Anda di halaman 1dari 11

Tutorial Blok 15 Februari 2016

Skenario 2
Coass Bingung
(Learning Objective)

Oleh :

Unun Budiarti M. Gusti Talombo

N101 13 097

XIV ( Empat Belas)

Program Studi Pendidikan Dokter


Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Tadulako
Palu 2016
1. Patofisiologi dari skenario (hipertensi dan hiperlipidemia)
Jawab :
A. Hiperlipidemia
Hiperlipidemia muncul akibat penurunan tekanan onkotik, disertai pula oleh
penurunan aktivitas degradasi lemak  karena hilangnya a-glikoprotein sebagai
perangsang lipase. Apabila kadar albumin serum kembali normal, baik secara spontan
ataupun dengan pemberian infus albumin, maka umumnya kadar lipid kembali normal.
Kolesterol adalah suatu jenis lemak yang ada dalam tubuh dan dibagi menjadi LDL,
HDL, Total kolesterol dan Trigliserida dari hati, kolesterol di angkut oleh lipoprotein
yang  bernama LDL (Low Density Lipoprotein) untuk dibawa ke sel-sel tubuh yang
memerlukan, termasuk ke sel otot jantung, otak dan lain-lain agar dapat berfungsi
sebagaimana mestinya.
HDL (High Densiy Lippoprotein) adalah bentuk Lipoprotein yang memlliki
komponen kolesterol paling sedikit. Dibentuk di usus dan hati, HDL ini akan menyerap
kolesterol bebas dari pembuluh darah, atau bagian tubuh lain seperti sel makrofag,
kemudian membawanya ke hati. VLDL (Very Low Density Lipoprotein) adalah
Lipoprotein yang dibentuk di hati yang kemudian akan diubah di pembuluh darah
menjadi LDL (Low Density  Lipoprotein). Bentuk Lipoprotein ini memiliki kolesterol
paling banyak dan akan membawa kolesterol tersebut ke jaringan seperti dinding
pembuluh darah.
Kelebihan kolesterol akan diangkat kembali oleh lipoprotein yang disebut HDL
(High  Density Lipoprotein) untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan
diuraikan lalu dibuang ke dalam kantung empedu sebagai asam (cairan) empedu. LDL
mengandung lebih  banyak lemak dari pada HDL sehingga ia akan mengambang di
dalam darah. Protein utama yang membentuk LDL adalah Apo-B (Apolipoprotein-B).
LDL dianggap sebagai lemak yang “jahat” karena dapat menyebabkan penempelan
kolesterol di dinding pembuluh darah.
Sebaliknya, HDL disebut sebagai lemak yang “baik” karena dalam operasinya ia
membersihkan kelebihan kolesterol dari dinding pembuluh darah dengan
mengangkutnya kembali ke hati. Protein utama yang membentuk HDL Apo-a
(Apolipoprotein-A). HDL ini mempunyai kandungan lemak lebih sedikit dan
mempunyai kepadatan tinggi sehingga lebih  berat. Konsentrasi kolesterol pada HDL
dan LDL atau VLDL lipoprotein adalah prediktor kuat untuk penyakit jantung koroner.
HDL fungsional menawarkan perlindungan dengan cara memindahkan kolesterol dari
sel dan atheroma. Konsentrasi tinggi dari LDL dan konsentrasi rendah dari HDL
fungsional sangat terkait dengan penyakit kardiovaskuler karena beresiko tinggi terkena
ateroklerosis. Keseimbangan antara HDL dan LDL semata-mata ditentukan secara
genetikal, tetapi dapat diubah dengan pengobatan, pemilihan makanan dan faktor
lainnya.
Seperti yang telah disebutkan diatas lipid memiliki banyak manfaat bagi tubuh.
Namun, apabila terjadi keadaan hiperlipidemia, akan menyebabkan kelainan metabolism
lipid. Kelainan metabolism lipid pada keadaan hiperlipidemia dapat terjadi pada tapak-
tapak  produksi atau penggunaan lipoprotein yang menyebabkan keadaan
hipolipoproteinemia atau hiperlipoproteinemia.
B. Hipertensi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output(curah jantung) dengan
total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh dari perkalian antara
stroke volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer
dipertahankan oleh sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Empat sistem kontrol
yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain sistem baroreseptor
arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan autoregulasi
vaskuler. Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta
dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem
baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arterimelelui mekanisme perlambatan
jantung oleh respon vagal (stimulasiparasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan
tonus otot simpatis. Olehkarena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan arteri
sistemik bilatekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik
bilatekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada
hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas
baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan
tekanan tidak ada. Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik.Bila
tubuh mengalami kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik venake jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila gunjal berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan
arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah. kondisi patologis yang
mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air akan
meningkatkan tekanan arteri sistemik.Renin dan angiotensin memegang peranan dalam
pengaturan tekanan darah. Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yangbertindak
sebagai substrat protein plasma untuk memisahkan angiotensinI, yang kemudian diubah
oleh converting enzym dalam paru menjadibentuk angiotensin II kemudian menjadi
angiotensin III. Angiotensin IIdan III mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat pada
pembuluh darahdan merupakan makanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron.
Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada aldosteronisme primer.
Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III juga
mempunyai efek inhibiting atau penghambatan ekskresi garam (Natrium) dengan akibat
peningkatantekanan darah.Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab
meningkatnya tahanan periver vaskular pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah
tinggi, kadar renin harus tinggi diturunkan karena peningkatan tekanan arteriolar renal
mungkin menghambat sekresi renin. Namun demikian,sebagian orang dengan hipertensi
esensial mempunyai kadar renin normal. Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada
klien hipertensi esensial akan mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-
organ vital. Hipertensi esensial mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-
arteriole. Karena pembuluh darah menebal, maka perfusi jaringan menurun dan
mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini menyebabkan infark miokard, stroke,
gagal jantung, dan gagal ginjal. Auteregulasi vaskular merupakan mekanisme lain lain
yang terlibat dalam hipertensi.
Auteregulasi vaskula
adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh relatif konstan.
Jika aliranberubah, proses-proses autoregulasi akan menurunkan tahanan vaskulardan
mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkantahanan vaskular
sebagai akibat dari peningkatan aliran. Auteregulasivaskular nampak menjadi
mekanisme penting dalam menimbulkanhipertensi berkaitan dengan overload garam dan
air.
Hipertensi maligna
adalah tipe hipertensi berat yang berkembang secara progresif. Seseorang dengan
hipertensi maligna biasanya memilikisebagai gejala-gejala morning headaches,
penglihatan kabur, dan sesak napas dan dispnea, dan/ atau gejala uremia. Tekanan darah
diastolik >115mmHg, dengan rentang tekanan diastolik antara 130-170 mmHg.
Hipertensi maligna meningkatkan risiko gagal ginjal, gagal jantung kiri,dan stroke.
Sumber :
1. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC : Jakarta
2. https://www.academia.edu/6487306/Hiperlipidemia
3. https://www.scribd.com/doc/119149924/Patofisiologi-Hipertensi
2. Macam-macam penyakit yang berhubungan dengan imunologi pada sistem urinaria
Jawab :
a. Infeksi Saluran Urogenital
Infeksi saluran urogenital umumnya disebabkan oleh bakteri Escherichia coli. Dapat
pula disebabkan oleh Proteus, Klebsiella, dan Staphylococcus terutama bila sedang
terpasang kateter. Pada saluran urogenital ini, dapat terjadi penyakit, seperti:
a) Sistitis
Sistitis adalah infeksi saluran kemih, yang lebih banyak menyerang wanita
daripada pria, karena pada wanita muara uretra dan vagina dekat dengan daerah anal.
Faktor resiko sistitis adalah bersetubuh, kehamilan, kandung kemih neurogenis,
pemasangan kateter, keadaan-keadan obstruktif dan diabetes mellitus. Apabila
berlanjut, akan menyebakan kuman-kuman naik dari kandung kemih ke pelvis ginjal,
yang disebut dengan pielonefritis. Penderita sistitis akan merasakan keluhan seperti
disuria (nyeri saat miksi), sering berkemih, merasa ingin berkemih terus, dan sakit di
atas daerah suprapubis.  
b) Pielonefritis
Pielonefritis adalah radang pelvis ginjal. Penyebab paling sering penyakit ini
adalah kuman yang berasal dari kandung kemih yang menjalar naik ke pelvis ginjal.
Pielonefritis ada yang akut dan ada yang menahun. Pielonefritis menahun ada dua
tipe, yaitu Pielonefritis yang disebabkan oleh Refluks vesikouretral yang dapat
menyebabkan infeksi papila senyawa perifer dan jaringan parut di kutub ginjal. Dan
Pielonefritis yang disebabkan oleh Obstruksi saluran kemih yang menimbulkan
tekanan tinggi aliran balik urine, yang menyebabkan infeksi semua papila, jaringan
parut ginjal menyebar dan enipisan lapisan korteks ginjal

b. Penyakit Glomerular
a) Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh infeksi di
nasofaring oleh Streptococcus β-hemolitik. Lebih sering menyerang anak-anak,
dengan gejala yaitu edema akut, oiguria, proteinuria, urine berwarna, dan biasa
disertai dengan hipertensi. Penyakit ini merupaka penyakit autoimun karena
terbentuk antibodi yang merusak membran basal gromerulus tubuh itu sendiri.
Penyakit ini dapat menyebabkan gagal ginjal.
b) Sindrom Nefrotik (nefrosis)
Nefrosis dapat menyebabkan glomerulonefritis, gejala yang dominan adalah
albuminaria (>3,5 gram/hari). Hilangnya protein akibat meningkatnya permeabilitas
membran basal glomerulus. Akibatnya terjadi hipoalbuminemia yang menyebabkan
edema generalisata.
c. Obstruksi Saluran Kemih
Obstruksi saluran kemih disebabkan oleh hipertrofi prostat, batu ginjal dan tumor ginjal.
Gangguan obstruktif dapat menyebabkan disfungsi ginjal berat yang meliputi hemoragi
dan gagal ginjal, bila tidak diatasi.
a) Hipertrofi Prostat
Penyebabnya diduga ketidakseimbangan hormon kelamin pria dan wanita, yang
terjadinya dengan meningkatnya usia. Biasanya testosteron adalah androgen utama
dalam darah dan membentuk dua metabolit, yaitu: dihidrotestosteron dan β-estradiol.
Estradiol adalah steroid yang memiliki sifat-sifat estrogenik. Ia biasanya bekerja
sama dengan androgen, namun dapat bekerja independen dengan menimbulkan efek
berlawanan dengan androgen.
Testosteron serta metabolitnya bekerja sama menghasilkan hiperplasia prostat. Pada
pria dia atas 60 tahun, testosteron plasma menurun. , namun hipertrofi prostat sudah
dapat timbul 10-20 tahun sebelum adanya penurunan kadar plasma itu.
Sumber : Tessy A, Ardaya suwanto.2007. Infeksi Saluran Kemih. Buku ajar ilmu penyakit
dalam. Jakarta
3. Diagnostik dari skenario, etiologi, epidemiologi, manajemen pemeriksaan ASTO
(glomerulonefritis dan sindrom nefrotik)
Jawab :
A. Sindrom Nefrotik
a. Etiologi
Sindrom nefrotik dapat disebabkan oleh glomerulonefritis primer dan
sekunder akibat infeksi, keganasan, penyakit jaringan penghubung, obat atau toksin,
dan akibat penyakit sistemik seperti DM, pre-eklamsia, refluks vesikoureter, dll.
Glomerulonefrotik primer atau idiopatik merupakan penyebab SN yang
paling sering. Dalam kelompok GN primer, GN lesi minimal (GNLM),
glomerulosklerosis fokal segmental (GSFS), GN membranosa (GNMN), dan GN
membranoproliferatif (GNMP) merupakan kelainan histopatologik ynag sering
ditemukan.
Penyebab sekunder akibat infeksi yang sering dijumpai misalnya pada GN
pasca infeksi streptokokus atau infeksi virus hepatitis B, akibat obat misalnya obat
antiinflamasi non-steroid atau preparat emas organik, dan akibat penyakit sistemik
misalnya SLE dan DM.
b. Epidemiologi
Insidens dapat mengenai semua umur tetapi sebagian besar (74%) dijumpai
pada usia 2-7 tahun. Rasio laki-laki : perempuan= 2:1, sedangkan pada masa remaja
dan dewasa rasio ini berkisar 1:1. Biasanya 1 dari 4 penderita sindrom nefrotik
adalah penderita dengan usia>60 tahun. Namun secara tepatnya insiden dan
prevalensi sindrom nefrotik pada lansi tidak diketahui karena sering terjadi salah
diagnosa.
B. Glomerulonefritis
a. Etiologi
Sekitar 75% GNAPS timbul setelah infeksi saluran pernapasan bagian atas,
yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12,
18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60 menyebabkan infeksi kulit. Infeksi
kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar10-15%.
Streptokokus sebagai penyebab GNAPS pertama kali dikemukakan oleh
Lohlein pada tahun 1907 dengan bukti timbulnya GNA setelah infeksi saluran nafas,
kuman Streptokokus beta hemolyticus golongan A dari isolasi dan meningkatnya
titer anti-streptolisin pada serum penderita. Protein M spesifik pada Streptokokus
beta hemolitikus grup A diperkirakan merupakan tipe nefritogenik. Protein M tipe 1,
2, 4 dan 12 berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas sedangkan tipe 47, 49,
dan 55 berhubungan dengan infeksi kulit.3 Faktor iklim, keadaan gizi, keadaan
umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNAPS. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena
infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri: Streptokokus grup C, Meningococcocus, Streptoccocus viridans,
Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi, dll
2. Virus: Hepatitis B, varicella, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis epidemika
3. Parasit: Malaria dan toksoplasma
Streptokokus
Streptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas
membentuk pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan
golongan bakteri yang heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokokus pada manusia
disebabkan oleh Streptokokus hemolisis β grup A.3-5, 10 Grup ini diberi nama
spesies S. pyogenes. Bakteri ini hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit.
Penyakit yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan
glomerulonefritis.
b. Epidemiologi
Data epidemiologi GN yang bersifat nasional belum ada dan laporan dari
berbagai pusat ginjal dan hipertensi masih terbatas. Hal ini disebabkan biopsi ginjal
tidak selalu dapat dilakukan dalam menegakkan diagnosis etiologi GN. Data
perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) menunjukkan bahwa GN sebagai
penyebab PGTA yang menjalani hemodialisis mencapai 39% pada tahun 2000. Data
mengenai Gn masih terbatas dan merupakan laporan dari masing-masing pusat ginjal
dan hipertensi.
Sidabutar RP dan kawan melaporkan 177 kasus GN yang lengkap dengan
biopsi ginjal dari 459 kasus rawat inap yang dikumpulakan di Rumah Sakit selama 5
tahun. Dari 177 yang dilakukan biopsi ginjal didapatkan 35,6% menunjukkan
manifestasi klinik sindrom nefrotik, 19,2% sindrom nefritik akut, 3,9% GN progresif
cepat, 15,3% dengan hematuria, 19,3% proteinuria, dan 6,8% hipertensi.
C. Manajemen
a. Suportif
 Tirah baring pada kasus edema ansarka;
 Pemberian diet protein normal (1,5-2 g/KgBB/hari), diet rendah garam (1-2
g/hari). Bila perlu furosemid dapat dikombinasikan dengan spironolakton 2-3
mg/KgBB/hari;
 Pemberian antihipertensi dapat dipertimbangkan bila disertai hipertensi;
 Pada kasus edema refrakter, syok, atau kadar albumin kurang dari sama
dengan 1 g/dL, dapat diberikan albumin 20-25% dengan dosis 1 g/KgBB
selama 2-4 jam. Apabila kadar albumin 1-2 g/dL, dapat dipertimbangkan
pemberian albumin dosis 0,5/KgBB/hari.
b. Medikamentosa
 Prednisolon dengan dosis awal 60 mg/m2/hari atau 2 mg/KgBB/hari,
diberikan dengan dosis terbagi tiga, selama 4 minggu. Apabila terjadi remisi
(proteinuria negative 3 hari berturut-turut, pemberian dilanjutkan dengan 2/3
dosis awal (40 mg/m2/hari, maksimum 60 mg/hari) dosis tunggal pagi selama
sehari (alternating dose) selama 4 minggu. Total pengobatan menjadi 8
minggu.
Namun, bila terjadi relaps berikan prednison 60 mg/m 2/hari sampai terjadi
remisi (maksimal 4 minggu), dilanjutkan 2/3 dosis awal (40 mg/m 2/hari)
secara alternating selama 4 minggu. Pemberian prednisone jangka panjang
dapat menyebabkan efek samping hipertensi.
 Apabila sampai 4 minggu pengobatan steroid dosis penuh belum juga terjadi
remisi, maka disebut steroid resisten. Kasus dengan resisten steroid atau
toksik steroid, diterapi menggunakan immunosupresan seperti siklofosfamid
per oral dengan dosis 2-3 mg/KgBB/hari dalam dosis tunggal. Dosis dihitung
berdasarkan berat badan tanpa edema. Pemberian siklofosfamid dapat
menyebabkan efek samping depresi sumsum tulang (apabila leukosit
<3000/uL, terapi dihentikan).
 Penisilin prokain 50.000 U/kgbb/kali i.m. 2x/hr · Penisilin V 50 mg/kgbb/hr
p.o. 3 dosis · Eritromisin 50 mg/kgbb/hr p.o. 4 dosis · Bila disertai hipertensi
Ø Ringan (130/80 mmHg) : tidak diberi anti hipertensi Ø Sedang (140/100
mmHg) : Hidralazin i.m. / p.o. atau Nefidipin sublingual Ø Berat (180/120
mmHg) : Klonidin drip / Nefidipin sublingual · Bila ada tanda hipervolemia
(edema paru, gagal jantung) disertai oligouria beri diuretik kuat (furosemid 1-
2 mg/kgbb/kali)
c. Nonmedikamentosa
Istirahat pada fase akut, misalnya bila terdapat GGA, hipertensi berat, kejang, payah
jantung Diet kalori adekuat terutama karbohidrat untuk memperkecil katabolisme
endogen dan diet rendah garam.
d. Pemeriksaan Anti streptolisin titer O ( ASTO)
Anti streptolisin titer O ( ASTO ) merupakan tes darah yang dilakukan untuk
mengukur antibodi terhadap streptolisin O yang dihasilkan oleh bakteri streptokokus.
Kadar ASTO lebih dari 160 – 200 todd/ unit dianggap sangat tinggi dan menunjukan
adanya infeksi streptokokus yang baru terjadi atau sedang terjadi atau adanya kadar
antibodi yang tinggi akibat respon imun yang berlebihan terhadap pajanan
sebelumnya.
Nilai normal ASTO pada anak 6 bulan – 2 tahun 50 Todd unit /ml, 2 – 4
tahun 160 Todd unit /ml, 5 – 12 tahun adalah 170 Todd unit/ ml dan dewasa 160
Todd unit / ml. Titer ASTO akan meningkat pada 75 – 80 % kasus GNAPS.
Sumber :
1. Setiati, dkk. 2015. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi VI. Interna
Publishing : Jakarta
2. Hilmi Riskawa dan Dedi Rachmadi, 2010, Glomerulonefritis Akut, Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran,Bandung
3. Renica P, 2013, Glomerulonefritis Pada Anak Usia Sekolah, Medula, Volume 1, Nomor
4, Oktober 2013
4. Arif Y Prabowo, 2014.Nephrotic Syndrome In Children. Medula, Volume 2, Nomor 4,
Juni 2014
5. Tanto, Chris, dkk, 2014, Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius:Jakarta
4. Apakah ada glomerulonefritis biasa ? bagaimana yang di maksud?
Jawab :
Glomerulonefritis merupakan suatu penyakit peradangan pada ginjal. terutama
menyerang anak pada masa awal usia sekolah (2-12 tahun), jarang dibawah usia 2 tahun
(5%) dan 10% dapat terjadi pada dewasa. Glomerolunefritis ini biasanya didahului oleh
infeksi saluran napas satu hingga dua minggu sebelumnya atau infeksi kulit dua hingga
empat minggu sebelumnya. Streptokokus grup A merupakan penyebab tersering kejadian
glomerolunefritis akut pada anak. Streptokokus merupakan bakteri spheris gram positif yang
khasnya berpasangan atau membentuk rantai selama pertumbuhannya. Terdiri dari dua
puluh spesies, termasuk Streptococcus pyogenes (Grup A). Gejala umum berupa sembab
kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Diagnosis
adanya glomerulonefritis pada anak dapat dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan laboratorium. Penatalaksanaan glomerulonefritispasca infeksi streptokokus
meliputi tirah baring selama tiga hingga empat minggu, pemberian antibiotik yang sesuai,
makanan yang rendah garam, serta medikamentosa yang tepat. Penyakit ini umumnya
(sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Penyebab GNA adalah bakteri, virus, dan proses imunologis lainnya, tetapi pada
anak penyebab paling sering adalah pasca infeksi streptococcus β haemolyticus, sehingga
seringkali di dalam pembicaraan GNA pada anak yang dimaksud adalah GNA pasca
streptokokus atau GNAPS.
Streptokokus dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kemampuan
menghancurkan sel darah merah, yaitu Streptococcus β haemolyticus jika kuman dapat
melakukan hemolisis lengkap, Streptococcus α haemolyticus jika melakukan hemolisis
parsial, dan Streptococcus Ɣ haemolyticus jika tidak menyebabkan hemolisis. Streptococcus
β haemolyticus dapat dibagi menjadi 20 grup serologis yaitu grup A hingga T.
Glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS) pada umumnya didahului infeksi
saluran nafas bagian atas atau infeksi kulit oleh kuman Streptococcus β haemolyticus grup A
dan kadang-kadang oleh grup C atau G. Galur yang dapat menyebabkan glomerulonefritis
akut ini disebut streptokokus nefritogenik.
Patogenesis GNAPS belum diketahui dengan pasti. Dugaan hubungan antara
glomerulonefritis akut dan infeksi streptokokus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein
pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina,
diisolasinya kuman Streptococcus β haemolyticus golongan A, dan meningkatnya titer
antistreptolisin pada serum penderita.
Periode laten berkisar 10 atau 21 hari setelah infeksi tenggorok atau kulit.
Manifestasi klinis GNA sangat bervariasi, mulai dari yang ringan atau tanpa gejala sampai
yang berat. Gejala pertama yang paling sering ditemukan adalah edema atau sembab
palpebra. Hematuria berat sering menyebabkan orangtua membawa anaknya berobat ke
dokter. Penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) terjadi di sekitar wajah
dan kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai
pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan
bisa menjadi hebat. Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak, edema
bisa ditemukan sedang sampai berat. Menurut penelitian yang dilakukan di RSCM Jakarta
mengenai gambaran klinis GNAPS pada anak didapatkan bahwa edema merupakan
manifestasi klinis yang sering ditemukan yaitu sekitar 87%, dan kadang-kadang disertai
edema paru (14%) atau gagal jantung kongestif (2%)
Sumber : Pasek M, S. 2013. Glomerulonefritis Akut Pada Anak Pasca Infeksi Streptokokus.
Seminar Nasional FMIPA UNDIKSHA III tahun 2013. P 311-315
5. Bagaimana Gagal ginjal akut dan kronik sesuai dengan urin output, kreatinin dan laju
filtrasi?
Jawab :
Menurut pernefri secara ideal semua pasien dengan :
- Laju filtrasi goal (LFG) kurang dari 15mL/menit, LFG kurang dari 10mL/menit dengan
gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5mL/menit walaupun tanpa gejala dapat
menjalani dialisis
- Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat
komplikasi akut seperti oedema paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan
nefropati diabetik
A. Gagal Ginjal Akut
Pada gagal ginjal akut, fungsi ginjal hilang dengan cepat dan menimbulkan gejala pada
tubuh. Etiologi gagal ginjal akut ini dikelompokkan berdasarkan lokasi pada saluran
kemih yang mengalami gangguan yaitu penyebab prerenal, renal dan post renal.
a) Penyebab Gagal Ginjal: Prerenal
Prerenal (pra = sebelum + renal = ginjal) artinya akar masalahnya diluar ginjal akan
tetapi akan mempengaruhi ginjal karena sesuatu tersebut akan berhubungan dengan
ginjal. Sesuatu tersebut adalah berkaitan dengan suplai darah, yakni karena
penurunan suplai darah ke ginjal. Contoh penyebab prerenal yang dapat
menimbulkan gagal ginjal, antara lain:
 Hipovolemia (volume darah yang rendah) karena kehilangan darah;
 Dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh (misalnya, muntah , diare ,
berkeringat, demam );
 Asupan cairan kurang;
 Obat, misalnya, diuretik (“water pills”) dapat menyebabkan kehilangan air
yang berlebihan;
 Aliran darah yang abnormal ke dan dari ginjal karena penyumbatan arteri
atau vena ginjal.
b) Penyebab Gagal Ginjal: Renal
Renal (ren=ginjal) yakni kerusakan langsung pada ginjal itu sendiri, diantaranya
akibat dari:
 Sepsis : sistem kekebalan tubuh yang kalah melawan infeksi sehingga infeksi
menyebar ke seluruh tubuh termasuk menyebabkan peradangan dan
kerusakan ginjal. Hal ini biasanya tidak terjadi pada infeksi saluran kemih .
 Obat-obatan: Beberapa obat bersifat racun bagi ginjal, termasuk nonsteroidal
anti-inflamasi (NSID) seperti ibuprofen dan naproxen . Obat lainnya yang
berpotensi meracuni ginjal (nefrotoxic) diantaranya antibiotik aminoglikosida
seperti [ gentamisin (Garamycin), tobramycin ], lithium (Eskalith, Lithobid),
obat yang mengandung yodium contohnya zat kontras yang disuntikkan pada
tubuh sebelum dirongsen.
 Rhabdomyolysis: Ini adalah situasi di mana ada kerusakan otot yang
signifikan dalam tubuh, dan serat otot yang rusak menyumbat sistem
penyaringan ginjal. ini dapat terjadi karena truma, luka parah, dan luka bakar.
Beberapa obat yang digunakan untuk mengobati kolesterol tinggi dapat
menyebabkan rhabdomyolysis.
 Multiple myeloma
 Glomerulonefritis akut atau peradangan pada glomeruli, sistem penyaringan
ginjal. Banyak penyakit dapat menyebabkan peradangan ini termasuk lupus
eritematosus sistemik (SLE) , Wegener granulomatosis , dan sindrom
Goodpasture.
c) Penyebab Gagal Ginjal : Postrenal
Etiologi postrenal berarti penyebab-penyebab yang terjadi disaluran kencing setelah
ginjal (post = setelah + renal = ginjal) disebabkan oleh faktor-faktor yang
mempengaruhi aliran urin:
 Obstruksi atau penyumbatan kandung kemih atau ureter misalnya karena batu
ginjal dapat menyebabkan tekanan balik ke ginjal karena ginjal terus
menghasilkan urin, sedangkan terbendung di bagian bawahnya. Ketika
tekanan meningkat cukup tinggi, ginjal akan rusak dan bisa mati.
 Hipertrofi prostat atau kanker prostat dapat menghalangi urethra sehingga
urin pada kandung kemih tidak dapat mengalir melalui kencing.
 Tumor di perut yang mengelilingi dan menghalangi ureter.
 Batu ginjal. Biasanya, batu ginjal mempengaruhi hanya satu ginjal dan tidak
menyebabkan gagal ginjal.
B. Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis berkembang dalam hitungan bulan hingga tahun. Penyebab gagal
ginjal kronis yang paling sering, antara lain:
 Diabetes yang tidak terkontrol,
 Tekanan darah tinggi atau Hipertensi yang tidak terkontrol, dan
 Glomerulonefritis kronik.
Penyebab gagal ginjal kronis yang tergolong jarang, termasuk:
 Penyakit ginjal polikistik,
 Nefropati refluks,
 Batu ginjal, dan
 Penyakit prostat.

Sumber :
1. Sudoyo, dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.Jilid II. Interna
Publishing : Jakarta
2. Penyebab / Etiologi Gagal Ginjal | Mediskus.com

Anda mungkin juga menyukai