PENDAHULUAN
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada
seseorang melalui pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada tubuh mayat.
Perubahan itu akan terjadi dari mulai terhentinya suplai oksigen. Manifestasinya
akan dapat dilihat setelah beberapa menit, jam dan seterusnya. Terhentinya suplai
oksigen bisa juga menjadi penyebab kematian. Hal ini disebabkan karena hambatan
masuknya oksigen ke dalam sistem respirasi sehingga kadarnya oksigen berkurang
dalam darah dan jaringan (hipoksia). Hambatan ini juga akan berakibat terganggunya
pengeluaran karbon dioksida dari tubuh sehingga kadarnya dalam darah meningkat
(hiperkapnea).1,2
Tidak ada dari tanda-tanda tersebut yang bersifat spesifik untuk asfiksia. Hal tersebut
dapat juga ditemukan pada penyakit lain (seperti pada pasien yang meninggal karena
gagal jantung kongestif). Peteki, kongesti, dan edema terjadi karena peningkatan
tekanan intravaskular di dalam pembuluh darah di kepala/leher yang menyebabkan
ruptur atau peningkatan permeabilitas kapiler. Sianosis terjadi karena pembentukan
hemoglobin tereduksi dan dapat ditemukan terutama pada daerah dengan sirkulasi
yang lebih banyak seperti bibir, lidah, telinga. Kongesti dan peteki jantung kanan
terjadi karena obstruksi jalan napas yang menyebabkan peningkatan tekanan
intrathorax sehingga tekanan hidrostatik yang harus dilawan oleh ventrikel kanan
juga meningkat. Dapat juga ditemukan Tardieu spot (peteki subpleural atau
subperikardial) meskipun tanda ini tidak lagi dianggap spesifik untuk asfiksia.
(Simpson, 2011) (K Vij, 2011)
Pada orang yang selamat dari episode asfiksia, dapat ditemukan tanda berikut bila
dilakukan pemeriksaan klinis yang seksama: (Simpson, 2011)
Secara medicolegal, asfiksia terbagi menjadi dua, yaitu asfiksia mekanik dan
asfiksia non-mekanik. Asfiksia mekanik terjadi apabila terdapat hambatan aliran
udara ke dalam tubuh melalui halangan fisik. Asfiksia non-mekanik terjadi apabila
terjadi hambatan secara fisiologis.
1. Pembekapan (smothering)
A. Homicidal smothering
Dibutuhkan perbedaan kekuatan yang besar antara pelaku dan korban untuk dapat
melakukan pembunuhan melalui pembekapan; atau korban dalam keadaan tidak
berdaya karena penyakit, usia, obat-obatan, atau alkohol. Pembunuhan dapat juga
terjadi apabila terdapat banyak jumlah pelaku. Korban umumnya wanita yang
gemuk, orang tua yang lemah, di bawah pengaruh obat/alkohol, atau anak-anak.
(Vij K, 2011) (Idries AM, 2009)
B. Suicidal smothering
Dapat terjadi dengan membenamkan wajah ke dalam matras atau berbaring
terhadap pakaian, terutama pada orang di bawah pengaruh alkohol, obat-obatan,
atau orang dengan gangguan jiwa. (Vij K, 2011) (Idries AM, 2009)
C. Accidental smothering
Keadaan dapat bervariasi tergantung usia: (1) bayi, terutama prematur, dapat
terbekap secara tidak sengaja bila kain/bantal di tempat tidur menutupi hidung dan
mulut; (2) anak-anak dapat secara tidak sengaja terbekap bila sedang bermain
dengan menutupi kepala dengan kantongan plastik dan terjadi muatan listrik
statik; (3) penderita epilepsi dapat terbekap apabila membenamkan wajah ke
dalam matras/bantal saat terjadi serangan; (4) pekerja yang jatuh dan terbenam ke
dalam benda semi-solid (seperti pasir, katun, lumpur, wol, tepung) ketika bekerja;
(5) pada kegiatan auto-erotik dimana terjadinya hipoksia parsial yang terjadi
memperjelas sensasi seksual pada kegiatan auto-erotik. (Vij K, 2011) (Idries AM,
2009)
Temuan yang berkaitan dengan pembekapan: (Vij K, 2011) (Idries AM, 2009)
(Simpson, 2011)
Tanda asfiksia secara umum seperti kongesti, edema, peteki, emfisema, sianosis.
Apabila pembekapan dilakukan dengan menggunakan tangan, tanda kekerasan
berupa luka lecet (nail scratch abrasion), luka memar (terutama memar berpola
ujung jari/fingertip bruises), maupun laserasi pada bagian wajah yang lunak.
Bibir, gusi, dan lidah dapat memperlihatkan luka memar atau laserasi. Luka
memar dan lecet dapat pula menyebar ke dahi, pipi, rahang, tengkuk; terutama
bila telah terjadi perlawanan. Tanda yang penting adalah memar pada bibir
bagian dalam karena tekanan terhadap gigi, dengan atau tanpa memar pada gusi
dan lidah.
Apabila pembekapan dilakukan dengan menggunakan benda halus, pakaian, atau
bantal, mungkin tidak ditemukan tanda kekerasan. Pada keadaan seperti ini,
bukti medis yang ada tidak dapat membuktikan lebih lanjut mekanisme kematian
selain karena asfiksia. Memar atau laserasi masih dapat ditemukan pada bibir
bagian dalam. Kadang-kadang ditemukan juga daerah pucat (pallor) pada wajah
yang menandakan benda yang digunakan.
Keberadaan pasir, debu, lumpur, katun, tepung, dll. di dalam mulut dan rongga
hidung merupakan temuan yang signifikan. Sebaliknya, ditemukannya saliva
pada alat pembekap dapat menjadi petunjuk terjadinya pembekapan, terutama
bila dilakukan uji DNA.
2. Penyumpalan (gagging)
Penyumpalan terjadi bila suatu bantalan atau kain dimasukkan ke dalam mulut.
Hal ini biasanya dilakukan untuk mencegah agar korban tidak berteriak meminta
tolong, sehingga kematian biasanya tidak dimaksudkan. Penyumpalan dapat juga
bersifat homicidal (pembunuhan), terutama bila korban merupakan bayi atau orang di
bawah pengaruh alkohol/obat-obatan, orang tua, orang sakit, dll.
Apabila sumbatan telah dikeluarkan, dapat ditemukan luka memar, lecet, atau
laserasi pada mukosa bibir, palatum molle, atau di dalam pharynx. Dapat pula
ditemukan sisa benda sumbatan di dalam mulut atau di antara gigi.
Pada alat penyumpal dapat ditemukan sel epitel buccal. Saliva normal
mengandung antara 200 hingga 2000 sel epitel buccal per mm3, sehingga apabila
benda tertentu mengalami kontak dengan saliva, dapat ditemukan sel epitel buccal.
(Simpson, 2011)
3. Choking
Fase terjadinya sumbatan jalan nafas terdiri dari penetrasi benda kejalan
nafas, sumbatan jalan nafas, dan gagalnya mengeluarkan benda yang
menyumbat.Tanda yang dijumpai yaitu tanda-tanda sumbatan jalan nafas atas
(stridor, distress pernafasan, batuk, choking) dan tidak mampu berbicara.Kemudian
diikuti dengan nafas yang panjang menyebabkan objek untuk makin masuk.
Terjadilah laringospasme. Terjadi rangsangan vagal, menyebabkan aritmia dan
apnoe, terjadi kematian.5
Choking sering terjadi secara tidak sengaja pada anak-anak kurang dari satu
tahun. Sebanyak 90% kematian terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 5
tahun.Bunuh diri jarang terjadi kecuali pada pasien gangguan jiwa atau tahanan
dalam penjara. Jika pembunuhan maka akan dijumpai adanya tanda-tanda
perlawanan.5
orofaring (dot)
Penyebab Kematian
Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang
digunakan untuk menekan.
Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan atau
geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah
dan gusi, yang mungkin terjadi akibat korban melawan.
Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/ permukaan dalam bibir
akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi, dan lidah
Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal, maka
pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan.
Memar atau luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada
pembekapan dengan menggunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan
cukup besar, dan orang yang dibekap kebetulan memakai lipstick, maka pada
bantal tersebut akan tercetak bentuk bibir yang berlipstick tadi, yang tidak
jarang sampai merembes ke bagian yang lebih dalam, yaitu ke bantalnya sendiri.
Pada asfiksia traumatik mungkin dapat dilihat adanya fraktur pada iga, mata
yang berlinang, bola mata yang menonjol dan konjungtiva kongesti, petechi, dan
lidah akan keluar.
Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut tidak
terlalu besar, kelainannya bisa minimal: yaitu luka lecet atau memar pada bibir
bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.
Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan
kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan
dengan satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar pada otot
leher bagian belakang, yang untuk membuktikannya kadang-kadang harus
dilakukan sayatan untuk melihat otot bagian dalamnya, atau membuka seluruh
kulit yang menutupi daerah tersebut.
Bisa didapatkan luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban.
Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun
pada pembedahan jenazah. Perlu dilakukan pemerikssan kerokan bawah kuku
korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.
Pemeriksaan Dalam2,5
Patomekanisme Hanging
Pada setiap kasus penggantungan beberapa kondisi dibawah akan terjadi :5,6
1. Arteri karotis tersumbat
2. Vena jugularis tersumbat
3. Memicu reflex karotis
4. Fraktur vertebra servikal
5. Menutupnya jalan nafas
1. Asfiksia
2. Iskemik otak
3. Reflex vagus
4. Kerusakan batang otak dan medulla spinalis
Obstruksi arteri karotis terjadi akibat penekanan yang lebih besar. Hal ini
karena secara anatomis, arteri karotis berada lebih dalam dari vena jugularis. Karena
itu, obstruksi arteri karotis jarang ditemukan pada kasus bunuh diri dengan
penggantunga. Biasanya korban mati karena tekanan yang lebih besar, misalnya
dicekik atau pada penjeratan. Pada pemeriksaan dalam turut ditemukan jejas pada
jaringan lunak sekitar arteri karotis akibat tekanan yang besar ini. Tekanan ini
menyebabkan aliran darah ke otak tersumbat. Kurangnya suplai darah ke otak
emneyebabkan korban tidak sadarkan diri dan depresi pusat nafas sehingga kematian
terjadi. Pada mekanisme ini hanya ditemukan wajah yang sianosis tapi tidaka da
petekia. 1,7 ,8
Asfiksia bisa juga terjadi akibat tertutupnya jalan nafas. Kondisi ini terjadi
setelah korban tidak sadar dan tidak ada usaha untuk bernafas. Akhirnya korban
mati.
Pemeriksaan Luar8
i. Kepala
Muka sianotik (vena terjepit) atau muka pucat (vena dan arteri terjepit)
Tanda penjeratan pada leher
Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan
kecil dibandingkan jika menggunakan tali yang besar. Bila alat
penjerat mempunyai permukaan yang luas, yang berarti tekanan
yang ditimbulkan tidak terlalu besar tetapi cukup menekan
pembuluh balik, maka muka korban tampak sembab, mata
menonjol, wajah berwarna merah kebiruan dan lidah atau air liur
dapat keluar tergantung dari letak alat penjerat. Jika permukaan
alat penjerat kecil, yang berarti tekanan yang ditimbulkan besar
dan dapat menekan baik pembuluh balik maupun pembuluh nadi;
maka korban tampak pucat dan tidak ada penonjolan dari mata.
Alur jerat : bentuk penjeratannya berjalan miring (oblik atau
berbentuk V) pada bagian depan leher, dimulai pada leher bagian
atas di antara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring
sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga.
Tanda ini semakin tidak jelas pada bagian belakang.
Tanda penjeratan atau jejas jerat yang sebenarnya luka lecet
akibat tekanan alat jerat yang berwarna merah kecoklatan atau
coklat gelap dan kulit tampak kering, keras dan berkilat. Pada
perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen, disebut
tanda parchmentisasi, dan sering ditemukan adanya vesikel pada
tepi jejas jerat tersebut dan tidak jarang jejas jerat membentuk
cetakan sesuai bentuk permukaan dari alat jerat.
Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit dibagian
bawah telinga, tampak daerah segitiga pada kulit dibawah telinga.
Pinggiran berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi
disekitarnya.
Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2
buah atau lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali
Asphyxial deaths 341
2. Infections
simpul tali. Keadaan ini menunjukkan tanda pasti penggantungan ante-
3. Hypoxic encephalopathy
4. Edema of lungs
mortem. Figure 23.7: A case of hanging showing tongue
5. Encephalitis
Asphyxial
6. Cerebral abscess. deaths 341 clenched between teeth and salivary stain over the
chest
2 Tanda jejas jeratan miring, berupa Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran terputus (non- continuous) lingkaran uruh dalam ( continuous), aga
dan letaknya pada leher bagian atas sirkuler dan letaknya pada bagian leher
tidak begitu tinggi
3 Simpul tali biasanya tunggal, Simpul tali biasanya lebih dari satu,
terdapat pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakan
pada bagian depan leher
4 Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas
satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam penjeratan tidak ada atau tidak jelas .
mayatb tampak diatas jejas jerat dan lebam mayat terdapat pada bagian
pada tungkai bawah tubuh yang menggantung sesuai dengan
posisi mayat setelah meninggal
5 Pada kulit ditempat jejas penjeratan Tanda pasrchmentisasi tidak ada atau
teraba seperti perabaan kertas tidak jelas
perkamen, yaitu tanda parchmentisasi
6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada wajah, bibir, telinga, dan
dan lain-lain sangat jelas terlihat lain-lain tergantung dari penyebab
terutama jika kematian karena kematian.
asfiksia
7 Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
mengalami kongesti dan agak ada kecuali jika penyebab kematian
menonjol, disertai dengan gambaran adalah pencekikan atau sufokasi
pembuluh darah vena yang jelas pada
bagian kening dan dahi
8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali kematian karena pencekikan
9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Penis. Ereksi penis dan cairan sperma
keluarnya cairan sperma sering tidak ada. Pengeluaran feses juga tidak
terjadi pada korban pria. Demikian ada
juga sering ditemukan keluarnya
feses
10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan menetes pada
sudut mulut, dengan arah yang kasus selain kasus penggantung.
vertical menuju dada. Hal ini
merupakan tanda pasti
penggantungan antemortem
1 Usia. Gantung diri lebih sering Tidak mengenal batas usia, karena
terjadi pada remaja dan orang tindakan pembunuhan dilakukan oleh
dewasa. Anak-anak dibawah usia 10 musuh korban yang tidak bergantung
tahun atau orang dewasa diatas 50 pada usia
tahun jarang melakukan gantung diri
7 Tangan tidak dalam keadaan terikat, Tangan yang dalam keadaan terikat
karena sulit untuk gantung diri mengarahkan dugaan pada kasus
dalam keadaan tangan terikat pembunuhan
Penggantungan lebih sering terjadi pada kasus bunuh diri. Tetapi tidak menolak
kemungkinan korban penggantungan mati akibat penganiayaan. Pada buku kedua
KUHP bab XIX tentang kejahatan terhadap nyawa. Berikut merupakan pasal-pasal
yang terkandung dalam bab XIX KUHP
1. Pasal 338
Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena
pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.
2. Pasal 339
Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan
pidana, yang dialkukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau
mempermudah pelaksanaannya, atau untuk melepaskan diri sendiri maupun
peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap tangan, ataupun untuk
memastikan penguasaan barang yang diperoleh secara melawan hokum,
diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu,
paling lama 20 tahun.
3. Pasal 340
Barang siapa dengan sengaja dan dengan cara terlebih dahulu merampas
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan diancam dengan rencana,
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu
etrtentu paling lama 20 tahun.
4. Pasal 345
Barang siapa dengan sengaja mendorong orang lain untuk bunuh diri,
menolongnya dalam perbuatan itu dan memberi saran kepadanya untuk itu,
diancam dengan pidana penjara paling lama 4 tahun kalau orang itu jadi
bunuh diri.
Pada persidangan kasus pidana, dokter forensic akan dipanggil sebagai saksi
ahli. Sesuai dengan pasal 179 ayat 1 KUHAP yang menyatakan setiap orang yang
diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehamikan atau dokter atau ahli
lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadailan.9
5. Penjeratan (Strangulation)
Menggantung dan strangulasi adalah sebuah kategori kematian asphyxial
ditandai dengan tekanan eksternal pada leher yang menekan jalan napas dan/atau
pembuluh darah yang mengalir darah ke kepala. Arteri karotis dikompresi dengan
gaya diterapkan pada leher dan permukaan anterior keras dari tulang servikal.
Gantung melibatkan kompresi struktur leher dengan pengikat yang ditempatkan di
sekitar leher yang mengerut dengan bantuan seluruh atau sebagian dari berat badan.
Meskipun sebagian besar kasus gantung adalah kasus bunuh diri, kita tidak harus
berharap untuk menemukan catatan bunuh diri, karena mereka hadir dalam waktu
kurang dari 50 persen kasus.1
Strangulasi melibatkan kompresi struktur leher oleh kekuatan lain selain berat
tubuh sendiri dengan meremas secara manual atau dengan penerapan ligatur.
Strangulasi adalah biasanya dalam kasus pembunuhan. Salah satu faktor asfiksia
tambahan ditemukan kasus gantung dan strangulasi adalah obstruksi dari inlet laring
oleh pergeseran lidah dan faring ke atas yang disebabkan oleh gaya konstriksi sekitar
leher.1
Gambaran manual, pencekikan dengan Gambar 10. korban berusaha melepaskan cengkraman,
menekan pembuluh darah tertinggal bekas kuku di leher korban
Tanda-tanda eksternal dari pencekikan dapat mencakup memar dan lecet di
bagian depan dan sisi leher, dan rahang bawah; pola luka permukaan kulit seringkali
sulit untuk menafsirkan karena dinamis sifat serangan, dan kemungkinan diulang
kembali penerapan tekanan selama tercekik. Memar disebabkan oleh tekanan jari
(membulat atau memar berbentuk oval sampai kira-kira 2 cm dalam ukuran) dan
goresan kuku (abrasi linear atau berbentuk bulan sabit, cetakan atau pelanggaran
kulit) mungkin terlihat, yang terakhir yang dibuat baik oleh penyerang atau korban.10
Ketika tekanan pada leher berkelanjutan, tambahan fitur pencekikan dapat
mencakup 'tanda asfiksia klasik', termasuk wajah petechiae.Dalam korban hidup,
evaluasi klinis dapat mengungkapkan nyeri saat menelan, suara serak, stridor, sakit
leher, kepala atau punggung.Meskipun petekie konjungtiva dan wajah dapat terlihat
pada penggantungan dan strangulasi, mereka lebih umum dan lebih menonjol dalam
strangulasi.Ini adalah mungkin karena sifat kekerasan perlawanan disebabkan oleh
korban strangulasi, dengan resultan intermiten dan oklusi variabel arteri karotis dan
vena jugularis. Ketika vena jugularis yang tersumbat, tapi arteri karotis tetap paten,
tekanan menumpuk di venula cephalic dan kapiler (obstruksi vena jugularis
proksimal), mendukung pembentukan petechiae.1
Hal ini yang berbeda dengan penggantungan, di mana ada lebih kemungkinan
kompresi lengkap, dan berkepanjangan dari kedua arteri karotis dan vena jugularis.
Dengan kompresi baik arteri dan vena leher, tidak ada perbedaan tekanan
intravaskular yang signifikan, dan pembentukan petekie cephalic tidak didapatkan.1
Strangulasi ligatur mungkin pembunuhan, bunuh diri atau disengaja dan
melibatkan penerapan tekanan ke leher oleh item yang mampu konstriksi leher,
seperti syal, dasi, kaus kaki atau kabel telepon dan lain- lain. Ada yang sering
demarkasi yang jelas dari kongesti, sianosis dan peteckie pada batas konstriksi dari
ligature, dan biasanya ada 'tanda pengikat'pada leher di lokasi penyempitan. Tanda
ini mungkin dibentuk oleh kombinasi dari kompresi dan abrasi kulit, dan mungkin
mencerminkan sifat ligatur sendiri, mereplikasi pola anyaman ligatur, misalnya.2
Pengikat yang lembut dan permukaan luas, namun, dapat meninggalkan
bukti yang sedikit dari kompresi pada leher, atau bahkan cedera yang mendasari
struktur. Tanda-tanda pada leher yang distrangulasi dengan pengikat mungkin
melingkari leher secara horizontal, meskipun pakaian, atau rambut, dapat sela antara
pengikat dan kulit, sehingga tanda pengikat diskontinuitas.2
d. Asfiksia traumatic, dalam kasus kompresi dada oleh beban yang sangat berat,
istilah asfiksia traumatic digunakan. Asfiksia traumatic terjadi akrena
kejatuhan sesuatu seperti kendaraan berat yang menekan dada atau bagian
abdomen atas, menyebabkan korban tidak dapat bernafas. 1
Apabila dalam keadaan berdiri atau duduk tegak, otot-otot intercostal danb diafragma
bekerja maksimal untuk melakukan proses respirasi. Namun apabila sesorang dalam
posisi berbaring telungkup atau berbaring posis biasa proses pernapasan hanya
dicapai dengan pergerakan diafragma. 3
Bila korban dalam posisi prone (telungkup) korban harus mengangkat dan
melepaskan tubuhnya dari permukaan. Jika kompresi dalam posisi begin korban
hanya boleh menggunakan otot-otot abdomen dan hanya sedikit udara yang keluar
masuk melalui saluran pernapasan. Aktivitas respirasi dalam posisi ini memerlukan
tenaga fisik yang lebih besar berbanding dalam posisi normal. 3
Daerah dada dapa terpapar dengan berbagai jenis cedera termasuk trauma
tumpul, kompresi, dan penetrasi. Asfiksia traumatic adalah penekanan pada daerah
dada unutk suatu dalam jangka waktu yang cukup lama dengan suatu beban sehingga
membatasi pergerakan respirasi. 4
Luka trauma tumpul adalah luka yang disebabkan oleh gangguan continuitas
jaringan yang dihasilkan oleh tenaga mekanik dari luar tubuh. Luka akibat trauma
tumpul adalah luka pada mana-mana bagian tubuh yang terjadi akibat kontak antara
objek dan permukaan tumpul. Kontak ini biasanya melibatkan pergerakan dan impact
sehingga terjadi transfer tenaga kinetic. Pergerakan objek ini boleh dalam bentuk
jatuhan objek. Jenis-jenis trauma tumpul adalah luka lecet (abration), memar
(bruises), dan luka robek (laseration). 5
Fraktur kostadapat terjadi akibat trauma yang dating nya dari arah depan,
samping, ataupun dari belakang. Apabila terjadi trauma tajam dan trauma tumpul
dengan kekuatan yang cukup besar saja yang mampu menimbulkan cedera pada
organ dalam yang vital yang ada di dalamnya. Cedera pada organ tersebut tergantung
pada bagian tulang iga yang mana mengalami fraktur.
a. Pemeriksaan Luar
Didapatkan :
1. Kongesti pada wajah, leher dan bagian atas daerah yang tidak tertekan
oleh beban. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran
pembuluh darah, konjunctiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase
kejang. Akibatdari peningkatan tekanan dalam pembuluh darah
meningkat terutama dalam vena, venola, dan kapiler.
2. Peteki pada konjunctiva dan kulit sekitar kelopak mata. Kapiler pada
jaringan ikat longgar ini lebih mudah pecah. Contoh jaringan ikat longgar
adalah konjuntiva bulbi, palpebral dan subserosalain. Kadang-kadang
dijumpai pula di kulit wajah. 2
3. Peteki atau ekimosis disertai lebam pada daerah yang tertekan dengan
beban. 2
4. Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih
cepat.distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbon dioksida yang
tinggi. 2
5. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding
kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik
perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot. 2
6. Asfiksia chest compression akan tampak luka akibat trauma tumpul pada
bagian dada, yaitu luka lecet (abration), memar (bruises), atau luka robek
(laseration). Pada pemeriksaan luar, akan tampak luka dari bahan yang
mengkompresi tubuh korban namun tidak selamanya penakan ini
memberikan gambaran luka. Trace evidence dari permukaan impak pada
tubuh dapat digunakan nuntuk identifikasi dan menyesuaikan
(identification and matching) dengan objek yang menyebabkan impak.
Impak tangensial antar objek dan tubuh akan menghasilkan graze atau
scratch. Jika pergerakan objek adalah 90ͦ kea rah tubuh menghasilkan luka
lecet crush yang meninggalkan bekas pada permukaan tubuh sama dengan
permukaan yang meninggi korban. Padaluka memar tidak akan terjadi
perubahan selepas kematian tapi sulit ditentukan jika pada mayat sudah
terjadi dekomposisi atau perubahan livid. Pada pemeriksaan miksorkopik
didapatkan reaksi inflamasi maka luka memar tersebut terjadi dalam
tempo waktu beberapa jam sebelum kematian. Namun luka memar tidak
dapat menentukan dengan jelas bentuk dari ebban yang menindih korban
karena luka memar cepat berubah bentuk.5
b. Periksa dalam
1. Jika terjadi fraktur costa sehingga terjadi flail chest, metode yang paling
baik untuk mendiagnosis pneumothoraks adalah pemeriksaan radiologi.
Tapi jika radiologi tidak dapat dilakukan, metode yang paling mudah
adalah dengan membuka rongga dada dalam wadah takungan air.
Intercostal spase kemudian di pungsi dengan mengguanakn scalpel
hasilnya positif kalau terdapat gelembung udara keluar dari tempat
pungsi. Namun jika sudah terdapat bukaan antar pleura dan ronkhi tidak
aka nada peningkatan tekanan yang boleh mendorong udara keluar. 4
2. Berwarna lebih gelap. 2
3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga
menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah. 2
4. Petekia dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada
bagian belakang jantung belakang daerah auriculoventikular, subpleura
viseralis paru terutama dilobus bawah pars diafragmatika dan fisura
interlobaris, kulit pada sebelah dalam tertutama daerah otot temporal,
mukosa epiglottis dan daerah subglotis. 2
7. Tenggelam (drowning)
Pada peristiwa tenggelam, seluruh tubuh tidak harus tenggelam didalam air.
Asalkan lubang hidung dan mulut berada dibawah permukaan air maka hal tersebut
sudah cukup memenuhi kriteria sebagai peristiwa tenggelam.Berdasarkan pengertian
tersebut maka peristiwa tenggelam tidak hanya terjadi dilaut atau sungai tetapi dapat
juga di wastafel atau ember berisi air.Perlu diketahui bahwa jumlah air yang dapat
mematikan jika dihirup oleh paru – paru sebanyak 2 liter untuk orang dewasa dan 30
– 40 mililiter untuk bayi.1,3,4
2. Wet drowning adalah mati tenggelam dimana cairan masuk ke dalam saluran
nafas.
Sebab Kematian
Kematian yang terjadi pada peristiwa tenggelam dapat disebabkan oleh :1,2,3
1. Refleks vagal
Peristiwa tenggelam yang mengakibatkan kematian karna refleks vagal disebut
tenggelam tipe I. Kematian terjadi sangat cepat dan pada pemeriksaan pos
mortem tidak ditemukan tanda – tanda asfiksia maupun air di dalam paru –
paru sehingga sering disebut tenggelam kering (dry drowning).
2. Spasme laring
Kematian karena spasme laring pada peristiwa tenggelam sangat h]jarang
sekali terjadi. Spasme laring tersebut disebabkan rangsangan air yang masuk ke
laring.Pada pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, tetapi
paru – parunya tidak didapati adanya air atau benda – benda air.Tenggelam
jenis ini juga disebut tenggelam tipe I.
3. Pengaruh air yang masuk paru – paru
a. Pada peristiwa tenggelam di air tawar akan menimbulkan anoksia disertai
gangguan elektrolit. Perlu diketahui bahwa masuknya air tawar didalam paru
– paru akan mengakibatkan hemodilusi dan hemolysis. Dengan pecahnya
eritrosit maka ion kalium intrasel akan terlepas sehingga menimbulkan
hyperkalemia yang akan mempengaruhi kerja jantung (terjadi fibrilasi
ventrikel). Pemeriksaan pos mortem ditemukan tanda – tanda asfiksia, kadar
NaCl jantung kanan lebih tinggi dari jantung kiri dan adanya buih serta benda
air pada paru – paru. Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II A.
b. Pada peristiwa tenggelam di air asin akan mengakibtakan terjadinya anoksia
dan hemokonsentrasi. Tidak terjadi gangguan keseimbangan elektrolit.
Tenggelam jenis ini disebut tenggelam tipe II B. Dibandingkan dengan tipe II
A maka kematian pada tipe II B terjadi lebih lambat.
Pemeriksaan pos mortem ditemukan adanya tanda – tanda asfiksia, kadar NaCl
pada Jantung kiri lebih tinggi daripada jantung kanan dan ditemukan buih serta
benda – benda air pada paru – paru.
1. Pemeriksaan Luar.1,4
- Pakaian basah, kadang – kadang bercampur lumpur
- Kulit basah, keriput, dan terkadang seperti kulit angsa (cutis anserina)
- Kulit tangan dan kaki terkadang menyerupai washer woman skin
- Lebam mayat terutama pada kepala dan leher
- Terkadang ditemukan cadaveric spasm
- Tanda khas pemeriksaan luar pada kasus tenggelam adalah ditemukannya buih
halus yang terbentuk akibat acute pulmonary edema, berwarna putih, dan
persisten. Buih menjadi banyak jika dada ditekan
2. Pemeriksaan Dalam.1,4
- Saluran nafas, trakea dan bronkus, ditemukan adanya buih halus
- Paru – paru membesar dan pucat seperti layaknya paru – paru penderita asma
tetapi lebih berat dan basah. Dibanyak bagian terdapat gambaran marmer, bila
permukaannya ditekan meninggalkan lekukan dan bila diiris terlihat buih
berair. Kondisi ini disebut emfisema aquosum yang merupakan petunjuk kuat
terjadinya peristiwa tenggelam
- Lambung dan esophagus berisi air dengan butir – butir pasir dan alga
- Bila terjadinya hemolisis maka akan terlihat adanya bercak hemolisis pada
dinding aorta
Tes Konfirmasi
KESIMPULAN
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dibedakan
menjadi 4 fase, yaitu: fase dispneu, fase konvulsi, fase apneu dan fase akhir. Masa
dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya
berkisar antara 4-5 menit. Fase dispneu dan fase konvulsi berlangsung kurang lebih
3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalanhan oksigen, bila tidak 100% maka
waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas.
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-
ujung jari dan kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung
kanan, merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia. Warna lebam mayat
kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat, terdapat busa halus pada hidung dan mulut,
dan tampak pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah,
konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase konvulsi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dolinak D, Matshes EW, Lew EO. Forensic Pathology - Principles and Practice.
Elsevier Academic Press; 2005. p. 201-34.
2. Dikshit PC. Textbook of Forensic Medicine and Toxicology. New Delhi: Peepee
Publishers and Distributors. p. 334-65.
3. DiMaio VJ, DiMaio Dominick. Forensic Pathology. 2nd ed. USA: CRC Press;
2001. p. 246-73, 416-23.
4. Dix Jay. Color Atlas of Forensic Pathology. USA: CRC Press; 2000. p. 98, 102,
104, 108.
5. Shkrum MJ, Ramsay DA. Forensic Pathology Of Trauma - Common Problems
for The Pathologist. New Jersey: Humana Press; 2007. p. 65-155.