proses inflamasi tersebut. Bilamana terjadi proses
inflamasi yang melebihi kemampuan homeostatis maka akan terjadi proses
inflamasi yang maladaptif yang akan berlanjut menyebabkan gangguan fungsi
berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple (MODS atau
MOF).

Penanganan syok septik antara lain:


 Pemberian antibiotik, umumnya dengan golongan spektrum luas
 Perbaiki dan mempertahankan hemodinamik dengan terapi berikut:
a. Terapi cairan: Meskipun syok septik tergolong dalam syok
hiperdinamik (terjadi hipovolemi relatif akibat vasodilatasi dan
hipovolemi absolut akibat kebocoran kapiler), cairan yang
direkomendasikan tetap cairan kristaloid
b. Vasopressor: Norepinephrine
c. Inotropik: Dobutamine
d. Oksigen.

b. Patogenesis syok kardiogenik

Paradigma lama patofisiologi yang mendasari syok kardiogenik adalah depresi


kontraktilitas miokard yang mengakibatkan lingkaran setan penurunan curah
jantung, tekanan darah rendah, insufisiensi koroner, dan selanjutnya terjadi
penurunan kontaktilitas dan curah jantung. Paradigma klasik memperkirakan
bahwa terjadi vasokontriksi sistemik sebagai kompensasi, dengan peningkatan
resistensi vaskular sistemik yang terjadi sebagai respon dari penurunan curah
jantung. Penelitian menunjukan adanya pelepasan sitokin setelah infark miokard
pada pasien pasca IM diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi yang
mengakibatkan peningkatan kadar iNOS, NO, dan peroksinitrit, dimana
semuanya mempunyai efek buruk multiple antara lain :

 Inhibsi langsung kontraktilitas miokard


 Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
 Efek terhadap metabolisme glukosa
 Efek proinflamasi
 Penurunan responsifitas katekolamin
 Memicu vasodilatasi sistemik

Sindrom respon inflamasi sistemik ditemukan pada sejumlah keadaan non infeksi,
antara lain trauma, pintas kardiopulmoner, pankreatitis, dan luka bakar. Pasien
dengan IM luas sering mengalami peningkatan suhu tubuh, sel darah putih,
komplemen, interleukin, Cereacvive protein dan pertanda inflamasi lainnya. NO
yang disintesis dalam keadaan rendah oleh endotelial nitric okside (eNOS) sel
endotel dan miokard, merupakan molekul yang bersifaat kardioprotektif.

Penanganan yang dapat dilakukan untuk mengatasi syok kardiogenik adalah


sebagai berikut:

a. Infus cairan untuk memperbaiki sirkulasi.


b. Inotropik.
c. Apabila CO↓, BP↓, SVR↑, berikan dobutamine5 μg/kg/min.
d. Pada keadaan tekanan darah sangat rendah harus diberi obat yang berefek
inotropik dan vasopressor, seperti norepinephrine.

c. Patogenesis syok anafilaktif

d. Patogenesis syok hipovolemik


Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata dan
menurukan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan penurunan
curah jantung. Curah jantung yang rendah dibawah normal akan menimbulkan
beberapa kejadian pada beberapa organ :

 Mikrosirkulasi
 Neuroendokrin
 Kardiovaskular
 Gastrointestinal
 Ginjal
Terapi syok anafi laktik:
 Baringkan pasien dengan posisi syok (kaki lebih tinggi)
 Adrenaline: Dewasa 0,3-0,5 mg SC (subcutaneous); anak 0,01 mg/kgBB SC
(larutan 1:1000). Fungsi adrenaline: meningkatkan kontraktilitas miokard,
vasokonstriksi vaskuler, meningkatkan tekanan darah dan bronkodilatasi
 Pasang infus RL
 Kortikosteroid: dexamethasone0,2 mg/kgBB IV (intravena)
 Bila terjadi bronkospasme dapat diberi aminophyline5-6 mg/kgBB IV bolus
secara perlahan, dilanjutkan dengan infus 0,4-0,9 mg/kgBB/menit

e. Tahapan patofisiologi :

Inisial
Selama tahap ini, terjadi keadaan hipoperfusi yang menyebabkan kurangnya/ tidak
cukupnya oksigen untuk memberikan suplai terhadap kebutuhan metabolisme seluler.
Keadaan hipoksia ini menyebabkan, terjadinya fermentasi asam laktat pada sel. Hal
ini terjadi karena ketika tidak adanya oksigen, maka proses masuknya piruvat pada
siklus kreb menjadi menurun, sehingga terjadi penimbunan piruvat. Piruvat tersebut
akan diubah menjadi laktat oleh laktat dehidrogenase sehingga terjadi penimbunan
laktat yang menyebabkan keadaan asidosis laktat.

Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul
gangguanperfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler.
Mekanismekompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran
darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang
kurang vital. Faktor humoraldilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan
menaikkan volume darah dengankonservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi
adanya penurunan kadar oksigen didaerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan
peningkatan respirasi untuk memperbaikiventilasi alveolar. Walau aliran darah ke
ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cararegulasi sendiri untuk
mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darahmenurun, maka
filtrasi glomeruler juga menurun.

Progresif
Ketika shock tidak berhasil ditangani dengan baik, maka syok akan mengalami tahap
progresif dan mekanisme kompensasi mulai  mengalai kegagalan. Pada stadium ini,
Asidosis metabolik semakin prah, otot polos pada pembuluh darah mengalami
relaksasi sehingga terjadi penimbunan darah dalam pembuluh darah. Ha ini
mengakibatkan peningkatan tekanan hidrostatik dikombinasikan dengan lepas nya
histamin yang mengakibatkan bocornya cairan ke dalam jaringan sekitar. Hal ini
mengakibatkan konsentrasi dan viscositas darah menjadi meningkat dan dapat terjadi
penyumbatan dala aliran darah sehingga berakibat terjadinya kematian banyak
jaringan. Jika organ pencernaan juga mengalami nekrosis, dapat menyebabkan
masuknya bakteri kedalam aliran darah yang kemudian dapat memperparah
komplikasi yaitu syok endotoxic.

Refraktori
Pada stadium ini terjadi kegagalan organ untuk berfungsi dan shock menjadi
ireversibel. Kematian otak dan seluler pun berlangsung. Syok menjadi irevesibel
karena ATP sudah banyak didegradasi menjadi adenosin ketika terjadi kekurangan
oksigen dalam sel. Adenosin yang terbentuk mudah keluar dari sel dan menyebabkan
vasodilatasi kapiler. Adenosin selanjutnya di transformasi menjadi asam urat yang
kemudian di eksresi ginjal. Pada tahap ini, pemberian oksigen menjadi sia- sia karena
sudah tidak ada adenosin yang dapat difosforilasi menjadi ATP

Sumber :
1) https://www.scribd.com/doc/86704483/Patofisiologi-Syok
2) Setiati,S.2014.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.jilid III.edisi VI.interna
publishing:Jakarta
3) Leksana, E. 2015. Dehidrasi dan syok. Universitas Diponegoro. Semarang.
Viewed 16 desember 2015.
From(http://www.kalbemed.com/Portals/6/23_228Praktis%E2%80%93Dehidrasi
%20dan%20Syok.pdf).

3. Apa yang tujuan dari pemeriksaan PT, APTT, BT, dan CT ?


Jawab :
a. PT ( Prothombin Time) untuk mengukur kemampuan faktor pembekuan I
( Fibrinogen), II (protombin), V, VII, dan X.
PT digunakan untuk memonitor terapi antikoagulan oral seperti wafarin natrium
PT >2.5kali nilai kontrol maka terjadi perdarahan
Jika terjadi penurunan kadar maka terjadi thrombophlebitis, infark miokard, serta
emboli pulmonal
Jika terjadi peningkatan kadar ( memanjang) maka akan terjadi penyakit-penyakit
yang berhubungan dengan hepar, afibrinogenemia, defisiensi faktor II,V,VII,X
leukimia, serta eritroblastosis foetalis.
Normalnya : 11 -14 detik
b. APTT (Activated Parsial Prothombin Time) lebih sensitif dalam mendeteksi
kelainan faktor pembekuan daripada PTT karena skrining aktivator yang di
tambahkan invitro memperpendek masa pembekuan APTT juga digunakan uuntuk
memonitor terapi heparin dan skrining pra operasi terhadap kecenderungan
perdarahan
Peningkatan kadar ( memanjang) akan terjadi defisiensi faktor V, VIII, IX, X, XI,
XII, sirosis hepar, defisiensi vitamin K, leukimia, penyakit Hodgkins’s,
hipofibrinogenesis, serta hemofilia vaskuler
Normal nya : 27 – 40 detik
c. BT ( Bleeding Time/ Waku Perdarahan) untuk menilai faktor –faktor hemostasis
yang letaknya ekstravaskuler dan sering dilakukan bila ada riwayat perdarahan
(mudah terjadi memar), riwayat perdarahan dalam keluarga atau skrining
praoperatif
Jika waktu memanjang maka akan terjadi teombositopenia, purpura, DIC, anemia
aplastik, defisiensi faktor yang membentuk tromboplastin dan faktor pembekuan
(V, VII, XII), penyakit Christmas, hemofilia, serta leukimia
Nilai normalnya :
Metode duke : 1-3 menit
Metode Ivy : 3-7 menit
d. CT ( Clothing Time/ Waktu Pembekuan) untuk menentukan lamanya waktu yang
diperlukan darah untuk membeku sehingga hasilnya menjadi ukuran aktivasi
faktor-faktor koagulasi darah terutama faktor yang membentuk tromboplastin dan
faktor yang berasal dari trombosit
Metodenya terdapat dua yaitu cara tabung ( Lee and White) dan tabung kapiler
(Duke)
Nilai normal : 5 – 10 menit

Sumber :
1) http:// www.scribd.com/mobile/doc/42167249/Pemeriksaan-Hematologi
2) Saputra L. 2011. Panduan Praktek Dokter di Rumah Sakit. Binarupa Aksara :
Tangerang

4. Fisiologi trombosit, multifungsi platelet, serta permeabilitas pembuluh darah !


Jawab :
a. Fisiologi Trombosit :
Bila luka pada pembuluh darah berukuran kecil, setiap hari terbentuk banyak
lubang yang sangat kecil di seluruh tubuh – lubang itu biasanya ditutup oleh
sumbat platelet, bukan oleh bekuan darah. Trombosit (platelet) itu sendiri
dibentuk di sumsum tulang dari megakariosit, yaitu sel yang sangat besar dalam
susunan hemapoeitik dalam sumsum. Pada waktu trombosit bersinggugan dengan
permukaan pembuluh darah yang rusak, sifat-sifat trombosit segera berubah
drastis. Trombosit mulai membengkak, bentuknya menjadi irregular dengan
tonjolan- tonjolan yang mencuat dari permukaan protein yang kontraktilnya akan
berkontraksi kuat dan menyebabkan pelepasa granula yang mengandung berbagai
faktor aktif, kemudian trombosit itu akan menjadi lengket sehingga melekat pada
kolagen dalam jaringan dan pada protein yang disebut von Willebrand factor yang
bocor dari plasma menuju jaringan yang trauma, trombosit menyekresi sejumla
besar ADP dan enzim – enzimnya membentuk tromboksan A2.
b. Fungsi :
 Trombosit berperan dalam proses hemostasis
 Penghentian pembuluh darah yang cedera
 Pembekuan darah pada pembuluh darah yang ruptur
 Pembentukan jaringan fibrosa atau penghancuran bekuan darah
c.
Sumber :
1) Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia. Edisi 6. EGC : Jakarta
2) Guyton & Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC : Jakarta

5. Klasifikasi syok distribusi !


Jawab :
Syok distributif terdiri atas ;
1. Syok septik
Sepsis adalah sindrom inflamasi respon sistemik dengan bukti infeksi.Sindrom
inflamasi respon sistemik adalah bila ditemukan dua dari kondisi:
- Demam (suhu oral > 38°C) atau hipotermi
- Takipneu (>24 kali/ menit)
- Takikardia (denyut jantung > 90 kali/ menit)
- Leukositosis (>12000/L), leukopenia (<4000 atau 10% neutrofil batang)
Syok sepsis adalah :
 Sepsis dengan hipotensi (tekanan darah arterial <90 mmHg sistolik, atau
40 mmHg menurun dari tekanan darah normal yang bersangkutan) selama
setidaknya 1 jam walaupun telah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat
atau
 Membutuhkan vasopresor untuk menjaga tekanan darah sistolik ≥90
mmHg atau tekanAn arterial rata-rata ≥70 mmHg.
Diagnosis etiologi membutuhkan isolasi mikroorganisme dari darah dan atau dari
tempat infeksi lokal. Setidaknya 2 sampel darah (masing-masing 10cc)
seharusnya diambil dari tempat punksi vena yang berbeda untuk kultur. Marker
inflamasi seperti CRP dan Prokalsionin dapat membantu menegakkan diagnosis
sepsis.
Laboratorium :
 Kelainan yang terjadi pada awal respon sepsis mencakup leukositosis
dengan pergeseran ke kiri, trombositopenia, hiperbilirubinemia dan
proteinuria.
 Leukopenia dapat ditemukan. Ketika respon septik makin berat,
trombositopenia dapat memburuk (seringkali dengan pemanjangan waktu
trombin, penurunan fibrinogen dan peningkatan D-dimer yang
menunjukkan suatu keadaan koagulasi intravaskular diseminata),
azotemia dan hiperbilirubinemia makin jelas, dan dapat ditemukan
peningkatan enzim aminotransferase.
 Hiperventilasi pada awal sepsis dapat mencetuskan alkalosis respiratorik.
Ketika otot pernapasan mulai fatigue dan akumulasi laktat makin tinggi,
asidosis metabolik dengan anion gap meningkat dapat ditemukan. Analisa
gas darah dapat ditemukan adanya hipoksia yang pada awalnya dapat
dikoreksi dengan suplementasi oksigen tapi pada keadaan yang berat
dapat refrakter pada pemberian oksigen 100%. Foto thorax mungkin
normala tau dapat menujukkan bukti adanya pneumonia sebagai penyebab
sepsis atau infiltrat yang difus pada kasus ARDS(Acute Respiratory
Distress Syndrome). EKG biasanya menunjukkan sinus takikardi atau
kelainan gelombang ST-T yang non-spesifik, kecuali ada penyakit jantung
yang mendasari.
Penanganan syok septik antara lain:
 Pemberian antibiotik, umumnya dengan golongan spektrum luas
 Perbaiki dan mempertahankan hemodinamik dengan terapi berikut:
a. Terapi cairan: Meskipun syok septik tergolong dalam syok
hiperdinamik (terjadi hipovolemi relatif akibat vasodilatasi dan
hipovolemi absolut akibat kebocoran kapiler), cairan yang
direkomendasikan tetap cairan kristaloid
b. Vasopressor: Norepinephrine
c. Inotropik: Dobutamine
d. Oksigen.

2. Syok anafilaktik
Anafilaksis merupakan bentuk terberat dari reaksi obat, yang dapat berupa
reaksi anafilaktik dan reaksi anafilaktoid. Reaksi anafilaktik adalah gejala yang
timbul melalui reaksi alergen dan antibodi. Sedangkan reaksi anafilaktoid tidak
melalui reaksi imunologik, namun karena gejala dan pengobatannya tidak dapat
dibedakan, maka reaksi anafilaktoid juga disebut sebagai anafilaksis.
Syok anafilaktik merupakan salah satu manifestasi klinik dari anafilaksis yang
ditandai dengan adanya hipotensi yang nyata dan kolaps sirkulasi darah.
Anafilaksis yang berat dapat pula terjadi tanpa hipotensi, dimana obstruksi saluran
napas menjadi gejala utamanya. Kematian karena anafilaksis sebesar dua
pertiganya disebabkan oleh obstruksi saluran napas (terutama pada usia muda) dan
sisanya oleh kolaps kardiovaskular (terutama usia lanjut).
Ciri khas anafilaksis yang pertama adalah gejala yang timbul beberapa detik
hingga beberapa menit setelah terpajan alergen atau faktor pencetus non alergen
seperti zat kimia, obat, atau kegiatan jasmani. Ciri kedua, anafilaksis merupakan
reaksi sistemik sehingga melibatkan multiorgan yang gejalanya timbul serentak
atau hampir serentak.
Syok anafilaktik biasanya terjadi setelah penyuntikan serum atau obat
terhadap penderita yang sensitif; selain tanda-tanda syok terdapat juga
spasmebronkioli yang menyebabkan asfiksia dan sianosis. Juga sering didahului
dengan rasa nyeri kepala, gangguan penglihatan, urtikaria dan edema wajah, dan
mual- mual. Alergen yang masuk lewat kulit, mukosa, saluran nafas atau saluran
makan di tangkap oleh makrofag. Makrofag segera mempresentasikan antigen
tersebut kepada limfosit T, dimana ia akan mensekresikan sitokin (IL4, IL13)
yang menginduksi limfosit B berproliferasi menjadi sel plasma (plasmosit). Sel
plasma memproduksi Ig E spesifik untuk antigen tersebut kemudian terikat pada
reseptor permukaan sel mast (mastosit) dan basofil. Mastosit dan basofil
melepaskan isinya yang berupa granula yang menimbulkan reaksi pada paparan
ulang. Pada kesempatan lain masuk alergen yang sama ke dalam tubuh. Alergen
yang sama tadi akan diikat oleh Ig E spesifik dan memicu terjadinya reaksi segera
yaitu pelepasan mediator vasoaktif antara lain histamin, serotonin, bradikinin dan
beberapa bahan vasoaktif lain dari granula yang di sebut dengan istilah preformed
mediators.
Ikatan antigen-antibodi merangsang degradasi asam arakidonat dari membran
sel yang akan menghasilkan leukotrien (LT) dan prostaglandin (PG) yang terjadi
beberapa waktu setelah degranulasi yang disebut newly formed mediators. Fase
Efektor adalah waktu terjadinya respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
mediator yang dilepas mastosit atau basofil dengan aktivitas farmakologik pada
organ organ tertentu. Histamin memberikan efek bronkokonstriksi, meningkatkan
permeabilitas kapiler yang nantinya menyebabkan edema, sekresi mucus dan
vasodilatasi. Serotonin meningkatkan permeabilitas vaskuler dan bradikinin
menyebabkan kontraksi otot polos. Platelet activating factor (PAF) berefek
bronkospasme dan meningkatkan permeabilitas vaskuler, agregasi dan aktivasi
trombosit. Beberapa faktor kemotaktik menarik eosinofil dan neutrofil.
Prostaglandin leukotrien yang dihasilkan menyebabkan bronkokonstriksi.
Vasodilatasi pembuluh darah yang terjadi mendadak menyebabkan terjadinya
fenomena maldistribusi dari volume dan aliran darah. Hal ini menyebabkan
penurunan aliran darah balik sehingga curah jantung menurun yang diikuti dengan
penurunan tekanan darah. Kemudian terjadi penurunan tekanan perfusi yang
berlanjut pada hipoksia ataupun anoksia jaringan yang berimplikasi pada keaadan
syok yang membahayakan penderita.
Kebanyakan pasien diabetes dengan sepsis akan mengalami huperglikemia
dan infeksi yang berat dapat mencetuskan Ketoasidosis DM. Albumin akan
menurun seiring perjalanan penyakit dan derajat sepsis.
Diagnosis etiologi membutuhkan isolasi mikroorganisme dari darah dan atau
dari tempat infeksi lokal. Setidaknya 2 sampel darah (masing-masing 10cc)
seharusnya diambil dari tempat punksi vena yang berbeda untuk kultur. Marker
inflamasi seperti CRP dan Prokalsionin dapat membantu menegakkan diagnosis
sepsis.
Terapi syok anafi laktik:
 Baringkan pasien dengan posisi syok (kaki lebih tinggi)
 Adrenaline: Dewasa 0,3-0,5 mg SC (subcutaneous); anak 0,01 mg/kgBB
SC (larutan 1:1000). Fungsi adrenaline: meningkatkan kontraktilitas
miokard, vasokonstriksi vaskuler, meningkatkan tekanan darah dan
bronkodilatasi
 Pasang infus RL
 Kortikosteroid: dexamethasone0,2 mg/kgBB IV (intravena)
 Bila terjadi bronkospasme dapat diberi aminophyline5-6 mg/kgBB IV
bolus secara perlahan, dilanjutkan dengan infus 0,4-0,9 mg/kgBB/menit

3. Syok neurogenik
Adanya interupsi pada input vasomotor simpatis setelah cedera medula spinalis
servikal, cedera kepala hebat atau migrasi chepalad anastesi spinal dapat
menyebabkan syok neurogenik. Sebagai tambahan pada keadaan dilatasi arteriolar,
venodilasi menyebabkan pooling darah pada sistem vena, yang mengakibatkan
penurunan aliran balik vena dan cardiac output. Ekstremitas seringkali hangat,
berbeda dengan ekstremitas dingin akibat vasokontriksi pada syok hipovolemik atau
kardiogenik. Umumnya terjadi pada kasus cervicalatau high thoracic spinal cord
injury. Gejala klinis meliputi hipotensi disertai bradikardia.

Penanganan syok neurogenik:

 Resusitasi cairan secara adekuat


 Berikan vasopressor

Sumber :

1) Setyohadi B, Arsana PM, Suryanto A, Soeroto AY, Abdullah M. EIMED PABDI


kegawatdaruratan penyakit dalam. Jakarta: pusat penerbitan ilmu penyakit dalam;
2011.
2) Daniel L. Syok anafilaktik. http://www.scribd.com/doc/56980617/Syok-
Anafilaktik
3) Leksana, E. 2015. Dehidrasi dan syok. Universitas Diponegoro. Semarang.
Viewed 16 desember 2015.
From(http://www.kalbemed.com/Portals/6/23_228Praktis%E2%80%93Dehidrasi
%20dan%20Syok.pdf).

6. Penyakit yang berhubungan dengan trombositopenia serta bagaimana cara


mendiagnosis hemostasis dilihat dari tanda klinis ?
Jawab :
Trombositopenia
I. Gangguan produksi
1. Depresi selektif megakariosit karena obat, bahan kimia atau infeksi virus.
2. Sebagai bagian dari “bone marrow” umum :
a. Anemia aplastik
b. Leukemia akut
c. Sindrom mielodisplastik
d. Mielosklerosis
e. Infiltrasi sumsum tulang
f. Mieloma multipel
g. Anemia megaloblastik
II. Peningkatan destruksi trombosit
1. Autoimmune thrombocytopenic purpura atau ITP
2. Immune thrombocytopenic purpura sekunder misalnya SLE, CLL,
Limfoma
3. Alloimmune thrombocytopenic purpura : neonatal thrombocytopenia
4. Drug induced immune thrombocytopenia : quininedan sulfonamid
5. Disseminated intravaskular coagulation (DIC)
III. Distribusi tidak normal
Sindrom hipersplenism
IV. Akibat pencernaan
Akibat transfusi masif

Penyakit Gambaran Kelainan Diagnosis Terapi


Klinis Laboratorik
ITP Onset pelan a. Darah tepi a. Gambaran a. Terapi
( Idiopathic dngan b. Sumsum klinik berupa untuk
Thrombocyt perdarahan tulang perdarahan mengurangi
opeic melalui kulit c. Imunologi kulit atau proses
Purpura) atau mukosa k mukosa imun
berupa : b. Trombositope sehingga
perechie, nia mengurangi
echymosis, easy c. Sumsum perusakan
bruising, tulang : trombosit,
menorrhagia, megakariosit seperti
epistaksis. normal atau terapi
Perdarahan SSP meningkat kortikostero
jarang terjadi, d. Antibodi id
namun jika antiplatelet b. Terapi
terjadi bersifat (IgG) positif, suportif,
fatal. tetapi bukan seperti :
Splenomegali suatu pemberian
dijumpai pada keharusan androgen,
<10% kasus. e. Tidak da pemberian
penyebab high dose
trombositope immunoglo
nia sekunder bulin untuk
menekan
fungsi
makrofag,
dan
transfusi
konsentrat
trombosit
yang di
pertimbang
pada
penderita
dengan
resiko
perdarahan
mayor
DIC ( Perdarahan a. Trombosit a. Bukti klinis a. Terapi
Dissemenate Hemorrhagic openia adanya terhadap
d tissue necrosis b. APTT, perdarahan , penyakit
Intravascula dan oklusi PTT, dan trombosis atau dasar
r multipel thrombin keduanya merupakan
Coagulation) pembuluh darah time b. Gejala seperti tindakan
Gejala penyakit memanjan pada gejala yang
dasar yang g klinik yang paling
menjadi c. Fibrinoge telah dijlaskan penting
penyebab DIC n plasma Kritria laboratorik b. Terapi
d. FDP untuk DIC : suportif
dalam a. Tes grup I dengan
serum  ( bukti adanya darah
e. Apusan aktivasi segar,
darh tepi : prokoagulasi) fresh
anemia b. Tes grup II frozen
mikroangi ( bukti adanya plasma,
opatik aktivasi sistem fibrinogen,
dengan fibrinolitik) atau
dijumpai c. Tes grup III platelet
adanya ( bukti adanya concentrat
fragmento konsumsi er
sit dan inhibitor) c. Pemberian
mikrosfer d. Tes grup IV heparin
osit ( bukti adanya
f. DD-dimer kerusakan atau
+ gagal end-
g. Test organ)
parakoagu
lasi +
Sumber : Bakta I.M,. 2014. Hematologi Klinis Ringkas. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai