1. Dx : Sindrom Cushing
Sindrom cushing adalah keadaan glukokortikoid yang tinggi dan mencakuo kelebihan
glukokortikoid yang disebabkan oleh pemberian terapeutik kortikosteroid.
Sindrom cushing adalah suatu keadaan yang diakibatkan oleh efek metabolic
gabungan dari peninggian kadar glukokortikolid dalam darah yang menetap. Kadar
yang tinggi ini dapat terjadi secara spontan atau karena pemberian dosis farmakologik
senyawa-senyawa glukokortikoid.
Perangkat diagnostik :
- Riwayat dan pemeriksaan fisik yang baik akan membantu mendiagnosis kelebihan
glukokortikoid
- Pemeriksaan darah yang mengukur kadar CRH, ACTH, dan glukokortikoid yang
berbeda akan memungkinkan diagnosis kondisi dan lokalisasi masalah di tingkat
SSP atau kelenjar adrenal
- Hilangnya pola pelepasan kortisol diurnal normal (pagi hari)
- Hiperglikemia, hipernatremia, dan hipokalemia dapat terjadi karena sifat
glukokortikoid yang mirip aldosteron. Hal ini dapat menyebabkan hipertensi serta
gangguan saraf dan jantung
- Uji tantangan deksametason biasanya digunakan pada praktik klinis untuk
mengevaluasi keadaan berlebihan glukokortikoid. Pada individu yang sehat, dosis
deksametason yang rendah akan menekan sekresi ACTH; pada individu yang
mengalami sindrom Cushing, supresi tidak terjadi.
Etiologi :
Sindroma Cushing terjadi akibat adanya hormon kortisol yang sangat tinggi di
dalam tubuh. Kortisol berperan dalam berbagai fungsi tubuh, misalnya dalam
pengaturan tekanan darah, respon tubuh terhadap stress, dan metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak dalam makanan. Sindroma Cushing dapat diakibatkan oleh
penyebab di luar maupun di dalam tubuh. Penyebab sindroma Cushing dari luar tubuh
yaitu sindroma chusing latrogenik yaitu akibat konsumsi obat kortikosteroid (seperti
prednison) dosis tinggi dalam waktu lama. Obat ini memiliki efek yang sama seperti
kortisol pada tubuh.
Penyebab sindroma Cushing dari dalam tubuh yaitu akibat produksi kortisol di
dalam tubuh yang berlebihan. Hal ini terjadi akibat produksi yang berlebihan pada
salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon ACTH (hormon yang
mengatur produksi kortisol) yang berlebihan dari kelenjar hipofise. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
1) Hiperplasia adrenal yaitu jumlah sel adrenal yang bertambah. Sekitar 70-
80% wanita lebih sering menderita sindroma chusing.
2) Tumor kelenjar hipofise, yaitu sebuah tumor jinak dari kelenjar hipofise
yang menghasilkan ACTH dalam jumlah yang berlebihan, sehingga
menstimulasi kelenjar adrenal untuk membuat kortisol lebih banyak.
3) Tumor ektopik yang menghasilkan hormon ACTH. Tumor ini jarang
terjadi, dimana tumor terbentuk pada organ yang tidak memproduksi
ACTH, kemudian tumor menghasilkan ACTH dalam jumlah berlebihan.
Tumor ini bisa jinak atau ganas, dan biasanya ditemukan pada paru-paru
seperti oat cell carcinoma dari paru dan tumor karsinoid dari paru,
pankreas (tumor pankreas), kelenjar tiroid (karsinoma moduler tiroid), atau
thymus (tumor thymus).
4) Gangguan primer kelenjar adrenal, dimana kelenjar adrenal memproduksi
kortisol secara berlebihan diluar stimulus dari ACTH. Biasanya terjadi
akibat adanya tumor jinak pada korteks adrenal (adenoma). Selain itu dapat
juga tumor ganas pada kelenjar adrenal (adrenocortical carcinoma).
5) Sindrom chusing alkoholik yaitu produksi alkohol berlebih, dimana akohol
mampu menaikkan kadar kortisol.
6) Pada bayi, sindrom cushing paling sering disebabkan oleh tumor
adrenokorteks yang sedang berfungsi, biasanya karsinoma maligna tetapi
kadang-kadang adenoma benigna.
Tanda dan Gejala :
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang dengan
gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan
lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak
cenderung untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer
Sumber :
2. Penyebab :
Gangguan pada siklus mensturasi dipengaruhi oleh gangguan pada fungsi
hormon, kelainan sistemik, stres, kelenjar gondok, dan hormon prolaktin yang
berlebihan. Gangguan dari stres mensturasi terdiri dari tiga, yaitu: siklus mensturasi
pendek yang di sebut dengan polimenore, siklus mensturasi panjang atau oligomenore
dan amenore jika mensturasi tidak datang dalam 3 bulan berturut – turut.
Stres merupakan suatu respon fisiologis, psikologis dan perilaku dari manusia
yang mencoba untuk mengadaptasi dan mengatur baik tekanan internal dan eksternal
(stresor). Stresor dapat mempengaruhi semua bagian dari kehidupan seseorang,
menyebabkan stres mental, perubahan perilaku, masalah-masalah dalam interaksi
dengan orang lain dan keluhan-keluhan fisik salah satunya gangguan siklus
menstruasi.
Stres dapat mempengaruhi siklus menstruasi, karena pada saat stres, hormone
stres yaitu hormon kortisol sebagai produk dari glukokortioid korteks adrenal yang
disintesa pada zona fasikulata bisa mengganggu siklus menstruasi karena
mempengaruhi jumlah hormon progesterone dalam tubuh. Jumlah hormon dalam
darah yang terlalu banyak inilah yang dapat menyebabkan perubahan siklus
menstruasi (Tudoho, dkk.2014).
Menstruasi yang tidak teratur dan amenore akibat hipogonadisme. Jumlah
estrogen yang diproduksi ovarium harus meningkat diatas nilai kritis agar dapat
menciptakan siklus seksual yang ritmis. Akibatnya, pada hipogonadisme atau apabila
gonad menyekresi sejumlah kecil estrogen akibat faktor-faktor lain, seperti
hipotiroidisme, siklus ovarium sering tidak berlangsung normal. Sebaliknya,
menstruasi mungkin tidak datang selama beberapa bulan atau bahkan menstruasi
terhenti sama sekali (amenore). Siklus ovarium yang memanjang, yang berhubungan
dengan kegagalan ovulasi mungkin disebabkan oleh insufisiensi sekresi LH pada
waktu lonjakan LH praovulasi, yang diperlukan untuk ovulasi ( Guyton & Hall. 2012).
Siklus haid tidak teratur juga dapat disebabkan karena olahraga. Seiring
dengan meningkatnya keikutsertaan wanita dalam berbagi olahraga yang memerlukan
rejimen latihan berat, para penelitu mulai menyadari bahwa banyak wanita tersebut
mengalami perubahan siklus haid akibat partisipasi atletik tersebut. Perubahan-
perubahan ini disebut athletic menstrual cycle irregularity(AMI). Disfungsi siklus
haid dapat bervariasi keparahannya dari amenorea (penghentian siklus haid), hingga
oligomenorea (haid yang tidak teratur atau jarang) hingga siklus yang lamanya normal
tetap anovulatorik (tanpa ovulasi) atau fase lutealnya singkat atau inadekuat
(Sherwood L. 2013).
Sumber :
a. Guyon & Hall. 2012. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. EGC : Jakarta
b. Sherwood L. 2013. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Edisi 6. EGC : Jakarta
c. Toduho, Kundre, dkk. 2014. Hubungan Stress Psikologis Dengan Siklus
Menstruasi Pada Siswi Kelas 1 Di SMA Negeri 3 Tidore Kepulauan. Vol 2, No2
(2014). Program Studi Ilmu Keperawatan FK UNSRAT : Manado, diakses pada
06 April 2016, dari < http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/5306>
3. Fisiologi Menstruasi
Fisiologis Siklus Menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara
hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada
jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal.Ovarium menghasilkan hormon
steroid, terutama estrogen dan progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda
dihasilkan oleh folikel ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang
dan oleh sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh
adalah estradiol.Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan
pemeliharaan organorgan reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang
berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan peranan penting dalam
perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan dalam uterus.
Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam uterus
selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon yang paling penting untuk
menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang melapisi uterus
untuk implantasi ovum yang telah dibuahi.Pada umumnya menstruasi akan
berlangsung setiap 28 hari selama ±7 hari. Lama perdarahannya sekitas 3-5 hari.
Siklus menstruasi
Sumber :
Menurut rekomendasi ATP III, dikatakan sindrom metabolik apabila ditemukan 3 atau
lebih komponen yang ada pada satu subjek. Berikut kriteria diagnosis sindrom metabolik menurut
ATP III dan ATP III yang dimodifikasi. Selanjutnya klasifikasi ATP III mengalami modifikasi
khusus bagi orang Asia dimana lingkar pinggang dianggap terlalu besar untuk orang Asia dimana
lingkar pinggang orang Asia untuk laki-laki adalah ≥ 90 cm dan wanita ≥ 80 cm. Komponen
lainnya tetap sama sebagaimana ATP III. Namun, jika dilihat dari kriteria diagnosis WHO dan
NCEP ATP (the National Cholesterol Education Program Third Adult treatment panel )
digunakan glukosa darah puasa terganggu. Perkembangan resistensi insulin pada sindrom
metabolic disebabkan oleh banyaknya asam lemak bebas yang beredar di plasma pada orang
dengan obesitas sentral.
Berdasarkan gambar diatas, adanya resistensi insulin ini akan semakin
meningkatkan pemecahan asam lemak bebas (lipolisis) di jaringan adiposa yang
menyebabkan terjadinya beberapa gangguan pada system organ antara lain:
a. Jaringan Otot
Terjadi penurunan ambilan glukosa (Glucose uptake)
b. Hati
Terjadi peningkatan pemecahan glukosa di hati (glukoneogenesis)
c. Pankreas
Terjadi peningkatan sekresi insulin oleh sel-β pancreas
d. Pembuluh Darah
Terjadinya vasokonstriksi dan penurunan relaksasi pembuluh darah akibatpenurunan
Nitritoxide.
Resistensi insulin didefinisikan sebagai suatu kondisi dijumpainya produksi
insulin yang normal namun telah terjadi penurunan sensitivitas jaringan terhadap kerja
insulin, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin sebagai bentuk kompensasi sel
Beta. Resistensi insulin ini sering mendahului onset dari diabetes tipe 2 dan
mempunyai kontribusi dalam perkembangan terjadinya keadaan hiperglikemi.
Resistensi insulin dapat menyebabkan dislipidemia melalui peningkatan asam lemak bebas
yang dapat meningkatkan sintesis dan sekresi apoB100 sebagai kofaktor dari trigliserid dan VLDL.
Pada hipertrigliseridemia terjadi penurunan isi ester kolesterol dari inti lipoprotein
menyebabkan penurunan isi kolesterol HDLdengan peningkatan beragam trigliserida
menjadikan partikel kecildan padat. Hal ini menyebabkan peningkatan bersihan HDL di
sirkulasi.
Hipertensi pada sindrom metabolik dapat disebabkan oleh mekanisme yang sulit
dipisahkan satu sama lain karena adanya resistensi insulin dan obesitas.Adanya resistensi insulin
akan mengganggu produksi endothelial Nitric OxideSynthase (eNOS) sehingga menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah.
Sumber :
Metyrapone
Amino gluthemide
O,p-DDD.
Obat ini digunakan untuk mengendalikan sydrome chusing dan untuk mengurangi
resiko operasi.
Sumber : Price, SA, Wilson LM., 2006, Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit, Edisi 6, volume 2, EGC:Jakarta
7. Hormon Adrenokortikoid
Hormon adrenokortikoid merupakan hormon steroid yang disintesis dari
kolesterol dan diproduksi oleh kelenjar adrenalis bagian korteks. Pengeluaran hormon
dipengaruhi oleh adreno cortico tropin hormon (ACTH) yang berasal dari kelenjar
pituitari anterior. Beberapa fungsi fisiologisnya berhubungan dengan kardiovaskuler
dari darah, sistem saraf pusat, otot polos dan stress .
Dari korteks adrenal dikenali lebih dari 30 jenis hormon steroid, namun hanya
dua jenis yang jelas fungsional, yaitu aldosteron sebagai mineralokortikoid utama dan
kortisol sebagai glukokortikoid utama. Aktivitas mineralokortikoid mempengaruhi
elektrolit (“mineral”) cairan ekstrasel, terutama natrium dan kalium. Sedangkan
glukokortikoid meningkatkan glukosa darah, serta efek tambahan pada metabolisme
protein dan lemak seperti pada metabolisme karbohidrat (Guyton and Hall, 2007).
Pemakaian klinik glukokortikoid :
a. Terapi pengganti pada penderita gagal adrenal ( misalnya penyakit addison).
b. Terapi anti inflamasi dan immunosupresif
- Asma (secara inhalasi ataupan pada kasus berat secara sisteamik)
- Secara topikal pada peradangan mata, kulit telinga atau hidung (misalnya
ekszema, konjungtivitis alergik, atau rhinitis alergik)
- Hipersensitivitas ( misalnya reaksi alergiberat terhadap obat atau bisa
serangga).
- Penyakit autoimmun dan inflamasi (rematoid artritis dan penyakit jaringan ikat
lainnya, hemolitik anameia, ITP).
- Mencegah graft-versus-host desease pada transplantasi organ atau sumsung
tulang.
c. Penyakit neoplastik.
- Kombinasi dengan obat sitotoksik pada pengobatan kegansaan spesifik
(misalnya penyakit hodgkin, acute lymphocytic leukimia).
- Mengurangi edema serebral pada penderita tumor otak primer maupun
metastatik.(digunakan deksametason).
- Antiemetik pada pengobatan kemoterapi.
Penggunaan glukokortikoid pada penyakit - penyakit non endocrine :
a. Glukokortikoid digunakan luas pada banyak kelainan-kelainan non endokrin
dengan variasi penggunaan yang besar baik dalam pemilihan obat maupun
dosisnya.
i. Penyakit – penyakit rheumatik/Collagen ( SLE, Polyarteritis nodusa )
ii. Penyakit ginjal ( sindroma nefrotik, glomerulonephritis membranous ).
Glukokortikoid ( prednisone ) pada sindroma nefrotik sangat
efektif dan banyak banyak digunakan. Predisone diberikan dengan
dosis 60 mg/m2/hari dalam dosis terbagi selama 4 minggu
kemudian dilanjutkan dengan 40 mg/m2/48 jam selang sehari
diberikan dengan dosis tunggal pada pagi hari selama 4
minggu.Pengobatan selanjutnya tergantung respons penderita
pakah terjadi remissi atau malah terjadi relaps
iii. Penyakit - penyakit allergi
Onset of action glukokortikoid lama ( 6 – 12 jam ) karena itu pada
reaksi alergi yang berat seperti reaksi anafilaksis yang paling
penting adalah pemberian larutan epinephrine. Pada reaksi alergi
yang lebih lambat seperti serum sickness, urticaria,reaksi obat,
sengatan lebah, angioneurotic edema dan hay fever glukokortikoid
dapat diberikan
iv. Asthma bronchiale
Pada asma bronchiale selain pemberian secara sistemik, pemberian
juga diberikan seacara inhalasi terutama pada pemberian jangka
lama. Pada kasus-kasus asma berat ( status asthmaticus )
glukokortikoid diberikan secara intravena,
v. Infeksi
Meskipun berlawanan dengan efek immunosupresi glukokortikoid
masih digunakan pada keadaan - keadaan tertentu dengan
perlindungan antibiotika, seperti pada meningitis yang disebabkan
oleh H.Influenzae tipe B dan penderita AIDS dengan pneumonia
karena Pneumocystis Carinii dengan hipoksia.
vi. Penyakit-penyakit mata
Pemberian topical glukokortikoid hanya diberikan pada kelainan-
dibagian luar mata serta pada segmen anterior mata, untuk
kelainan-kelainan pada segmen posterior diberikan glukokortikoid
sistemik. Pemberian topical glukokortikoid dapat meningkatkan
tekanan intraokular, oleh karena itu perlu pengawasan tekanan
intraokular pada pemakaian glukokortikoid lokal lebih dari dua
minggu.
vii. Penyakit kulit
Pada dasarnya pemakaian kortikosteroid topical pada kulit anak
tidak berbeda dengan dewasa, namun karena perbedaan sifat kulit
anak yang lebih tipis,kurang bertanduk, ikatan antar sel yang lebih
longgar mempermudah obat masuk kedalam kulit sehingga kita
tetap harus hati-hati memberikan glukokortikoid topical karena
bisa memberi efek sistemik yang tidak diinginkan. Kortikosteroid
topical yang aman pada anak adalah golongan kortikosteroid
intermediate, lemah antara lain prednikarbate krim,flucinolone
acetonide, methylprednisolone,triamcinolone acetonide
krim,desonide krim dexamethasone krim dan hydrocortisone krim.
Pemberian pemakaian yang lama dapat menyebabkan
atropi,teleangiectasia, striae, papula.
viii. Penyakit-penyakit gastrointestinal ( Colitis ulcerative chronis, Chron’s
disease )
ix. Penyakit-penyakit hati
Penggunaan glukokortikoid pada penyakit- penyakit hati masih
controversial, tetapi pada penyakit - penyakit subacute necrosis dan
autoimmune seperti chronic active hepatitis pemberian
glukokortikoid ( prednisone ) menunjukkan remissi secara
histologis pada 80% dari penderita. Pada penyakit hati yang berat
prednisolone lebih baik dari prednisone karena prednisone masih
harus dirubah menjadi bentuk aktif di hati .Penderita-penderita
chronic active hepatitis dengan positif HbSAg jangan diberi terapi
glukokortikoid karena akan memperlambat penyembuhan, lebih
sering terjadi komplikasi dan angka kematian lebih tinggi.
Pemberian glukokortikoid juga dipakai pada drug induce hepatitis
meskipun belum banyak penelitian mengenai efektivitasnya.
x. Pada kelainan-kelainan hematologi dan onkologi
Glukokortikoid dipakai pada kelainan-kelainan hematology seperti
trombositopenia purpura idiopatik (ITP ), anemia aplastik dan
autoimmune hemolytic anemia ( AIHA ) Udema otak
xi. Shock
Walaupun glukokortikoid banyak dipakai pada pengobatan shock,
tetapi indikasi pemberian glukokortikoid adalah pada shock dengan
defisiensi cortisol. Indikasi lain adalah pada septic shock meskipun
masih banyak silang pendapat mengenai hal tersebut.
xii. Penyakit-penyakit lain ( sarcoidosis, sindroma Guillain Barre )
xiii. Transplantasi organ
Pada transplantasi organ glukokortikoid diberikan dengan dosis
tinggi pada saat operasi diberikan bersama immunosupressif lain
kemudian diteruskan dengan dosis maintenance
xiv. Stroke dan trauma spinal cord
Penggunan klinik mineralokortikoid
Penggunaan klinik utama mineralokortikoid adalah sebagai terapi pengganti.
Mineralokortikoid yang paling sering digunakan adalah frudrokortison yang dapat
diberikan perolal
- Meningkatkan reabsorpsi natrium pada tubulus distalis dan meningkatkan
refluks kalium dan hidrogen ke dalam tubulus
- Mekanisme kerja sama dengan steroid lain
- Digunakan bersama glukokortikoid sebagai terapi hormon pengganti.
Sumber :
a. Staff Pengajar Departemen farmakologi FK Universitas Sriwijaya, 2009,
Kumpulan Kuliah Farmakologi, edisi 2, EGC, jakarta
b. Abdul Latief Azisold, 2011, Penggunaan kortikosteroid di klinik (The use of
corticosteroid in clinics) , from :<www.old.pediatrik.com/.../20060220-
uk51j3buletin.doc>
Sumber :
Sumber : Price, SA, Wilson LM., 2006, Patofisiologi konsep klinis proses-proses
penyakit, Edisi 6, volume 2, EGC:Jakarta